BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

dokumen-dokumen yang mirip
akan menjadi lebih bahagia. Faktor internal juga menjadi penentu penting yang individu miliki untuk menentukan kebahagiaan mereka khususnya saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menjalani hidupnya dalam berbagai rentang kehidupan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keras untuk meraih kebahagiaaan (Elfida, 2008).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

2015 INTIMACY WANITA KORBAN KEKERASAN DALAM BERPACARAN

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BABI PENDAHULUAN. Pada dasamya manusia merupakan individu yang beikembang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. manusia terutama para peneliti. Hal ini dikarenakan semuanya menginginkan

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pernikahan, kehadiran seorang anak pada umumnya sangat didambadambakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEDOMAN WAWANCARA. 1. Menggali Latar Belakang Keluarga Subjek. perolehan identitas subjek? dengan orang tua kamu? (ayah dan ibu)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Santrock, 2005). WHO (dalam Sarwono 2013) juga menetapkan batas

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan persoalan akses informasi dan dunia internet. Online shopping merupakan

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia harus melewati tahap-tahap perkembangan di dalam

BAB I PENDAHULUAN. dilalui seorang individu sepanjang rentang kehidupannya. Keunikan pada masa

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

dikemukakan oleh Profesor Ali Mokdad (Jumlah Orang Obesitas di Indonesia Terus Meningkat, 2014), seorang pakar kesehatan IHME (Institute for Health

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna hidup dari pengalaman tragis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir dan dewasa awal. Menurut Monks (dalam Desmita, 2012) remaja akhir

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih besar, sebab seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

population Council mengemukakan jumlah kasus aborsi di Indonesia pada berarti terjadi sekitar 18 aborsi per 100 kehamilan.

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. setiap aspek kehidupan seperti menjadi lebih terbuka menerima teknologi,

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. ukuran kecukupan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Permasalahan yang

4. HASIL DAN ANALISIS HASIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

LAMPIRAN II VERBATIM DAN FIELD NOTE RESPONDEN IC

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika seseorang memasuki tahapan dewasa muda, menurut Erickson

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pada masa sekarang, kebahagiaan menjadi hal penting untuk dimiliki oleh seorang individu. Setiap orang memiliki kebutuhan untuk bahagia dalam hidupnya. Kebahagiaan dapat meningkatkan produktivitas seorang individu dan disaat yang sama kebahagiaan dapat mempengaruhi kinerja individu (King, & Diener, dalam Lopez & Snyder, 2009: 189). Kebahagiaan berpengaruh dalam kehidupan seorang individu dengan cara mempengaruhi kinerja individu. Emosi positif individu terhadap suatu benda ataupun individu lain dapat mempengaruhi perilaku individu untuk mendekati benda tersebut (Seligman, 2002: 30). Kebahagiaan seseorang dapat berubah-ubah tergantung dari beberapa faktor yang dimiliki oleh individu tersebut, seperti keterikatan individu terhadap aktivitas sehari-hari (Csikszentmihalyi, dalam Lopez & Snyder, 2009: 189), kepribadian yang dimiliki oleh individu tersebut. (Costa, McCrae & Zonderman, dalam Lopez & Snyder 2009: 189), dan faktor genetic yang dimiliki oleh seseorang (Tellegen dalam Lopez dan Snyder, 2009: 189). Di Indonesia, kebahagiaan dipandang sebagai hal yang penting. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan hasil Survey Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) masyarakat Indonesia yang pada akhir 2014 mencapai angka 68,28 atau lebih baik dibanding angka tahun 2013, sebesar 65,11. Data BPS (http://www.bps.go.id/brs/view/id/1117) tahun 2014 juga menjelaskan bahwa tingkat kebahagiaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia sebesar 68,28 pada skala 0 100. Indeks kebahagiaan merupakan rata-rata dari angka indeks yang dimiliki oleh setiap individu di Indonesia pada tahun 2014. Semakin tinggi nilai indeks, semakin bahagia tingkat 1

