Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

DAFTAR PUSTAKA. Gautama, Sudargo, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung : Citra Aditya, 1993.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Pelaksanaan pemberian Hak Milik dari tanah negara dan. perlindungan hukumnya di Kabupaten Kutai Timur pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

DAFTAR PUSTAKA. Adrian Sutedi, 2006, Kekuatan Hukum Berlakunya Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Hak Atas Tanah, BP. Cipta Jaya, Jakarta.

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB III PENUTUP. 1. Pelaksanaan peralihan hak milik atas tanah karena (hibah) di

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.

BAB IV. mengusai suatu tanah, di masa lalu haruslah membuka hutan terlebih dahulu,

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. Kata kunci: Analisis Yuridis, Pembuatan Sertifikat Tanah,

BAB III PENUTUP. konversi Leter C di Kabupaten Klaten telah mewujudkan kepastian. hukum. Semua responden yang mengkonversi Leter C telah memperoleh

PENULISAN HUKUM. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ATAS TANAH (Studi tentang tindak pidana penyerobotan hak atas tanah PT.Mawija Jaya di kota Tarakan)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kabupaten Sukoharjo

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

milik adat yang diperoleh secara turun-temurun (pewarisan).

PPAT, dengan alasan : a. Menjamin kepastian hukum; c. Agar aman.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

DAFTAR PUSTAKA. A. Pittlo, 1978, Pembuktian dan Daluarsa, Terjemahan M. Isa Arif, PT Intermasa,

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan. dapat disimpulkan sebagai berikut :

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, 2010.

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN PENERAPAN ASAS PUBLISITAS DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KEPAHIANG.

BAB III PENUTUP. 1. Pelaksanaan pendaftaran hak milik adat (Letter C) secara sporadik dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

JURNAL KARYA ILMIAH. KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

DAFTAR PUSTAKA. Siregar, Tampil Anshari, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik, Medan, 2005

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

DAFTAR PUSTAKA. Buku. Badrulzaman, Darus Mariam, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses pendaftaran peralihan hak karena lelang itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor

DAFTAR PUSTAKA. Buku. Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1978.

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Hukum adalah segala aturan yang menjadi pedoman perilaku setiap orang

BAB V PENUTUP. penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Chaidir, Yurisprudensi Indonesia tentang Hukum Agraria, Bandung: Bina Cipta, Jilid III, 1985.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

SKRIPSI KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA. A.P. Parlindungan, komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, A.P Parlindungan (I), komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria,

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

BAB I PENDAHULUAN. tanah mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan sebagai

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai. berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pelaksanaan Penetapan dan

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

Transkripsi:

ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah akibat hukum pendaftaran tanah dan bagaimanakah Aspek yuridis peralihan hak atas tanah melalui tukarmenukar menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, disimpulkan bahwa: 1. Ketentuan Pendaftaran di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA Pasal 19, yang dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Kedua peraturan pemerintah ini merupakan bentuk pelaksanaan Pendaftaran Tanah dalam rangka Recht Kadaster yang bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tersebut berupa Buku Tanah dan Sertifikat Tanah yang terdiri dari Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur. Sertifikat hak atas tanah tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), dan Pasal 38 ayat (2) UUPA Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Sertifikat hanya merupakan tanda bukti yang kuat dan bukan merupakan tanda bukti yang mutlak. Hal ini berarti keterangan-keterangan yang tercantum di dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar dan sepanjang tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya. 2. Salah satu cara terjadinya peralihan hak atas tanah adalah dengan cara tukar-menukar. Ketentuan peralihan hak atas tanah dengan cara tukar- 1 Artikel skripsi; pembimbing skripsi: Dr.Theodorus Lumenon,SH,MH dan Nontje Rimbing,SH,MH. 2 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado; NIM: 14071101025 menukar ini berlaku bagi Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Dalam peraturan perundangan, ketentuan tersebut diatur dengan tegas dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria dan Pasal 16, Pasal 34, dan Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Dalam berbagai ketentuan tersebut, tidak ada yang menjelaskan dengan tegas mengenai definisi dari tukar-menukar itu sendiri, namun jika dikaji lebih dalam, tukarmenukar sebenarnya telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat kuno dengan istilah barter. Jauh sebelum masyarakat mengenal alat tukat atau uang, mereka menggunakan barang kepunyaannya sebagai alat tukar untuk mendapatkan barang milik orang lain. Untuk mengawali terjadinya tukar-menukar, para pihak harus mencapai kesepakatan terlebih dahulu tentang barang yang menjadi objek tukar-menukar itu sendiri. Kata kunci: peralihan hak, tukar menukar, agraria PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Peralihan hak atas tanah secara singkat didefinisikan sebagai perbuatan hukum yang bermaksud untuk mengalihkan hak milik atas tanah kepada pihak lain. Peralihan hak atas tanah tersebut tidak hanya terbatas pada perbuatan hukum jual beli saja, namun juga mencakup hibah, wasiat, wakaf, tukarmenukar, warisan, pemberian menurut hukum adat dan lain-lain. 3 Peralihan hak atas tanah wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dengan maksud untuk mengubah nama pemilik atau pemegang hak atas tanah dari atas nama pemilik atau pemegang hak atas tanah yang baru dan menjamin kepastian hukum bagi pemiliknya. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah akibat hukum pendaftaran tanah? 2. Bagaimanakah Aspek yuridis peralihan hak atas tanah melalui tukar-menukar menurut 3 Cyintia P Dewantoro, Kasus Hukum & Solusi Pengalihan Hak Tanah & Properti, PT Gramedia, Jakarta, 2009. 41

