EVALUASI MUTU KUKIS BERBAHAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomea batatas L.), TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG UDANG REBON (Acetes erythraeus)

dokumen-dokumen yang mirip
POTENSI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.), TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG UDANG REBON DALAM PEMBUATAN KUKIS

EVALUASI MUTU KUKIS YANG DISUBSTITUSI TEPUNG SUKUN

FORMULASI KUKIS NON GLUTEIN KAYA KALSIUM DAN PROTEIN. Netti Herawati 1, Ervisa Sipayung 2. Riau. Riau

POTENSI TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DALAM PEMBUATAN KUKIS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE. Riau. Riau

Evaluasi Mutu Kue Bangkit dengan Bahan Dasar Kombinasi Tepung Sagu, Tepung Tempe dan Tepung Ubi Jalar Ungu ABSTRAK

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

EVALUASI MUTU DAN ANALISIS USAHA PEMBUATAN KUKIS BERBASIS TEPUNG BIJI NANGKA DAN TEPUNG TEMPE. Riau. Riau

KAJIAN PENAMBAHAN BUBUR KULIT BUAH NAGA SUPER MERAH DAN TEPUNG UBI JALAR PUTIH PADA PEMBUATAN KUKIS YANG MENGANDUNG TEPUNG TEMPE

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PENAMBAHAN TEPUNG BIJI CEMPEDAK DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

PEMBUATAN CAKE TANPA GLUTEN DAN TELUR DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG BIJI RAMBUTAN TERHADAP WARNA DAN DAYA TERIMA BISKUIT UBI GARUT

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI MUTU BAKSO JANTUNG PISANG DAN IKAN PATIN SEBAGAI MAKANAN KAYA SERAT

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

STUDI PEMANFAATAN TEPUNG BIJI NANGKA DAN TEPUNG AMPAS KELAPA SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN MI BASAH

NASKAH PUBLIKASI. KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG PISANG KEPOK PUTIH (Musa paradisiaca forma typica) DAN TEPUNG TEMPE

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

SIFAT ORGANOLEPTIK NUGGET DAGING BROILER MENGGUNAKAN TEPUNG TEMPE. Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115

Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal

PENGARUH SUBSTITUSI BEKATUL TERHADAP MUTU ORGANOLEPTIK DAN KADAR SERAT KUE KEMBANG LOYANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

PENGARUH PENGGUNAAN BUBUR BUAH LABU KUNING KUKUS SEBAGAI FAT REPLACER TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK REDUCED FAT COOKIES JAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

KOMBINASI TEPUNG TAPIOKA DENGAN PATI SAGU TERHADAP MUTU BAKSO JANTUNG PISANG DAN IKAN PATIN

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

YUWIDA KUSUMAWATI A

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DAN JENIS PENSTABIL DALAM PEMBUATAN COOKIES UBI JALAR

PEMBUATAN SPONGE CAKE BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID

Padang, Maret Putri Lina Oktaviani

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

PENGARUH PENAMBAHAN KOSENTRAT PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) TERHADAP MUTU KUE SEMPRONG. Oleh:

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

METODE. Bahan dan Alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

MUTU SENSORI MI INSTAN YANG DIBUAT DARI SUBSTITUSI PATI SAGU DENGAN TEPUNG UBI JALAR UNGU

Utilization of Cassava Peel Flour for Producing Sago Instant Noodle.

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

PEMANFAATAN UMBI TALAS SEBAGAI BAHAN SUBTITUSI TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES YANG DISUPLEMENTASI DENGAN KACANG HIJAU

FORMULASI CAMPURAN TEPUNG SAGU BARUK (Arenga microcarpa) DAN UBI JALAR KUNING (Ipomoea batatas) DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

5.1 Total Bakteri Probiotik

PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES. ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

FORMULASI BISKUIT KELAPA PARUT KERING DENGAN PERLAKUAN PENYANGRAIAN DAN TANPA PENYANGRAIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

Analisis Kandungan Gizi, Nilai Energi, dan Uji Organoleptik Cookies

PENGGUNAAN TEPUNG KOMPOSIT DARI TERIGU, PATI SAGU DAN TEPUNG JAGUNG DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR

Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.)

