DAFTAR ISI HAND BOOK Hal. Daftar Isi.. 1. Pendahuluan.2. Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah...4

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA Planning for a better Babel

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN. rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Tema Pembangunan 2007

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2010 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB VI KEBIJAKAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Bab I Pendahuluan 1 KONDISI DAERAH JAWA TIMUR

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

Rencana Strategis

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA. 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA

RPJM PROVINSI JAWA TIMUR (1) Visi Terwujudnya Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

Transkripsi:

HAND BOOK 2008 DAFTAR ISI Hal Daftar Isi.. 1 Pendahuluan.2 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah...4 RKP dan Kebijakan Anggaran 2008 8 Dukungan Infrastruktur Dalam Percepatan Pembangunan Daerah...11 Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur 13 Langkah-langkah yang Dapat Dilakukan Pemerintah Daerah Dalam Pembangunan Infrastruktur...16

PENDAHULUAN Tahun 2008 merupakan tahun ke-empat dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari agenda ketiga RPJMN yaitu agenda kesejahteraan rakyat yang harus dilaksanakan secara berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan umum. Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pembangunan infrastruktur di daerah diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan fasilitas pelayanan umum, baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga ketersediaannya yang memadai dapat meningkatkan kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah sebagai penyelenggara utama pembangunan di daerah, memiliki kewenangan yang dapat memaksimalkan potensi dan sumber daya yang tersedia dalam pembangunan infrastruktur. RPJMN 2004-2009 menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur sangat penting, terutama sebagai: (1) tulang punggung produksi dan pola distribusi barang dan penumpang, (2) perekat utama Negara Kesatuan Republik Indonesia, (3) pemicu pembangunan suatu kawasan, (4) pembuka keterisolasian suatu wilayah, dan (5) prasyarat kesuksesan pembangunan di berbagai sektor. Pada dasarnya, pembangunan infrastruktur yang memadai dan berkualitas akan memberikan kemudahan bagi para penggunanya untuk lebih produktif lagi dalam melakukan kegiatannya. Untuk itu, pemerintah berupaya melakukan percepatan pembangunan infrastruktur yang dilakukan dengan mengedepankan prinsip kemitraan secara adil, terbuka, transparan, kompetitif, dan saling menguntungkan. Dalam rangka memperkuat otonomi daerah, diperlukan kerangka kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui mekanisme desentralisasi dan dekonsentrasi. Dalam kerangka kerja sama tersebut, dilakukan peningkatan peran serta masyarakat, sebagai wujud kerja sama pemerintah dan masyarakat/ komunitas dalam pembangunan infrastruktur. Dalam pembangunan infrastruktur, ditempuh 2 (dua) skema pembiayaan yaitu pembiayaan penuh pemerintah untuk infrastruktur yang sifatnya non cost recovery dan modal Negara melalui Badan-Badan Usaha Milik Negara ataupun Daerah (BUMN/ BUMD) yang bergerak dalam pengembangan infrastruktur. Sementara itu, untuk infrastruktur yang bersifat cost recovery seperti pembangkit listrik dan telekomunikasi dimana dapat sepenuhnya dilakukan swasta, pemerintah perlu memberikan hak dan kewajiban yang jelas dan tegas dalam koridor hukum yang kondusif. Pembangunan infrastruktur dengan menggunakan pola-pola kemitraan memerlukan komitmen dan pembagian hak dan kewajiban yang jelas dari para pemangku kepentingan yang terlibat. Ditengah tingginya tingkat perubahan kebijakan pembangunan, pemerintah daerah menghadapi tantangan dalam memelihara komitmen yang telah disepakati. Di lain pihak kemampuan daerah yang bervariasi menimbulkan disparitas dalam pengelolaan dan penyediaan fasilitas pelayanan umum. Adapun yang menjadi tujuan dari penyusunan buku ini, secara spesifik meliputi: 1. Menjelaskan peraturan dan perundangan terkait dengan pengembangan fasilitas pelayanan umum (infrastruktur) 2. Meningkatkan pemahaman mengenai berbagai landasan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah di bidang penyediaan pelayanan umum 3. Mengemukakan berbagai permasalahan strategis dan solusi pemecahannya dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah di bidang penyediaan fasilitas pelayanan umum

