I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa iklan rokok hanya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 81 TAHUN 1999 (81/1999) TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH IKLAN MEDIA LUAR RUANG TERHADAP PERILAKU MEROKOK SISWA DI SMA NEGERI 2 MEDAN TAHUN 2012

Kuesioner Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. pandang, gaya hidup dan budaya suatu masyarakat, bahkan perseorangan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mata Kuliah - Etika Periklanan-

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah i

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK

BAB I PENDAHULUAN. tambahan (Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009). Masalah utama. yang menjadi semakin tinggi tiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. Merokok sudah menjadi masalah kompleks yang menyangkut aspek

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perokok mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya (Sari, 2006).

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu,

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI KLUNGKUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SLTP DI KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008

Rivansyah Wirahadiutama (Studi pada perokok di kampus Universitas Gunadarma Depok Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Angkatan 2012)

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok di masyarakat kini seolah telah menjadi budaya. Hal ini

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Global Adults Tobacco Survey (GATS) Indonesia, Indonesia merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan kematian baik bagi perokok dan orang yang ada

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produk barang atau jasa yaitu sebuah iklan. atau suara, dan simbol simbol agar masyarakat sadar dan mengetahuinya.

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe,

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

I. PENDAHULUAN. Industri rokok merupakan industri yang sangat besar di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB I PENDAHULUAN dan pada abad 21 ini, akan ada 1 miliar orang meninggal akibat. penyakit disebabkan rokok (Evy, 2008).

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK ROKOK TERHADAP KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Gambaran Perilaku Merokok pada masyarakat di Kabupaten Purwakarta: Suatu Kajian Literatur

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan

SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PETA JALAN PENGENDALIAN DAMPAK KONSUMSI ROKOK BAGI KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan tentang cara penanganan yang tepat. Bagi beberapa pria dan wanita di

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 7 Tahun : 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAB I PENDAHULUAN. disebelah ibu yang sedang menggendong bayi sekalipun, orang tersebut tetap. sekelilingnya sering kali tidak peduli.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dihembuskan kembali sehingga mengeluarkan asap putih keabu-abuan. Perilaku merokok

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah rokok pada hakekatnya sekarang sudah menjadi masalah nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentu. Menurut Sarwono (2001) definisi remaja untuk masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).

BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN

Deni Wahyudi Kurniawan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok lalu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa yaitu masa remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara mengkonsumsinya), karena produk ini memberikan kepuasan kepada konsumen melalui asap (hasil pembakaran tembakau dan campuran lain di dalamnya) yang dihisap ke mulut. Saat ini tingkat konsumsi rokok relatif tinggi di masyarakat, baik remaja maupun orang dewasa. Rokok telah menjadi salah satu produk utama pemuas kebutuhan konsumennya. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali ditemui orang merokok, baik di kantor, di pasar, di stasiun, di terminal, di warung makan, dan di tempat umum lainnya. Tingginya tingkat konsumsi rokok di masyarakat ditunjukkan pada Gambar 1. Sumber : http://staff.ui.ac.id Gambar 1. Perkembangan Konsumsi Rokok di Indonesia Gambar 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2001 terjadi penurunan tingkat konsumsi rokok. Hal ini dikarenakan adanya Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, yang arahnya memperketat penggunaan

tembakau atau rokok. Peraturan tersebut mengharuskan kandungan nikotin maksimum sebesar 1,5 mg dan TAR sebesar 20 mg. Selain itu, dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 2002 tentang penyiaran juga turut memberikan batasan bagi ruang lingkup produsen rokok dalam mempromosikan produknya. Undang-undang tersebut menyebutkan larangan promosi yang menampilkan wujud asli rokok (Muslim dan Anandita, 2008 dalam http://staff.ui.ac.id). Namun pada tahun 2004 konsumsi rokok di Indonesia kembali meningkat dan mencapai 220 miliar batang rokok pada tahun 2005. Bahkan berdasarkan Roadmap Industri Pengolahan Tembakau, Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian (2009), konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2008 telah mencapai 240 miliar batang. Tingkat konsumsi rokok yang tinggi di masyarakat ini menunjukkan bahwa rokok merupakan produk yang penerimaannya tinggi dan menjadi salah satu kebutuhan masyarakat. Hal ini tentunya memberi peluang yang sangat besar bagi industri rokok. Berikut ini adalah gambaran pertumbuhan industri rokok di Indonesia berdasarkan jumlah batang rokok yang diproduksi hingga tahun 2008. Tabel 1. Perkembangan Produksi Rokok Nasional Tahun 2004-2008 Jenis 2004 2005 2006 2007 2008 Rokok Kretek (miliar batang) 188,2 205,0 202,9 214,6 223,0 % terhadap total 92,3 93,0 92,7 92,9 92,9 Rokok Putih (miliar batang) 15,6 15,4 15,7 16,4 17,0 % terhadap total 7,4 6,9 7,2 7,1 7,1 Total (miliar batang) 203,8 220,4 218,6 231,0 240,0 Sumber : Departemen Perdagangan (2009) dalam http://www.beacukai-kediri.com. Industri rokok yang bertumbuh dan berkembang dengan pesat ini terjadi karena produk rokok sangat potensial, melihat tingkat konsumsinya yang sangat tinggi di masyarakat. Di sisi lain, perkembangan industri rokok yang pesat ini memberikan

