BAB II KEKERASAN YANG DI LAKUKAN OLEH GURU TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN SEKOLAH. A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan di lingkungan Sekolah

dokumen-dokumen yang mirip
Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah

BULLYING. I. Pendahuluan

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media

III. METODE PENELITIAN. penelitian adalah pada Tahun Ajaran 2013/2014. yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

PENGARUH PENGELOLAAN KELAS PEDULI AGRESI/BULLYING TERHADAP PRESTASI AKADEMIK DAN PERILAKU AGRESI/BULLYING PADA SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyebut seseorang yang pergi dari kampung halamannya untuk menetap serta

Jurnal Pengabdian pada Masyarakat Volume 31, Nomor 3 Juli September 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB II KAJIAN TEORI. adalah bercintaan atau berkasih-kasihan sehingga dapat disimpulkan. perempuan, adanya komitmen dari kedua belah pihak biasanya

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ecological Model of Child Development Sumber: Santrock (1992)

BAB I PENDAHULUAN. remaja dihadapkan pada konflik dan tuntutan social yang baru, termasuk. dirinya sesuai dengan perkembangannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

SOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

STUDI FENOMENOLOGI : DINAMIKA PSIKOLOGIS KORBAN BULLYING PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB II KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa kanak-kanak merupakan salah satu periode perkembangan yang

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

Sesi 7: Pelecehan Seksual

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying lebih dikenal dengan istilahistilah

Transkripsi:

35 BAB II KEKERASAN YANG DI LAKUKAN OLEH GURU TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN SEKOLAH A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan di lingkungan Sekolah Kekerasan di sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja, dari kepala sekolah, guru, Pembina sekolah, karyawan ataupun anatarsiswa. Bentuk- bentuk kekerasan yang dilakukan oleh kepala sekolah guru, Pembina sekolah, karyawan, antara lain memukul dengan tangan kosong atau benda tumpul, melempar dengan penghapus, mencubit, menampar, mencekik, menyundut rokok, memarahi dengan ancaman kekerasan, menghukum berdiri dengan satu kaki di depan kelas, berlari mengelilingi lapangan, menjemur murid dilapangan, pelecehan seksual dan pembujukan persetubuhan. 39 Kekerasan di sekolah tidak semata-mata kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikis, seperti diskriminasi terhadap murid yang mengakibatkan murid mengalami kerugian, baik secara moril maupun materil. Diskriminasi ini bisa berupa diskriminasi terhadap suku, agama, kepercayaan, golongan, ras ataupun status social murid. Selain itu, penelantaran terhadap murid juga dapat terjadi, misalnya guru mengabaikan keselamatan murid jika di sekolah ada indikasi kekerasan yang dialami murid dan sebagainya. Kekerasan di sekolah bukanlah isapan jempol karena berbagai penelitian menunjukkan hal tersebut benar- benar terjadi. Misalnya, penelitian terhadap 2.600 siswa SD di kota Bandung dan kabupaten Bandung menunjukkan bahwa70 39 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, Hal.142 35 35

36 % mengaku pernah mendapatkan tindakan yang tidak menyenangkan selama belajar sehingga sulit konsentrasi selama belajar, contoh lainnya survey terhadap 300 responden Sekolah Menengah di kota Semarang untuk mengetahui rasa aman siswa ketika menuju sekolah, selama di sekolah dan selama perjalanan pulang dari sekolah. Survey menunjukkan bahwa 26,3 % dari responden mengatakan bahwa mereka merasa tidak aman ketika diejek lewat teriakan; 24.7 % dilecehkan; 19 % pernah disentuh buah dada atau pantatnya; dan 37,7 % pernah mengalami pemalakan/perkelahian. 40 Siswa yang diancam atau disakiti biasanya tidak mempunyai posisi untuk mengentikan hal tersebut sehingga pihak sekolah patut memerhatikan siswa atau kelompok siswa yang berpotensi melakukan kekerasan. Agar kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah tidak terjadi maka perlu dibuat aturan sekolah yang bersifat menengah dan strategi mengelola kekerasan dengan tujuan untuk melindungi siswa korban kekerasan agar tidak mengalami kekerasan terus menerus. Kemampuan sekolah mencegah dan menyelesaikan kekerasan antarsiswa juga dipengaruhi keterbukaan sekolah yang bersangkutan terhadap isu kekerasan ini. 41 Selain itu, sekolahpun harus menyiapkan siswa agar dapat mengatasi sendiri jika mengalami kekerasan. Akan tetapi, jika ternyata siswa tidak mamapu mengatasiny, pihak sekolah harus turut serta menyelesaikannya dengan melibatkan orangtua juga. Harus ada ketegasan pihak sekolah dan kejelasan sanksi yang diterapkan kepada pelaku agar pelaku berpikir ulang untuk melakukan 40 Ibid, hal. 142 41 Ibid, hal. 143 36

37 kekerasan. Sanksi tersebut sebaiknya bertingkat dengan sanksi terberat dikeluarkan dari sekolah dan diserahkan ke penegak hukum. Dengan demikian, diharapkan sekolah menjadi tempat aman untuk proses belajarmengajar. 42 Lebih jelasnya, Kekerasan yang terjadi di sekolah dapat terjadi dalam beragam bentuk. Bentuk - bentuk kekerasan di sekolah dibagi menjadi 5 jenis yaitu sebagai berikut. a. Kontak fisik langsung. Kontak fisik langsung dapat berupa memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain. b. Kontak verbal langsung, seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip. c. Perilaku non-verbal langsung, seperti melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh kekerasanfisik atau verbal. 43 d. Perilaku non-verbal tidak langsung, seperti mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng. e. Pelecehan seksual, seperti perilaku agresi fisik atau verbal. 42 0p.cit, hal. 143-144 43 http://anwarwan43-anwar.blogspot.co.id/2014/11/a.html, diakses pada tanggal 22 Mei 2017, Pukul 16.00 WIB 37