4. Memantapkan koordinasi antara pemerintah Pusat dan Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, khususnya dalam upaya penyediaan fasilitas pelayanan umum berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan 5. Menguraikan kegiatan prioritas 2008 berkenaan dengan fokus pemenuhan standar pelayanan minimum dalam penyediaan fasilitas pelayanan umum di daerah. Sektor-sektor yang diuraikan dalam Buku Pegangan 2008 ini meliputi: (1) sektor transportasi yang teridiri dari darat, laut, dan udara, (2) sektor energi dan ketenagalistrikan, (3) sektor telekomunikasi, (4) sektor air bersih/ minum, (5) sektor Perumahan/Permukiman, dan (6) sektor Sumber daya air. Kemitraan menjadi salah satu elemen yang harus dikembangkan dalam pembangunan sektor-sektor infrastruktur tersebut di atas berkenaan dengan efisiensi dan efektifitas pembiayaan dalam penyediaan fasilitas pelayanan umum. Selain itu, melalui kemitraan bisa ditingkatkan pengembangan pelayanan dasar yang andal, yakni melalui pemilihan mitra kerja secara kompetitif dan terbuka (fair) sehingga dapat dijumpai mitra kerja yang berkualitas dan diakui (credible). Pemerintah akan memainkan peran sebagai pemgatur (regulator) dan pengendali (control), agar menjaga mitra kerja dapat menunjukkan kinerja yang dapat diterima publik secara luas dan memelihara kualitas serta efisiensi pelayanan. ALUR PIKIR INFRASTRUKTUR DAN PEMBANGUNAN DAERAH: Membantu Pengurangan Kemiskinan Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah * Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Peraturan terkait dengan pembangunan fasilitas umum di daerah * Pola dan prinsipprinsip kemitraan dan pembangunan infrastruktur Tema, Fokus dan Prioritas RKP 2008 Percepatan Pertumbuhan Ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran Hal Pokok Penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah 1. Perkembangan Peraturan dan Perundangan terkait dengan desentralisasi, dekonsentrasi, dan otonomi daerah 2. permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah 3. Peningkatan standar pelayanan minimal (SPM) di daerah 4. Penataan Ruang Wilayah Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Pengembangan infrastruktur di daerah, kewenangan daerah dalam pembangunan infrastruktur, dan arti kemitraan bagi pembangunan infrastruktur di daerah Agenda Ketiga RPJM 2004-2009 Meningkatkan Kesejahteraan masyarakat yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan umum masyarakat Kewenangan Pemerintah Daerah Memaksimalkan potensi dan sumber daya yang tersedia. Azas Umum: Ketertiban, kepastian hukum, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas Akuntabilitas, efisien, dan efektifitas PEMBANGUNAN INFRASRUKTUR Percepatan infrastruktur dengan prinsip kemitraan secara adil, terbuka, transparan, kompetitif, dan saling menguntungkan Tantangan dan Kendala Tingginya kebutuhan pelayanan masyarakat Membantu mengurangi kemiskinan Keterbatasan anggaran dalam meningkatkan kemampuan penyediaan infrastruktur yang berkualitas dan terjangkau Meningkatnya Perekonomian dan Kesejahteraan Masyarakat Terangkatnya harkat bangsa Indonesia dan daya saing Indonesia dan tatanan global

Dari uraian latar belakang, maksud dan tujuan, serta ruang lingkup tersebut di atas, maka dapat dirumuskan alur pikir pembangunan infrastruktur dan pembangunan daerah seperti pada diagram tersebut di atas. Seperti diketahui, Agenda ketiga RPJMN 2004-2009 adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan umum. Tema RKP 2008 yang mengarah kepada percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran menjadi komitmen pemerintah yang akan dipenuhi melalui berbagai strategi dan kebijakan, termasuk kebijakan pengembangan inftrastruktur dalam kerangka desentralisasi, dekonsentrasi, dan otonomi daerah. Penataan ruang wilayah dan standar pelayanan minimum akan melandasi pemenuhan kebutuhan infrastruktur. Untuk itu, perlu dipahami faktor-faktor yang diperhitungkan dapat mempengaruhi pengembangan infrastruktur di daerah, termasuk peraturan dan perundangan yang melandasinya. Sebagaimana telah ditegaskan di dalam RPJMN 2004-2009, pembangunan infrastruktur memiliki peran yang sangat penting sebagai tulang punggung dan urat nadi perekonomian, sekaligus sebagai perekat berbagai fungsi dan elemen yang dinamis di masyarakat. Namun demikian, dalam pembangunan infrastruktur kita sering dihadapkan kepada keterbatasan anggaran. Agar tujuan pembangunan infrastruktur tercapai, maka tantangan dan kendala anggaran tersebut harus diatasi. Sebagai penyelenggara utama pembangunan di daerah, pemerintah daerah telah dilengkapi dengan berbagai kewenangan yang dapat digunakan untuk memaksimalkan potensi dan sumber daya yang tersedia bagi kepentingan pembangunan infrastruktur. Dalam hubungan ini, pemerintah daerah perlu memaksimalkan perannya dalam menghasilkan infrastruktur sehingga sesuai dengan tujuan pembangunannya, yakni: untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan, serta untuk mengangkat harkat dan daya saing bangsa. Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah edisi tahun 2008 ini memuat diantaranya: pokok-pokok penyelengaraan pemerintah dan pembangunan daerah, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2008 di bidang infrastruktur, dukungan infrastruktur dalam percepatan pembangunan daerah, kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur, dan langkah-langkah yang dapat dilakukan Pemerintah daerah yang dianjurkan Pemerintah Pusat dalam rangka pembangunan infrastruktur. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH Menurut UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi didefinisikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ini setidak-tidaknya harus mencapai 2 tujuan yaitu : 1. Mendukung demokratisasi di tingkat lokal untuk mendukung demokratisasi di tingkat nasional; 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan pelayanan kepada publik dan pemberdayaan masyarakat. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah juga merupakan instrumen peningkatan kesejahteraan masyarakat di tingkat lokal. Melalui kebijakan ini diharapkan pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik menjadi lebih sederhana dan cepat serta responsif terhadap kebutuhan masyarakat lokal. Desentralisasi

