PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM SIDOARJO MENGGUNAKAN ROUGHING FILTER UPFLOW DENGAN MEDIA PECAHAN GENTENG BETON Dito Widha Hutama dan Nieke Karnaningroem Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya-60111 E-mail: ditohutama87@gmail.com ABSTRAK Air baku yang digunakan PDAM Sidoarjo untuk memenuhi kebutuhan Air Minum di Sidoarjo menggunakan air sungai Buduran. Tingkat kekeruhan dari sungai tersebut bervariasi pada saat musim hujan kekeruhan tertinggi mencapai 2175 NTU dan pada musim kemarau kekeruhan terendah 50 NTU. PDAM Sidoarjo memiliki 2 unit IPA dengan menggunakan Ultrafiltrasi (UF) dan Koagulasi-Flokulasi dimana pada saat kekeruhan tinggi tersebut kinerja UF tidak optimal dan pada koagulasi-flokulasi membutuhkan bahan kimia yang banyak. Oleh karena itu diperlukan suatu unit pengolahan pendahuluan untuk dapat menurunkan kekeruhan tersebut dengan menggunakan Roughing Filter Upflow dengan media pecahan genteng beton. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwaefisiensi removal kekeruhan untuk kecepatan filtrasi 1m/jam dan 2m/jam berturut-turut untuk kekeruhan tinggi 88,85% dan 86,03%, untuk variasi kekeruhan rata-rata secara untuk kecepatan filtrasi 1m/jam dan 2m/jam berturut-turut 83,24% dan 79,87% dan untuk penurunan zat organik dengan kekeruhan tinggi untuk kecepatan filtrasi 1m/jam dan 2m/jam secara berturut-turut adalah 80,61% dan 90,27% sedangkan unutk kekeruhan rata-rata dengan kecepatan filtrasi yang sama adalah 40,51% dan 29,68%. Kata kunci: Roughing Filter Upflow, pecahan genteng beton, kekeruhan dan zat organik PENDAHULUAN Salah satu parameter fisik yang diukur untuk air minum adalah kekeruhan. Kekeruhan yang dijinkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 sebesar 5 NTU. Air baku yang digunakan PDAM Sidoarjo untuk memenuhi kebutuhan Air Minum di Sidoarjo menggunakan air sungai Buduran. Pengolahan air baku tersebut oleh PDAM Sidoarjo menggunakan unit Ultrafiltrasi dan Koagulasi-Flokulasi dimana masing-masing unit tersebut memiliki kekurangan. Kekurangan yang dimiliki unit ultrafiltrasi tersebut yaitu hanya mampu mengolah dengan baik apabila kekeruhan yang masuk ke unit tersebut maksimal 600 NTU sedangkan pada unit koagulasi-flokulasi masih menggunakan bahan kimia, semakin tinggi kekeruhan semakin banyak bahan kimia yang dipakai. Masalah yang dihadapi pada proses tersebut adalah kekeruhan yang ada pada sungai Buduran fluktuatif pada saat hujan kekeruhan tertinggi dapat mencapai 2175 NTU (gambar 1.1) dan terendah 50 NTU pada saat musim kemarau. Oleh karena itu diperlukan pengolahan tambahan untuk menurunkan kekeruahan tersebut agar proses pengolahan pada unit ultrafiltrasi berjalan dengan baik. Tambahan unit pengolahan tersebut digunakan unit roughing filter yang dapat menurunkan kekeruhan yang tinggi tanpa menggunakan bahan kimia serta media yang digunakan roughing filter adalah bahan-bahan yang sifatnya kasar seperti batu, pecahan beton, dan sebagainya. Sehingga digunakan pecahan genteng beton karena mudah didapat dan harganya yang cukup terjangkau. D-5-1
