BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

BAB IV PENYAJIAN DATA. 1. Gambaran Umum Pura Krematorium Jala Pralaya. terhitung baru beroperasi bagi warga Sidoarjo dan Surabaya, yakni sejak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA. A. Makna Ritual Tilem di Pura Pasraman Saraswati Tiga

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV ANALISIS DAN REFLEKSI TRADISI PENGUBURAN MASYARAKAT TRUNYAN DAN CARA MEMPERLAKUKAN JENAZAH

BAB IV ANALISA DATA. dan biasanya jatuh pada bulan Maret/April. Ritual ini dilakukan dengan

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

SURAT EDARAN TENTANG DONATUR Nomor : 01/YPI/ADM/I/2018

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA. IV.1 Sakralnya Pusat Pulau Dalam Pemahaman Orang Abubu

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

TUTUR WIDHI SASTRA DHARMA KAPATIAN: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI. Corresponding Author

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

BAB I PENDAHULUAN. yang baru di mulai dalam sebuah kehidupan. Dan seseorang yang telah meninggal

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

5.1. KESIMPULAN FAKTUAL

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Upacara Tingkapan karena

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

BAB IV ANALISIS DATA

Fungsi Produk Seni Kerajinan Ukir Kayu Guwang

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Pattidana berasal dari dua kata yaitu patti jasa, dan dana pelimpahan

BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HIEROPHANY DALAM RITUAL PERJAMUAN KUDUS DI GEREJA KRISTEN INDONESIA (GKI) DAN GEREJA HATI KUDUS YESUS DI SURABAYA

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Penelitian oleh Ahmad Fauzi yang berjudul Pemahaman Masyarakat Tentang

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain untuk menjalin komunikasi dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, dikumpulkan, diklasifikasikan dan dianalisa dengan analisis induktif.

BAB III PENYAJIAN DATA. observasi angket, dan wawancara, yang diperoleh dari responden. Adapun

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB II LANDASAN TEORI. keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide - ide,

SOP Pelayanan Kedukaan Tradisi Veda (Vaisnava)

BAB I PENDAHULUAN. luas dan sekaligus merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB V KESIMPULAN. Penelitian lapangan ini mengkaji tiga permasalahan pokok. tentang bunyi-bunyian pancagita yang disajikan dalam upacara

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA BULAN JULI 2011 KABUPATEN KULONPROGO Wates, 18 Juli 2011

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER-002/A/JA/02/2013 TENTANG PEDOMAN PENGURUSAN JENAZAH DI LINGKUNGAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISA DATA. A. Makna Penanaman Anak Pohon Pisang Bagi Jenazah Orang Yang. bagaimana hendaknya manusia memperlakukan lingkungannya.

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN. Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan

SUNGAI GANGGA. Jarum jam menunjuk angka PERSPEKTIF. Menyusuri. Di Pagi Hari

BAB IV MAKNA PROSESI PENGUBURAN TEMBUNI. A. Penguburan Tembuni dan Upacara Ritualnya

BAB V PENUTUP. 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu. berbilang tidak bergantung pada siapa-siapa melainkan ciptaan-nyalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kematian merupakan suatu hal yang pasti dialami oleh semua orang, tanpa

pernah dialami oleh sesepuh dalam kelompok kejawen dilakukan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai macam suku

BABI PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG

Gambar 15. Foto Kendang Dalam Gamelan Terompong Beruk Foto: Ekalaiani, 2011.

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

ABSTRAK. manapun ia berada. Kematian adalah hal mutlak yang harus diterima setiap. manusia dalam menjalani kehidupan. Seseorang

BAB V PENUTUP. keluarga serta orang lain atau anggota masyarakat yang lain. Salah satu tradisi

TENTANG JENAZAH BUPATI MUSI RAWAS,

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

BAB IV TINJAUAN KARYA. berarti telah ada penghargaan terhadap hasil kreatifitas.

MAKNA SIMBOL DALAM UPACARA SEDEKAH LAUT DI DESA TASIK AGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2011

BAB IV PENUTUP. yang direpresentasikan dalam film PK ditunjukan dengan scene-scene yang. tersebut dan hubungan kelompok dengan penganut agama lain.

Membangkitkan Anak Muda di Nain

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN DAN PENYELENGGARAAN PEMAKAMAN JENAZAH

Dan jangan biarkan kuburan yang ditinggikan, kecuali engkau ratakan. (HR. Ahmad dan selainnya).

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

Surat Yohanes yang pertama

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR

BAB I PENDAHULUAN. Sumardjo (2001:1) seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Transkripsi:

BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang yang dilakukan dengan di pendem ada juga yang di aben, namun pada dasarnya jenazah yang sudah di kubur sewaktu-waktu juga harus di bakar. Upacara kematian ini sangat berbeda dengan upacara yang lain, tempat upacara ini memang hanya ada satu di kota Sidoarjo. Berbeda dengan upacara-upacara yang lain, upacara kematian dengan kremasi (dibakar) ini harus dilaksanakan di krematorium. Menurut kepercayaan umat Hindu, ketika manusia itu meninggal Suksma Sarira dengan Atma akan pergi meninggalkan badan. Atma yang sudah begitu lama menyatu dengan Sarira, atas kungkungan Suksma Sarira, sulit sekali meninggalkan badan itu. Padahal badan sudah tidak dapat difungsikan, lantaran beberapa bagiannya sudah rusak. Hal ini merupakan penderitaan bagi Atma (roh). Untuk tidak terlalu lama atma terhalang perginya, perlu badan kasarnya di upacarakan untuk mempercepat proses kembalinya kepada sumbernya dialam yakni Panca Maha Bhuta. Demikian juga bagi sang atma perlu dibuatkan upacara untuk pergi ke alam pitra dan memutuskan keterikatannya dengan badan kasarnya. Proses inilah yang disebut Ngaben. 76

77 Ngaben merupakan upacara peleburan jasad agar Roh (atma) terbebas dari hubungan, getaran, gangguan dari raga, sehingga atma bisa kembali kepada Brahma. Kalau upacara ngaben tidak dilaksanakan dalam kurun waktu yang cukup lama, badan kasarnya akan menjadi bibit penyakit, yang disebut Bhuta Cuwil, dan Atma nya akan mendaptkan Neraka. Selain untuk mendoakan sang mayit, para umat juga mengakui betapa pentingnya menghormati sang mayit terkhusus pada keluarga yang telah ditinggal, serta menumbuhkan rasa solidaritas, kebersamaan, menghargai satu dengan umat yang lain serta dengan adanya upacara kematian yang tersebut maka akan terjalin sebuah komunikasi dan saling mengenal antar umat yang lain. Dalam melakukan upacara kematian, bentuk banten atau sarana upacara terbagi menjadi tiga macam yaitu : banten sederhana atau Nista, banten menengah atau Madya, dan banten mewah atau Uttama. Hal ini tergantung dari kemampuan ekonomi setiap orang karena kadang setiap orang malu jika upacara yang dilakukan kecil-kecilan atau sederhana, sehingga seakan-akan upacara yang dilaksanakan kurang bermanfaat padahal tujuan upacara sebagai bentuk penghormatan orang meninggal. Sedangkan mengenai sarana upacara atau banten yang digunakan sudah disiapkan di pura Krematorium yang menjadi tanggung jawab panitia pelaksana yang sebelumnya sudah dikonfirmasi oleh pihak keluarga.

78 Seperti halnya masyarakat jawa pada umumnya, setelah semua prosesi dirumah seperti memandikan jenazah mengkafani dan sebagainya sudah dilaksanakan dan akan diberangkatkan ke krematorium, ada beberapa sambutansambutan dari pihak-pihak yang terkait untuk memberikan ucapan belasungkawa dan sambutan dari keluarga yang telah berduka cita memohon agar warga bisa memaafkan segala kesalahannya, dalam agama Hindu ini disebut dengan mapeget. Selama proses upacara berlangsung, pihak keluarga dianjurkan memakai kain yang berwarna putih untuk di pakainya sebagai sarung. Ketika proses upacara berlangsung dianjurkan pula membaca kidung-kidung suci, dan pelayat diharapkan tenang. Dalam pura Krematorium Jala Pralaya terdapat keunikan tersendiri, yaitu ketika membakar sang mayit, umat Hindu umumnya menggunakan kayu bakar, sedangkan dalam pura Krematorium Jala Pralaya pembakaran tidak menggunakan kayu, tapi bisa dibilang diopen, dengan menggunakan alat pembakaran yang sudah disediakan. Mungkin ini untuk menghemat pengeluaran biaya, disamping itu jika menggunakan kayu masih perlu membeli dan itu membutuhkan waktu banyak, sedangkan upacara pembakaran mayit harus secepatnya dilakukan. Namun ini tidak menjadi sebuah masalah, karna pada dasarnya tujuan utamanya adalah membakar jenazah sampai menjadi abu. Sedangkan pelayat sendiri juga bukan dari umat Hindu saja, ada beberapa umat muslim yang juga ikut melayat dan berpartisipasi dalam proses

79 pembakaran, ini menunjukkan bahwa perbedaan keyakinan bukanlah menjadi alasan untuk tidak saling bersosialisasi, kebanyakan non Hindu yang ikut melayat adalah dari kerabat dekat beserta tetangga si mayit. Secara garis besar, langkah- langkah atau tahapan pelaksanaan upacara Ngaben bagi umat Hindu adalah melakukan pembersihan jenazah dengan cara dimandikan air bersih yang dicampur dengan bunga-bunga. Setelah itu mayit dibungkus dengan kain putih, lalu di tempatkan pada wadah yang dikenal dengan Jempana yang disiapkan oleh warga setempat, setelah itu jenazah dibawa menuju tempat pembakaran mayat. Setelah dilakukan pembakaran mayat, selanjutnya abu dari hasil pembakaran dihanyutkan ke laut atau sungai sehingga tidak ada lagi sisa-sisa unsur badan kasar karena sudah dikembalikan ke asalnya (Panca Maha Bhuta). Proses terakhir dari pada rangkaian upacara ngaben itu adalah dibuatkan tempat bagi arwah (Atman) dan diletakkan pada pura masing-masing keluarga. Akhir upacara Ngaben itu adalah, penempatan sang Atman di pura-pura keluarga besar masing-masing untuk didoakan bersama-sama. Upacara kematian (ngaben) dianggap sebagai simbolis pengantar atma (jiwa) ke alam pitra (baka). Proses pengantaran atma ke alam pitra merupakan prinsip utama yang lalu dituangkan melalui simbol berupa upacara yang disebut Ngaben. Oleh karena itu proses pengantaran atma (jiwa) ke alam pitra (baka) tersebut merupakan prinsip pertama dalam ontologi upacara ngaben.

80 Pada inti upacara kematian adalah pengembalian unsur-unsur jasad ke alam makro. Tanpa upacara apapun juga sebenarnya tidak ada masalah, tapi kita manusia adalah mahluk yang berbudaya dan beradab, tidak sama dengan hewan maka dari itu diperlukan ritual upacara kematian. B. Relevansi Konsep Simbol yang Sakral dan Profan Mercia Eliade Dengan Upacara Kematian Di Pura Krematorium Jala Pralaya Setiap pelaksanaan upacara keagamaan mengandung nilai-nilai susila dan tatwa didalamnya, yang diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol. Yang perlu dipahami bahwa upacara dengan sarana upakara seperti banten atau sesaji bukanlah semata-mata mempersembahkan makanan untuk disuguhkan kepada Tuhan dengan segala manifestasi-nya, tetapi banten atau sesaji tersebut adalah bahasa simbol yang sakral, suci dan sebagai media untuk menvisualisasikan ajaran agama. Semua simbol yang digunakan oleh umat Hindu terutama dalam upacara kematian atau sering disebut dengan ngaben atau kremasi di Pura Krematorium Jala Pralaya Juanda Kabupaten Sidoarjo, merupakan simbol-simbol yang dianggap sakral dan mempunyai makna penting dalam kehidupan beragama umat Hindu setempat. Simbol-simbol yang digunakan umat Hindu dalam upacara kematian berfungsi sebagai alat komunikasi kepada Tuhan yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pada saat upacara dilaksanakan.

81 Dalam ritual kematian agama Hindu sebelum mayit atau jenazah itu dibakar diperlukan beberapa tirtha, yang terdiri dari : 1). Tirtha pambersih, fungsinya membersihkan mayit ketika mresihin (memandikan mayit), 2). Tirtha panglukatan, untuk menghilangkan segala mala atau keburukan, 3). Tirtha pangentas fungsinya untuk mensucikan dan melepaskan sang mayit dari ikatan badan duniawi, 4). Tirtha pamrajan dan dalem prajapati yang berfungsi sebagai keterangan bahwa mereka telah dilepas dari ikatannya secara individual. Menurut peneliti keempat tirtha tersebut merupakan tirtha atau air yang disakralkan karena tirtha tersebut merupakan sarana berkomunikasi (mediator) kepada tuhan untuk menyampaikan dan menyuarakan pesan-pesan ajaran agama. Hal ini sangat sesuai dengan teori Mercia Eliade, dia menegaskan bahwa simbol merupakan manifestasi yang nampak dari ritus dan berfungsi sebagai alat komunikasi, menyuarakan pesan-pesan ajaran agama dan kebudayaan yang dimilikinya. Khususnya yang berkaitan dengan etos dan pandangan hidup, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh adanya upacara tersebut. Selain itu, simbol berfungsi sebagai mediator manusia untuk berhubungan dengan yang sakral. Sebab, manusia tidak bisa mendekati yang sakral secara langsung, karena yang sakral itu adalah transenden. Sedangkan manusia adalah makhluk temporal yang terikat di dalam dunianya. Manusia bisa mengenal yang sakral melalui simbol. Dengan demikian, simbol merupakan

82 suatu cara untuk dapat sampai pada pengenalan terhadap yang sakral dan transenden. Sedangkan proses pelaksanaannya dilaksanakan di pura krematorium yang dipimpin oleh pandeta dan asistennya, hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Mercia Eliade bahwa yang sakral adalah tempat dimana segala keteraturan dan kesempurnaan berada, tempat berdiamnya roh para leluhur, para kesatria dan dewa dewi, asalkan manusia menemukan dan meyakininya sebagai yang sakral. Cara kerja simbol menurut Eliade adalah bahwa satu hal yang perlu ditekankan, bahwa semua yang ada dalam kehidupan ini yang bersifat biasabiasa saja adalah bagian yang profan. Semuanya ada hanya untuk dirinya sendiri atau wujud dan hakikatnya sendiri. Tapi dalam waktu-waktu tertentu, hal-hal yang profan dapat ditransformasikan menjadi yang sakral. Sebuah benda, seekor binatang dan lain sebagainya bisa menjadi tanda yang sakral, asalkan manusia menemukan dan kemudian meyakini bahwa semua itu sakral. Jadi, seluruh obyek simbolik itu bisa dikatakan memiliki karakter ganda. Di satu sisi tetap menjadi dirinya seperti sediakala, di sisi lain bisa berubah menjadi sesuatu yang baru, sesuatu yang beda dengan yang sebelumnya Untuk lebih jelasnya perbedaan antara kedua entitas ini bisa dilihat dalam tabel di bawah: Tabel 1

83 NO Profan Sakral 1 Wilayah urusan sehari-hari, halhal yang biasa, tak disengaja, dan pada umumnya tidak penting. 2 Sesuatu yang mudah menghilang, mudah pecah, penuh bayangbayang. Wilayah supernatural, hal-hal yang luar biasa, mengesankan, dan penting. Sesuatu yang abadi, penuh dengan substansi dan realitas.