mendekatkan rentang kendali antara pembuat rencana/kebijakan dengan penerima manfaat/masyarakat. Otonomi daerah memberikan wewenang yang diserahkan untuk melaksanakan pengaturan atau kebijakan pada tingkat kabupaten/kota. Interaksi demikian, antara pembuat kebijakan/rencana dan masyarakat sebagai penerima manfaat akan meningkatkan kualitas perumusan rencana/kebijakan dan pelaksanaannya. Selain itu kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah juga dibutuhkan untuk menumbuhkan prakarsa daerah sekaligus memfasilitasi aspirasi daerah sesuai dengan keanekaragaman kondisinya masing-masing. Dengan keragaman kondisi dan kemajuan daerah serta bentang geografis Indonesia yang demikian besar, dan pengalaman pelaksanaan pembangunan selama ini menunjukkan bahwa kebijakan yang bersifat one-size fits all (uniform) tidak lagi aplikatif terutama di dalam kenyataan globalisasi dewasa ini. Hal yang penting adalah perlu dikenali tujuan-tujuan bersama yang tetap perlu diarahkan dan dijaga secara nasional berkenaan dengan fungsi pemerataan keadilan dan kesejahteraan serta komitmen nasional di dunia internasional. Implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang efektif diharapkan mampu mendorong proses transformasi pemerintahan daerah yang efisien, akuntabel, responsif dan aspiratif. Untuk itu, dalam tataran pelaksanaan diperlukan sejumlah perangkat pendukung (regulasi) baik berupa peraturan atau perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan teknis guna menunjang keberhasilan tersebut. Sejak tahun 1999, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kerangka peraturan perundang-undangan sebagai pedoman untuk implementasi desentralisasi dan otonomi daerah. Agar penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat segera efektif sesuai dengan amanat dari Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004, maka hingga kini pemerintah terus berupaya untuk menyusun berbagai Peraturan Pemerintah, baik sebagai revisi Peraturan yang sudah ada maupun peraturan baru sebagaimana diamanatkan oleh kedua UU tersebut. Pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah masih berada dalam tahapan transisi. Di dalam pelaksanaannya diakui menghasilkan berbagai kemajuan, meskipun disadari bahwa perjalanan ke arah pelaksanaan yang optimal masih jauh dan masih membutuhkan serangkaian usaha perbaikan yang tidak ringan. Perubahan yang drastis dan begitu cepat tersebut menyebabkan berbagai permasalahan yang menyebabkan implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah belum dapat secara optimal diselenggarakan. Beberapa isu dan permasalahan yang dapat teridentifikasi adalah terkait dengan peraturan perundang-undangan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, kelembagaan Pemerintah Daerah, aparatur pemerintah daerah, Kerjasama Antar Pemerintah Daerah, dan Penataan Daerah Otonom Baru (DOB). Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan merupakan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan di daerah. Kinerja pembangunan nasional merupakan agregat dari kinerja pembangunan seluruh daerah, pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan nasional merupakan agregasi dari pencapaian semua provinsi, dan

pencapaian tujuan di tingkat provinsi merupakan agregasi pencapaian tujuan di tingkat kabupaten/kota. Pembangunan daerah pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang andal dan profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta kemampuan untuk mengelola sumber daya ekonomi daerah secara berdaya guna dan berhasil guna untuk kemajuan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan daerah juga merupakan upaya untuk memberdayakan masyarakat di seluruh daerah sehingga tercipta suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, tenteram, dan sekaligus memperluas pilihan yang dapat dilakukan masyarakat bagi peningkatan harkat, martabat, dan harga diri. Pembangunan daerah dilaksanakan melalui pengembangan otonomi daerah dan pengaturan sumber daya yang memberikan kesempatan bagi terwujudnya tata kepemerintahan yang baik (good governance). Upaya untuk melaksanakan pembangunan daerah yang baik hanya dapat dilakukan apabila terjadi keseimbangan peran ketiga pilar yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat. Ketiganya mempunyai peran masing-masing. Pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) memainkan peran menjalankan dan menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsur lain. Dalam hal ini harus terjadi sinkronisasi dan koordinasi antar tingkatan pemerintahan yang berbeda. Dunia usaha swasta berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan. Masyarakat berperan dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi dan politik. Ketiga unsur tersebut dalam memainkan perannya masing-masing harus sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam tata kepemerintahan yang baik. Berdasarkan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang dilakukan antara Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada tahun 2007 dengan 28 universitas di seluruh Indonesia ditambah dengan data dan informasi yang diperoleh dari Buku Perkembangan Pembangunan Daerah 2004-2007, terdapat beberapa permasalahan di dalam pembangunan daerah yang dapat diidentifikasi. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat disampaikan pada beberapa isu pembangunan berikut ini : pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, pembangunan prasarana wilayah, pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dan permasalahan-permasalahan khusus lainnya. Penyelenggaraan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pemberian pelayanan umum yang lebih optimal. Dalam rangka menyediakan pelayanan kepada masyarakat, khususnya pelayanan yang bersifat wajib, minimal Pemerintah Daerah (kabupaten/kota atau provinsi) harus mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang disusun oleh Pemerintah. Pelaksanaan SPM secara luas menghadapi beberapa tantangan yaitu: (1) kompleksitas dalam merancang dan menyusun indikator di dalam SPM; (2) ketersediaan dan kemampuan penganggaran yang relatif terbatas; (3) perlu melakukan proses konsultasi publik dalam menentukan norma dan standar tertentu yang disepakati bersama untuk menghindari adanya perbedaan persepsi di dalam memberikan pelayanan publik sesuai SPM.