Kekeruhan yang terjadi di dalam air disebabkan oleh adanya zat tersuspensi (tidak larut), seperti lempung, lumpur, zat organik, plankton, dan zat-zat halus lainnya. Kekeruhan merupakan sifat optis dari suatu larutan, yaitu hamburan dan absorpsi cahaya yang melaluinya (Anshori, 2008). Sedangkan zat organik sendiri dapat disisihkan secara biologi, dengan beberapa variabel yang berpengaruh antara lain oksigen terlarut (DO), waktu kontak, senyawa pengganggu (inhibitor), jenis dan jumlah mikroorganisme pengurai (Bitton, 1994). Roughing filter ini sudah dipakai lebih dari 25 negara di antaranya Argentina, Bolivia, Madagaskar, Ghana, India, Australia, dan sebagainya. Roughing filter kebanyakan digunakan sebagai pengolahan pendahuluan untuk menyisihkan partikel dalam jumlah besar dan lebih sulit untuk menafsirkan peningkatan efisiensi dari pengolahan berikutnya seperti filter lambat (Levine dkk., 1985). Media yang biasanya digunakan dalam roughing filter adalah kerikil dengan diameter yang berbeda beda, pada bagian mukanya menggunakan kerikil dengan diameter besar, pada bagian berikutnya menggunakan kerikil dengan diameter yang lebih kecil, demikian seterusnya. Sehingga pada tiap tiap bagian tersebut menyaring padatan dengan diameter yang berbeda beda pula (Wegelin,1996) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya prosentasi removal kekeruhan dan zat organik yang dapat diturunkan oleh RF dengan media pecahan genteng beton. Genteng beton dipilih karena sifatnya yang kasar seperti pada kerikil dan mudah didapat, genteng yang digunakan pada penelitian ini adalah genteng beton yang belum dilapisi oleh cat. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini parameter yang akan dianalisa adalah kekeruhan dan zat organik. Variasi dari penelitian ini adalah kecepatan filtrasi dan tingkat kekeruhan air baku. Untuk variasi kecepatan filtrasi digunakan 2 m/jam dan 1 m/jam, sedangkan untuk tingkat kekeruhan digunakan 2175 NTU dan 800 NTU dengan deviasi kesalahan 10%. Kekeruhan yang digunakan merupakan kekeruhan buatan yang berasal dari lumpur pengendapan IPA ngagel I tanpa kandungan Al yang kemudian dikeringkan dan ditumbuk hingga menjadi serbuk. Dibutuhkan 3 kg serbuk lumpur yang dicampur dengan 50 liter air untuk mencapai kekeruhan 2175 NTU. Analisa yang akan digunakan untuk menganalisa kekeruhan adalah dengan menggunakan alat turbidity meter, sedangkan untuk analisis zat organik menggunakan metode nilai permanganat. Reaktor yang akan digunakan berukuran 120 cm x 30 cm x 100 cm, reaktor tersebut dibagi menjadi 3 kompartemen dengan ukuran 30 x 30 cm 2, reaktor tersebut menggunakan bahan acrylic dengan ketebalan acrylic 0,8 cm. Reaktor tersebut berisi media yang berasal dari pecahan genteng beton dengan ukuran lolos ayakan 4, 6 dan 8: Kompartemen I : lolos ayakan 8 (15-20 mm) Kompartemen II : lolos ayakan 6 ( 21-30 mm) Kompartemen III : lolos ayakan 4 (35-40 mm) D-5-2
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisa Kekeruhan Gambar 1 Design Reaktor RF Untuk mengetahui dampak dari media terhadap penurunan kekeruhan, maka diambil sample setiap jam selama 4 jam berturut-turut. Dilakukan selama 4 jam karena adanya keterbatasan sumber air baku yang digunakan. Dari hasil penelitian didapat bahwa pada kecepatan filtrasi yang lebih kecil yaitu 1 m/jam menghasilkan effluent yang lebih baik dibandingkan dengan kecepatan filtrasi 2 m/jam, hal ini dikarenakan