BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah Penyesuaian diri terhadap lingkungan yang baru dijajaki merupakan proses awal untuk dapat bertahan hidup dalam sebuah lingkungan baru. Berbagai masalah-masalah akan dihadapi oleh seseorang seperti salah bicara, kurangnya pemahaman bahasa pada lingkungan baru, ketidak tahuan akan fasilitas umum yang tersedia, sulitnya mencari makan yang sesuai, dan sebagainya. Jika seseorang tidak memahami serta tidak adanya penyesuaian terhadap budaya lingkungan yang baru ditempati maka tidak jarang seorang individu akan mengalami culture shock atau tidak betahnya seorang individu terhadap lingkungan yang ia jajaki. Fenomena ini sering terjadi pada mahasiswa perantauan yang baru memasuki bangku kuliah. Hal ini dikarenakan umur mereka yang masih terbilang muda dan masih dalam keadaan yang labil. Agar tidak mengalami culture shock hingga tahap yang lebih dalam seorang individu harus bisa beradaptasi dengan lingkungan dengan cara berkomunikasi yang baik. Dengan adanya kompetensi komuniksi dalam diri seorang individu akan mudah beradaptasi dengan budaya yang baru ia rasakan pada lingkungannya sehingga ia dapat membentuk hubungan dengan orang-orang disekitarnya. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang unik dan khas. Keunikan dan kekhasan dalam bernegara, baerbangsa dan bermasyarakat dapat menimbulkan keragaman tatanan sosial dan kebudayaan. Keragaman yang ditunjukan oleh indonesia sebagai negara yang mempunyai keragaman etnis, agama, dan bahasa (dalam jurnal Juditha, 2015 : 87). Bangsa indonesia sering disebut juga dengan bangsa yang multietnis. Badan Pusat Statistika (BPS) sampai tahun 2011 mencatat indonesia memiliki 1.128 suku bangsa dan lebih dari 746 bahasa daerah yang tersebar dalam 13.000 pulau di Indonesia (dalam jurnal Tripambudi, 2012 : 322). 1
2 Seiring dengan kemajuan di bidang pendidikan, ekonomi, transportasi, komunikasi, dan regulasi seluruh manusia saling berlomba-lomba untuk mengejar dan mengenyam pengetahuan diberbagai daerah untuk dapat mengikuti perkembangan zaman yang semakin canggih dan modern. Dengan adanya fenomena ini, tidak sedikit kita beranggapan bahwa pendidikan merupakan satu cara terbaik untuk mengubah mutu sumber daya manusia (SDM). Sanderson (1993) mengemukakan bahwa pendidikan merupakan suatu gejala sosial. Pendidikan merupakan sistem budaya atau instruksi intelektual yang formal atau semi formal (Liliweri, 2001 : 201). Secara sosiologis pendidikan merupakan proses sosialisasi yang dilembagakan melalui sekolah maupun luar sekolah. Karena kita membawa diri kita dari lingkungan keluarga ke lingkungan tersebut (Liliweri, 2001:202). Dalam rangka sosialisai nilai, maka kita menghadapi dua masalah aktual yakni keadaan sosial budaya masyarakat yang turut mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan dan keadaan dibidang pendidikan. Setiap kelompok etnik memiliki unsur-unsur kebudayaan yang sama antara sistem religi, dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencarian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. Jika terdapat perbedaan maka perbedaan tersebut mengemuka dalam sikap dan perilaku verbal dan nonverbal, misalnya dalam ungkapan bahasa, wujud adat istiadat serta seni budaya. Maka dari itu, seorang individu harus mampu berkomunikasi serta menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan dapat menjalin hubungan dengan baik kepada masyarakat ataupun orang-orang disekitarnya. Kompetensi Komunikasi merupakan sebagai alat untuk mengukur kualitas berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan umum manusia untuk mengatasi lingkungan yang dijajakinya. Menurut Wong dan Law (2002) menemukan bahwa komunikasi yang positif merupakan komunkasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan dalam sebuah lingkungan, baik lingkungan pendidikan, lingkungan tempat tinggal, maupun lingkungan kerja. Komunikasi yang efektif mempunyai pengaruh besar untuk
3 meningkatkan upaya-upaya koordinasi yang selanjutnya akan meningkatkan sebuah hubungan (dalam jurnal Edwardin, 2006 : 18). Setiap lingkungan yang baru dijajaki, seorang individu akan beradaptasi dengan berbagai perbedaan budaya yang sudah melekat pada lingkungannya tersebut. Sehingga, interaksi antar etnis tidak dapat dihindarkan lagi. Dalam konteks komunikasi sering disebut dengan komunikasi antar budaya atau komunkasi lintas budaya. Pemaknaan individu terhadap lingkungannya berlangsung dalam proses waktu yang panjang dan mempunyai berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang mempengaruhinya ialah masalah interaksi dan komunikasi dengan lingkungannya sejak individu memiliki kesadaran kognisi, afeksi, maupun konasi. Komunikasi antar budaya terjadi antara orang-orang yang berbeda bangsa, ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status sosial hingga jenis kelamin (Deddy Mulyana, 2001 dalam jurnal Tripambudi, 2012: 326). Selain itu, komunikasi antar budaya lebih menekankan aspek utama yakni komunikasi antarpribadi diantara komunikator dengan komunikan yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Untuk memahami pesan dan makna komunikasi antarpribadi maka kita memerlukan usaha untuk menyamakan orientasi perseptual, sistem keyakinan dan kepercayaan, serta gaya komunikasi (Liliweri, 2001 : 17). Dengan demikian, terlihat adanya kompetensi komunikasi diantara para peserta yang berkomunikasi dengan keragaman budaya yang melatarbelakanginya. Dengan adanya kualitas dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa kedekatan yang lebih besar dan saling menguntungkan satu sama lainnya. Komunikasi tidak dapat dipandang sekedar sebagai sebuah kegiatan yang menghubungkan manusia dalam keadaan pasif, tetapi komunikasi harus dipandang sebagai proses yang menghubungkan manusia melalui sekumpulan tindakan yang terus menerus diperbaharui. Jadi, komunikasi itu selalu terjadi antara sekurang-kurangnya dua orang peserta komunikasi atau mungkin lebih banyak dari itu (kelompok, organisasi, publik, massa) yang melibatkan pertukaran.