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996? C. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hukum kepustakaan yakni dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang dinamakan penelitian hukum normatif. 4 PEMBAHASAN A. Akibat hukum Pendaftaran Tanah Ketentuan Pendaftaran di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA Pasal 19, yang dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berlaku efektif sejak tanggal 8 Oktober 1997. Peraturan pemerintah ini merupakan bentuk pelaksanaan Pendaftaran Tanah dalam rangka Recht Kadaster yang bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tersebut berupa Buku Tanah dan Sertifikat Tanah yang terdiri dari Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur. 5 Sertifikat hak atas tanah tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), dan Pasal 38 ayat (2) UUPA Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Sertifikat hanya merupakan tanda bukti yang kuat dan bukan merupakan tanda bukti yang mutlak. Hal ini berarti keterangan-keterangan yang tercantum di dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar dan sepanjang tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya. 6 Pendaftaran semacam ini menggunakan sistem Publikasi Negatif. Dalam sistem ini, negara hanya secara pasif menerima apa yang dinyatakan oleh pihak yang meminta pendaftaran. Oleh karena itu, sewaktu-waktu 4 SoerjonoSoekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 13. 5 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 112. 6 Ibid, hal 113. dapat digugat oleh orang yang merasa lebih berhak atas tanah itu. Pihak yang memperoleh tanah dari orang yang sudah terdaftar tidak dijamin, walaupun dia memperoleh tanah itu dengan itikad baik. Dalam banyak kasus, pemegang hak yang memiliki sertifikat hak atas tanah, kapanpun tanpa ada batas jangka waktu tertentu dapat kehilangan haknya karena gugatan, akibatnya sertifikatnya akan dibatalkan. Dengan demikian, Pendaftaran Tanah dengan sistem publikasi negatif tidak memberikan kepastian hukum kepada orang yang terdaftar sebagai pemegang hak karena negara tidak menjamin kebenaran catatan yang disajikan. Sebaliknya, dalam Pendaftaran Tanah yang menggunakan sistem Publikasi Positif, orang yang mendaftar sebagai pemegang hak atas tanah tidak dapat diganggu gugat lagi haknya. Dengan sistem ini negara sebagai pendaftar menjamin bahwa pendaftaran yang sudah dilakukan adalah benar. Konsekuensi penggunaan sistem ini adalah bahwa dalam proses pendaftarannya harus benar-benar diteliti bahwa orang yang minta pendaftarannya memang berhak atas tanah yang didaftarkan tersebut, dalam arti dia memperoleh tanah ini dengan sah dari pihak yang benar-benar berwenang memindahkan hak atas tanah tersebut dan batas-batas tanah tersebut adalah benar adanya. Negara menjamin kebenaran data yang disajikan. Jika pemegang hak atas tanah kehilangan haknya, maka ia dapat menuntut kembali haknya. Jika pendaftaran terjadi karena kesalahan pejabat pendaftaran, ia hanya dapat menuntut pemberian ganti kerugian berupa uang. 7 Menurut Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria, kegiatan pendaftaran tanahyang dilakukan Pemerintah, meliputi: a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah; b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. Pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. B. Aspek Yuridis Peralihan Hak Atas Tanah melalui Tukar-Menukar Menurut Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 dan 7 Ibid, hal 113. 42

