BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan, pengendalian dan akuntabilitas publik yang ditandai adanya penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan target organisasi publik serta adanya penetapan indikator kinerja sebagai ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Pelayanan publik merupakan suatu proses kinerja organisasi birokrasi. Sehingga, penganggaran sektor publik merupakan aktivitas yang meliputi perencanaan, ratifikasi, implementasi dan pertanggungjawaban dalam organisasi sektor publik untuk meningkatkan kinerja organisasi birokrasi dan keberhasilannya tergantung pada kerjasama dalam sistem tersebut. Pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan UU No. 12 Tahun 2008, manajemen keuangan daerah pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengalami perubahan sistem anggaran dari model tradisional (traditional budget system) menjadi model anggaran berbasis kinerja (performance budget system). Sistem anggaran tradisional bersifat tersentralisasi yaitu penyusunan anggaran yang dilakukan secara terpusat, tidak adanya tolok ukur penilaian kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya akan memunculkan budget padding atau budgetary slack. Sedangkan, penerapan sistem anggaran berbasis kinerja diharapkan dapat meminimalisir kelemahan dari sistem anggaran tradisional dan menggunakan kinerja sebagai tolok ukur. Sistem 1
anggaran berbasis kinerja merupakan standar biaya suatu program atau kegiatan sehingga alokasi anggaran menjadi lebih rasional yang dapat meminimalisir kesepakatan antara eksekutif dan legislatif untuk melonggarkan alokasi anggaran pada tiap-tiap unit kerja sehingga anggaran tersebut tidak efisien. Anggaran daerah disusun eksekutif sebagai agen dan disahkan oleh legislatif sebagai prinsipal. Namun, penilain kinerja berdasarkan tercapai atau tidaknya target anggaran akan mendorong agen untuk melakukan budgetary slack. Budgetary slack sering terjadi pada tahap perencanaan dan persiapan anggaran daerah, karena penyusunan anggaran seringkali didominasi oleh kepentingan eksekutif dan legislatif, serta kurang mencerminkan kebutuhan masyarakat (Kartiwa, 2004 dalam Miyati, 2014). Menurut Indrawati Yuhertiana (2009) dalam Miyati (2014) budgetary slack adalah kecenderungan berperilaku tidak produktif dengan melebihkan biaya saat seorang pegawai mengajukan anggaran belanja. Selain itu, Young (1985) juga berpendapat bahwa budgetary slack sebagai suatu tindakan dimana agen melebihkan kemampuan produktif dengan mengestimasikan pendapatan lebih rendah dan biaya lebih tinggi ketika diberi kesempatan untuk memilih standar kerja sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Hal ini dapat berdampak buruk pada organisasi sektor publik yaitu alokasi sumber daya kurang optimal dan ketidakadilan sumber daya di seluruh unit bisnis. Unit bisnis dengan budgetary slack tinggi menerima sumber daya lebih banyak dari yang seharusnya. Alokasi yang kurang optimal dapat menurunkan efisiensi perusahaan sehingga merugikan para pemangku kepentingan, sedangkan 2
ketidakadilan dapat menggagalkan manajer unit bisnis yang menerima sumber daya relatif kecil. APBD beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun anggaran 2013 di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini : Tabel 1.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun Anggaran 2013 SKPD Anggaran Pendapatan Daerah (Rp) Realisasi Pendapatan Daerah (Rp) Anggaran Belanja Daerah (Rp) Realisasi Belanja Daerah (Rp) Dinas Kesehatan 2.584.925 2.418.889,8 51.489.017,1 36.814.465,6 RSUD 6.157.500 5.268.740,6 59.425.669,8 25.126.971,8 Panyabungan RSUD Natal 100.000.000 68.001.500 6.157.753,7 3.697.898,6 Dinas Pekerjaan 1.635.000.000 345.335.000 106.006.492,8 22.143.481,8 Umum Dinas 1.220.000.000 985.058.418 13.698.785,6 11.044.795,6 Perhubungan dan Informatika Badan Lingkungan Hidup, 75.000.000 34.400.000 18.953.907,6 18.686.738,3 Kebersihan dan Pertamanan Sekretariat Daerah 795.000.000 498.486.150 39.126.900,1 33.210.786 Dinas Pertanian 575.000.000 145.392.500 15.995.994,9 14.410.083,3 Dinas Kelautan dan Perikanan 230.000.000 9.750.000 10.353.988 9.946.049,4 Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah 30.997.604,9 35.506.336,1 21.884.093,9 17.116.074,3 Sumber : www.madina.go.id Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, data tersebut mencerminkan adanya budgetary slack pada Dinas Pengelolaan dan Keuangan Aset Daerah karena jika 3
dibandingkan Anggaran Pendapatan Daerah Dan realisasinya, maka realisasinya lebih tinggi dibandingkan anggaran pendapatan daerah yang telah di tetapkan. Menurut Kenis (1979) terdapat beberapa karakteristik sistem penganggaran. Salah satu karakteristik anggaran adalah kejelasan sasaran anggaran. Kejelasan sasaran anggaran mencakup luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara spesifik dan jelas sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai suatu instansi serta mudah dipahami oleh siapa saja yang bertanggungjawab. Adanya sasaran anggaran yang jelas akan memudahkan individu untuk menyusun target-target anggarannya. Selanjutnya, target-target anggaran yang disusun akan sesuai dengan anggaran yang ingin dicapai organisasi. Penentuan anggaran yang tepat memang tidak mudah dan akan menjadi masalah apabila bawahan mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan informasi yang dipunyai atasan. Perbedaan informasi yang dimiliki antara atasan dan bawahan inilah yang dinamakan informasi asimetris. Adanya informasi asimetri merupakan salah satu faktor yang menimbulkan perilaku negatif dalam hal ini adalah budgetary slack. Budgetary slack merupakan tindakan bawahan yang mengecilkan kapasitas produktifnya ketika bawahan diberi kesempatan untuk menentukan standar kinerjanya. Hal ini menyebabkan perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai dengan estimasi terbaik bagi organisasi. Prestasi kerja seorang menejer cenderung dinilai dari prestasinya dalam mencapai anggaran yang telah ditetapkan pada organisasi yang menilai kinerja 4
berdasarkan pencapaian anggaran, oleh karena itu pihak manajemen cenderung lebih banyak melakukan budgetary slack. Dalam setiap penyusunan anggaran Pemerintahan Daerah diperlukan suatu pertimbangan etika agar dapat menghasilkan keputusan yang tepat dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip maupun pilar karakter nilai etika. Apabila setiap individu penyusun anggaran memiliki karakter etika yang baik maka dapat mencegah terjadinya Budgetary Slack. Hal ini didukung oleh penelitian Syamsuri Rahim, dkk dalam Octavia (2014) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki pertimbangan etika dan penalaran moral yang lebih kuat daripada laki-laki sehingga dapat mengurangi terjadinya Budgetary Slack. Dalam penelitian Ali Maskun (2008) bahwa faktor etika berpengaruh positif dan signifikan terhadap Budgetary Slack. Salah satu perilaku lain yang dapat mempengaruhi partisipatif dalam proses penyusunan anggaran sebuah organisasi atau perusahaan adalah Group Cohesiveness yang dapat didefinisikan sebagai tingkat yang menggambarkan suatu kelompok dengan anggota yang mempunyai pertalian dengan anggota lainnya dan keinginan untuk tetap menjadi bagian dari kelompok tersebut (Kidwell, Mossholder, dan Bennett dalam Rahmi, 2012). Kelompok dengan tingkat kohesivitasnya tinggi menyebabkan individu cenderung lebih sensitif kepada anggota lainnya dan lebih mau untuk membantu dan menolong mereka (Scachter, Ellertson, McBride, dan Gregory dalam Rahmi, 2012). Semakin sulit untuk diterima menjadi anggota kelompok tersebut, maka 5
para anggotanya semakin menghargai keanggotaan yang mereka miliki (Ikhsan dan Arfan dalam Rahmi, 2012). Penelitian-penelitian terdahulu yang telah menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap budgetary slack menyatakan hasil yang tidak konsisten, antara lain Young (1985), Falikhatun (2007), Andi Kartika (2010) dalam Miyati (2014), Karsam (2013) bahwa partisipasi anggaran yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya budgetary slack. Berbeda dengan temuan tersebut, penelitian Siti Pratiwi Husain (2011) dalam Miyati (2014) menyatakan bahwa partisipasi anggaran yang tinggi dapat menurunkan terjadinya budgetary slack. Berdasarkan hasil penelitian penelitian terdahulu yang tidak konsisten dan data APBD Kabupaten Mandailing Natal sehingga penulis termotivasi ingin membuktikan secara empiris, apakah partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, group cohesiveness, dan informasi asimetri berpengaruh terhadap budgetary slack dengan pertimbangan etika sebagai variabel moderasi. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengambil judul PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, GROUP COHESIVENESS, DAN INFORMASI ASIMETRI TERHADAP BUDGETARY SLACK DENGAN PERTIMBANGAN ETIKA SEBAGAI VARIABEL MODERASI (STUDI EMPIRIS PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL). 6
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan fenomena teoritis dan praktis sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Apakah Partisipasi Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, Group Cohesiveness dan Informasi Asimetri berpengaruh terhadap Budgetary Slack Dengan Pertimbangan Etika sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Mandailing Natal) baik secara parsial maupun simultan. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris apakah terdapat pengaruh antara Partisipasi Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, Group Cohesiveness dan Informasi Asimetri terhadap Budgetary Slack Dengan Pertimbangan Etika sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Mandailing Natal) baik secara parsial maupun simultan. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti ; penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti sehubungan dengan pengaruh partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, group cohesiveness dan informasi asimetri 7
terhadap budgetary slack dengan etika sebagai variabel moderasi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Mandailing Natal. 2. Bagi pihak Satuan Kerja Perangkat Daerah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pegawai yang terlibat dalam penyusunan anggaran agar lebih mengerti dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya budgetary slack sehingga tercipta efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, kohesivitas kelompok khususnya dalam hal partisipasi anggaran. 3. Bagi pihak lain; hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk penelitian lebih lanjut terutama bagi peneliti yang melakukan penelitian yang berkaitan dengan partisipasi anggran, kejelasan sasaran anggran, group cohesiveness, informasi asimetri dan budgetary slack lebih sempurna dan komprehensif. 8