BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan

PROFIL PASIEN OSA (OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA) DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. A DENGAN MASALAH UTAMA KARDIOVASKULER : HIPERTENSI KHUSUSNYA NY. S DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi serebral yang menetap minimal 24 jam atau menyebabkan. kematian, tanpa penyebab lain selain vaskuler. 1

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dan dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 30%

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab. mortalitas dan morbiditas utama di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

commit to user BAB V PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia. pada populasi dewasa dan penyebab utama kecacatan (Ikram

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Menurut perkiraan United States Bureau of Census 1993, populasi lanjut

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN (THT) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA)

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. diastoliknya lebih dari 90 mmhg. ( Smeltzer, Suzzane, 2002 )

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lima belas juta orang di dunia setiap tahunnya terkena serangan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke. Berbagai penelitian menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas agar dapat dimanfaatkan dan digunakan. mempertahankan eksistensi bangsa di era yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

Transkripsi:

BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). Tidur diperlukan untuk memulihkan keseimbangan alami (Guyton, 2006). Proses fisiologis ini dapat terganggu dan lebih sering terjadi pada pria, mulai dari obstructive sleep apnea (OSA), sleep walking, sleep paralysis, insomnia, sampai narkolepsi. Bentuk gangguan tidur yang paling sering ditemukan adalah OSA dan gejala yang paling sering timbul pada OSA adalah mendengkur. OSA merupakan keadaan hilangnya tonus muskulus dilator faring pada saat tidur, yang menyebabkan kolaps faring rekuren dan henti napas (apnea) sementara (Purwowiyoto, 2011). OSA seringkali tidak terdiagnosis. Dokter biasanya tidak dapat mendeteksi kondisi pasien dalam pemeriksaan rutin. Kebanyakan orang yang telah mengalami OSA tidak menyadari atau bahkan tidak mempedulikan hal tersebut karena hanya terjadi selama tidur dan dianggap hal yang remeh atau tidak berbahaya. Padahal OSA merupakan salah satu kondisi medis yang cukup penting karena mempunyai pengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas yang cukup besar di seluruh dunia, serta lebih sering ditemukan keadaan mengantuk atau tertidur sepanjang waktu ketika 1

orang normal seharusnya tidak tertidur pada waktu tersebut (Douglas, 2008). Pria yang mengalami OSA seringkali (tetapi tidak harus) obesitas. Prevalensi OSA pada pria 2-3 kali lebih tinggi dari perempuan. Belum diketahui mekanisme OSA lebih jarang ditemukan pada perempuan (Saragih, 2007). Di Amerika Serikat, prevalensi OSA dengan apnea hypopnea index (AHI 5) pada orang dewasa kulit putih dengan usia 30-60 tahun sekitar 24% laki-laki dan 9% perempuan, sedangkan AHI 15 sekitar 9% laki-laki dan 4% perempuan (Young, 2002). Di Eropa, usia 30-70 tahun dengan AHI 5 didapatkan 26% laki-laki dan 28% perempuan, sedangkan AHI 15 sekitar 14% laki-laki dan 7% perempuan (Duran, 2001). Di Hong Kong, prevalensi usia 30-60 tahun dengan AHI 5 sebesar 9% dan 4%, serta AHI 15 sebesar 5% dan 3% (Ip, 2001). Pada penelitian lain, disebutkan bahwa mendengkur lebih sering terjadi pada orang dewasa, terutama pria, usia pertengahan, dan obesitas. Di Amerika Serikat, prevalensi OSA pada kelompok usia di bawah 40 tahun adalah 25% pria dan 10-15% perempuan. Adapun pada kelompok usia di atas 40 tahun, prevalensi mencapai 60% pada pria dan 40% pada perempuan (Yuan, 2007). Data insidensi OSA di Indonesia sampai saat ini masih sangat minim karena kesadaran masyarakat maupun kalangan medis terhadap OSA masih rendah. Di berbagai kepustakaan disebutkan bahwa insidensi berkisar 2