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Undang-Undang Pokok Agraria mengatur peralihan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah, yaitu: a. Pasal 20 ayat (2) UUPA Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. b. Pasal 28 ayat (3) UUPA Hak Guna Usaha dapat beralih dan c. Pasal 35 ayat (3) UUPA Hak Guna Bangunan dapat beralih dan d. Pasal 43 UUPA (1) Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara,maka Hak Pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. (2) Hak Pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Salah satu cara terjadinya peralihan hak atas tanah adalah dengan cara tukar-menukar. Ketentuan peralihan hak atas tanah dengan cara tukar-menukar ini berlaku bagi Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Dalam peraturan perundangan, ketentuan tersebut diatur dengan tegas dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria dan Pasal 16, Pasal 34, dan Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA pada intinya menyebutkan bahwa peralihan hak milik dapat terjadi karena jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai beberapa pasal menyebutkan: Pasal 16: 1. Hak Guna Usaha dapat beralih dan 2. Peralihan Hak Guna Usaha terjadi dengan cara: a. jual beli; b. tukar-menukar; c. hibah; d. penyertaan dalam modal; e. pewarisan. 3. Peralihan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. 4. Peralihan Hak Guna Usaha karena jual beli kecuali melalui lelang, tukarmenukar, penyertaan dalam modal dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. 5. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang. 6. Peralihan Hak Guna Usaha karena pewarisan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang. Pasal 34 1. Hak Guna Bangunan dapat beralih dan 2. Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi dengan cara: a. jual beli; b. tukar-menukar; c. hibah; d. penyertaan dalam modal; e. pewarisan. 3. Peralihan Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. 4. Peralihan Hak Guna Bangunan karena jual beli kecuali melalui lelang, tukarmenukar, penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. 5. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang. 6. Peralihan Hak Guna Bangunan karena pewarisan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang. 43

7. Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan. 8. Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan. Pasal 54 1. Hak Pakai yang diberikan atas tanah negara untuk jangka waktu tertentu dan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat beralih dan 2. Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang bersangkutan. 3. Peralihan Hak Pakai terjadi karena: a. Jual beli; b. Tukar-menukar; c. Penyertaan dalam modal; d. Hibah; e. Pewarisan. 4. Peralihan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan. 5. Peralihan Hak Pakai karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar-menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. 6. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang. 7. Peralihan Hak Pakai karena pewarisan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang. 8. Peralihan Hak Pakai atas tanah Negara harus dengan izin dari pejabat yang berwenang. 9. Peralihan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan. 10. Peralihan Hak Pakai atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan. Dalam berbagai ketentuan tersebut, tidak ada yang menjelaskan dengan tegas mengenai definisi dari tukar-menukar itu sendiri. Namun, jika dikaji lebih dalam, tukar-menukar sebenarnya telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat kuno dengan istilah barter. Jauh sebelum masyarakat mengenal alat tukar atau uang, mereka menggunakan barang kepunyaannya sebagai alat tukar untuk mendapatkan barang milik orang lain. Menurut Hukum Adat, tukar-menukar mengandung arti tidak saja karena kebendaantetapi juga termasuk hal-hal yang menyangkut kejiwaan dan pemikiran serta harga menghargai antara yang satu dengan yang lain, misalnya tukar-menukar pendapat, tukar-menukar (balas-membalas) budi dan sebagainya. 8 Pasal 1541 KUHPerdata menjelaskan bahwa tukar menukar adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik sebagai gantinya suatu barang lain. 9 Subekti, dalam bukunya Aneka Perjanjian, menyebutkan tukar-menukar merupakan suatu perjanjian konsensual, dalam arti bahwa tukarmenukar sudah jadi dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai barang-barang yang menjadi objek dari perjanjiannya. 10 Hilman Hadikusuma menjelaskan bahwa tukarmenukar harus didasarkan pada adanya kesepakatan kedua pihak, terjadinya dan berlangsungnya tukar-menukar itu menurut hukum adat harus terang dilihat dan diketahui orang lain. 11 Demikian pula dapat dilihat bahwa tukar-menukar adalah suatu perjanjian obligatoir saja seperti jual beli, dalam arti bahwa tukar-menukar belum memindahkan hak milik tetapi baru pada taraf memberikan hak dan kewajiban. Masing-masing pihak mendapat hak untuk menuntut diserahkannya hak milik atas masing-masing barang adalah perbuatan (perbuatan hukum) yang dinamakan levering atau penyerahan hak milik secara yuridis. 12 8 Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, Alumni, Bandung, 1982, hal 85. 9 Pasal 1541 KUHPerdata. 10 Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal 35. 11 Hilman Hadikusuma, Lo.Cit, hal 87. 12 Subekti, Lo.Cit, hal 36.. 44

