BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

dokumen-dokumen yang mirip
INTERAKSI BUDAYA ORGANISASI, INFORMASI ASIMETRI, DAN GROUP COHESIVENESS DALAM HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK

Kata Kunci :partisipasi penyusunan anggaran, budgetary slack, komitmen organisasi, etika

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi di berbagai bidang yang berlangsung di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. 1977; Nori, 1996) dalam (Putu Novia, dkk: 2015). Mardiasmo (2002) dalam (Putu

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

PENGARUH NILAI KONSUMEN TERHADAP MINAT MEREFERENSIKAN PRODUK NOTEBOOK ACER (Studi Kasus di Hi-Tech Mall Surabaya) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kontrak atau dokumen untuk komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi desentralisasi. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. secara mandiri. Masing-masing daerah telah diberikan kekuasaan dan

PENGARUH KARAKTERISTIK TUJUAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Pada umumnya disusun secara tertulis (Darsono, 2010). mengemukakan bahwa dalam penyusunan anggaran perlu

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB I PENDAHULUAN. serta tujuan jangka pendek dan jangka panjang (Hansen dan Mowen, 2001).

Abstrak. Kata kunci: senjangan anggaran, partisipasi penganggaran, kepercayaan diri, komitmen organisasi

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Mardiasmo,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena kinerja pemerintah telah mengarah ke good governance.

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mencapai tujuannya, yaitu memperoleh laba.

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Dalam penyelengaraan otonomi daerah, pemerintah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. keterkaitannya dengan pencapaian arah organisasi di masa yang akan. datang yang dinyatakan dalam visi dan misi organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. bentuk angka atau yang kita kenal sebagai anggaran. Tanpa adanya anggaran,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan desentralisasi. Sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. suatu fenomena di Indonesia. Tuntutan demokrasi ini menyebabkan aspek

BAB I PENDAHULUAN. anggaran, evaluasi anggaran - general, evaluasi anggaran punitive, umpan balik

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu manajemen yang baik. Menurut Welsch (2000) misinya tanpa suatu manajemen yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. mulai mencoba mengenalkan konsep baru dalam pengelolaan urusan publik

Rina Ismawati B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. kinerja penyelenggaraan pemerintahan sehinggga tercipta suatu ruang lingkup. urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi termasuk institusi pendidikan dalam melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran merupakan rencana yang dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi

Prinsip-Prinsip Penganggaran

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Suatu rencana mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang akan dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang. perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, membawa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

2015 PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN BUDGET EMPHASIS SEBAGAI VARIABEL MODERASI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang perimbangan keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. negara, tidak terkecuali di Indonesia. Baik pada sektor publik maupun pada sektor

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45).

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan teknis keuangan daerah mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pemerintahan merupakan organisasi sektor publik proses

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB II LANDASAN TEORI. principal dan agen. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandat

BAB I PENDAHULUAN. kinerja yang hendak di capai selama periode waktu tertentu dalam ukuran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang dibiayai dari uang publik. Melalui anggaran, akan diketahui

BAB I PENDAHULUAN. aspek transparasi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN. disfungisional terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi (Indriantoro dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang dinginkan masyarakat, sebagai salah satu stakeholders. Pegawai

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk mengkomunikasikan rencana-rencana manajemen, peranan dalam hal merencanakan pembiayaan dan pendapatan pada suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya peraturan pemerintah daerah tentang pelaksanaan otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepentingan organisasi dibandingkan dengan tujuan-tujuan individu

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa dihindarkan. Organisasi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan, pengendalian dan akuntabilitas publik yang ditandai adanya penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan target organisasi publik serta adanya penetapan indikator kinerja sebagai ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Pelayanan publik merupakan suatu proses kinerja organisasi birokrasi. Sehingga, penganggaran sektor publik merupakan aktivitas yang meliputi perencanaan, ratifikasi, implementasi dan pertanggungjawaban dalam organisasi sektor publik untuk meningkatkan kinerja organisasi birokrasi dan keberhasilannya tergantung pada kerjasama dalam sistem tersebut. Pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan UU No. 12 Tahun 2008, manajemen keuangan daerah pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengalami perubahan sistem anggaran dari model tradisional (traditional budget system) menjadi model anggaran berbasis kinerja (performance budget system). Sistem anggaran tradisional bersifat tersentralisasi yaitu penyusunan anggaran yang dilakukan secara terpusat, tidak adanya tolok ukur penilaian kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya akan memunculkan budget padding atau budgetary slack. Sedangkan, penerapan sistem anggaran berbasis kinerja diharapkan dapat meminimalisir kelemahan dari sistem anggaran tradisional dan menggunakan kinerja sebagai tolok ukur. Sistem 1

anggaran berbasis kinerja merupakan standar biaya suatu program atau kegiatan sehingga alokasi anggaran menjadi lebih rasional yang dapat meminimalisir kesepakatan antara eksekutif dan legislatif untuk melonggarkan alokasi anggaran pada tiap-tiap unit kerja sehingga anggaran tersebut tidak efisien. Anggaran daerah disusun eksekutif sebagai agen dan disahkan oleh legislatif sebagai prinsipal. Namun, penilain kinerja berdasarkan tercapai atau tidaknya target anggaran akan mendorong agen untuk melakukan budgetary slack. Budgetary slack sering terjadi pada tahap perencanaan dan persiapan anggaran daerah, karena penyusunan anggaran seringkali didominasi oleh kepentingan eksekutif dan legislatif, serta kurang mencerminkan kebutuhan masyarakat (Kartiwa, 2004 dalam Miyati, 2014). Menurut Indrawati Yuhertiana (2009) dalam Miyati (2014) budgetary slack adalah kecenderungan berperilaku tidak produktif dengan melebihkan biaya saat seorang pegawai mengajukan anggaran belanja. Selain itu, Young (1985) juga berpendapat bahwa budgetary slack sebagai suatu tindakan dimana agen melebihkan kemampuan produktif dengan mengestimasikan pendapatan lebih rendah dan biaya lebih tinggi ketika diberi kesempatan untuk memilih standar kerja sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Hal ini dapat berdampak buruk pada organisasi sektor publik yaitu alokasi sumber daya kurang optimal dan ketidakadilan sumber daya di seluruh unit bisnis. Unit bisnis dengan budgetary slack tinggi menerima sumber daya lebih banyak dari yang seharusnya. Alokasi yang kurang optimal dapat menurunkan efisiensi perusahaan sehingga merugikan para pemangku kepentingan, sedangkan 2

ketidakadilan dapat menggagalkan manajer unit bisnis yang menerima sumber daya relatif kecil. APBD beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun anggaran 2013 di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini : Tabel 1.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun Anggaran 2013 SKPD Anggaran Pendapatan Daerah (Rp) Realisasi Pendapatan Daerah (Rp) Anggaran Belanja Daerah (Rp) Realisasi Belanja Daerah (Rp) Dinas Kesehatan 2.584.925 2.418.889,8 51.489.017,1 36.814.465,6 RSUD 6.157.500 5.268.740,6 59.425.669,8 25.126.971,8 Panyabungan RSUD Natal 100.000.000 68.001.500 6.157.753,7 3.697.898,6 Dinas Pekerjaan 1.635.000.000 345.335.000 106.006.492,8 22.143.481,8 Umum Dinas 1.220.000.000 985.058.418 13.698.785,6 11.044.795,6 Perhubungan dan Informatika Badan Lingkungan Hidup, 75.000.000 34.400.000 18.953.907,6 18.686.738,3 Kebersihan dan Pertamanan Sekretariat Daerah 795.000.000 498.486.150 39.126.900,1 33.210.786 Dinas Pertanian 575.000.000 145.392.500 15.995.994,9 14.410.083,3 Dinas Kelautan dan Perikanan 230.000.000 9.750.000 10.353.988 9.946.049,4 Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah 30.997.604,9 35.506.336,1 21.884.093,9 17.116.074,3 Sumber : www.madina.go.id Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, data tersebut mencerminkan adanya budgetary slack pada Dinas Pengelolaan dan Keuangan Aset Daerah karena jika 3

dibandingkan Anggaran Pendapatan Daerah Dan realisasinya, maka realisasinya lebih tinggi dibandingkan anggaran pendapatan daerah yang telah di tetapkan. Menurut Kenis (1979) terdapat beberapa karakteristik sistem penganggaran. Salah satu karakteristik anggaran adalah kejelasan sasaran anggaran. Kejelasan sasaran anggaran mencakup luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara spesifik dan jelas sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai suatu instansi serta mudah dipahami oleh siapa saja yang bertanggungjawab. Adanya sasaran anggaran yang jelas akan memudahkan individu untuk menyusun target-target anggarannya. Selanjutnya, target-target anggaran yang disusun akan sesuai dengan anggaran yang ingin dicapai organisasi. Penentuan anggaran yang tepat memang tidak mudah dan akan menjadi masalah apabila bawahan mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan informasi yang dipunyai atasan. Perbedaan informasi yang dimiliki antara atasan dan bawahan inilah yang dinamakan informasi asimetris. Adanya informasi asimetri merupakan salah satu faktor yang menimbulkan perilaku negatif dalam hal ini adalah budgetary slack. Budgetary slack merupakan tindakan bawahan yang mengecilkan kapasitas produktifnya ketika bawahan diberi kesempatan untuk menentukan standar kinerjanya. Hal ini menyebabkan perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai dengan estimasi terbaik bagi organisasi. Prestasi kerja seorang menejer cenderung dinilai dari prestasinya dalam mencapai anggaran yang telah ditetapkan pada organisasi yang menilai kinerja 4

berdasarkan pencapaian anggaran, oleh karena itu pihak manajemen cenderung lebih banyak melakukan budgetary slack. Dalam setiap penyusunan anggaran Pemerintahan Daerah diperlukan suatu pertimbangan etika agar dapat menghasilkan keputusan yang tepat dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip maupun pilar karakter nilai etika. Apabila setiap individu penyusun anggaran memiliki karakter etika yang baik maka dapat mencegah terjadinya Budgetary Slack. Hal ini didukung oleh penelitian Syamsuri Rahim, dkk dalam Octavia (2014) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki pertimbangan etika dan penalaran moral yang lebih kuat daripada laki-laki sehingga dapat mengurangi terjadinya Budgetary Slack. Dalam penelitian Ali Maskun (2008) bahwa faktor etika berpengaruh positif dan signifikan terhadap Budgetary Slack. Salah satu perilaku lain yang dapat mempengaruhi partisipatif dalam proses penyusunan anggaran sebuah organisasi atau perusahaan adalah Group Cohesiveness yang dapat didefinisikan sebagai tingkat yang menggambarkan suatu kelompok dengan anggota yang mempunyai pertalian dengan anggota lainnya dan keinginan untuk tetap menjadi bagian dari kelompok tersebut (Kidwell, Mossholder, dan Bennett dalam Rahmi, 2012). Kelompok dengan tingkat kohesivitasnya tinggi menyebabkan individu cenderung lebih sensitif kepada anggota lainnya dan lebih mau untuk membantu dan menolong mereka (Scachter, Ellertson, McBride, dan Gregory dalam Rahmi, 2012). Semakin sulit untuk diterima menjadi anggota kelompok tersebut, maka 5

para anggotanya semakin menghargai keanggotaan yang mereka miliki (Ikhsan dan Arfan dalam Rahmi, 2012). Penelitian-penelitian terdahulu yang telah menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap budgetary slack menyatakan hasil yang tidak konsisten, antara lain Young (1985), Falikhatun (2007), Andi Kartika (2010) dalam Miyati (2014), Karsam (2013) bahwa partisipasi anggaran yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya budgetary slack. Berbeda dengan temuan tersebut, penelitian Siti Pratiwi Husain (2011) dalam Miyati (2014) menyatakan bahwa partisipasi anggaran yang tinggi dapat menurunkan terjadinya budgetary slack. Berdasarkan hasil penelitian penelitian terdahulu yang tidak konsisten dan data APBD Kabupaten Mandailing Natal sehingga penulis termotivasi ingin membuktikan secara empiris, apakah partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, group cohesiveness, dan informasi asimetri berpengaruh terhadap budgetary slack dengan pertimbangan etika sebagai variabel moderasi. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengambil judul PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, GROUP COHESIVENESS, DAN INFORMASI ASIMETRI TERHADAP BUDGETARY SLACK DENGAN PERTIMBANGAN ETIKA SEBAGAI VARIABEL MODERASI (STUDI EMPIRIS PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL). 6

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan fenomena teoritis dan praktis sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Apakah Partisipasi Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, Group Cohesiveness dan Informasi Asimetri berpengaruh terhadap Budgetary Slack Dengan Pertimbangan Etika sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Mandailing Natal) baik secara parsial maupun simultan. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris apakah terdapat pengaruh antara Partisipasi Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, Group Cohesiveness dan Informasi Asimetri terhadap Budgetary Slack Dengan Pertimbangan Etika sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Mandailing Natal) baik secara parsial maupun simultan. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti ; penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti sehubungan dengan pengaruh partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, group cohesiveness dan informasi asimetri 7

terhadap budgetary slack dengan etika sebagai variabel moderasi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Mandailing Natal. 2. Bagi pihak Satuan Kerja Perangkat Daerah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pegawai yang terlibat dalam penyusunan anggaran agar lebih mengerti dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya budgetary slack sehingga tercipta efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, kohesivitas kelompok khususnya dalam hal partisipasi anggaran. 3. Bagi pihak lain; hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk penelitian lebih lanjut terutama bagi peneliti yang melakukan penelitian yang berkaitan dengan partisipasi anggran, kejelasan sasaran anggran, group cohesiveness, informasi asimetri dan budgetary slack lebih sempurna dan komprehensif. 8