Peningkatan hasil pembangunan daerah yang memberikan manfaat kepada masyarakat secara terus menerus perlu diupayakan melalui perencanaan, implementasi, dan pengawasan pembangunan yang lebih terpadu dan terarah, agar seluruh sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan keterpaduan dan keserasian pembangunan di segala bidang dalam matra ruang secara terencana. Penataan ruang suatu wilayah membantu terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya binaan dengan mempertimbangkan kondisi sumberdaya manusia serta menciptakan perlindungan fungsi ruang melalui keseimbangan antara kepentingan kesejahteraan masyarakat dengan keberlanjutan ekosistem. Pada dasarnya, penataan ruang merupakan suatu proses yang meliputi kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang melalui serangkaian program pelaksanaan pembangunan yang sesuai rencana, serta pengendalian pelaksanaan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang. Di dalamnya termasuk kegiatan pengelolaan ruang yang dilakukan dengan mengintegrasikan berbagai elemen ruang, termasuk infrastruktur yang memadukannya berdasarkan kepentingan, baik yang bersifat lintas sektoral, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Penyelenggaraan pembangunan bidang penataan ruang diharapkan semakin berkualitas dengan diterbitkannya UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mewajibkan setiap wilayah administratif pemerintahan menyiapkan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai acuan bagi pengembangan wilayah yang bersangkutan di masa datang. Rencana tersebut merupakan wadah untuk mengakomodasikan perubahan pembangunan yang dituju serta menyiapkan strategi untuk mencapai perubahan tersebut di masa datang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memberi peluang dan kewenaangan yang lebih besar kepada daerah kabupaten/ kota untuk merencanakan dan memanfaatkan sumberdaya sekaligus pengaturan pengelolaan dan pelestarian lingkungannya. Dalam upaya mewujudkan pemanfaatan ruang yang sesuai rencana yang dituju, fungsi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang sangatlah penting, karena upaya tersebut dimaksudkan akan mendorong pemanfaatan ruang ke arah rencana tata ruang yang dituju. Kebijakan pembangunan infrastruktur daerah telah tertampung di dalam masingmasing produk Rencana Tata Ruang Wilayah, baik wilayah Provinsi (RTRWP), maupun wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Rencana pembangunan infrastruktur yang termuat di dalam produk rencana tata ruang tersebut tidak terlepas dari pedoman RTRWN yang merupakan penjabaran teknis dari Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. RTRWN merupakan perencanaan makro strategis nasional yang menggambarkan arah dan kebijakan pembangunan nasional secara ketataruangan yang memuat antara lain infrastruktur nasional seperti jalan nasional, pelabuhan samudera maupun bandara internasional. Sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang Penataan Ruang, muatan yang terdapat di dalam produk rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota harus memuat aturan mengenai pemanfaatan lahan (zoning regulation) dan sanksi serta insentif dan disinsentif dari pelaksanaan pemanfaatan ruang di daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Kawasan Strategis adalah kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh

besar terhadap tata ruang di wilayah sekitarnya, kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya, dan/atau peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jenis Kawasan Strategis antara lain Kawasan Strategis dilihat dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Dan yang termasuk dalam Kawasan Strategis yang dilihat dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi antara lain Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas. RKP DAN KEBIJAKAN ANGGARAN 2008 Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2008 merupakan pelaksanaan tahun keempat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 2009 dan merupakan kelanjutan RKP Tahun 2007. Penyusunan RKP merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004, penyusunan RKP mengacu kepada RPJMN. Di dalam RPJMN Tahun 2004 2009 yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 7 tanggal 19 Januari 2004 sebagai penjabaran Visi dan Misi Presiden terpilih dalam Pemilu Presiden pada tahun 2004, ditetapkan 3 Agenda Pembangunan, yaitu: 1. Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai; 2. Menciptakan Indonesia yang Adil dan Demokratis; dan 3. Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Ketiga Agenda tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain dan merupakan pilar pokok untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Keberhasilan pelaksanaan satu agenda akan ditentukan oleh kemajuan pelaksanaan agenda lainnya, yang dalam pelaksanaan tahunan dirinci ke dalam RKP. Dengan mempertimbangkan keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang telah dicapai pada tahun sebelumnya, serta masalah dan tantangan yang akan dihadapi pada pelaksanaan tahun RKP, ditetapkan Tema Pembangunan Nasional yang menunjukkan titik berat pelaksanaan Agenda Pembangunan. Dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya yang terbatas, selanjutnya ditetapkan prioritas pembangunan nasional tahunan yang dijabarkan ke dalam fokus, program dan kegiatan pokok pembangunan untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan. Prioritas pembangunan nasional tahunan disusun berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1. Memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan sesuai tema pembangunan; 2. Memiliki sasaran-sasaran dan indikator kinerja yang terukur sehingga langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat; 3. Mendesak dan penting untuk segera dilaksanakan; 4. Merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk melaksanakannya; 5. Realistis untuk dilaksanakan dan diselesaikan dalam kurun waktu satu tahun.