PENGARUH PENAMBAHAN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas Var. Ayamurasaki) TERHADAP KARAKTERISTIK SUMPING S K R I P S I

EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS, UBI KAYU, KENTANG DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM

EVALUASI SENSORI ROTI MANIS DENGAN PENAMBAHAN PATI SAGU TERMODIFIKASI SECARA MIKROBIOLOGIS

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

METODE. Waktu dan Tempat

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... v. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR LAMPIRAN. viii

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

KUALITAS DAN DAYA TERIMA NAGASARI PADAT GIZI SEBAGAI MAKANAN ANAK BALITA

Transkripsi:

EVALUASI MUTU KUKIS BERBAHAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomea batatas L.), TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG UDANG REBON (Acetes erythraeus) EVALUATION QUALITY OF COOKIES WITH PURPLE SWEET POTATO FLOUR (Ipomea batatas L.), TEMPE FLOUR AND SMALL SHRIMP FLOUR (Acetes erythraeus). Mukhlisa El Azni (0806113929) Netti Herawati and Akhyar Ali mukhlisaelazni@gmail.com (081268643435) The purpose of this research was to acquire best cookies of substitution purple sweet potato flour, tempe flour and small shrimp flour in terms of organoleptic and nutritional content. This research used Complete Randomized Design (CRD) with four treatments and four replications. The treatments were UB1 (purple sweet potato flour 71%, tempe flour 29%), UB2 (purple sweet potato flour 67%, tempe flour 33%), UB3 (purple sweet potato flour 63%, tempe flour 37%), UB4 (purple sweet potato flour 59%, tempe flour 41%). The result showed that make of cookies substitution purple sweet potato flour with tempe flour that different gave the significant effect to the ash content, protein content and taste, but non significant effect to the moisture content, colour, texture, aroma, overall and organoleptic assessment in children. The best treatment in this research is was UB4. Keywords: cookies, purple sweet potato flour and tempe flour PENDAHULUAN Anak balita beresiko tinggi mengalami kurang gizi meskipun anak tersebut lahir dengan berat badan yang standar. Seiring dengan bertambahnya umur, sebagian besar anak balita akan mengalami masalah gizi jika kebutuhan zat gizi anak balita tersebut tidak terpenuhi (Hadi, 2005). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, prevalensi kekurangan gizi pada anak balita komposisinya sekitar 13% anak mengalami gizi kurang dan 4,9% gizi buruk, 76,2% gizi baik dan 5,8% gizi lebih. Jumlah anak balita saat ini sekitar 12% (sekitar 28,5 juta jiwa) dari total penduduk sebanyak 237,6 juta jiwa (Riskesdas, 2010). Salah satu alternatif cara menanggulangi gizi kurang adalah dengan mengkonsumsi makanan selingan yang kaya protein. Terdapat berbagai jenis makanan selingan yang disukai oleh anak-anak salah satunya adalah kukis. Kukis merupakan sejenis kue yang diperoleh dari pemanggangan adonan campuran tepung, gula, mentega, bumbu-bumbu dan bahan-bahan pengembang yang banyak beredar dipasaran. Kukis yang berbahan dasar tepung terigu kurang menguntungkan jika dimakan oleh anak-anak terutama penderita autis karena terigu mengandung gluten yang tidak dapat dicerna oleh penderita autis. Akibatnya, protein yang tidak tercerna ini akan diubah menjadi komponen

