Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamis serta memiliki potensi ekonomi bahkan pariwisata. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

TINJAUAN PUSTAKA. didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. tektonik besar yang terus bergerak yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

Transkripsi:

1

2

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan marga Avicennia. Secara umum para ahli sering mendefenisikan bahwa mangrove sebagai komunitas tumbuhan yang toleran terhadap air asin dan hidup di kawasan litoral sepanjang daerah tropis dan subtropis; pada garis isothermal di atas 20 o C (Gambar 1.1). Mangrove lebih menyukai kawasan pasang surut, daerah terlindung dan pantai landai. Sehingga mangrove sering dijumpai pada substrat lumpur di daerah deltaik, laguna dan estuaria. Gambar 1.1. Distribusi mangrove di pesisir pantai planet bumi (Sumber: Encyclopedia Britanica, 1997) Indonesia memiliki luasan dan keanekaragaman spesies mangrove diantara negara lain di dunia. Hutan mangrove Indonesia memiliki luas 3,2 juta Ha (Bakosurtanal, 2009) atau setara 76% dari total mangrove di kawasan Asia Tenggara. Menurut data Kementrian Kehutanan (2007), luas areal potensial ditanami mangrove dan termasuk hutan mangrove yang ada sejumlah 7,8 juta Ha. Dari keseluruhan luas tersebut kondisinya sangat memprihatinkan, dimana sebesar 41,9% 3

kondisi rusak berat, 27,4% kondisi rusak sedang, dan sisanya sebesar 30,7% pada kondisi baik. Hutan mangrove dibentuk oleh beragam jenis tanaman pohon, perdu dan flora tambahan. Keberadaan dan keragaman jenis vegetasi hutan mangrove di Indonesia berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Perbedaan ini lebih ditentukan oleh kondisi fisiografi dan dinamika pasang surut, serta kondisi lingkungan lainnya, seperti: substrat, faktor fisika, faktor kimia dan interaksi manusia sekitar. Pada daerah pesisir yang panjang, hamparan mangrove tumbuh relaif sempit, misal 25-50 m. Sebaliknya pada daerah delta dimana arus sungai membawa bahan yang kaya akan material endapan, mangrove dapat tumbuh sangat baik dan terhampar luas di sepanjang pesisir (Hutomo dan Moosa, 2005). Sehingga distribusi hutan mangrove lebih banyak dijumpai pada daerah estuari dan pesisir pulau-pulau besar seperti: Papua (77%), Sumatera (10,5%), Kalimantan (7,2%), Maluku (2,6%), Sulawesi (1,4%), Jawa dan Nusa Tenggara (1,2%) (Pramudji, 2000; Hutomo dan Moosa, 2005). Mangrove memiliki peranan penting baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, mangrove berperan sebagai pelindung pantai dari angin, gelombang dan badai. Tegakan mangrove juga berperan sebagai benteng biologis pemukiman, bangunan dan pertanian dari angin kencang atau intrusi air laut. Akar mangrove juga mampu mengikat dan menstabilkan substrat lumpur dari hempasan gelombang pantai. Misalnya mangrove jenis Rhizophora sp, Avicennia sp, dan Sonneratia sp. Dengan tipe perakarannya yang khas dapat berperan meredam hantaman gelombang dan sekaligus sebagai pengikat lumpur yang dibawa aliran sungai (Pramudji, 2000). Selain itu, mangrove juga mampu mempertahankan perikanan tradisional sekitar pantai. Dengan produktivitasnya yang tinggi, mangrove mampu menjaga harmonisasi siklus hidup berbagai jenis biota laut karena mangrove dapat berfungsi sebagai feeding, spawning dan nursery ground bagi berbagai jenis biota laut dan pantai (Gambar 1.2). 4

Gambar 1.2. Jejaring ekologis ekosistem mangrove di Indonesia (Sumber: AWB Indonesia, 1997) Hutan mangrove mampu sebagai penyedia pakan, sebagai tempat berlindung dan sebagai pensuplai nutrien bagi ekosistem sekitar. Mangrove sebagai habitat, dapat dimanfaatkan baik oleh biota perairan maupun biota terrestrial yang ada di sekitar. Kelompok fauna perairan hutan mangrove ada yang hidup di kolom air, seperti ikan dan udang-udangan, dan ada juga yang hidup menempati substrat keras pada akar dan bantang mangrove dan menempati substrat lunak pada lumpur, seperti kepiting, moluska, kerang dan invertebrata. Kelompok fauna terrestrial umumnya hidup pada bagian atas pohon, yang antara lain disusun oleh insekta, ular, primate dan burung. Aspek ekologis lain yang dimiliki hutan mangrove adalah sebagai penyimpanan karbon. Donato et al (2012) telah mengkuantifikasi simpanan karbon di dalam ekosistem mangrove secara keseluruhan dengan mengukur biomassa pohon dan kayu mati, kandungan karbon tanah dan kedalaman tanah di 25 hutan mangrove di sepanjang kawasan Indo-Pasifik. Mangrove adalah 5

salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis, yang mengandung sekitar 1023 Mg C/Ha. Tanah dengan kandungan organic tinggi memiliki kedalaman 0,5 m sampai lebih dari 3 m dan merupakan 49-98% simpanan karbon. Sehingga diduga bahwa penurunan luasan mangrove sebesar 30-50% pada abad terakhir karena pembangunan daerah pesisir, perluasan pembangunan tambak dan penebangan yang berlebihan diperkirakan juga telah berpengaruh besar terhadap pelepasan emisi karbon. Secara ekonomis, hutan mangrove berperan sebagai penyedia kebutuhan manusia. Pada skala lokal, mangrove dapat dimanfaatkan langsung untuk keperluan sehari-hari seperti kayu bakar, bahan bangunan, keperluan rumah tangga, kertas, obatobatan, kulit kayu, olahan makanan dan arang. Pada skala industri, hutan mangrove telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku untuk pabrik kayu lapis, bahan industri pulp, bahan arang dan tanin. Belakangan nira dari jenis mangrove Nypa fructicans telah diolah menjadi alcohol, biofuel dan gula. Area hutan mangrove juga telah dimanfaatkan sebagai lahan tambak ikan dan udang, lahan pertanian, permukiman dan bahkan untuk lahan pengembangan industri dan pelabuhan. Dari aspek lain, hutan mangrove dengan keragaman biota dan vegetasi yang ada serta keindahan dan kenyamanan yang dimilikinya, juga telah dimanfaatkan untuk ekowisata mangrove. Beberapa daerah yang telah memanfaatkan mangrove sebagai kawasan ekowisata dan pernah penulis kunjungi antara lain Muara Angke (Jakarta), Cilacap (Jawa Tengah), Serdang Bedagai (Sumatera Utara), Dumai, Siak, dan Pantai Solop (Riau). Sudah sejak lama hutan mangrove dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai tempat bergantung hidupnya. Areal hutan mangrove digunakan sebagai tempat pencaharian ikan, udang, kepiting bakau dan berbagai jenis moluska. Sehingga kehidupan masyarakat pesisir berkorelasi substansial dengan kondisi pesisir (mangrove). Beberapa penelitian di berbagai negara mengenai korelasi antara masyarakat pesisir (coastal communities) 6

dan mangrove telah menemukan bahwa survival ekonomis masyarakat pesisir ditentukan oleh kesehatan ekosistemnya (SeaGrant, Volume 17/Number 8-12 August-December 1998 dalam Haba, 2016). Intensifnya pemanfaatan mangrove dan seiring dengan penurunan kualitas lingkungan, telah mampu memicu penurunan kualitas dan kuantitas mangrove itu sendiri. Aktifnya pembangunan di daerah pesisir merupakan ancaman tersendiri bagi kelestarian dan keberlangsungan mangrove. Ancaman langsung maupun tidak langsung telah teridentifikasi terhadap mangrove Indonesia. Diantara ancaman-ancaman itu seperti konversi lahan untuk kegiatan pertambakan, pemukiman, pertanian, pembangunan industri dan pelabuhan, pemanfaatan kayu tanpa memperhatikan kelestarian, dan bahkan pemanfaatan secara tradisional oleh masyarakat sekitar. Pembangunan industri, selain mampu memanfaatkan lahan mangrove juga menimbulkan beragam bahan pencemar yang mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan vegetasi mangrove. Diantara bahan pencemar yang mampu mengganggu perkembangan vegetasi mangrove adalah limbah minyak, bahan toksik, sedimen, limbah panas, sampah padat dan lain-lain. Memperhatikan penjelasan di atas, kelestarian mangrove perlu diperhatikan secara lebih serius. Pelestarian mangrove yang baik bermula dari ketersediaan data dan informasi dasar yang tersusun dan terdokumentasi secara rapi. Kampus Universitas Riau yang berada di Kelurahan Purnama Kota Dumai memiliki koleksi mangrove alam dengan keragaman baik. Namun dokumentasi mangrove kawasan ini belum pernah terdokumentasi secara ilmiah. Atas dasar itu maka buku ini mencoba mendokumentasikan koleksi mangrove alam secara ilmiah, sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan pengembangan ke depan. 7

8