2 kehidupan penduduk; demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka penduduk semakin tidak bahagia. Temuan ini menjelaskan bahwa tingkat kebahagiaan yang dimiliki oleh Indonesia masih mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut terkait kebahagiaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Kebahagiaan merupakan salah satu aspek dari emosi positif manusia yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Kebahagiaan seseorang dapat berubah-ubah tergantung dari beberapa faktor yang dimiliki oleh individu. Kebahagiaan yang dapat berubah-ubah ini menjelaskan bahwa kebahagiaan yang dimiliki manusia dapat naik dan juga turun membentuk dinamika dari kebahagiaan (Seligman 2002: 185). Seligman (2002: 185), menjelaskan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi kebahagiaan adalah kedekatan yang harus dimiliki oleh individu, salah satu diantaranya adalah dengan pasangan hidup atau kekasih. Kebahagiaan yang dimiliki oleh individu juga dipengaruhi oleh kedekatan individu dengan individu lain, khususnya pada pasangan hidup atau kekasih dan disebut sebagai bagian dari cinta. Cinta sangat penting untuk kondisi manusia. Baumeister dan Leary (dalam Lopez dan Snyder 2009: 452) berargumen bahwa manusia adalah spesies kelompok yang memiliki kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki oleh sesamanya. Konsisten dengan thesis ini Myer dan Diener (dalam Lopez dan Snyder, 2009: 452) dalam mendiskusikan kebahagiaan menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan yang mengalami pernikahan lebih bahagia dibandingkan orang yang tidak pernah menikah, mengalami perceraian, ataupun tinggal terpisah. Individu memperoleh kebahagiaan salah satunya dengan menjalin hubungan dengan orang terdekat yang bisa berupa pasangan hidup namun pada kenyataannya masih banyak individu yang tidak memiliki pasangan hidup. Hal ini terkait dengan tugas

3 perkembangan yang dimiliki oleh individu khususnya pada individu yang berada pada masa dewasa awal. Tahapan Psikososial yang dikemukakan oleh Erick Erickson (2011: 416 dalam Feldman) menjelaskan bahwa tahapan saat individu mulai merasakan perlunya untuk menjalin relasi dengan individu lain adalah saat individu memasuki masa dewasa awal ( Intimacy vs Isolation) yaitu sejak masa remaja akhir hingga sekitar usia 40 tahun. Namun masih banyak individu yang tidak memiliki pasangan hidup dan tidak memenuhi kriteria tahapan perkembangan psikososial saat memasuki masa dewasa awal. Pada masa ini kaum remaja juga memiliki istilah untuk menggambarkan individu yang tidak memiliki pasangan hidup/ kekasih, yaitu istilah jomblo atau lajang. Istilah lajang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI dalam http://kbbi.web.id/lajang) berarti individu yang belum menikah dan sedang tidak memiliki pasangan. Jomblo, berdasarkan definisi dari KBBI (http://kbbi.web.id/jomblo) berasal dari asal kata jomlo yang berarti gadis tua. Pada perkembangannya, istilah itu mulai di adaptasi dan digunakan untuk laki-laki maupun perempuan. Istilah ini cenderung digunakan oleh khayalak muda untuk menggambarkan individu yang tidak memiliki pasangan. Individu yang menggunakan istilah jomblo tidak dibatasi oleh usia. Istilah jomblo digunakan bebas oleh setiap individu. Hasil interview yang merupakan bagian dari pengambilan data awal yang dilakukan beberapa narasumber, diantaranya narasumber pertama seorang perempuan berusia 16 tahun dan berstatus pelajar SMA, narasumber kedua merupakan mahasiswa laki-laki berusia 20 tahun, dan narasumber ketiga yang merupakan pelajar SMA laki-laki berusia 18 tahun. Narasumber pertama terkait tanggapan individu mengenai individu yang tidak memiliki pasangan mengatakan bahwa kata jomblo sudah cukup