38 B. Faktor-faktor Penyebab terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah Masalah pendidikan tidak henti-hentinya menjadi bahan pembicaraan sepanjang masa, mulai dari masyarakat awam, tokoh masyarakat, para pakar sampai pemerintah. Pendidikan menjadi tumpuan harapan banyak pihak sebagai sebuah jalan untuk menyelesaikan berbagai masalah kebodohan, kemiskinan, moralitas, dan sebagainya. Secara formal, pendidikan berlangsung dalam ruangruang kelas di sekolah dan masih menitikberatkan pada ranah kognitif. Pemahaman, pengetahuan, dan analisis masih menjadi fokus utama dalam pembelajaran. Selain itu sekolah merupakan tempat untuk mendapatkan pendidikan yang baik yang diberikan oleh pendidik/pengajar yang tidak lain disebut dengan guru. Perilaku kenakalan yang dilakukan oleh anak walaupun kadangkala sama dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa, tidak berarti sanksi yang yang diberikan juga sama. Anak tetaplah anak yang tentu saja masih mengalami proses pengembangan, fisik, mental, psikis dan sosial menuju kesempurnaan seperti yang dimiliki oleh dewasa. Konsekuensinya, reaksi terhadap anak tidak sama dengan reaksi yang diberikan orang dewasa, yang lebih mengarah kepada punitif. 44 Hal inilah yang berujung terjadinya kekerasan akibat sanksin yang diberikan. 44 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, cetakan kedua, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hal. 75 38

39 Faktor- Faktor penyebab terjadinya Kekerasan di lingkungan sekolah 1. Faktor psikologis (hiperaktivitas, konsentrasi terhadap masalah, agresivitas, inisiasi awal perilaku kekerasaan, bentuk perilaku antisosial lain dan puberitas pada masa remaja) 2. Faktor keluarga (kriminalitas parental, penganiayaan terhadap anak, praktek manajemen keluarga yang kurang baik, keterlibatan parental yang kurang,perpisahan anak dan orangtua) 3. Faktor sekolah (kegagalan akademik, komitmen yang rendah terhadap sekolah pembolosan, drop out) 4. Faktor teman sebaya (kelompok sebaya yang terlibat kenakalan remaja, gangster) 5. Faktor masyarakat dan lingkungan tetangga (kemiskinan, lingkungan yang sarat kriminalitas) 6. Kekerasan di media (tayangan televisi yang menampilkan adegan kekerasan, film action dengan perkelahian, acara berita kriminal). 7. Faktor Emosional yang berlebihan sehingga sulit menahan diri. 45 Semua pihak perlu memiliki persepsi yang sama bahwa spiral kekerasan di sekolah merupakan masalah serius yang harus segera di selesaikan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kekerasan di sekolah adalah antara lain: 1. Meningkatkan kesadaran publik (public awareness raising) 45 http://file.upi.edu/direktori/fip/jur._psikologi_pend_dan_bimbingan/196005011986 031Nandang_Rusmana/Memahami_dan_Mencegah_Terjadinya_Kekerasan_di_Sekolah_%28_%5 BCompatibility_Mode%5D.pdf, diakses Pada tanggal 20 Mei 207, Pukul 20.00 WIB 39

40 2. Pendidikan (education) 3. Pelatihan (training) 4. Layanan untuk perempuan, anak-anak, dan pemuda (services for women, children, and young people) 5. Legislasi (legislation) 6. Strategi di tempat kerja (workplace strategies). Selama perjalanan penegakan Undang-Undang Perlindungan Anak, muncul sikap-sikap yang tidak setuju terhadap Undang-Undang tersebut. Pernah muncul wacana Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Wacana ini melakukan upaya pengecualian hukum pidana bagi kalangan penduduk yang melakukan kekerasan terhadap peserta didik. Lahir pula pendapat dan argument yang menyatakan Undang-Undang Perlindungan Anak akan menghambat proses pendidikan, menjadi penghalang dalam pelaksanaan tugas profesi sebagai guru. Alasannya sederhana, guru tidak bisa lagi menghukum siswa dengan kekerasan. Kata lain dari pendisiplinan yang menyebabkan kerugian bagi siswa, baik secara fisik maupun psikis. 46 Pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang sejuk, penuh keramahan, dan terciptanya suasana saling menghargai satu sama lain, justru harus tercoreng oleh ulah segelintir orang, terlepas apakah itu dilakukan oleh oknum guru, oknum peserta didik, ataupun kepala sekolah yang memberi kebijakan yang tidak memihak bagi keberlangsungan suatu pendidikan. 47 46 http://yessyanjani.blogspot.co.id/2012/03/kekerasan-anak-di-sekolah-bab-i.html, diakses pada tanggal 30 Mei 2017, Pukul 04.00WIB 47 http://faisolakhmad.blogspot.co.id/2015/08/kekerasan-dalam-dunia-pendidikan.html, diakes pada tanggal 30 Mei 2017, Pukul 09.00 WIB 40