ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI DENPASAR NOMOR: 01/PDT.SUS-PHI/2015/PN.DPS

dokumen-dokumen yang mirip
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh Anak Agung Lita Cintya Dewi I Made Dedy Priyanto Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN

PERLINDUNGAN HUKUM KARYAWAN PERIHAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PERUSAHAAN HOTEL LEGIAN BEACH RESORT & SPA DI KABUPATEN BADUNG

PELAKSANAAN BATAS WAKTU PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA DENPASAR

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

ABSTRACT. * Tulisan ini bukan merupakan ringkasan skripsi **

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA SETELAH TERJADINYA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SECARA SEPIHAK PADA HOTEL FOUR SEASONS RESORT BALI DI SAYAN

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh :

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN KERJA DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

MOGOK KERJA YANG MENGAKIBATKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MASSAL PADA HOTEL PATRA JASA BALI

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit

PERJANJIAN KERJASAMA DI BIDANG JASA ANTARA HOTEL PATRA BALI DENGAN BIRO PERJALANAN WISATA (BPW) PT. SERUM TRANSPORT

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS PADA HOTEL PURI BAGUS CANDIDASA

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA PT. TRICON BANGUN SARANA DI JAKARTA UTARA

KESEPAKATAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MELALUI PERJANJIAN BERSAMA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK NORMATIF KARYAWAN AKIBAT PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PERUSAHAAN PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE DENPASAR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

STIE DEWANTARA Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

Perselisihan Hubungan Industrial

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

PELAKSANAA PASAL 106 UNDUNG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DI MERCURE RESORT SANUR BALI

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

Frendy Sinaga

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

P U T U S A N No. 26 K/PHI/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perselisihan hubungan

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA TENAGA KERJA YANG DI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) AKIBAT DARI PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada

P U T U S A N No. 190 K/Pdt.Sus/2008

LEMBAGA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA AUTOMATED TELLER MACHINE (ATM)

Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE DALAM KEPEMILIKAN TANAH DI KABUPATEN GIANYAR OLEH ORANG ASING

PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA/BURUH YANG DIPUTUS HUBUNGAN KERJANYA AKIBAT PELANGGARAN PERJANJIAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hubungan Industrial adalah kegiatan yang mendukung terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa hal ini

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN APABILA TIDAK HANYA SATU KONSUMEN YANG MERASA TELAH DIRUGIKAN OLEH PRODUK YANG SAMA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DARI PELAKU USAHA YANG TUTUP TERKAIT DENGAN PEMBERIAN LAYANAN PURNA JUAL/GARANSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) JENIS-JENIS PHK

PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH

PERLINDUNGAN HUKUM KARYAWAN DAILY WORKER PADA HOTEL MAYA SANUR RESORT & SPA DI KOTA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA AKIBATPEKERJA MELAKUKAN PELANGGARAN PERJANJIAN KERJA DI KOPERASI SAMUAN AMERTHA DENPASAR

Oleh: Made Mintarja Triasa I Gusti Ayu Puspawati Ida Bagus Putu Sutama Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN (THR) BAGI PEKERJA YANG DI PHK OLEH PENGUSAHA

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA PADANG SKRIPSI

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA

Transkripsi:

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI DENPASAR NOMOR: 01/PDT.SUS-PHI/2015/PN.DPS I Gusti Bagus Oka Budi Sudarma I Ketut Markeling I Nyoman Darmadha Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Penelitian ini berjudul Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 01/Pdt.Sus-Phi/2015/Pn.Dps. Suatu hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh seringkali tidak sejalan seperti apa yang diharapkan, sehingga sering menimbulkan perselisihan. Seperti salah satunya PHK yang dialami oleh I Kadek Agus Mulyawan, terhadap PT. Ocean Beach Hotel. Tujuan adanya penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses penyelesaian PHK di Pengadilan Negeri Denpasar atas Putusan Nomor: 01/Pdt.Sus- PHI/2015/Pn.Dps berdasarkan UU No. 2 Tahun 2004 dan mengetahui akibat hukum dari Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 01/Pdt.Sus- PHI/2015/Pn.Dps. Penelitian ini mengunakan metode yuridis empiris yaitu suatu metode penulisan hukum yang berdasarkan pada kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat. Proses penyelesaian PHK pada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Denpasar telah melalui tahap non litigasi dan litigasi sesuai amanat UU No. 2 Tahun 2004 dan akibat hukum yang ditimbulkan yaitu pekerja dikualifikasi mengundurkan diri sebagaimana ketentuan Pasal 168 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003. Kata Kunci: Perselisihan, Pemutusan, Hubungan Kerja. Tulisan ini merupakan ringkasan skripsi. I Gusti Bagus Oka Budi Sudarma adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. Korespondensi: agungokaa@gmail.com I Ketut Markeling adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana. I Nyoman Darmadha adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana. 1

Abstract This study entitled "Juridical Analysis Verdict the Industrial Relations Court In Denpasar District Court number: 01/Pdt. Sus- Phi/2015/Pn. Dps". A working relationship between the employers with workers/labourers often inconsistent like what to expect, so often the cause of discord. Such as the one experienced by the LAYOFFS I Kadek Agus Mulyawan, against PT. Ocean Beach Hotel. The purpose of the existence of this research is to know the process of settlement of LAYOFFS at Denpasar District Court upon Verdict number: 01/Pdt. Sus-PHI/2015/Pn. Dps based on law No. 2004 2 years and know the legal consequences of the Industrial Relations Court ruling at the Denpasar District Court number: 01/Pdt. Sus- PHI/2015/Pn.Dps. Research using empirical juridical method is a method of writing a law based on the fact that occur in the community, conduct the observation or research directly into the field to get accurate truth. The process of settlement of the LAYOFFS in the Industrial Relations Court in Denpasar District Court has gone through phases of litigation non litigation and appropriate mandate of law No. 2 years 2004 and legal consequences posed namely workers dikualifikasi resigned as the provisions of article 168 paragraph (1) of law No. 13 year 2003. Keywords: Disputes, Termination, Employment. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menjamin hak rakyatnya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sebagaimana dalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Sehingga dibutuhkan lapangan pekerjaan yang hanya bisa di dapat dari seseorang yang mempunyai usaha yang selanjutnya disebut pengusaha. Seorang pengusaha untuk bisa menjalankan sebuah perusahaan membutuhkan tenaga dari para pekerja. Terciptanya suatu hubungan antara pekerja dengan pengusaha dinamakan dengan hubungan kerja. 1 Hubungan kerja merupakan bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara 1 Zaeni Asyhadie, 2013, Hukum Kerja (Hukum Bidang Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 50. 2

pekerja/buruh dengan pengusaha. 2 Lahirnya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja didasarkan pada perjanjian kerja yang memuat syarat-syarat kerja beserta hak dan kewajiban para pihak. Pada kenyataannya suatu hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh seringkali tidak sejalan seperti apa yang diharapkan, sehingga sering menimbulkan perselisihan. Salah satu perselisihan hubungan industrial antara pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha dalam satu perusahaan adalah masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). PHK bagi pekerja merupakan permulaan dari berakhirnya si pekerja mempunyai pekerjaan, permulaan dari berakhirnya kemampuan mencukupi keperluan hidup sehari-hari baginya dan keluarganya. 3 Masalah PHK ini termuat pada Putusan Nomor: 01/Pdt.Sus-PHI/2015/Pn.Dps yang menyatakan seorang pekerja/buruh diputus hubungan kerjanya atau di-phk karena alasan dikwalifikasi telah mengundurkan diri. Permasalahan tersebut dimulai saat seorang pekerja/buruh dengan jabatan Director of Operations karena menurut penilaian Manajemen Hotel (Perusahaan) dinilai tidak dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang Director of Operations khususnya dalam memberikan contoh yang baik kepada bawahannya, sehingga Manajemen memutuskan untuk menurunkan (mendemosi) jabatan pekerja/buruh tersebut menjadi Operations Manager desertai dengan penurunan gaji sebesar Rp 4.000.000,- dari Rp 18.350.000,- menjadi Rp 14.350.000,-. Atas tindakan Manajemen tersebut, tentu saja pekerja/buruh yang bersangkutan menolaknya sehingga timbul 2 Lalu Husni 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 63. 3 Asri Wijayanti, 2016, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cet. VI, Sinar Grafika, Jakarta, h. 158. 3

