BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

I. PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No. 20 Th. 2003)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan.

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

I. PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

I. PENDAHULUAN. sumber daya suatu Negara dapat ditingkatkan. Dewasa ini sudah menjadi. kebutuhan di setiap Negara untuk terus berusaha meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi suatu bangsa, dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. positif dalam berbagai aspek, seperti misalnya meningkatkan kemampuan ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan tuntutan baru dalam masyarakat. Perubahan tersebut. terlebih jika dunia kerja tersebut bersifat global.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Smart, Innovative, Professional

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu pembangunan,

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat. Hal ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas,

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

Pendidikan Nasional Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pendidikan khususnya, pelajaran akuntansi sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ferri Wiryawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat. Hal ini menuntut adanya sumber daya manusia yang. berkualitas, dengan begitu perkembangan yang ada dapat dikuasai,

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, serta orang tua. Menurut Dimyati dan Mujiono (2006: 7),

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di Indonesia juga sudah tercantum dalam pembukaan. kehidupan berbangsa dan bernegara adalah dengan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ujian Nasional merupakan gerbang dari sebuah keinginan besar bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang MasalahPendidikan di Indonesia diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus berlangsung secara berkelanjutan. Dari sinilah kemudian muncul istilah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh : ELY ERNAWATI A

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No.

I. PENDAHULUAN. tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 (2003:4): Bahwa Undang-Undang

2015 KONTRIBUSI PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

I. PENDAHULUAN. kehidupan bangsa. Melalui pendidikan, kualitas sumber daya. nasional. Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang serba modern dan canggih ini, dimana perkembangan ilmu

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER DAN THINK PAIR SHARE TERHADAP HASIL BELAJAR

Disusun Oleh : LINA FIRIKAWATI A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemakaian seragam sekolah terhadap siswa di dalam suatu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

Guru mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan belajar mengajar, dimana tugas guru tidak hanya merencanakan, melaksanakan dan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. dan masa kini. Sebagai implikasinya terkandung makna link and match yang

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1. Program Studi Pendidikan Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional pada Undang- Undang RI No. 20 tahun 2003, Triana, 2015:

A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan suatu tempat dimana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II PADA POKOK BAHASAN SEGIEMPAT DITINJAU DARI POLA BELAJAR SISWA KELAS VII SEMESTER 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Di era saat ini, pendidikan sangatlah memiliki peranan yang penting.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Fungsi dan tujuan tersebut tercantum dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional. Berkaitan dengan fungsi dan tujuan tersebut, pada Bab XVI bagian kesatu Pasal 58 Ayat 1 tercantum pula aturan tentang evaluasi yang mengatakan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Salah satu cara untuk mengukur keberhasilan proses pendidikan dan pencapaian kompetensi peserta didik yaitu memberikan ujian, dari tingkat terkecil yaitu ulangan harian, ujian semester, sampai level tertinggi yaitu ujian nasional. Pemberian ujian nasional di sekolah bertujuan untuk menilai kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu. Hasil ujian dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan satuan dan atau program pendidikan, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya, penentuan kelulusan peserta 1

2 didik dari program dan atau satuan pendidikan, pembinaan, dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Berdasarkan data dari Pemantau Independen dan Pengawas Nasional (Mukid dan Guswina, 2011) tentang tindak kecurangan dalam pelaksanaan UN tahun 2009 cukup mencengangkan. Dari data yang diperoleh, selanjutnya dikategorikan dalam daerah berdasarkan tingkat kecurangan dalam pelaksanaan UN. Daerah putih adalah daerah yang bersih dari kecurangan pelaksanaan UN. Adapun daerah yang dikategorikan daerah putih mencapai 17%. Daerah abu-abu, daerah dengan tingkat kecurangan 21% sampai dengan 90%. Daerah yang berkategori abu-abu mencapai 42%. Daerah hitam, daerah yang tindak kecurangannya mencapai 90% sampai dengan 100%. Daerah hitam mencapai 39,99%. Jika melihat masih tingginya daerah yang berkategorikan sebagai daerah abu-abu dan hitam wajar kiranya pemerintah untuk tahun ini melakukan pengawasan dan pengamanan yang ketat terhadap pelaksanaan UN. Kenyataan bahwa sistem pendidikan Indonesia yang menggunakan nilai tes atau evaluasi belajar terhadap materi yang diberikan sebelumnya menyebabkan masyarakat memandang keberhasilan prestasi belajar hanya bisa tercermin dari pencapaian nilai yang tinggi, bukan pada prosesnya. Pandangan tersebut menimbulkan tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tekanan yang dirasakan membuat siswa lebih berorientasi pada nilai, bukan pada memperoleh ilmu. Siswa menganggap bahwa ujian adalah alat untuk menunjukkan prestasi (nilai), bukan sebagai alat memantau kemajuan dalam proses belajar. Hal inilah