Sebagai dokumen perencanaan pembangunan nasional, RKP memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro serta program-program kementerian/lembaga, lintas kementerian/lembaga, dan lintas wilayah dalam bentuk: (i) kerangka regulasi, serta (ii) kerangka investasi pemerintah dan layanan umum. Berdasarkan kemajuan yang dicapai dalam tahun 2006 dan perkiraan 2007, serta tantangan yang dihadapi tahun 2008, tema pembangunan pada pelaksanaan tahun keempat RPJMN adalah PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI UNTUK MENGURANGI KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN. Di dalam melaksanakan pembangunan yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah ini, terdapat 6 (enam) prinsip pengarusutamaan menjadi landasan operasional bagi seluruh aparatur negara, yaitu: 1. Pengarusutamaan partisipasi masyarakat. Pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan harus mempertimbangkan partisipasi masyarakat dalam arti luas. Para jajaran pengelola kegiatan pembangunan dituntut peka terhadap aspirasi masyarakat. Dengan demikian akan tumbuh rasa memiliki yang pada gilirannya mendorong masyarakat berpartisipasi aktif. 2. Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan. Pelaksanaan pembangunan juga dituntut untuk mempertimbangkan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Langkahlangkah membangun harus bermanfaat tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi juga bagi keberlanjutan pembangunan generasi-generasi berikutnya. Kondisi lingkungan dan sumber daya alam harus dikelola agar pembangunan dapat memberikan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi. 3. Pengarusutamaan gender. Pada dasarnya hak asasi manusia tidak membedakan perempuan dan laki-laki. Strategi pengarusutamaan gender ditujukan untuk mengurangi kesenjangan gender di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Perempuan dan laki-laki menjadi mitra sejajar, dan memiliki akses, kesempatan, dan kontrol, serta memperoleh manfaat dari pembangunan yang adil dan setara. 4. Pengarusutamaan tata pengelolaan yang baik (good governance). Tata kepemerintahan yang baik melibatkan tiga pilar yaitu penyelenggara negara termasuk pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Ketiga unsur tersebut harus bersinergi untuk membangun tata kepemerintahan yang baik di lembaga-lembaga penyelenggara negara (good public governance), dunia usaha (good corporate governance) dan berbagai kegiatan masyarakat. Penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik secara konsisten dan berkelanjutan akan menyelesaikan berbagai masalah secara efisien dan efektif serta mendorong percepatan keberhasilan pembangunan di berbagai bidang. Tata kepemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan negara mencakup lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Terbangunnya tata kepemerintahan yang baik tercermin dari berkurangnya tingkat korupsi, makin banyaknya keberhasilan pembangunan di berbagai bidang, dan terbentuknya birokrasi pemerintahan yang professional dan berkinerja tinggi. Pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi perlu terus dilanjutkan secara konsisten. 5. Pengarusutamaan pengurangan kesenjangan antarwilayah dan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Pelaksanaan kegiatan pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di seluruh wilayah Indonesia secara merata. Oleh karena masih signifikannya perbedaan pembangunan antara daerah yang sudah relatif maju dengan daerah lainnya yang relatif masih tertinggal, maka diperlukan pemihakan dalam berbagai aspek pembangunan oleh seluruh sektor terkait secara terpadu untuk percepatan pembangunan daerah-daerah tertinggal, yang sekaligus dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah.

6. Pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah. Mengingat kegiatan pembangunan lebih banyak dilakukan di tingkat daerah, maka peran Pemerintah Daerah perlu terus semakin ditingkatkan. Sejalan dengan itu, maka kegiatan pembangunan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah termasuk pendesentralisasian pelayanan-pelayanan kementerian/lembaga yang sebenarnya sudah dapat dan layak dikelola oleh daerah, guna lebih mendekatkan pelayanan dan hasilhasil pembangunan demi kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan sasaran yang harus dicapai dalam RPJMN Tahun 2004 2009, kemajuan yang dicapai dalam tahun 2006 dan perkiraan tahun 2007, serta berbagai masalah dan tantangan pokok yang harus dipecahkan dan dihadapi pada tahun 2008, maka prioritas pembangunan nasional pada tahun 2008 adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan Investasi, Ekspor, dan Kesempatan Kerja; 2. Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dan Pembangunan Perdesaan; 3. Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Peningkatan Pengelolaan Energi; 4. Peningkatan Akses dan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan; 5. Peningkatan Efektivitas Penanggulangan Kemiskinan; 6. Pemberantasan Korupsi dan Percepatan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi; 7. Penguatan Kemampuan Pertahanan dan Pemantapan Keamanan Dalam Negeri; 8. Penanganan Bencana, Pengurangan Risiko Bencana, dan Peningkatan Pemberantasan Penyakit Menular. Dalam rincian prioritas pembangunan nasional, prioritas pembangunan Infrastruktur di tahun 2008 terdapat di dalam prioritas 3, yaitu : Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Peningkatan Pengelolaan Energi, dengan sasaran-sasaran pembangunan infrastruktur di bidang sumber daya air, transportasi, energi, pos dan telematika, ketenagalistrikan, perumahan dan permukiman. Prioritas pembangunan infrastruktur ini berfokus kepada : Fokus 1: Peningkatan Pelayanan Infrastruktur Sesuai Dengan Standard Pelayanan Minimal Fokus 2: Peningkatan Daya Saing Sektor Riil Fokus 3: Peningkatan Investasi Proyek-Proyek Infrastruktur Yang Dilakukan Oleh Swasta Melalui Berbagai Skim Kerjasama Antara Pemerintah Dan Swasta Fokus 4: Peningkatan Produksi Migas Dan Produk Final Migas Fokus 5: Percepatan Pelaksanaan Upaya Diversifikasi Energi, Melalui Pemanfaatan Gas Bumi, Batubara, Dan Energi Baru/Terbarukan Fokus 6: Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Energi Kebijakan ekonomi makro dalam tahun 2008 diarahkan untuk mewujudkan percepatan pertumbuhan ekonomi dalam rangka mengatasi permasalahan pengangguran dan kemiskinan. Hal tersebut dilakukan melalui langkah-langkah percepatan penyediaan infrastruktur dasar, peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya saing internasional tanpa mengabaikan upaya-upaya pemantapan stabilitas ekonomi makro sebagai prasyarat bagi landasan yang lebih kokoh bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Terkait upaya pemantapan desentralisasi fiskal, beberapa hal yang menjadi arahan kebijakan alokasi untuk belanja ke daerah adalah sebagai berikut; (i) mengurangi kesenjangan fiskal baik antara pusat dan daerah maupun antar daerah, (ii) meningkatkan efisiensi 10