perbedaan pendapat atau perselisihan. Pekerja/buruh tetap berkeinginan bekerja dengan jabatan dan gajinya yang lama, sedangkan dipihak lain Manajemen tetap pada pendiriannya untuk melaksanakan penurunan jabatan (demosi) dan melarang pekerja/buruh yang bersangkutan untuk bekerja dengan jabatan lama tetapi wajib bekerja dengan jabatannya yang baru. Tindakan Manajemen ini dinilai oleh pekerja/buruh tersebut sebagai tindakan PHK kepadanya, yang kemudian pekerja/buruh tersebut mengadukan permasalahannya kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja setempat. Pekerja/buruh tersebut menilai karena sudah di- PHK sepihak oleh Manajemen maka dia berhak atas uang pesangon, uang pengantian hak dan uang penghargaan masa kerja dari Manajemen. Pihak Manajemen kemudian melakukan pemanggilan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan untuk datang bekerja, namun ditolak oleh pekerja/buruh tersebut karena menganggap dengan dilaporkan masalahnya kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja setempat berarti permasalannya sudah ditangani oleh instansi tersebut dan tidak perlu datang lagi memenuhi panggilan pihak Manajemen untuk bekerja. Dengan demikian pihak Manajemen menilai pekerja/buruh yang bersangkutan telah mengundurkan diri karena telah dipanggil secara patut dan wajar sesuai dengan ketentuan undang-undang, sehingga tidak berhak atas pembayaran uang pesangon, uang penggantian hak dan uang penghargaan masa kerja. Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penyelesaian PHK di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar atas Putusan Nomor: 01/Pdt.Sus-PHI/2015/Pn.Dps berdasarkan UU No. 2 Tahun 2004? 4

2. Bagaimana akibat hukum dari Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 01/Pdt.Sus-PHI/2015/Pn.Dps? II. ISI MAKALAH 2.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis empiris yaitu suatu metode penulisan hukum yang berdasarkan pada kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat. 4 Penelitian empiris menurut Barder Johan Nasution berarti ingin mengetahui sejauh mana hukum itu bekerja di dalam masyarakat. 5 2.2 Hasil dan Pembahasan 2.2.1 Proses penyelesaian PHK di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar atas Putusan Nomor: 01/Pdt.Sus-PHI/2015/Pn.Dps berdasarkan UU No. 2 Tahun 2004 Prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 dapat diselesaikan melalui 2 (dua) jalur, yaitu penyelesaian di luar pengadilan (non litigasi) dan penyelesaian melalui pengadilan (litigasi). Penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan dapat dilaksanakan melalui perundingan bipartit dan perundingan tripartit (mediasi, konsiliasi, arbitrase) sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan dilaksanakan pada Pengadilan Hubungan Industrial. 4 I Gusti Agung Mas Diah Praba Prameswara, 2017, Kewajiban Pengusaha Dalam Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Di Bali, URL; http://ojs.unud.ac.id/. Diakses tanggal 16 Desember 2017. 5 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 3. 5