Dalam hal terjadinya pembatalan perjanjian tukar-menukar yang mengakibatkan terjadinya kerugian bagi salah satu pihak, maka pihak yang merugikan orang lain itu harus mengganti kerugiannya. Batalnya persetujuan tukarmenukar dapat terjadi dikarenakan barang yang akan dipertukarkan itu musnah atau hilang sebelum terjadinya penyerahan barang. Jika salah satu pihak telah menyerahkan barang tukaran sedang pihak lainnya belum, sedangkan barang itu musnah atau hilang, maka tukarmenukar dapat dilanjutkan dengan barang tukar-menukar lain atau pihak yang telah menerima barang menyerahkan kembali barang tukaran itu. 13 Adapun objek peralihan Hak melalui tukarmenukar adalah sebagai berikut: 14 a. Hak Milik Dasar Hukum terjadinya peralihan Hak Milik dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA yang menyebutkan bahwa Hak milik dapat beralih dan Selain itu, ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA menyebutkan bahwa salah satu cara peralihannya adalah dengan penukaran. b. Hak Guna Usaha. Dasar Hukum terjadinya peralihan Hak Guna Usaha dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat (3) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA yang menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Selain itu, ketentuan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa salah satu cara peralihannya adalah dengan tukar-menukar. c. Hak Guna Bangunan. Dasar Hukum terjadinya peralihan Hak Guna Bangunan dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (3) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA yang menyebutkan bahwa Hak Guna Bangunan dapat beralih dab dialihkan kepada pihak lain. Selain itu, ketentuan 13 Hilman Hadikusuma, Op-cit, hal 88. 14 Angger S Pramukti & ErdhaWidayanto, Op-cit, hal 88. Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa salah satu cara peralihannya adalah dengan tukar-menukar. d. Hak Pakai Dasar hukum terjadinya peralihan Hak Pakai diatur dalam ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA. Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penjabat yang berwenang. Hak pakai atas tanah milik hanya bisa dialihkan pada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Sementara itu ketentuan Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menjelaskan bahwa Hak Pakai yang diberikan atas tanah negara untuk jangka waktu tertentu dan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain. Selain itu, Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang bersangkutan. Salah satu cara beralihnya Hak Pakai adalah dengan tukar-menukar. Pada dasarnya tukar-menukar merupakan sebuah perjanjian sama halnya sepertijual beli. Untuk melakukan sebuah perjanjian tukarmenukar yang sah, maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Adapun syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan pasal tersebut adalah sebagai berikut: a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal. Tentang tata cara pendaftaran pemindahan hak atas tanah melalui tukar-menukar di Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota telah diatur dengan jelas dalam Pasal 97 sampai dengan Pasal 106 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 45