4 Terdapatnya berbagai perbedaan budaya dalam satu lingkungan tidak jarang seorang individu sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan budaya yang baru. Tidak jarang ditemukan berbagai individu yang mengalami culture shockdilingkungannya. Dalam komunikasi antarbudaya proses hubungan antar manusia merupakan suatu hal yang wajar dan alamiah. Dengan adanya komunikasi yang baik dengan latar belakang budaya yang berbeda menjadi suatu tantangan seorang individu untuk menjalin sebuah hubungan interpersonal. Menurut Johnson (1986) untuk menciptakan, mengembangkan, dan mempertahankan hubungan interpersonal terdapat area kemampuan yang harus dimiliki individu yakni dengan adanya rasa saling percaya dan mau mengenal satu sama lain. komunikasi yang baik merupakan kemampuan untuk menerima dan memberi dukungan dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan baik termasuk untuk pengendalian emosi (dalam jurnal Moningka & Widyarini, 2005:148). Pada dasarnya hubungan interpersonal yang baik terjadi apabila individu dapat beradaptasi dengan baik, fleksibel, dan dapat menampilakan kesan yang tepat, yang berarti individu harus mampu membaca petunjuk dari lingkungan sosialnya. Hubungan interpersonal yang baik sangat berguna untuk mengembangkan kemampuan sosial dan kognitif, mengembangkan konsep diri yang baik, membantu individu dalam proses aktualisasi diri dan membangun mental yang sehat. Selain itu, hubungan interpersonal yan buruk dapat menyebabkan individu terisolasi dari dunia luar, menjadi kurang pengetahuan, menurunnya produktivitas, bahkan dapat menyebabkan gangguan psikologis dan gangguan kesehatan (Johnson 1986; Cohen & williamson, 1991 dalam jurnal Moningka & Widyarini, 2005:147) Kota Medan merupakan kota keempat terbesar se-indonesia yang memiliki keragaman budaya, agama, dan suku bangsa (http://www.kompasiana.com). Kota ini terletak di provinsi Sumatera Utara. Kota metropolitan terbesar ini sebagai pusat bisnis, dan pendidikan yang banyak di buru oleh masyarakat luas. Gaya penduduk kota Medan yang terbuka dan juga keras, namun apa adanya. Sumatera utara lebih sering dikenal oleh masyarakat dengan kampung batak. Individu yang memasuki lingkungan baru seperti sumatera utara dan lebih terkhusus mengenyam pendidikan di daerah kota Medan berarti melakukan kontak antar
5 budaya dengan masyarakat didalamnya sehingga komunikasi antar budaya tidak bisa terelakkan lagi. Usaha untuk menjalin komunikasi antar budaya dalam prakteknya bukanlah persoalan yang sederhana. Pada tahun 2015 (USU) mendapat urutan ke 26 sebagai Universitas favorit diindonesia dan pada tahun 2016 Universitas Sumatera Utara (USU) mendapat peringkat nomor 38 (http://ristekdikti.go.id). USU memiliki 15 fakultas yang terdiri dari 10 fakultas untuk esakta dan 5 fakultas non esakta (www.usu.ac.id). Setiap tahunnya menerima lebih dari 1000 mahasiswa baru dari bebagai pelosok Indonesia. Tentunya tidak sedikit dari mereka mengalami berbagai perbedaan di lingkungan Sumatera Utara khususnya Kota Medan. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti kompetensi komuikasi mereka untuk bisa nyaman dengan lingkungan dan budaya yang baru mereka jajaki. Berdasarkan uraian yang dipaparkan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa stambuk 2015 & 2016 Berasal Dari Luar Sumatera Utara di dalam menjaga Hubungan Interpersonal. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktif. Paradigma ini diasumsikan untuk dapat memahami dan mendeskripsikan makna tindakan sosial dan realitas sosial. Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan studi fenomenologi untuk melihat secara langsung keadaan yang akan diteliti. 1.2 Fokus Masalah Berdasarkan uraian dari konteks masalah tersebut, maka peneliti merumuskan fokus masalah yaitu, Bagaimana Kompetensi Komunikasi Antar Budaya dikalangan Mahasiswa Stambuk 2015 & 2016 yang berasal dari luar Sumatera Utara di dalam Menjaga Hubungan Interpesoal dengan mahasiswa yang berasal dari kota Medan.
6 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi antar budaya dikalangan mahasiswa stambuk 2015 & 2016 yang berasal dari luar Sumatera Utara di dalam menjaga hubungan interpersonal. 2. Untuk mengetahui kompetensi komunikasi antar budaya mahasiswa stambuk 2015 & 2016 yang berasal dari luar Sumatera Utara di dalam menjaga hubungan interpersonal. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya kompetensi komunikasi antar budaya. 2. Secara Akademis Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan memperkaya referensi bahan penelitian serta menjadi bahan bacaan yang berguna di lingkungan FISIP USU, khususnya pada bidang ilmu komunikasi. 3. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi masukkan bagi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait tentang kompetensi komunikasi antar budaya mahasiswa untuk menjaga hubungan interpersonal.