Menurut Bapak I Nyoman Jaya Kesuma, Panitera Muda Khusus Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar menyatakan, bahwa setiap perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit (non litigasi) secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam kasus ini, antara pekerja yang bernama I Kadek Agus Mulyawan dan PT. Ocean Beach Hotel telah melakukan upaya penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja melalui mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung, akan tetapi PT. Ocean Beach Hotel tidak melaksanakan anjuran dari mediator. Sehingga pekerja mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar pada tanggal 21 Januari 2015 dengan nomor register: 01/Pdt.Sus PHI/2015/Pn.Dps, serta dengan dilampirkannya Anjuran Mediator Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kabupaten Badung Nomor 567/2512/Disosnaker. Proses penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja dalam kasus ini sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 83 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004. Berdasarkan Anjuran Mediator Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kabupaten Badung dengan Nomor 567/2512/Disosnaker antara Pekerja dan PT. Ocean Beach Hotel telah melakukan upaya penyelesian melalui perundingan bipartit terlebih dahulu sebagaimana ketentuan Pasal 3 UU No. 2 Tahun 2004 akan tetapi PT. Ocean Beach Hotel tidak bersedia diajak berdiskusi dan tetap pada pendiriannya untuk melaksanakan PHK terhadap pekerja, sehingga perundingan tersebut dianggap gagal. Maka salah satu pihak dalam hal ini adalah pekerja membuat surat yang ditujukan kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung yang 6

isinya berupa pencatatan perselisihan dan untuk membantu menyelesaiakan perselisihan pemutusan hubungan kerja melalui mediasi. Antara pekerja dan PT. Ocean Beach Hotel telah melakukan upaya penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja melalui mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung, akan tetapi PT. Ocean Beach Hotel tidak melaksanakan anjuran dari mediator. Sehingga pekerja mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar pada tanggal 21 Januari 2015 dengan nomor register: 01/Pdt.Sus PHI/2015/Pn.Dps, serta dengan dilampirkannya Anjuran Mediator Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kabupaten Badung Nomor 567/2512/Disosnaker. Hal ini sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 83 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004. Sebelum menjatuhkan putusan terhadap gugatan yang diajukan oleh I Kadek Agus Mulyawan sebagai pihak Penggugat kepada PT. Ocean Beach Hotel sebagai pihak Tergugat, Hakim mempunyai beberapa pertimbangan hukum diantaranya sebagai berikut: 1. Menimbang, bahwa dari jawab menjawab para pihak dihubungkan dengan bukti surat P.1 s/d P.10, bukti surat T.1 s/d T.18 dan keterangan saksi-saksi maka telah terbukti keadaan atau fakta hukum sebagai berikut: - Bahwa, benar Penggugat telah bekerja di perusahan Tergugat sejak tanggal 18 Juni 2007 (bukti P.1); - Bahwa, benar jabatan Penggugat di perusahaan Tergugat telah diturunkan oleh Tergugat dari Director of Operation menjadi Operation Manager (bukti T.5); 7

- Bahwa, benar Penggugat telah mengadukan permasalahannya ke Mediator Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung dan telah dikeluarkan anjuran dari mediator tersebut dengan Anjuran Nomor: 567/2512/Disosnaker tertanggal 6 September 2010 (bukti P.6); 3. Menimbang, bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara ini adalah tidak adanya persamaan pendapat mengenai alasan hukum Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) antara Penggugat dan Tergugat walaupun pada dasarnya baik Penggugat maupun Tergugat menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat telah berakhir. Namun menurut Penggugat bahwa Tergugat telah melakukan tindakan yang tidak berdasarkan aturan menyuruh Penggugat mengundurkan diri dari perusahaan Tergugat sehingga Penggugat berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003, sedangkan disisi lain Tergugat menyatakan bahwa hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat berakhir karena Penggugat mangkir selama lebih dari 5 (lima) hari berturutturut walaupun sudah dipanggil secara patut sebanyak 2 (dua) kali sehingga Penggugat dikwalifikasikan telah mengundurkan diri sesuai ketentuan Pasal 168 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak dimaksud. 8