dikenal dan digunakan dalam keseharian. Jomblo cenderung digunakan sebagai kalimat ejekan dan dipandang dengan konotasi negatif untuk menggambarkan individu yang belum memiliki pasangan seperti pada hasil interview terhadap jomblo), yang menyatakan: narasumber pertama (dengan pertanyaan apa itu Jomblo itu kalo nggak ada pacar ko, sering nya juga tementemen saya panggil jomblo jomblo gitu biar cepet usaha buat nyari Pernyataan di atas menunjukkan bahwa biasanya narasumber menyebut temannya yang tidak memiliki pasangan dengan istilah jomblo dalam konteks mengejek dan menyemangati. Narasumber pertama juga menganggap bahwa ini merupakan salah satu cara untuk menyemangati temannya agar mencari pasangan. Individu yang dianggap sebagai jomblo menggunakan waktu-waktu yang dimilikinya berbeda dengan individu yang memiliki pasangan khususnya pada momen-momen tertentu, seperti saat malam minggu. Hasil pengambilan data awal juga menjelaskan bahwa individu yang dipandang sebagai jomblo memiliki cara yang berbeda untuk memenuhi kebahagiaan, yang tak bisa didapat melalui hubungan dengan pasangan. Narasumber kedua, yang menjawab dari pertanyaan tentang apa yang biasa dilakukan individu yang tidak memiliki pasangan, menyatakan: Banyak sih mas, yang biasanya dikerjain kalo gak ada pasangan, bisa ngoleksi figure, main game, jalan-jalan sama temen, hiking, yah banyak deh Keterangan tersebut menjelaskan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh individu yang bisa sebagai jomblo untuk memenuhi momen-momen tertentu yang seharusnya digunakan bersama pasangan berbeda satu dengan yang lain. Aktivitas tersebut meliputi mengembangkan hobi, jalan-jalan dengan teman, hiking, dan sebagainya. Ini menunjukkan adanya cara lain untuk melakukan pemenuhan terhadap kebahagiaan individu selain dari 4

hubungan dengan pasangan. Narasumber ketiga juga menjelaskan bahwa adanya istilah serupa yang digunakan untuk menggambarkan jomblo yaitu single dengan pernyataan : Jomblo itu ya single gitu Beberapa Individu yang dipandang sebagai jomblo merasa senang dengan keadaan yang dialaminya, seperti yang dinyatakan oleh individu pertama, dengan pernyataan: Saya sih senang-senang aja ko kayak gini lebih bebas gitu Narasumber ketiga juga merasa senang dengan keadaan demikian, dengan pernyataan: Saya sih suka-suka aja mas jadi jomblo, kan bisa lebih luwes ngejer karir jadinya bisa fokus 5 Narasumber yang lain menyatakan tidak senang dengan keadaannya sekarang, seperti yang dinyatakan oleh Individu kedua: Saya sih mas, nggak suka lama-lama dipanggil jomblo gitu, kalo bisa sih..amin ya bisa punya cepet-cepet punya pacar Pernyataan tersebut menyatakan bahwa narasumber ingin mencari pasangan dan tidak ingin dipanggil dengan sebutan jomblo dalam kurun waktu yang lebih lama. Individu yang senang dengan statusnya sebagai jomblo menyatakan bahwa waktu yang mereka miliki lebih banyak untuk memenuhi hobi yang mereka miliki jika dibandingkan dengan individu yang memiliki pasangan. Individu yang dianggap sebagai jomblo juga cenderung lebih bebas dan tidak terikat dengan pasangan. Di sisi lain individu yang tidak senang dengan keadaan yang dialaminya sebagai jomblo menyatakan bahwa terdapat keinginan dari jomblo untuk memiliki pasangan dan pemberian label jomblo seakan menyatakan bahwa individu