pemanfaatan sumber daya nasional, (iii) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah, (iv) meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah, (v) meningkatkan sinkronisasi rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah, serta (vi) mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam kerangka kebijakan ekonomi makro. DUKUNGAN INFRASTRUKTUR DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH Dukungan Infrastruktur dalam Percepatan Pembangunan Daerah menguraikan fungsi dan peran infrastruktur yang ketersediaannya sangat dibutuhkan untuk dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di daerah. Di sini dijelaskan antara lain faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan infrastruktur di daerah, fungsi dan peran infrastruktur dalam pembangunan daerah, kewenangan daerah dalam pembangunan infrastruktur, dan arti kemitraan bagi pembangunan infrastruktur di daerah, serta bagaimana penataan ruang wilayah dalam rangka pembangunan infrastruktur di daerah. Transportasi secara umum berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Infrastruktur transportasi mencakup transportasi jalan, perkeretaapian, angkutan sungai, danau dan penyeberangan, transportasi laut dan udara. Pada umumnya infrastruktur transportasi mengemban fungsi pelayanan publik dan misi pembangunan nasional. Di sisi lain transportasi juga berkembang sebagai industri jasa. Pembangunan transportasi, diarahkan untuk mendukung perwujudan Indonesia yang lebih sejahtera dan sejalan dengan perwujudan Indonesia yang aman dan damai serta adil dan demokratis. Untuk mendukung perwujudan kesejahteraan masyarakat, maka fungsi pelayanan umum transportasi adalah melalui penyediaan jasa transportasi guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat luas dengan harga terjangkau baik di perkotaan maupun perdesaan, mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah pedalaman dan terpencil, serta untuk melancarkan mobilitas distribusi barang dan jasa dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi nasional. Oleh sebab itu pembangunan transportasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara efisien, andal, berkualitas, aman dan dengan harga terjangkau. Selain itu perlu dikembangkan pembangunan sistem transportasi nasional (Sistranas) untuk mencapai keterpaduan secara intermoda dan keterpaduan dengan sistem tata ruang nasional, pembangunan wilayah dan berkelanjutan; serta terciptanya sistem distribusi nasional, regional dan internasional yang mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat luas, termasuk meningkatkan jaringan transportasi antara desa-kota dan daerah produksi-pemasaran serta memadai. Peranan energi sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional, karena energi merupakan input utama bagi kegiatan ekonomi maupun sosial. Untuk itu, diperlukan jaminan keamanan pasokan energi untuk mendukung 11

pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tersebut serta memberikan akses energi terhadap masyarakat luas. Kebutuhan energi tentunya akan meningkat sejalan dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan itu diperlukan kesinambungan pembangunan infrastruktur energi yang sesuai dan mendukung kebijakan bauran energi (energy mix policy). Kebijakan bauran energi dimaksudkan agar dalam pengelolaan energi dapat dilaksanakan upaya diversifikasi, efisiensi dan konservasi energi karena terbatasnya cadangan sumber daya energi tak terbarukan agar ketersediaan energi terjamin. Termasuk disini adalah optimalisasi pemanfaatan potensi energi lokal/setempat terutama di wilayah perdesaan mengingat kekuatan ekonomi Indonesia sebenarnya terletak pada domain perdesaan. Pemanfaatan potensi energi lokal terutama untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi konvensional/bbm yang perlu dikembangkan terutama adalah energi baru terbarukan. Tenaga listrik adalah salah satu energi terpenting dalam perkembangan kehidupan manusia modern, baik untuk kegiatan rumah tangga, pendidikan, kesehatan, usaha, industri maupun kegiatan lainnya dari mulai komunitas pengguna di kota besar sampai ke pelosok perdesaan. Perkembangan kebutuhan energi listrik dari waktu ke waktu semakin bertambah luas dan besar sejalan dengan pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat. Implikasi krisis moneter terjadi tahun 1997, maka roda pembangunan ketenagalistrikan menjadi terpuruk. Kekuatan investasi melemah sehingga krisis listrik mulai dirasakan diberbagai daerah khususnya di luar pulau Jawa dan Bali, dan bahkan terjadi di pulau Jawa dan Bali dalam tahun 2004. Menghadapi tantangan ke depan, dinamika yang berkembang pada era reformasi sebagai akibat adanya perubahan radikal pada berbagai elemen kehidupan berbangsa akibat adanya krisis multidimensi dan perkembangan yang terjadi di lingkungan global dewasa ini memberikan dorongan kuat bagi sektor ketenagalistrikan untuk menyusun kembali rencana pembangunan yang komprehensif dan terarah. Dalam era informasi dimana informasi mempunyai nilai ekonomi, kemampuan untuk mendapatkan, memanfaatkan dan mengolah informasi mutlak dimiliki suatu bangsa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus daya saing bangsa tersebut. Kemampuan yang sama juga mutlak dimiliki setiap daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ketersediaan akses informasi terutama infrastruktur telekomunikasi sangat esensial untuk membuka keterisolasian suatu daerah sekaligus membuka peluang ekonomi bagi daerah tersebut. Untuk negara non-core innovator termasuk Indonesia, ketersediaan infrastruktur telekomunikasi mempunyai kontribusi sebesar 17% terhadap indeks daya saing nasional. Selain itu, telekomunikasi juga berperan dalam berbagai aspek lain seperti menjaga keutuhan wilayah NKRI dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Keterbatasan infrastruktur telekomunikasi secara langsung menyebabkan semakin lebarnya kesenjangan digital (digital divide) baik antara Indonesia dengan negara lain maupun antardaerah di Indonesia Dalam bidang air bersih / minum mempunyai fungsi dan peran Meningkatkan cakupan pelayanan sarana dan prasarana air minum dan penyehatan lingkungan. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan cakupan cakupan pelayanan air minum, air limbah, 12