waktu kontak air terhadap media lebih lama dibanding dengan kecepatan filtrasi 2 m/jam. Tabel 1. Perbandingan Efisiensi Removal RF Kecepatan filtrasi (m/jam) 1 2 Kekeruhan (NTU) Removal 800 83,24% 2175 88,85% 800 79,87% 2175 86,03% Dari tabel diatas dapat diketahui pula bahwa semakin tinggi kekeruhan tingkat removal yang dihasilkan juga semakin besar, karena salah satu penyebab dari kekeruhan adalah adanya zat organik, sehingga zat organik tersebut lebih banyak kontak dan menghasilkan biofilm di media dibandingkan dengan kekeruhan yang lebih kecil (800 NTU). 90 80 70 Removal Kekeruhan rata-rata 1 2 3 4 5 1 m/jam 2m/jam Gambar 2. Removal kekeruhan 800 NTU D-5-3
95 90 85 80 Removal Kekeruhan tinggi 1 2 3 4 1 m/jam 2m/jam Gambar 3. Removal kekeruhan 2175 NTU Pada gambar 3, terlihat bahwa pada saat kecepatan filtrasi 2 m/jam hanya 3 hari, dikarenakan adanya keterbatasan bahan, selain itu pada hari ketiga terjadi declining rate atau penurunan debit aliran, apabila diteruskan akan mengalami clogging, jika hal tersebut terjadi maka yang harus dilakukan adalah melakukan pencucian reaktor hingga bersih. Pencucian dapat dilakukan dengan cara mengalirkan air bersih secara terus menerus atau menguras reaktor tersebut. Hasil Analisa Zat Organik Biofilm yang telah terbentuk pada media, dapat menurunkan zat organik yang terkandung pada air. Untuk itu diperlukan suatu pengaliran yang continue agar biofilm tersebut dapat terbentuk dan hidup, karena apabila dilakukan secara batch, biofilm tersebut dapat tumbuh tetapi membutuhkan waktu yang lama berbeda apabila dilakukan pengaliran secara continue. Tabel 2. Nilai Permanganat untuk masing-masing kekeruhan dan kecepatan filtrasi Kecepatan filtrasi (m/jam) 1 2 Kekeruhan (NTU) Removal 800 40,51% 2175 80,61% 800 29,68% 2175 90,27% Dari tabel 2. Tersebut didapatkan hasil bahwa semakin kecil kecepatan filtrasi serta semakin tinggi kekeruhan angka removal semakin besar. Hal ini dikarenakan adanya waktu tinggal yang lama. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Efisiensi removal kekeruhan untuk kecepatan filtrasi 1 m/jam dan 2 m/jam berturut-turut untuk kekeruhan tinggi sebesar 88,85% dan 86,03%. 2. Efisiensi removal kekeruhan untuk kecepatan filtrasi 1 m/jam dan 2 m/jam berturut-turut untuk kekeruhan rata-rata sebesar 83,24% dan 79,87%. 3. Efisiensi removal zat organik untuk kecepatan filtrasi 1 m/jam dan 2 m/jam berturut-turut untuk kekeruhan tinggi sebesar 80,61 % dan 90,27 %. 4. Efisiensi removal zat organik untuk kecepatan filtrasi 1 m/jam dan 2 m/jam berturut-turut untuk kekeruhan rata-rata sebesar 40,51 % dan 29,68 %. D-5-4
DAFTAR PUSTAKA Anshori, Ahmad Kali. 2008. Penentuan Kekeruhan pada Air Reservoir di PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal Medan Metode Turbidimetri. Medan: Universitas Sumatera Utara. Bitton, G. 1994. Watewater Microbiology. New York: Willey-Liss. Levine et al. 1985. In Losleben, Tamar Rachelle. 2008. Pilot Study of Horizontal Roughing Filter in Northern Ghana as Pretreatment or Highly Turbid Dugout Water. Massuchessets : Rice University. Wegelin, Martin. 1996. Surface Water Treatment by Roughing Filters. Switzerland: Swiss Centre for Development Cooperation in Technology and Management (SKAT). D-5-5