4. Menimbang, bahwa permasalahan yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat bermula dari keputusan Tergugat menurunkan jabatan Penggugat dari Director of Operation menjadi Operation Manager dengan alasan Penggugat telah kurang profesional dalam melaksanakan tugasnya (bukti T.5), menurut Majelis Hakim adalah keputusan dan perintah Tergugat kepada Penggugat untuk melaksankan tugas dengan jabatan yang baru, dihubungkan dengan unsur-unsur hubungan kerja sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (15) Undang Undang Nomor: 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah merupakan unsur perintah yaitu kewenangan Tergugat sebagai pengusaha untuk memberikan perintah kepada Penggugat sebagai pekerja/buruhnya, yang kalau Penggugat merasa keberatan yang dipermasalahkan semestinya penurunan jabatan atau demosi dimaksud, bukanlah menuntut pembayaran uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. 5. Menimbang, bahwa atas dalil Penggugat yang menyatakan Tergugat telah meminta Penggugat menyerahkan surat pengunduran diri dari pekerjaan Penggugat di perusahaan Tergugat (bukti P.4), tidaklah dapat dianggap telah terjadi pengakhiran hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat karena Penggugat tidak ada menyerahkan surat pengunduran diri dimaksud kepada Tergugat. 6. Menimbang, bahwa Penggugat dengan suratnya tertanggal 5 Juli 2010 telah mengadukan permasalahannya kepada Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung dan mohon dapat dimediasi oleh Mediator Dinas sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung dan Penggugat menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan Pemutusan Hubungan 9

Kerja (PHK) secara sepihak Kepada Penggugat (bukti P.6), namun walaupun demikian sesuai dengan Pasal 155 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan: selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Namun demikian Penggugat tidak masuk kerja walaupun telah dipanggil oleh Tergugat secara patut tetapi Penggugat menolak memenuhi panggilan dimaksud dengan alasan permasalahannya telah dilimpahkan ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung oleh Penggugat (bukti T.14); 7. Menimbang, bahwa Tergugat dengan suratnya tertanggal 7 Juli 2010 telah memanggil Penggugat untuk melaksanakan tugas di perusahaan Tergugat yang walaupun dalam surat dimaksudkan juga merupakan penegasan keputusan demosi, namun dicantumkan pula perintah kepada Penggugat untuk hadir melaksanakan tugas, namun Penggugat tidak hadir memenuhi panggilan dimaksud sehingga dapatlah dinilai sebagai panggilan untuk melaksanakan tugas sebagai pekerja/buruh Tergugat (bukti T.7 dan T.8); 8. Menimbang, bahwa Tergugat dengan suratnya tertanggal 11 Juli 2010 memanggil kembali Penggugat untuk kedua kalinya agar Penggugat hadir melaksanakan tugas sebagai pekerja/buruh perusahaan Tergugat (bukti T.9 dan bukti T.10), namun Penggugat dengan suratnya tertanggal 11 Juli 2010 menyatakan tidak mau hadir melaksanakan tugas dimaksud (bukti T.14); 9. Menimbang, bahwa Tergugat dengan suratnya Nomor: 1/VII/OBO-SK/2010 tertanggal 12 Juli 2010 atas alasan Penggugat tidak hadir melaksanakan tugasnya di perusahaan 10

Tergugat selama lebih dari 5 (lima) hari berturut-turut dari tanggal 2 Juli 2010 sampai dengan 12 Juli 2010 walaupun telah dipanggil secara patut sebanyak 2 (dua) kali, Tergugat memutuskan untuk memutus hubungan kerja Penggugat terhitung sejak tanggal 12 Juli 2010 karena dikwalifikasi mangkir sesuai ketentuan Pasal 168 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 (bukti T.13); 10. Menimbang, bahwa dari uraian tersebut diatas menurut Majelis Hakim adalah terpenuhi unsur-unsur Pasal 168 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003, oleh karenanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat adalah Pemutusan Hubungan kerja (PHK) karena Penggugat mengundurkan diri terhitung sejak tanggal 12 Juli 2010; 11. Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 168 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 menyebutkan: pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003, dan tidak berhak atas uang pesangon sesuai Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja sesuai Pasal 156 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003; Terhadap gugatan yang dilakukan oleh I Kadek Agus Mulyawan sebagai pihak Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar telah mengambil keputusan, yaitu putusan Nomor: 01/PDT.SUS-PHI/2015/PN.DPS pada tanggal 20 April 2015 Hakim memutuskan: 1. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya; 11