kimia yang disebut opioid atau opiate yang bekerja sebagai toksin (racun). Perlu dilakukan upaya untuk mengganti penggunaan tepung terigu dengan tepung lainnya. Salah satu sumber karbohidrat yang berpotensi adalah tepung ubi jalar ungu,tepung ubi jalar ungu mengandung karbohidrat yang mudah dipecah sehingga mudah dicerna. Selain itu, tepung ubi jalar ungu mengandung betakaroten yang merupakan pembentuk vitamin A dalam tubuh serta kandungan antosianin yang berperan sebagai antioksidan (Ambarsari dkk., 2009). Kandungan protein tepung ubi jalar ungu 2,79 % per 100 g (Ambarsari dkk., 2009) lebih rendah dibandingkan protein tepung terigu yaitu 9 % (Mahmud dkk., 2008). Rendahnya kandungan protein tepung ubi jalar ungu maka perlu penambahan tepung tempe. Penambahan tepung tempe bertujuan untuk menambah kandungan protein. Semakin tinggi penambahan tepung tempe akan meningkatkan kandungan protein pada kukis yang dihasilkan. Tujuan penelitian Untuk memperoleh kukis terbaik dari substitusi tepung ubi jalar ungu, tepung tempe dan tepung udang rebon dari segi organoleptik dan kandungan gizi. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari empat perlakuan dan empat kali ulangan. Adapun ratio perlakuan dalam penelitian ini adalah perbedaan tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe sebagai berikut: UB1 = tepung ubu jalar ungu:tepung tempe (71:29), UB2 = tepung ubi jalar ungu:tepung tempe (67:33), UB3 = tepung ubi jalar ungu:tepung tempe (63:37), UB4 = tepung ubi jalar ungu:tepung tempe (59:41). Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar abu, kadar protein dan penilaian organoleptik terhadap warna, rasa, aroma, tekstur dan penilaian keseluruhan serta penilaian organoleptik pada anak. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Apabila F hitung Ft abel maka dilanjutkan dengan uji Duncan s New Multiple Range Test (DNMRT). HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar air Hasil analisis sidik ragam kadar air menunjukkan bahwa substitusi tepung ubi jalar ungu dengan tepung tempe memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kukis yang dihasilkan. hasil analisis kadar air kukis dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. kadar air pada kukis (%) UB1 (Tepung ubi jalar ungu 71%, Tepung tempe 29%) 4,22 0,75 UB2 (Tepung ubi jalar ungu 67%, Tepung tempe 33%) 3,79 0,86 UB3 (Tepung ubi jalar ungu 63%, Tepung tempe 37%) 3,31 0,17 UB4 (Tepung ubi jalar ungu 59%, Tepung tempe 41%) 3,31 0,17

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa formulasi kukis tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air kukis yang dihasilkan. kadar air kukis berdasarkan empat perlakuan berkisar antara 3,16-4,22%. Kadar air kukis UB1, UB2, UB3 dan UB4 telah memenuhi standar mutu kukis (SNI 01-2973-1992) yaitu maksimal 5%. Berbeda tidak nyatanya kadar air kukis diduga oleh kadar air bahan baku yang digunakan tidak jauh berbeda, yaitu kadar air tepung ubi jalar ungu 7,89% dan kadar air tepung tempe yaitu 7.87%. Selain itu, pada proses pemanggangan kukis sama-sama mendapatkan perlakuan panas yang sama (180 0 C). Menurut Fatkurahman dkk. (2012) kadar air kukis dipengaruhi oleh proses pemanggangan karena pada saat pemanggangan terjadi penguapan air pada adonan kukis. Selanjutnya penelitian Estu F dkk. (2006) menyatakan bahwa berbeda tidak nyatanya kadar air pada pembuatan kukis sebagai Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) tidak dipengaruhi oleh perbedaan proporsi penggunaan campuran tepung tempe dan tepung kacang merah yang berkisar antara 0,8-1,8%, tetapi lebih kepada pemanggangan pada saat proses pengovenan. Kadar air yang rendah dapat memberikan dampak pada umur simpan yang panjang karena pertumbuhan mikroorganisme dapat terhambat. Pada penelitian ini kadar air kukis yang dihasilkan sudah memenuhi standar mutu kukis (SNI 01-2973-1992) yaitu maksimal 5%. Kadar abu Hasil analisis sidik ragam setelah diuji lanjut uji DNMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa formulasi tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu kukis yang dihasilkan. kadar abu pada kukis secara statistik dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. kadar abu pada kukis (%) UB1 (Tepung ubi jalar ungu 71%, Tepung tempe 29%) 1,77 a 0,04 UB2 (Tepung ubi jalar ungu 67%, Tepung tempe 33%) 1,88 ab 0,21 UB3 (Tepung ubi jalar ungu 63%, Tepung tempe 37%) 1,99 b 0,02 UB4 (Tepung ubi jalar ungu 59%, Tepung tempe 41%) 2,03 b 0,09 Ket : Angka - angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05) Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil rata-rata kadar abu kukis berdasarkan empat perlakuan berkisar antara 1,77-2,03%. Kadar abu pada perlakuan UB1, UB2 dan UB3 memenuhi standar mutu kukis SNI 01-2973-1992) yaitu maksimal 2%, sedangkan perlakuan UB4 belum memenuhi standar mutu kukis. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kadar abu pada kukis perlakuan UB1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan UB2 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan UB3 dan UB4. Variasi kadar abu ini disebabkan karena perbedaan kadar abu antara tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe, dimana kadar abu tepung ubi jalar ungu sebesar 1,91% lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar abu tepung tempe sebesar 2,56%. Terdapat kecenderungan semakin meningkat penggunaan tepung tempe semakin tinggi jumlah kadar abu kukis yang dihasilkan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tua