keuntungan yang cukup besar bagi negara, di mana cukai rokok memberikan pemasukan yang relatif besar, khususnya penerimaan dalam negeri. Gambar 2 menunjukkan penerimaan cukai rokok yang diperoleh negara. Sumber : http://www.seatca.org Gambar 2. Penerimaan Cukai Rokok Dalam Negeri Pendapatan yang besar melalui cukai rokok menyebabkan perhatian pemerintah lebih fokus dan intensif terhadap industri rokok, agar industri rokok dapat terus bertumbuh dan berkembang dengan baik. Namun di sisi lain, rokok merupakan produk yang mengganggu kesehatan dan lingkungan hidup, sehingga biaya sebagai dampak konsumsi rokok juga cukup besar. Oleh karena itu, sangat dilematis bagi pemerintah dalam menyikapi industri rokok, karena pemerintah menyadari kerugian dari konsumsi rokok. Kerugian yang timbul dari konsumsi rokok adalah kerugian ekonomi dan sosial, seperti biaya kesehatan, biaya kematian, dan biaya kehilangan produktivitas kerja. Tulus Abadi (Koordinator Pengendalian Tembakau Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) mengatakan bahwa biaya kesehatan akibat rokok tahun 2008 mencapai 5,1 kali lipat

daripada penerimaan cukai negara, yaitu sekitar Rp. 180 triliun (http://www.kompas.com). Secara konsep pemasaran, Schiffman dan Kanuk (2007) mengatakan bahwa perusahaan dalam melakukan aktivitasnya harus memiliki etika, termasuk etika mengenai produk yang dipasarkan. Artinya bahwa produk dan layanan yang diberikan perusahaan tidak boleh memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Secara teori, sangat jelas bahwa rokok sebagai produk berupa pembakaran senyawa organik yang masuk ke dalam tubuh memiliki dampak negatif bagi kesehatan konsumennya. Oleh karena itu, demi mengurangi dampak negatif konsumsi rokok ini, pemerintah telah mengkomunikasikan kepada masyarakat tentang bahaya merokok. Selain itu, peraturan pemerintah mengenai larangan merokok juga telah dikeluarkan pemerintah. Bahkan demi mengurangi tingkat konsumsi rokok di masyarakat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa haram merokok pada tahun 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 telah mewajibkan setiap Pemerintah Daerah untuk menetapkan kawasan tanpa rokok (KTR). Peraturan Pemerintah ini mengatur berbagai hal tentang tujuan pengaturan dan produksi rokok, distribusi rokok, iklan dan promosi rokok, dan pengaturan kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok. Perlindungan masyarakat ditegaskan melalui kewajiban pencantuman label peringatan pada setiap produk rokok. Ditegaskan bahwa peringatan harus mencantumkan kalimat merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin, sebagaimana dimuat dalam pasal 8 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini. Namun, walaupun peraturan pemerintah telah ditetapkan, konsumsi rokok tetap saja tinggi. Selain Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2003,

terdapat juga Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang- Undang ini secara jelas menyatakan mengenai pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif (meliputi tembakau dan produk yang mengandung tembakau) dan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan (http://www.depkes.go.id). Khusus di Kota Bogor, peraturan mengenai perilaku merokok telah ditetapkan dalam peraturan daerah, yaitu Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 12 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Peraturan daerah tersebut mengatur tentang larangan merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan rokok di tempat umum, seperti di tempat ibadah, kendaraan umum, lembaga pendidikan, dan lain sebagainya (http://siskum.kotabogor.go.id). Berbagai peraturan yang ditetapkan pemerintah dimaksudkan demi kesehatan masyarakat, karena kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Saat ini terdapat banyak penyakit yang tidak hanya disebabkan oleh bakteri ataupun virus, tetapi juga disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat. Mengkonsumsi rokok merupakan salah satu pola hidup yang tidak sehat. Astuti (2007) mengatakan bahwa merokok berakibat terhadap 25% kematian akibat penyakit jantung koroner, 80% kasus penyakit saluran pernafasan kronis, 90% kematian akibat kanker paru, serta memiliki kontribusi terhadap berkembangnya kanker laring, mulut, dan pankreas pada perokok pasif. Rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia (nikotin, TAR, acetone, naphtylamine, methanol, pyrene, dan lainnya), termasuk 43 bahan penyebab kanker yang telah diketahui, sehingga rokok dan lingkungan yang tercemar asap rokok dapat membahayakan kesehatan. Kandungan bahan kimia tersebut dapat menyebabkan