Tahapan tersebut meliputi tahap persiapan pembuatan akta, tahap pelaksanaan pembuatan akta, tahap pendaftaran pemindahan hak dan tahap penyerahan sertifikat. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ketentuan Pendaftaran di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA Pasal 19, yang dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Kedua peraturan pemerintah ini merupakan bentuk pelaksanaan Pendaftaran Tanah dalam rangka Recht Kadaster yang bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tersebut berupa Buku Tanah dan Sertifikat Tanah yang terdiri dari Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur. Sertifikat hak atas tanah tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), dan Pasal 38 ayat (2) UUPA Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Sertifikat hanya merupakan tanda bukti yang kuat dan bukan merupakan tanda bukti yang mutlak. Hal ini berarti keterangan-keterangan yang tercantum di dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar dan sepanjang tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya. 2. Salah satu cara terjadinya peralihan hak atas tanah adalah dengan cara tukarmenukar. Ketentuan peralihan hak atas tanah dengan cara tukar-menukar ini berlaku bagi Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Dalam peraturan perundangan, ketentuan tersebut diatur dengan tegas dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria dan Pasal 16, Pasal 34, dan Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Dalam berbagai ketentuan tersebut, tidak ada yang menjelaskan dengan tegas mengenai definisi dari tukar-menukar itu sendiri, namun jika dikaji lebih dalam, tukarmenukar sebenarnya telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat kuno dengan istilah barter. Jauh sebelum masyarakat mengenal alat tukat atau uang, mereka menggunakan barang kepunyaannya sebagai alat tukar untuk mendapatkan barang milik orang lain. Untuk mengawali terjadinya tukarmenukar, para pihak harus mencapai kesepakatan terlebih dahulu tentang barang yang menjadi objek tukar-menukar itu sendiri. B. Saran Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti sangat penting oleh karena sebagian besar dari kehidupan manusia salah satunya bergantung pada keberadaan dan kepemilikan kepada tanah. Tanah bisa dinilai sebagai suatu harta yang mempunyai sifat tetap dan dapat dicadangkan untuk kehidupan pada masa mendatang. Bahkan tanah merupakan investasi jangka panjang untuk bekal masa depan. Untuk itu Pemerintah perlu menata ulang struktur dan kebijakan pertanahan dalam hal pengusaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agrarian, perlu dilakukan dengan komitmen politik Pemerintah yang sungguh-sungguh untuk memberikan arah dan dasar yang jelas dalam suatu kerangka pembaruan agrarian yang berkeadilan, demokratis dan berkelanjutan. Hal ini mengingat begitu banyak dan kompleks permasalahan yang muncul di bidang pertanahan saat ini, apabila tidak ditangani dengan baik dan benar. DAFTAR PUSTAKA AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999.,Komentar atas UUPA, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1993. Effendie Bachtiar, Pendaftaran tanah di Indonesia dan Peraturan 46

Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1983. Dewantoro Cyintia, Kasus Hukum & Solusi Pengalihan Hak Tanah & Properti, PT Gramedia, Jakarta, 2009. Florianus SP Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Visimedia,Jakarta, 2008. Harsono Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta,2003. Hadikusuma Hilman, Hukum Perjanjian Adat, Alumni, Bandung, 1982. Hartono Sunaryati, Capita Selecta Perbandingan Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, 1976. Hutagalung Arie S, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, Penerbit PT Raja Grafindo, Jakarta, 2008. Kartasapoetra,dkk, Hukum Tanah, Jaminan UUPA bagi keberhasilan Pendayagunaan Tanah, Rineka Cipta, Jakarta, 1984. Kurniati Nia, Hukum Agraria Sengketa Pertanahan Penyelesaiannya Melalui Arbitrase Dalam Teori dan Praktik, PT RefikaAditama, Bandung,2016. Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Mhd Yamin, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung,2008 Mertokusumo, Soedikno, Hukum dan Politik Agraria, Karunika-Universitas Terbuka,1988. Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Indonesia, Penerbit CV Remaja Karya, Bandung, 1984. Pramukti A.S dan Widayanto Erdha, Awas jangan beli Tanah Sengketa, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2015. Perangin, Effendi, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1989. Said Umar Sugiharto dkk, Hukum Pengadaan Tanah, Pengadaan hak atas tanah untuk Kepentingan Umum Pra dan Pasca Reformasi, Setara Press, Malang, 2015. Santoso Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2011. Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.dan Tjitrosudibio, R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Terjemahan Burgelijk Wetboek, Pradnya Paramita. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. Sutedi Adrian, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007. Soekanto S dan Mamudji S, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo, Jakarta, 1995. Sumber Lain: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas Tanah dan bendabenda diatasnya. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Peralihan HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. 47