antara 2-4% pada orang dewasa. OSA biasanya banyak dijumpai pada laki-laki, orang gemuk dan pada seseorang yang hipertensi tinggi. Menurut Dr. Damayanti Soetijpto, Sp.THT-KL(K), berdasarkan hasil studi di Indonesia, perbandingan penderita mendengkur dan OSA di Indonesia pria dan perempuan adalah 7:1 terutama kelompok umur 40-49 tahun. Hasil studi level obstruksi saluran nafas penyebab mendengkur dan OSA pada penderita di Indonesia yaitu: hidung (konka) sebanyak 76,14%, velofaring (palatal) sebanyak 64,81% dan orofaring (lidah) sebanyak 65,91% (Medicastore, 2007). OSA dapat memicu efek patofisiologis, baik akut maupun kronik, bermanifestasi pada berbagai macam penyakit, salah satunya cardiovascular disease (CVD) (Gami, 2008). Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa OSA secara independen berhubungan klinis dengan CVD (Hamilton, 2004). Pada suatu penelitian, 38% penderita OSA menderita hipertensi dan terdapat perbaikan yang signifikan dalam hipertensi setelah menerima terapi OSA (Wessendorf, 2000). Hasil dari Sleep Heart Health Study menunjukkan peningkatan risiko gagal jantung, stroke, dan jantung koroner pada penderita OSA dibandingkan dengan yang tidak menderita. Selain itu, juga dapat menyebabkan disfungsi seksual bahkan kematian mendadak dibandingkan orang yang tidak mendengkur dengan umur dan berat badan yang sama (Chung, 2008). Seringkali sebelum 3

terdiagnosis sebagai OSA, penderita diterapi untuk penyakit kardiovaskular, PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) dengan gagal napas kronik dan depresi (Engleman, 2004). Selain memiliki dampak medis, OSA dapat menimbulkan dampak sosial. Mendengkur dapat mengganggu pasangan tidur, pergaulan terganggu, penurunan produktivitas (jika masih belajar, maka prestasi dapat menurun), peningkatan risiko kecelakaan lalu lintas dan peningkatan biaya kesehatan pada penderita OSA. Penderita OSA dapat mengalami kantuk berlebihan yang berhubungan dengan kesulitan berkonsentrasi, kemunduran memori, kehilangan energi, kelelahan, kelesuan, dan ketidakstabilan emosional. Prevalensi masalah kantuk yang tinggi memiliki konsekuensi yang serius seperti mengantuk saat mengemudi atau kecelakaan kerja (National Heart Lung and Blood Institute, 2009). Kira kira 100.000 mobil di Amerika Serikat setiap tahun mengalami kecelakaan yang disebabkan oleh pengemudi yang mengantuk. Rasa kantuk yang berlebihan ini dapat disebabkan salah satunya oleh OSA. Dalam sebuah survei terhadap supir di New York State, sekitar 25% melaporkan bahwa mereka telah jatuh tertidur di mobil pada suatu waktu. Pengemudi yang tertidur terutama terjadi di kalangan supir laki-laki berusia muda. Salah satu penelitian menemukan bahwa lebih dari 50% kecelakaan yang disebabkan supir tertidur dijumpai 4

pada usia 25 tahun atau kurang (National Heart Lung and Blood Institute, 2009). Saat ini diduga banyak masyarakat masih belum mengerti tentang OSA dan tidak mengerti bahaya OSA. Banyak orang beranggapan mendengkur itu adalah hal yang biasa, padahal hal ini adalah gejala yang perlu ditanggapi secara serius agar tidak menimbulkan hal-hal yang lebih parah (hipertensi, stroke, jantung koroner, dsb). Dari masalah inilah peneliti merasa perlu dilakukan penelitian agar dapat secara pasti diketahui profil dari penderita OSA, sehingga hasil penelitian inipun dapat bermanfaat untuk melakukan tindak lanjut dari berbagai pihak. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana profil penderita OSA yang dilakukan polisomnografi di Rumah Sakit PHC Surabaya tahun 2013? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Memahami gambaran deskriptif penderita OSA yang dilakukan polisomnografi di Rumah Sakit PHC Surabaya tahun 2013. 1.3.2 Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: a. Mengetahui umur penderita OSA yang berobat. b. Mengetahui penderita OSA yang berobat menurut jenis kelamin. 5

c. Memahami faktor risiko penderita OSA. d. Memahami gejala-gejala penderita OSA. e. Memahami co-morbid penderita OSA f. Memahami indikator yang digunakan untuk mengukur derajat keparahan OSA. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: a. Rumah Sakit PHC Surabaya, sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada penderita OSA. b. Penulis, sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan penulis tentang OSA. c. Peneliti lain, sebagai tambahan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang OSA. d. Masyarakat, sebagai informasi untuk menambah pengetahuan mengenai OSA dan lebih waspada terhadap faktor risiko serta ko-morbidnya. 6