(2013) tentang kukis yang terbuat dari substitusi tepung biji nangka dan tepung tempe, yang memiliki kadar abu berkisar antara 1,65-2,31%. Perbedaan kadar abu pada penelitian tersebut disebabkan oleh perbedaan kadar abu yang terkandung didalam bahan baku, dimana kadar abu tepung biji nangka sebesar 7,14% lebih rendah dibandingkan kadar abu tepung tempe sebesar 7,69%. Kadar protein Hasil analisis sidik ragam setelah diuji lanjut DNMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa substitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein kukis yang dihasilkan pada setiap perlakuan. kadar protein kukis dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. kadar protein pada kukis (%) UB1 (Tepung ubi jalar ungu 71%, Tepung tempe 29%) 11,53 a 0,29 UB2 (Tepung ubi jalar ungu 67%, Tepung tempe 33%) 12,21 b 0,13 UB3 (Tepung ubi jalar ungu 63%, Tepung tempe 37%) 13,46 c 0,10 UB4 (Tepung ubi jalar ungu 59%, Tepung tempe 41%) 14,60 d 0,23 Ket : Angka - angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05) Data Tabel 3 menunjukkan kadar protein kukis berkisar antara 11,53-14,60%, jadi dapat diketahui bahwa kadar protein keempat perlakuan sudah memenuhi standar mutu kukis (SNI 01-2973-1992) yaitu minimal 6%. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kukis perlakuan UB1 berbeda nyata dengan perlakuan UB2, UB3 dan UB4. Kukis perlakuan UB4 memiliki kandungan protein lebih tinggi jika dibandingkan dengan kukis perlakuan lainnya dan kukis UB1 memiliki kandungan protein yang terendah. Perbedaan kandungan protein pada kukis yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan dasarnya. Tepung ubi jalar ungu memiliki kandungan protein yang rendah dengan kandungan protein 3,73%, sedangkan kandungan protein tepung tempe lebih tinggi dibandingkan kandungan protein tepung ubi jalar ungu yaitu 53,01%. Peningkatan penambahan tepung tempe akan meningkatkan kadar protein kukis. Hasil Penelitian Tua (2013) menunjukkan bahwa penggunaan tepung tempe sebanyak 20g pada pembuatan kukis menghasilkan protein tertinggi sebesar 15,67%. Selanjutnya hasil penelitian Kurniawati dan Ayustaningwarno (2012) bahwa penggunaan tepung tempe sebesar 25% pada pembuatan roti manis meningkatkan protein pada roti manis. Selain bahan baku yang digunakan, margarin dan kuning telur juga mempengaruhi kadar protein kukis, karena penambahan margarin dan kuning telur pada setiap perlakuan dalam jumlah yang sama sehingga perbedaan penambahan tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe cenderung lebih mempengaruhi kadar protein pada penelitian ini.