6 tersebut tidak mampu untuk mendapatkan pasangan. Hal ini menyatakaan bahwa jomblo juga memiliki kebutuhan untuk memiliki pasangan agar memperoleh kebahagiaan. Berdasarkan paparan di atas peneliti memilih fenomena pentingnya pemenuhan kebahagiaan yang dimiliki oleh individu melalui hubungan dengan pasangan hidup/ kekasih. memiliki kebutuhan untuk bahagia dalam hidupnya. Kebahagiaan dapat meningkatkan produktivitas seorang individu dan disaat yang sama kebahagiaan dapat mempengaruhi kinerja individu. Adapun tujuan akhir yang akan dicapai dan berusaha diraih oleh individu adalah kebahagiaan yang berkaitan dengan satisfaction of life (Diener, E. 1984: 543). Peneliti juga menemukan kesenjangan yang ada dari fenomena tersebut yaitu adanya individu yang tidak memiliki pasangan hidup yang disebut jomblo. Jomblo memiliki rentang usia yang berbeda-beda bahkan juga pada masa dewasa awal. Hal ini tidak sesuai dengan tugas perkembangan psikososial yang dijelaskan oleh Erick Erickson (Feldman, 2001: 416) bahwa tahapan saat individu mulai merasakan perlunya untuk menjalin relasi adalah saat individu memasuki masa dewasa awal (Intimacy vs Isolation) yaitu sejak masa remaja akhir hingga sekitar usia 40 tahun. Kebahagiaan merupakan hal yang penting untuk kehidupan manusia dan menjadi proses penting yang terus berproses dalam kehidupan manusia (Seligman, 2002: 260). Berdasarkan pemaparan mengenai rekonstruksi kebahagiaan tersebut, muncul pertanyaan mayor yakni bagaimana gambaran kebahagiaan pada individu yang tidak memiliki pasangan. Hal ini karenakan karena individu tersebut tidak memenuhi dinamika perkembangan yang ada dan beresiko menanggung konsekuensi yang didapat dari tugas perkembangan yang tidak terpenuhi, serta adanya aspek kebahagiaan yang tidak dapat terpenuhi melalui satu cara yaitu dengan hubungan dengan pasangan sehingga

7 membutuhkan alternative lain agar individu tersebut dapat memperoleh kebahagiaannya. Individu yang tidak memenuhi tugas perkembangan pada masa dewasa awal tidak dapat memiliki aspek kebahagiaan yang bisa didapat melalui relasi dengan pasangan. Maka dari itu individu tersebut akan berusaha untuk memenuhi aspek happiness yang dibutuhkan melalui hal lain selain dari relasi dengan pasangan seperti diantaranya mengembangkan hobi, jalan-jalan dengan teman, hiking, dan juga berfokus pada pekerjaan yang sedang ditekuni. Artikel majalah TIME tanggal 17 Januari 2005 dengan judul new science of happiness menjelaskan sumber penyebab kebahagiaan adalah hubungan dengan keluarga, persahabatan, hubungan dengan pasangan hidup, waktu untuk beribadah, waktu yang dihabiskan untuk memenuhi hobi, serta kegiatan yang dilakukan dikala senggang. Berdasarkan kesenjangan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti fenomena ini. 1.2. Fokus Penelitian Peneliti menetapkan fokus penelitian guna memberikan batasan dan arah dalam mengkaji penelitian yaitu: Bagaimana gambaran happiness pada jomblo yang memasuki masa dewasa awal. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran happiness pada individu masa dewasa awal yang tidak memiliki pasangan 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian gambaran happiness pada individu masa dewasa awal yang tidak memiliki pasangan, dibagi menjadi dua manfaat, yaitu:

8 1.4.1. Manfaat Teoritik Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk pengembangan ilmu Psikologi, terutama dalam bidang Psikologi Klinis khususnya terkait happiness. 1.4.2. Manfaat Praktis Penelitian ini juga dapat memberikan manfaat praktis bagi berbagai pihak yaitu: 1. Subjek Penelitian Penelitian ini bermanfaat secara praktis pada individu masa dewasa awal yang tidak memiliki pasangan, sebagai referensi tindak lanjut yang tepat tentang gambaran kebahagiaan yang dimiliki oleh jomblo yang memasuki masa dewasa awal. 2. Praktisi Psikologi Klinis Melalui penelitian ini, praktisi psikologi klinis memiliki referensi tentang gambaran happiness pada individu masa dewasa awal yang tidak memiliki pasangan sehingga dapat membantu praktisi psikologi klinis dalam menjalankan profesinya. 3. Penelitian selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat memberi referensi tambahan dalam penelitian terkait kebahagiaan khususnya pada individu masa dewasa awal yang tidak memiliki pasangan sehingga mampu memberikan sumbangsih terhadap penelitian Psikologi khususnya Psikologi Positif.