2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 426.000,00 (Empat ratus dua puluh enam ribu rupiah); 2.2.2 Akibat Hukum dari Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 01/Pdt.Sus-Phi/2015/Pn.Dps Akibat hukum merupakan suatu akibat dari tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang diharapkan oleh pelaku hukum. 6 Adanya perselisihan antara kedua belah pihak yang penyelesaiannya ditempuh melalui jalur hukum maka lahirlah implikasi yang berkekuatan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku didalamnya, serta didukung oleh pertimbangan hakim yang didasari fakta-fakta hukum untuk mendapatkan titik temu dalam penyelesaiannya. 7 Menurut bapak Mustofa Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar, dalam perkara Nomor: 01/Pdt.Sus-PHI/2015/Pn.Dps bahwa permasalahan diantara I Kadek Agus Mulyawan sebagai pihak Penggugat dan PT. Bali Ocean Beach sebagai pihak Tergugat bermula dari tindakan Tergugat yang menurunkan (demosi) jabatan Penggugat di perusahaan Tergugat dari Director of Operation menjadi Operation Manager berdasarkan atas alasan yang menurut Tergugat bahwa Penggugat telah kurang professional dalam melaksanakan tugasnya yang sebelumnya telah dibicarakan antara Penggugat dan Tergugat, dan kemudian Penggugat diminta oleh Tergugat untuk menyerahkan surat pengunduran diri namun kemudian Penggugat menolak dan 192. 295. 6 Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 7 R. Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 12

mengadukan permasalahannya ke Kantor Dinas sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung dan menganggap Tergugat telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada Penggugat dan menuntut Tergugat untuk membayar kepada Penggugat uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003. Namun menurut Tergugat bahwa Tergugat telah memanggil Penggugat secara patut sebanyak 2 (dua) kali untuk masuk kerja tetapi Penggugat tetap tidak hadir sehingga Tergugat menyatakan bahwa hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat berakhir karena Penggugat mangkir selama lebih dari 5 (lima) hari berturutturut walaupun sudah dipanggil secara patut sebanyak 2 (dua) kali maka Penggugat dikwalifikasikan telah mengundurkan diri sesuai ketentuan Pasal 168 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 sehingga tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Sehingga akibat hukum atas putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 01/Pdt.Sus- PHI/2015/Pn.Dps terhadap hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha, yaitu telah berakhirnya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha karena pekerja mangkir 5 (lima) hari berturut-turut walaupun sudah dipanggil secara patut sebanyak 2 (dua) kali maka pekerja dikualifikasikan telah mengundurkan diri sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 168 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 sehingga pekerja tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. 13

III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis dan kajian diatas dapat disimpulkan yaitu: 1. Proses penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar atas Putusan Nomor: 01/Pdt.Sus- PHI/2015/Pn.Dps telah sesuai dengan ketentuan UU No. 2 Tahun 2004. 2. Akibat hukum atas putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 01/Pdt.Sus-PHI/2015/Pn.Dps yaitu hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha dinyatakan telah berkahir karena pekerja dikualifikasikan telah mengundurkan diri sebagaimana ketentuan Pasal 168 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003. 3.2 Saran Dalam hal ini, walaupun permasalahannya telah dilimpahkan ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung sebaiknya pekerja/buruh tetap melaksanakan segala kewajibannya kepada perusahaan selama putusan lembaga penyelesaiannya perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 155 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan: selama putusan lembaga penyelesaiaan perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. 14

Daftar Pustaka Buku: Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor. Asri Wijayanti, 2016, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cet. VI, Sinar Grafika, Jakarta. Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung. Lalu Husni 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soeroso, R., 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Zaeni Asyhadie, 2013, Hukum Kerja (Hukum Bidang Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta. Jurnal Ilmiah: I Gusti Agung Mas Diah Praba Prameswara, 2017, Kewajiban Pengusaha Dalam Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Di Bali, URL; http://ojs.unud.ac.id/. Diakses tanggal 16 Desember 2017. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 15