Warna Hasil analisis sidik ragam pada penilaian organoleptik menunjukkan bahwa substitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe memberikan pengaruh tidak nyata terhadap warna kukis. skor penilaian panelis terhadap warna kukis dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. skor penilaian panelis terhadap warna kukis UB1 (Tepung ubi jalar ungu 71%, Tepung tempe 29%) 3,90 0,66 UB2 (Tepung ubi jalar ungu 67%, Tepung tempe 33%) 3,93 0,69 UB3 (Tepung ubi jalar ungu 63%, Tepung tempe 37%) 3,90 0,61 UB4 (Tepung ubi jalar ungu 59%, Tepung tempe 41%) 3,93 0,69 Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna kukis berkisar antara 3.90-3.93 (suka). Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kukis perlakuan UB1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe pada setiap perlakuan tidak mempengaruhi warna kukis dan pada umumnya panelis menyukai warna kukis yang dihasilkan. penilaian panelis terhadap warna kukis mendekati suka, hal ini berarti kukis yang dihasilkan sudah seperti warna kukis pada umumnya. Ubi jalar ungu mengandung antosianin yang merupakan pigmen ubi jalar ungu. Pemilihan ubi jalar ungu sebagai bahan pangan tidak hanya dilihat dari komposisi gizinya, tetapi warna dari ubi jalar ungu yang merupakan salah satu daya tarik untuk dijadikan pangan olahan. Penelitian Hardoko dkk. (2010) menyatakan bahwa penggunaan sebanyak 20% tepung ubi jalar ungu sebagai substitusi dalam pembuatan roti tawar memberikan tingkat kesukaan terhadap parameter warna ungu roti tawar berdasarkan uji organoleptik. Pada penelitian ini penambahan tepung tempe sampai 41% berdasarkan analisis sidik ragam tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini disebabkan penilaian indrawi bersifat subjektif, maka kesukaan terhadap warna dipengaruhi oleh kesukaan masing masing panelis sehingga untuk setiap perlakuan warna kukis dinilai mirip dan disukai panelis, walaupun ada kecenderungan warna kukis perlakuan UB1 lebih ungu tetapi tidak signifikan. Pada saat pemanggangan kukis pada suhu 180 0 C selama 15-20 menit menyebabkan perubahan warna pada kukis. Pada saat pemanggangan terjadi reaksi karamelisasi gula yang menghasilkan karamel dan terjadinya reaksi maillard antara gula peredukasi dengan asam amino yang menyebabkan warna kukis menjadi ungu kecoklatan. Winarno (2008) menyatakan pemanasan diatas suhu 160 0 C akan mengakibatkan terjadinya reaksi karamelisasi gula yang menghasilkan karamel dan reaksi maillard yaitu interaksi antara gula pereduksi dengan asam amino yang menghasilkan warna coklat pada bahan pangan.