persampahan dan drainase yang diselenggarakan oleh badan usaha milik daerah (BUMD) maupun yang dilaksanakan oleh komunitas masyarakat secara optimal, efisien dan berkelanjutan. Dalam bidang Perumahan dan permukiman mempunyai fungsi dan peran dalam menyediakan hunian sewa dan milik yang layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kebijakan ini ditujukan untuk menyediakan hunian yang sehat, aman dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Fungsi dan peran lain adalah meningkatkan kualitas lingkungan permukiman. Kebijakan ini ditujukan untuk mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang sehat, harmonis dan berkelanjutan dengan melakukan revitalisasi serta penataan bangunan dan lingkungan; fasilitasi dan stimulasi penyediaan prasarana dan sarana dasar di perumahan di permukiman kumuh, desa tradisional, desa nelayan, dan eks transmigrasi; perbaikan lingkungan permukiman; peningkatan kualitas lingkungan perumahan perkotaan (NUSSP); penyediaan prasarana dan sarana permukiman di pulau kecil/terpencil. Fungsi dan peran sektor persampahan dan drainase adalah meningkatkan pelayanan sanitasi skala regional. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan persampahan dengan cara meningkatkan pengelolaan TPA/sanitary landfill/regional, serta Meningkatkan pelayanan air minum dan sanitasi (air limbah) untuk menunjang kawasan ekonomi dan pariwisata. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing sektor riil di kawasan ekonomi dan pariwisata melalui penyediaan sarana dan prasarana permukiman. dengan melakukan pembangunan prasarana dan sarana pembuangan air limbah sistem terpusat. Pembangunan infrastruktur sumber daya air merupakan salah satu fokus pembangunan infrastruktur, karena memiliki keterkaitan dengan pembangunan sektor-sektor lainnya, seperti pembangunan pertanian, perkebunan, pengendalian banjir, penyediaan air baku perkotaan dan industri, serta pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang semuanya akan mendukung kegiatan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Kondisi perekonomian yang membaik tidak dapat dilepaskan dari peran penting infrastruktur. Kegiatan pembangunan, rehabilitasi, pemeliharaan serta subsidi operasi telah berhasil meningkatkan aksesibilitas, kapasitas, kualitas, dan jangkauan pelayanan berbagai infrastruktur, yang pada gilirannya mampu memberikan dukungan kepada berbagai sektor perekonomian seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan pembangunan daerah. Sampai dengan tahun 2008, berbagai program dalam rangka meningkatkan daya dukung infrastruktur terhadap aktivitas perekonomian terus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan, sehingga diharapkan dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang ada, dan di tahun 2009 yang merupakan tahun terakhir pelaksanaan RPJMN 2004-2009 diharapkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan bisa tercapai. Dalam kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur terdapat berbagai kebijakan dan peraturan perundangan yang terkait dengan pembangunan fasilitas pelayanan umum (infrastruktur) di daerah yang terkait dengan sektor-sektor seperti transportasi, energi dan ketenagalistrikan, telekomunikasi, air bersih/ air minum, perumahan dan permukiman, dan sumber daya air. Dalam penyediaannya, dikemukan pula standar keamanan dan pelayanan 13

minimum publik yang harus dipenuhi baik oleh pemerintah ataupun oleh para pihak lainnya yang merupakan mitra kerja pemerintah. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Pengaturan mengenai pelaksanaan kerjasama antar daerah diatur secara jelas pada UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 195 s.d 197. Kerja sama daerah dimaksudkan untuk : meningkatkan kesejahteraan dan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta mengurangi kesenjangan daerah dalam penyediaan pelayanan umum khususnya di wilayah terpencil, wilayah perbatasan, dan daerah tertinggal. Tujuan KAD adalah sebagai berikut : 1. Sarana untuk lebih memantapkan hubungan dan keterikatan daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam kerangka NKRI; 2. Menyerasikan pembangunan daerah; 3. Mensinergikan potensi antardaerah dan/atau dengan pihak ketiga; serta 4. Meningkatkan pertukaran pengetahuan, teknologi dan kapasitas fiskal. Salah satu kebijakan penting untuk meningkatkan partisipasi dan keterlibatan usaha swasta dalam penyediaan prasarana dan sarana dasar, adalah dengan diterbitkannya : 1. Keputusan Presiden No 15 tahun 1987 tentang kerjasama kemitraan antara pemerintah dan usaha swasta (public-private partnership) dalam kegiatan investasi, pengelolaan, dan pembangunan prasarana dan sarana dasar, seperti: jaringan jalan tol, air bersih, tenaga listrik, telekomunikasi, pelabuhan laut, pelabuhan udara, dan lain-lainnya. 2. Keputusan Presiden No 7 tahun 1998 yang memuat penjabaran skema kerjasama kemitraan antara pemerintah dan usaha swasta ke dalam mekanisme kerjasama operasional dalam bentuk Design Bid Build, Private Contract, Design Build, Build- Operate-Transfer (BOT), Long Term Lease Agreement, Design Build Finance Operate (DBFO), Build-Own-Operate (BOO), ataupun inovasi lain di dalam kemitraan pemerintah dan usaha swasta. Sebagai hasil pelaksanaan kebijakan kerjasama kemitraan antara pemerintah dan usaha swasta tersebut, pihak pemerintah telah melakukan kontrak kerjasama operasional dengan usaha swasta dalam berbagai kegiatan investasi, pengelolaan, dan pembangunan prasarana dan sarana dasar. Dalam percepatan pembangunan infrastruktur diperlukan suatu kebijakan yang dapat mengatasi keterbatasan keuangan Negara, dimana pada saat yang sama prioritas pemerintah terfokus kepada upaya penanggulangan berbagai masalah sosial yang disebabkan oleh kemiskinan dan bencana alam. Keinginan untuk melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi dalam rangka mengurangi kemiskinan dan pengangguran di tahun 2008 ini, kiranya perlu didukung oleh tersedianya infrastruktur yang baik. Untuk itu, kemampuan Negara dalam pengelolaan dan pelayanan infrastruktur harus lebih efisien dan perlu ditingkatkan. Peningkatan dilakukan melalui restrukturisasi dan reformasi berbagai kebijakan, peraturan, dan perundangan berkenaan dengan penyediaan infrastruktur. Pemerintah daerah dan swasta didorong agar lebih berperan dalam pembangunan infrastruktur. 14