3 yang memicu perilaku kecurangan di bidang akademik menjadi meningkat baik dari jenjang SD, SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi. Ujian Nasional yang digunakan sebagai alat untuk meningkatkan mutu pendidikan justru semakin memperburuk kualitas pendidikan bangsa, karena hingga saat ini banyak lembaga sekolah yang melaksanakan ujian nasional dengan berbagai kecurangan, seperti bocoran kunci jawaban ujian Nasional, jual beli kunci jawaban bahkan bekerjasama dengan pengawas Ujian Nasional untuk tidak memberikan pengawasan yang terlalu ketat kepada anak didiknya. Saat ini Ujian Nasional bukan sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pendidikan bangsa, tapi lebih mengarah untuk meningkatkan prestise lembaga sekolah karena tingkat kelulusan siswa sangat mempengaruhi prestise lembaga sekolah. Rendahnya kualitas pendidikan karena minimnya sarana prasarana pendidikan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kecurangan dalam Ujian Nasional. Selain itu, sanksi internal terhadap guru, kurangnya rasa percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimiliki dan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih menjadi faktor pendorong terjadinya kecurangan dalam Ujian Nasional (Rohma, 2013) Muhyiddin (2012) menyatakan bahwa dalam praktiknya, arah pendidikan nasional yang sudah berjalan selama ini 95% hanya menitikberatkan pada unsur kepandaian dan intelektual saja, sedangkan unsur pembangunan moral hanya menjadi pendidikan sekunder belaka. Pendidikan yang terjadi dan dilakukan di sekolah masih belum sempurna. Pengembangan ranah pikir (kognitif) lebih mendapat perhatian dan porsi yang lebih besar, sementara ranah rasa, karsa dan

4 religi terabaikan. Terlebih lagi dengan adanya sistem ujian nasional untuk beberapa mata pelajaran di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas atau sederajat. Secara tidak sadar, keberadaan ujian nasional telah menggiring para peserta didik, guru, atau masyarakat (orang tua) untuk mengutamakan olah pikir atau pengembangan intelektualitas (kognitif) semata dalam pendidikan. Kecurangan dalam pendidikan cukup tinggi yang terjadi sejak di bangku SD. Hasil penelitian yang dilakukan Komisi Pembelajaran ITB terhadap 8.182 mahasiswa yang terdaftar pada tahun ajaran 2009/2010, sebanyak 58% mengaku berbuat curang di SD, 78% di SMP, dan 80% di SMA (dalam Kompas, 2011). Pengamat pendidikan menyatakan kecurangan Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak akan jauh berbeda dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebelum ujian dilaksanakan, soal ujian sudah beredar luas. Setelah siswa mendapat jawaban soal ujian, kemudian disembunyikan di tempat-tempat yang tidak terlihat pengawas ujian, jawaban itu ditulis di kertas kecil dan disembunyikan di kolong meja. Kebocoran soal UN itu membuat para pelajar meremehkan UN karena bisa mendapatkan soal dan jawaban ujian dengan mudah, meski harus membayar mahal. (Soares, 2014) Berdasarkan data Mendiknas (dalam Kompas 21 April 2011) jenis kecurangan UN di Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan bahwa isu kebocoran soal terdapat 198 kasus, praktik jual-beli soal 11 kasus, dan beredarnya kunci jawaban terdapat 42 kasus. Sedangkan di tahun 2011, isu kebocoran soal terdapat

5 33 kasus, praktik jual-beli soal 1 kasus, dan kunci jawaban yang beredar terdapat 11 kasus. Potensi kecurangan Ujian Nasional pada siswa SMP tahun 2013 cukup tinggi. Hal itu disebabkan mentalitas dan kultur Indonesia yang unik dibanding negara lain. Apalagi ada banyak contoh sebagaimana terjadi pada UN tahun lalu. Ketua Pengawas UN di Lampung menerangkan bahwa kecurangan pada UN tahun lalu adalah peserta ujian yang menyontek siswa lain yang terparah adalah kecurangan massal dan by design (dalam Radar Lampung, 2014). Kasus lain yang berkaitan dengan UN adalah tertangkapnya tiga pelajar SMP Negeri di Kota Kediri, Jawa Timur, mendapatkan bocoran kunci jawaban UN untuk soal Matematika dengan membelinya seharga Rp 250.000,00. Kunci jawaban itu dibeli dari pelajar sekolah lain yang diduga sebagai penyuplai. Keempat pelajar diamankan polisi saat berada di sebuah tempat fotokopi, dengan bukti 3 lembar kunci jawaban berbentuk lembaran kertas yang berisi 20 paket jawaban untuk soal pilihan ganda pada hari Selasa, 6 Mei 2014. Sementara itu, menurut pemeriksaan terhadap guru, akurasi kebenaran kunci jawaban tersebut tidak sampai 100%, hanya sekitar 80% (Hakim, 2014). Selain itu, enam siswa SMP di Bojonegoro diketahui memanfaatkan joki untuk mengerjakan soal UN dan dinyatakan gugur serta tidak lulus UN (Maradona, 2011). Pusat Psikologi Terapan Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) melakukan survei online atas pelaksanaan ujian nasional (UN) tahun 2004-2013 (dalam Suara Pembaruan, 2 Oktober 2013). Ditemukan bahwa kecurangan UN terjadi secara massal lewat aksi mencontek, serta melibatkan

