BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Malaria adalah penyakit yang disebabkan infeksi parasit dari genus Plasmodium. Ada lima Plasmodium yang diidentifikasi menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum, P. malariae, P. ovale, P. vivax, dan P. knowlesi (Mueller et al., 2007; Collins, 2012). Di antara lima Plasmodium tersebut, P. falciparum merupakan spesies yang paling sering diidentifikasi dalam kasus malaria berat (~75%), kemudian diikuti oleh P. vivax (~20%). Plasmodium falciparum menyebabkan sebagian besar kematian, sedangkan pesies nonfalciparum telah menjadi penyebab sekitar 14% dari kasus malaria parah di beberapa kelompok (Nadjm & Behrens, 2012). Banyak komplikasi yang dapat muncul pada pasien malaria, meliputi hipoglikemia, hiponatremia, kejang, acute tubular necrosis yang dapat berujung pada renal failure, dan manifestasi pada sistem kardiopulmonari. Plasmodium yang menginfeksi sel darah merah dapat 1
2 meningkatkan resistensi kapiler dan mengganggu aliran darah. Selain itu, lisisnya sel darah merah karena infeksi Plasmodium dapat menimbulkan anemia berbagai derajat, dari sedang hingga berat. Pada beberapa kasus dapat ditemukan kejadian distres respirasi yang mungkin dikarenakan asidosis metabolik dan merupakan suatu kegawatdaruratan yang mengancam jiwa. Malaria juga dapat mengakibatkan gangguan neurologi, misalnya kejang, status koma yang berkepanjangan, dan hipoglikemi (Perlmann & Troye-Blomberg, 2002). Persebaran malaria terjadi di daerah yang sesuai bagi perkembangbiakan nyamuk, salah satunya Indonesia (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Penyakit tersebut tidak hanya menyerang daerah tropis tetapi juga menyerang daerah subtropis di seluruh dunia (European Commision, 2002). Hal tersebut didukung oleh pernyataan Phair dan Sommers (1994) yang mengatakan bahwa kematian akibat malaria banyak terjadi pada negara-negara yang menjadi daerah endemik malaria, antara lain India, Meksiko, Haiti, Amerika Tengah, negara-negara Afrika, dan Negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Mudahnya transmisi penyakit dan sulitnya mengendalikan vektor persebaran penyakit membuat angka kejadian dan kematian sukar diturunkan, bahkan memiliki
3 tendensi untuk meningkat. Data WHO (2013) menunjukkan bahwa pada tahun 2012 terjadi lebih dari 200 juta kasus malaria di dunia, dengan tingkat kematian mencapai angka 627.000 orang. Salah satu obat malaria yang cukup dikenal adalah klorokuin. Obat golongan ini akan menghambat polimerisasi heme pada vakuola makanan di dalam siklus hidup parasit. Namun klorokuin kini mulai ditinggalkan karena banyaknya kejadian resistensi yang dilaporkan. Laporan pertama tentang resistensi P. falciparum terhadap klorokuin ialah pada awal tahun 1960-an di Amerika Selatan dan Asia Tenggara. Menurut D Alessandro dan Buttiens (2001) kejadian tersebut terulang kembali di Afrika pada akhir tahun 1970, sedangkan kasus resistensi P. falciparum terhadap klorokuin di Indonesia sudah menyebar sampai 27 provinsi di Indonesia. Selama 100 tahun, dunia belum dapat memberikan kontribusi yang jelas terhadap pengobatan penyakit ini (Riley, 2000). Seluruh dunia peduli akan penyakit yang secara statistik menduduki penyakit infeksi yang cukup populer. Kepedulian dunia ditunjukkan dengan masuknya program pembasmian penyakit menular seperti malaria dalam MDG s (Millenium Development Goals) 2015.
4 Harapannya, kejadian penyakit ini dapat diturunkan, atau bahkan teradikasi (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Kayser et al. (2003) mengatakan banyak senyawa alam dari tumbuhan dapat dijadikan senyawa antimalaria alternatif pengganti obat malaria yang sudah resisten terhadap parasit. Menurut Dzulkarnain (1998) tanaman obat di Indonesia dapat dijadikan sebagai antimalaria, yang bersifat antiplasmodium dan juga bersifat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit malaria. Benalu (D. pentandra) adalah tumbuhan parasitik yang termasuk dalam 3000 spesies tumbuhan lain yang memiliki potensi sebagai tanaman obat (herba medicina). Bagian dari tumbuhan benalu yang berkhasiat sebagai herba medicina adalah bagian daun benalu seperti benalu teh dan benalu mangga (Djoko, 1997). Tanaman benalu banyak tersebar di daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara (Fang et al., 2010). Secara empiris, benalu telah digunakan di berbagai negara, seperti di Vietnam yang digunakan sebagai obat batuk dan antibiotik. Di Malaysia, teh benalu dipercaya dapat mengobati luka postpartum dan ulkus (Wiart, 2012).
5 Daun dan batang benalu mengandung senyawa turunan flavonoid, yaitu senyawa quercitrin (Kharee, 2007). Selain itu juga ditemukan banyak hidrokarbon dan lemak (Chantarasomboon et al., 1974). Pada uji fitokimia ditemukan bahwa pada daun benalu mengandung senyawa glikosida, xanthone, dan tanin (Zaruwa et al., 2009). Senyawa flavonoid, xanthone, dan tanin dilaporkan memiliki aktivitas antiplasmodium pada fase eritrositik, yakni dengan menghambat polimerisasi heme, serta memiliki efek imunostimulan, antioksidan, dan antiinflamasi (Ignatushchenko et al., 2000; Nogueira, 2011). Namun, data mengenai aktivitas antimalaria ekstrak air daun D. pentandra terhadap penyebab malaria terutama P. falciparum masih sangat kurang. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dikaji mengenai potensi ekstrak air daun D. pentandra sebagai antiplasmodium terhadap P. falciparum strain FCR-3, aktivitas penghambatan polimerisasi heme, dan sitotoksisitas terhadap sel Vero secara in vitro.
6 I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : I.2.1. Bagaimana aktivitas antiplasmodium ekstrak air daun D. pentandra pada P. falciparum strain FCR- 3 secara in vitro? I.2.2. Bagaimana aktivitas penghambatan polimerisasi heme ekstrak air daun D. pentandra secara in vitro? I.2.3. Bagaimana sitotoksisitas ekstrak air daun D. pentandra terhadap sel Vero secara in vitro? I.3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan Umum Mengetahui potensi ekstrak air daun D. pentandra sebagai antimalaria secara in vitro. I.3.2. Tujuan Khusus I.3.2.1. Mengetahui aktivitas antiplasmodium ekstrak air daun D. pentandra pada P. falciparum strain FCR-3 secara in vitro.
7 I.3.2.2. Mengetahui aktivitas penghambatan polimerisasi heme ekstrak air daun D. pentandra secara in vitro. I.3.2.3. Mengetahui efek sitotoksisitas ekstrak air daun D. pentandra terhadap sel Vero secara in vitro. I.4 Keaslian Penelitian Belum ada penelitian mengenai potensi antimalaria dari ekstrak D. pentandra, baik dalam uji aktivitas antiplasmodium, penghambatan polimerisasi heme, dan sitotoksisitas. Penelitian tentang D. pentandra banyak dijumpai berupa kajian aktivitas antikanker. Di antaranta adalah: I.4.1. Lazuardi, 2007. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kemampuan D. pentandra dalam menghambat proliferasi kultur sel mieloma. Metode penelitian ini adalah dengan menggunakan lima belas mikroplate yang terdiri dari sel mieloma, untuk setiap lima sumuran ditambahkan 100µl dari analit seri 1ppm, 3ppm, 5ppm, 10ppm, 20ppm, dan 30ppm.
8 Aktivitas antiproliferasi dihitung dengan membandingkan sumuran kontrol. Hasil menunjukan pada ekstrak 20ppm menunjukkan aktifitas antiproloferasi sel kultur myeloma yang signifikan dibandingkan dengan sumuran kontrol. I.4.2. Wicaksono & Permana, 2013. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kemampuan D. pentandra dalam memperbaiki perubahan jaringan akibat kanker kolon. Metode penelitian ini adalah dengan memberikan fraksi etanol benalu mangga pada tiga kelompok mencit dengan dosis 0,125mg/gBB, 0,250 mg/gbb dan 0,500 mg/gbb yang sudah diinduksi kanker kolon dengan 10 mg/kgaom dan 5% DSS dan setelah 11 minggu organ kolon diisolasi dan dibuat preparat jaringan dengan metode parafin H&E. Parameter yang diamati meliputi jumlah sel goblet dan abnormalitas struktur jaringan (dysplasia). Hasil menunjukan terjadi perbaikan sel goblet pada perlakuan dosis fraksi etanol benalu mangga 0,500mg/gBB. Fraksi etanol benalu mangga mampu memperbaiki abnormalitas jaringan kolon yang ditunjukkan dengan tidak terjadinya displasia pada
9 perlakuan fraksi etanol benalu mangga 0,250 mg/gbb dan 0,500 mg/gbb. I.5 Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat dari penelitian ini, di antaranya: I.5.1. Bagi Penulis Penulis dapat memperluas ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai ekstrak air daun D. pentandra dan potensinya sebagai antimalaria serta dapat menyelesaikan persyaratan untuk penulisan skripsi yang merupakan syarat mendapat gelar sarjana. I.5.2. Bagi Dunia Akademis Membuktikan adanya aktivitas antiplasmodium dari ekstrak air daun D. pentandra melalui jalur penghambatan polimerisasi heme dengan sitotoksisitas terhadap sel Vero yang rendah. I.5.3. Bagi Dunia Medis Menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan D. pentandra sebagai salah satu alternatif antimalaria yang efektif dan dapat mengurangi kejadian kematian akibat penyakit malaria.