Diantara beberapa langkah yang diambil pemerintah dalam kaitannya dengan paket kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur adalah penerapan prinsip-prinsip kerjasama dalam penyediaan infrastruktur yang diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Disadari bahwa dalam penyediaan infrastruktur ditengarai oleh adanya keterbatasan keuangan Negara, yang oleh karenanya diperlukan kerjasama pemerintah dan swasta dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur, termasuk penyediaan fasilitas lingkungan (komunitas) dan pelayanan umum lainnya. Kerjasama ini dicirikan oleh adanya pembagian resiko, kewenangan dan tanggung jawab, serta pembagian hasil usaha yang adil dari mereka yang bermitra. Seirama dengan semangat desentralisasi dan penguatan otonomi daerah, peran pemerintah daerah sangat diperlukan dalam membangun dan menentukan pola-pola kemitraan atau kerjasama antara pemerintah dan swasta (KPS), pada lingkup pekerjaan dan standar pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Pemerintah daerah didorong untuk lebih berperan dalam memfasilitasi terwujudnya kerjasama yang bermanfaat bagi daerah, sekaligus menciptakan stimulan untuk terwujudnya iklim investasi yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Upaya tersebut kiranya harus dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan dan pengamanan kepentingan masyarakat dalam arti luas sebagai pengguna atau yang memanfaatkan infrastruktur. Selain penyediaannya yang dapat mendorong keikutsertaan badan usaha swasta, bila pembangunan infrastruktur diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara padat karya, maka akan tercipta lapangan kerja yang cukup luas. Upaya seperti ini tentunya harus diikat oleh peraturan dan perundangan yang menjamin terpenuhinya standar keamanan dan kenyamanan dari sisi penggunaan atau pemanfaatan infrastruktur oleh masyarakat. KPS sendiri adalah instrumen pengadaan dimana fokusnya adalah kemanfaatan infrastruktur yang disediakan bersama pemerintah dan swasta dengan memperhatikan kemampuan pelayanannya, kegiatan pengelolaannya, dan kesinambungan pemeliharaannya. Di dalamnya diuraikan pengalihan dan pembagian resiko terkait dengan penyediaan infrastruktur yang dikerjasamakan. Pemerintah umumnya menanggung resiko politik, pengaturan, dan kestabilan makro ekonomi, sedangkan pihak swasta umumnya menanggung resiko sosial ekonomi yang dikompensasi dengan pembagian keuntungan atas jasa pelayanan yang diberikan. Pengembangan KPS memerlukan dukungan publik yang cukup kuat yang memungkinkan pemerintah untuk bermitra, terutama dengan swasta yang memiliki cukup kemampuan dan siap berkompetisi. Maksud dari pengembangan KPS tidak lain adalah efisiensi penggunaan sumber daya pemerintah daerah yang terbatas dalam penyediaan infrastruktur yang berkualitas. Ketersediaan Infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan daerah dapat meningkatkan peluang daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonominya. Tentunya, dana pemerintah yang terbatas tersebut tetap harus diprioritaskan kepada infrastruktur yang sangat dibutuhkan masyarakat, khususnya infrastruktur yang tidak memiliki kelayakan komersial. Adapun untuk yang bernilai komersial, pengembangannya dapat dilakukan melalui mekanisme KPS. KPS akan bisa terlaksana bila tercipta iklim yang kondusif bagi investor untuk proyek yang layak jual. Untuk itu perlu sistem pengaturan yang sehat serta dukungan lembaga di daerah yang dapat menjamin kepastian dan kelancaran proses pengadaan. Yang tidak kalah penting adalah adanya peran Badan Regulator yang akan menjadi wasit dalam pelaksanaan KPS. Lembaga yang memfasilitasi KPS sementara ini adalah Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur. 15

Hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung pengembangan KPS mencakup diantaranya: kepastian hukum, kemudahan perijinan dalam arti menjadikan birokrasi sebagai bagian dari biaya terukur (fixed cost), stabilitas ekonomi yang didukung oleh fluktuasi nilai valas dan laju inflasi yang terkontrol, pemberian insentif berupa baik pajak maupun non-pajak ataupun berupa suku bunga yang menarik, membantu promosi, dan menekan gangguan ekonomi seperti monopoli, dan penetapan upah minimum serta harga maksimum yang tidak wajar. LANGKAH-LANGKAH YANG DAPAT DILAKUKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Langkah-Langkah yang Dilakukan Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur, sebagai bagian akhir dari Buku Pegangan 2008 ini, akan menjadi semacam panduan untuk pemerintah daerah mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merespon dukungan yang diberikan pemerintah pusat dalam rangka pembangunan infrastruktur tiap-tiap sektor di daerah. 16