berbagai penyakit tidak menular seperti jantung dan gangguan pembuluh darah, stroke, kanker paru-paru, dan kanker mulut. Selain itu, rokok juga dapat menyebabkan penurunan kesuburan, pertumbuhan janin (fisik dan IQ) yang melambat, kejang pada kehamilan, gangguan imunitas bayi, dan peningkatan kematian (http://www.depkes.go.id). White dan Watt dalam Sari et al. (2003) mengungkapkan bahwa seorang perokok yang menghisap 1-9 batang rokok perhari akan mengalami pemendekan umur sekitar 5,5 tahun. Resiko tersebut sesungguhnya tidak hanya mengenai perokok (aktif) saja, tetapi juga orang-orang di sekitar perokok, yaitu orang yang tidak merokok tetapi menghirup asap rokok, yang disebut sebagai perokok pasif. Namun, walaupun kesadaran akan bahaya kesehatan akibat merokok telah ada, konsumen rokok tetap saja mengkonsumsi rokok dan cenderung mengabaikan dampak negatif rokok bagi kesehatan. Merokok merupakan salah satu bentuk perilaku manusia, yang dalam teorinya dikenal sebagai perilaku konsumen. Menurut Olson (1999), salah satu konsep penting dalam studi perilaku konsumen adalah sikap konsumen. Sikap konsumen akan menentukan perilaku pembeliannya, sehingga untuk mempengaruhi perilaku ini, dilakukan terlebih dahulu pengaruh kepada sikapnya. Sikap merupakan ekspresi yang menunjukkan apakah seseorang menginginkan atau tidak terhadap suatu obyek, seperti produk, kategori produk, dan merek. Sikap terbentuk dari pengalaman langsung terhadap produk, informasi yang diperoleh dari orang lain, dan pengenalan melalui media massa (iklan). Sebagai suatu kecenderungan, sikap mengandung motivasional. Artinya bahwa sikap dapat mendorong konsumen untuk melakukan perilaku tertentu atau menjauhi perilaku tertentu (Schiffman dan Kanuk, 1994). Perilaku merokok yang terbentuk juga

berawal dari persepsi konsumen terhadap rokok. Persepsi dapat dipengaruhi oleh rangsangan primer dan sekunder, di mana rangsangan primer berasal dari rokok, dan rangsangan sekunder ditimbulkan oleh simbol, kesan (image), dan informasi tentang rokok. Dalam aktualnya, persepsi yang muncul tersebut akan mengendap dan melekat dalam pikiran konsumen. Merokok merupakan salah satu perilaku yang sangat buruk, karena selain berbahaya bagi kesehatan, perilaku merokok cenderung dekat dengan perilaku buruk lainnya, seperti minuman keras, seks bebas, bahkan obat-obatan terlarang (narkoba). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, jumlah perokok aktif di Indonesia pada usia di atas 15 tahun adalah 35,4%, di mana 65,3% di antaranya adalah perokok pria (http://www.depkes.go.id). Persentase ini sangat mengkhawatirkan, karena angka ini menunjukkan bahwa jumlah perokok di Indonesia tergolong cukup besar. Lebih bahaya lagi adalah bahwa 85,4% perokok aktif merokok di rumah bersama anggota keluarga sehingga mengancam kesehatan anggota keluarga dan lingkungannya (http://www.depkes.go.id). Khusus di Kota Bogor, Survei Kesehatan Daerah (Surkesda) Kota Bogor tahun 2006, jumlah pria perokok di rumah tangga telah mencapai 57% (http://www.kotabogor.go.id). Di Kota Bogor, baik di terminal, di halte bus, di warung makan, di kios, di depan mall, bahkan di restoran pun, banyak ditemui remaja yang merokok. Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat remaja akhir dan dewasa awal (usia 18-24 tahun) merupakan sumberdaya manusia yang berpotensi membangun bangsa. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian terhadap persepsi, sikap, perilaku, dan niat untuk

berhenti merokok. Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikembangkan bentuk-bentuk strategi untuk mengendalikan perilaku merokok. 1.2 Rumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana profil pria perokok dan pria bukan perokok. 2. Bagaimana perilaku pria perokok dan perilaku pria bukan perokok terkait rokok. 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi niat pria perokok untuk berhenti merokok dan niat pria bukan perokok untuk terus tidak merokok. 4. Bagaimana implikasi hasil penelitian pada strategi pengendalian perilaku merokok. 1.3 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi profil pria perokok dan pria bukan perokok. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis perilaku pria perokok dan perilaku pria bukan perokok terkait rokok. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi niat pria perokok untuk berhenti merokok dan niat pria bukan perokok untuk terus tidak merokok. 4. Menyusun strategi pengendalian perilaku merokok sebagai implikasi hasil penelitian.

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB