BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia membutuhkan makanan setiap harinya guna mendapatkan energi. Baik untuk memenuhi energi basal maupun energi untuk aktivitas sehari-hari (Almatsier, 2004). Namun dalam era modern seiring dengan peningkatan kesejahteraan penduduk, terjadi perubahan pola makan. Pola konsumsi tinggi lemak, garam, dan gula serta rendah serat, berdampak pada meningkatnya berbagai macam penyakit degeneratif (Winarti, 2010). Di samping terdapat faktor lain seperti obesitas, tingkat stress, genetik dan usia (Tapan, 2005). Hal tersebut memunculkan kesadaran mengenai hubungan antara makanan dengan kesehatan. Makanan bukan hanya dinilai sebagai penyebab kemungkinan timbulnya penyakit, namun juga dapat bermanfaat bagi kesehatan. Konsep mengenai makanan sebagai obat sebenarnya telah ada semenjak peradaban manusia lima milenia silam (Waluyo, 2011). Akan tetapi dalam dua dasawarsa terakhir, perhatian mengenai fungsi khusus makanan dalam kesehatan semakin tinggi. Makanan ini diberi istilah makanan fungsional (Winarti, 2010). Beberapa penelitian menguatkan hipotesis bahwa makanan dapat memodulasi beberapa fungsi tubuh dan memiliki peran pada berbagai penyakit (Roberfroid, 2000). Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (2005), makanan fungsional merupakan suatu makanan olahan yang memiliki satu atau lebih kandungan fungsional dengan fungsi fisiologis tertentu yang dibuktikan berdasarkan kajian ilmiah. Sedangkan menurut British Nutrition Foundation (2013) makanan 1
2 fungsional adalah makanan yang diperkaya dengan substansi tertentu yang memiliki pengaruh kesehatan dibandingkan dengan kandungan dasarnya. Makanan fungsional bebeda dengan obat. Obat memiliki karakteristik berperan dalam perlakuan penyembuhan, efeknya harus dirasakan segera, serta diberikan pada orang dengan sakit tertentu. Sedangkan makanan fungsional lebih berperan dalam mengurangi resiko, efeknya lebih pada keuntungan di masa mendatang, serta pemanfaatannya memiliki kemungkinan cakupan konsumen yang lebih luas (Winarti, 2010). Menurut Schmidl (2000) dalam Winarti (2010) suatu produk dapat dikatakan sebagai makanan fungsional apabila berupa produk pangan (bukan berbentuk sediaan atau kapsul), layak dikonsumsi sebagai bagian dari menu sehari-hari, dan memiliki fungsi tertentu saat dicerna. Beberapa jenis komponen bioaktif dalam makanan fungsional diantaranya serat pangan, prebiotik, probiotik, synbiotik, antioksidan, asam lemak essensial (omega-3, omega-6,omega-9), serta senyawa fitokimia (Winarti, 2010). Sirsak merupakan tanaman yang berpotensi sebagai antioksidan alami terutama pada bagian daun. Bagian ini mengandung substansi antioksidan maupun substansi yang berperan dalam pembentukan antioksidan enzimatik (katalase dan superoksida dismutase) (Moghadamtousi et al., 2015). Daun sirsak memiliki kandungan antioksidan tinggi dalam bentuk vitamin C, tannin dan flavonoid (Adjie, 2011 dalam Artini et al., 2012; Budiarti et al., 2014, Desmiaty et al., 2015). Di sisi lain, Indonesia merupakan Negara dengan 247 suku yang memiliki ciri khas masing-masing. Beragamnya suku dan budaya membuat Indonesia memiliki
3 berbagai macam makanan tradisional khas dari daerah-daerah tertentu (Marliyanti, 2013). Di daerah Jawa, terdapat makanan tradisional yang termasuk jajanan pasar dan banyak disukai semua umur. Yaitu kue klepon. Penelitian Handayani (2003) mengenai uji kesukaan terhadap makanan tradisional berbahan dasar beras ketan, menunjukkan bahwa klepon adalah makanan yang paling banyak disukai. Kue klepon selain dijajakan di pasar tradisional juga telah banyak dijajakan di supermarket (Yudi, 2011). Klepon merupakan kue basah berwarna hijau, yang berbentuk bulat dengan ukuran sedikit lebih besar dari kelereng. Di bagian dalam kue ini terdapat gula merah. Pada bagian luar terdapat taburan kelapa yang melapisinya. Kue klepon memiliki rasa manis dan gurih dengan tekstur yang kenyal (Alamsyah, 2006). Sebagai peningkatan nilai tambah terhadap makanan tradisional khususnya kue klepon, dilakukan suatu inovasi terhadap kue klepon yang diduga dapat memiliki kandungan fungsional. Hal ini dilakukan dengan melakukan subtitusi ekstrak daun sirsak pada air yang digunakan dalam resep standar adonan klepon. Subtitusi yang dilakukan meliputi formulasi 100%, 75%, dan 50% untuk memaksimalkan kadar ekstrak di dalam klepon karena air dalam resep standar hanya meliputi 18% dari keseluruhan berat adonan. Selain itu formulasi tersebut dipilih untuk mendapatakn daya terima terbaik dari produk dengan penambahan ekstrak daun sirsak (Astatin, 2014). Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antioksidan, kadar flavonoid total, serta dilakukan uji daya terima terhadap makanan tersebut.
4 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah aktivitas antioksidan klepon formulasi ekstrak daun sirsak 50 %, 75 %, dan 100%? 2. Bagaimanakah kadar flavonoid dalam klepon formulasi ekstrak daun sirsak 50%, 75%, dan 100%? 3. Bagaimanakah daya terima klepon formulasi ekstrak daun sirsak 50%, 75%, dan 100%? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui aktivitas antioksidan, kadar flavonoid total, dan daya terima produk klepon formulasi ekstrak daun sirsak 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui aktivitas antioksidan klepon formulasi ekstrak daun sirsak 50%, 75%, dan 100% b. Mengetahui kadar flavonoid klepon formulasi ekstrak daun sirsak 50%, 75%, dan 100% c. Mengetahui daya terima klepon formulasi ekstrak daun sirsak 50%, 75%, dan 100%
5 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Masyarakat a. Memberikan produk makanan tradisional yang diduga dapat memiliki kandungan fungsional bagi tubuh. b. Meningkatkan pemanfaatan daun sirsak terutama dalam penganekaragaman makanan 2. Manfaat bagi Peneliti lainnya a. Dapat menjadi bahan acuan, sebagai informasi tambahan, atau inspirasi untuk mengembangkan produk pangan lain yang memiliki kandungan fungsional. b. Memberikan tambahan informasi dalam disiplin ilmu bahan makanan maupun makanan fungsional 3. Manfaat bagi Peneliti a. Menjadi salah satu bentuk pembelajaran bagi peneliti terutama dalam melakukan penelitian eksperimental dan menerapkan ilmu-ilmu yang dipelajari selama perkuliahan b. Mengetahui aktivitas antioksidan dan kadar flavonoid dalam produk klepon formulasi daun sirsak c. Menambah pengetahuan mengenai pengembangan produk makanan yang dapat bernilai fungsional
6 E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian Adri dan Wikanastri (2013) tentang Aktivitas Antioksidan dan Sifat Organoleptik Teh Daun Sirsak (Annona muricata Linn.) Berdasarkan Variasi Lama Pengeringan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan sifat organoleptik dari daun sirsak dengan beberapa variasi pengeringan yaitu 30, 60, 90, 120, dan 150 menit. Analisa aktivitas antioksidan dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis. Sedangkan sifat organoleptik yang diamati adalah warna, aroma, rasa, dan kenampakan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa teh dengan antioksidan tertinggi adalah dengan lama waktu pengeringan 150 menut. Namun dari segi organoleptik memiliki rasa yang paling rendah. a. Persamaan : Pemanfaatan daun sirsak dalam diversivikasi pangan dan analisis antioksidan pada produk yang dihasilkan. b. Perbedaan : Produk yang dihasilkan 2. Penelitian Astatin dan Titik (2014) tentang Pemanfaaatan Daun Sirsak (Annona muricata Linn) dan Kulit Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Teh dengan Variasi Lama Pengeringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan vitamin C dan antioksidan serta kualitas organoleptik teh daun sirsak dan kulit jeruk purut dengan variasi lama pengeringan. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap 2 faktor yaitu formulasi kulit jeruk : daun sirsak (1:1), (1:2), (1:3) dan lama pengeringan 30 menit dan 40 menit dengan pengulangan 3 kali pada masing-masing perlakuan. Hasil
7 penelitian menunjukkan bahwa formulasi yang memiliki kadar vitamin C dan aktivitas antioksidan tertinggi memiliki daya terima paling rendah yaitu kurang suka. Sedangkan formulsi teh terbaik dengan kandungan vitamin C, aktivitas antioksidan, dan daya terima terbaik adalah pada formulasi 1:3 dengan lama pengeringan 30 menit. a. Persamaan : penggunaan daun sirsak sebagai produk dengan kandungan antioksidan tinggi serta metode penelitian. b. Perbedaan : jenis produk yang dihasilkan yaitu klepon. 3. Penelitian Wicaksono dan Elok (2015) mengenai Pengaruh Karagenan dan Lama Perebusan Daun Sirsak Terhadap Muru dan Karakteristik Jelly Drink Daun Sirsak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama waktu perebusan daun sirsak dan konsentrasi karaginan pada pembuatan Jelly drink daun sirsak. Sedangkan metode yang telah digunakan pada penelitian tersebut adalah eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari dua faktor, setiap faktor terdiri 3 level dengan 3 ulangan. Analisis perlakuan terbaik pada penelitian ini didasarkan pada index efektifitas De Garmo. Dari perlakuan tersebut. Jelly drink terbaik diperoleh pada lama waktu perebusan daun sirsak selama 15 menit dan karagenan 0,3. a. Persamaan : pembuatan produk dengan bahan daun sirsak. b. Perbedaan : jenis produk, variabel yang dianalisis dan metode analisis yang dilakukan.
8 4. Penelitian Mustain (2016) tentang Aktivitas Antioksidan, Flavonoid Total, dan Daya Terima Es Krim Daun Pepaya (Carica papaya L.). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan, kadar flavonoid total, dan daya terima dari es krim daun papaya. Dilakukan subtitusi air pada pembuatan es krim dengan ekstrak daun papaya sebesar 100%, 75%, dan 50%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa es krim dengan daun papaya formulasi 50% memili daya terima tertinggi namun memuliki aktivitas antioksidan dan flavonoid terendah. a. Persamaan : Variabel yang diteliti dan metode analisis yang dilakukan b. Perbedaan : Produk yang dihasilkan dan ekstrak daun yang digunakan untuk menjadi subtitusi dari produk asalnya. 5. Penelitian Septyandari (2016) tentang Peningkatan Kadar Kalsium(Ca) pada Klepon dengan Subtitusi Bayam Merah (Alternanthera amoena Voss. Var Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kalsium pada produk klepon subtitusi bayam merah menggunakan metode titrasi. Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Hasil dari penelitian ini yaitu produk subtitusi dengan kadar kalsium dan daya terima tertinggi adalah hasil perlakuan subtitusi dengan bayam merah 100%. a. Persamaan : hasil produk yaitu klepon. b. Perbedaan : bahan subtitusi yang menggunakan daun sirsak dan variabel yang dianalisis yaitu aktivitas antioksidan dan kadar flavonoid.