6 peran tim sukses yang terdiri dari guru, kepala sekolah, dan pengawas. Survei UN melibatkan 597 responden yang berasal dari 68 kota dan 89 kabupaten di 25 provinsi. Survei dilakukan secara online untuk mengurangi bias data. Responden berasal dari sekolah negeri (77%) dan sekolah swasta (20%). Para responden mengikuti UN antara tahun 2004-2013. Dari hasil survei, 75% responden mengaku pernah menyaksikan kecurangan dalam UN. Jenis kecurangan terbanyak yang diakui adalah mencontek massal lewat pesan singkat (sms), group chat, kertas contekan, atau kode bahasa tubuh. Ada pula modus jual beli bocoran soal dan peran dari tim sukses (guru, sekolah, pengawas) atau pihak lain (bimbingan belajar dan joki). Dalam survei juga terungkap sebagian besar responden tidak melakukan apapun saat melihat aksi kecurangan, sedangkan sisanya ikut melakukan kecurangan atau sekadar sebagai pengamat. Responden yang melaporkan kecurangan hanya sedikit sekali (3%). Hasil penelitian longitudinal Anderman (2007), menunjukkan bahwa menyontek sering dilakukan siswa SMP dikarenakan adanya perubahan keadaan lingkungan belajar yang dialami siswa, yaitu siswa mengalami masa transisi dari Sekolah Dasar ke sekolah menengah, lalu perubahan struktur kelas yang kecil menjadi struktur kelas yang lebih besar, sehingga lingkungan sekolah menjadi lebih kompetitif. Pendidikan pada SMP Negeri di Kendal yang mengajarkan kedisiplinan secara ketat baik secara sikap, sifat, maupun dalam berprestasi, juga turut membantu pembentukan adversity intelligence pada siswa. Keinginan siswa untuk terus maju ditunjukkan dengan keinginan siswa untuk selalu berprestasi tinggi.

7 Siswa yang dapat dikategorikan memiliki prestasi yang kurang menonjol akan termotivasi untuk ikut berjuang demi meraih prestasi yang tinggi pula. Mereka berharap agar tidak tertinggal dengan teman-teman mereka yang lebih pandai, dan siswa yang lebih pandai juga berusaha mempertahankan prestasinya yang tinggi. (Rahardiani, dkk, 2012) Dari hasil survei awal terhadap siswa SMP Negeri diketahui bahwa kecurangan sering terjadi pada saat ada ulangan harian yang dilakukan secara mendadak. Kecurangan yang dilakukan oleh siswa antara lain bertanya pada teman, membawa contekan pada kertas kecil maupun anggota tubuh seperti tangan, serta menuliskan jawaban pada alat tulis seperti penghapus karet. Sedangkan guru salah satu sekolah swasta di Surakarta mengatakan bahwa kecurangan terjadi di kelas reguler (bukan unggulan) yang dilakukan pada saat ujian. Berdasarkan uraian dan fenomena di atas, penulis tertarik untuk meneliti bentuk perilaku ketidakjujuran akademik pada masa remaja awal. Oleh karena itu, penulis mengajukan judul Kejujuran Akademik pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan bentuk kejujuran dan ketidakjujuran akademik pada siswa sekolah menengah pertama, serta tujuan yang ingin dicapai dari perilaku jujur dan tidak jujur pada siswa sekolah menengah pertama.

8 C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap bentuk perilaku jujur dan tidak jujur di bidang akademik, serta tujuan yang ingin dicapai, sehingga dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Untuk guru dan pihak sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membimbing anak didik dalam meraih prestasi, khususnya di bidang akademik. 2. Untuk siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bentuk kejujuran dan ketidakjujuran di lingkungan pendidikan. 3. Untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang psikologi pendidikan dan perkembangan, serta menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.