Selanjutnya hasil penelitian Estu dkk. (2006) menyatakan bahwa berbeda tidak nyatanya warna kukis disebabkan oleh reaksi browning secara alamiah karena reaksi gula reduksi dengan asam amino sehingga memberikan warna yang menarik terhadap kukis. Rasa Hasil analisis sidik ragam pada penilaian organoleptik setelah diuji lanjut DNMRT pada taraf 5% menunjukkan pengaruh nyata terhadap rasa kukis pada setiap perlakuan. skor penilaian panelis terhadap rasa kukis dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. skor penilaian panelis terhadap rasa kukis UB1 (Tepung ubi jalar ungu 71%, Tepung tempe 29%) 3,63 ab 0,67 UB2 (Tepung ubi jalar ungu 67%, Tepung tempe 33%) 3,93 b 0,74 UB3 (Tepung ubi jalar ungu 63%, Tepung tempe 37%) 3,70 ab 0,60 UB4 (Tepung ubi jalar ungu 59%, Tepung tempe 41%) 3,47 a 0,86 Ket : Angka - angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05) Data Tabel 5 menunjukkan bahwa pengujian penilaian organoleptik secara hedonik terhadap rasa kukis berkisar antara 3,47-3,93 (Suka). Substitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe yang berbeda pada pembuatan kukis memberikan pengaruh nyata terhadap organoleptik rasa kukis pada setiap perlakuan. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa kukis berbeda nyata dan cenderung menurun dengan semakin banyaknya penggunaan tepung tempe yang ditambahkan. Rasa kukis disebabkan karena perbedaan komposisi tepung yang digunakan, meningkatnya penggunaan tepung tempe menurunkan citarasa karena adanya after taste berupa rasa pahit pada kukis yang disebabkan oleh hidrolisis asam-asam amino yang terjadi pada reaksi maillard pada saat pemanggangan kukis. Hasil penelitian Kurniawati dkk. (2012) menyatakan penambahan tepung tempe 25% pada pembuatan roti tawar memiliki tingkat kesukaan terendah yang disebabkan oleh hidrolisis asam-asam amino yang terjadi pada reaksi maillard saat pemanggangan roti. Terdapat asam-asam amino yang menimbulkan rasa pahit seperti lisin yang merupakan asam amino yang memiliki rasa paling pahit dibandingkan asam amino penyebab rasa pahit lainnya. Aroma Hasil analisis sidik ragam pada penilaian organoleptik menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap aroma kukis pada setiap perlakuan. skor penilaian panelis terhadap aroma kukis dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. skor penilaian panelis terhadap aroma kukis UB1 (Tepung ubi jalar ungu 71%, Tepung tempe 29%) 3,70 0,53 UB2 (Tepung ubi jalar ungu 67%, Tepung tempe 33%) 3,83 0,46 UB3 (Tepung ubi jalar ungu 63%, Tepung tempe 37%) 3,70 0,53 UB4 (Tepung ubi jalar ungu 59%, Tepung tempe 41%) 3,77 0,63 Data Tabel 6 menunjukkan bahwa pengujian penilaian organoleptik secara hedonik terhadap aroma kukis berkisar antara 3,70-3,83 (suka). Substitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe yang berbeda pada pembuatan kukis, memberikan pengaruh tidak nyata terhadap aroma kukis yang dihasilkan dan pada umumnya panelis menyukai aroma kukis ini. Peningkatan substitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe tidak memberikan pengaruh pada aroma kukis. Hal ini diduga karena penggunaan tepung ubi jalar ungu, tepung tempe, margarin dan gula yang masing-masing mempunyai aroma yang khas. Menurut Meliani (2002) aroma dari kukis tidak hanya ditentukan oleh satu komponen saja tetapi juga oleh komponen tertentu yang menimbulkan bau khas seperti margarin dan gula. Aroma timbul saat pemanggangan akibat reaksi maillard yang terjadi antara gula pereduksi dan asam amino yang menghasilkan senyawa-senyawa volatil sehingga akan menghasilkan aroma yang khas pada kukis. Tekstur Hasil analisis sidik ragam pada penilaian organoleptik menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap tekstur kukis pada setiap perlakuan. skor penilaian panelis terhadap tekstur kukis dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. skor penilaian panelis terhadap tekstur kukis UB1 (Tepung ubi jalar ungu 71%, Tepung tempe 29%) 3,70 0,65 UB2 (Tepung ubi jalar ungu 67%, Tepung tempe 33%) 3,83 0,70 UB3 (Tepung ubi jalar ungu 63%, Tepung tempe 37%) 3,80 0,61 UB4 (Tepung ubi jalar ungu 59%, Tepung tempe 41%) 3,80 0,61 Data Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur kukis berkisar antara 3,70-3,83 (suka). Substitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe yang berbeda pada pembuatan kukis memberikan pengaruh tidak nyata terhadap penilaian organoleptik tekstur kukis pada setiap perlakuan. Hal ini menunjukkan perlakuan tidak mempengaruhi tekstur pada kukis yang dihasilkan. Substitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe tidak berpengaruh terhadap tekstur kukis. Hal ini diduga bukan karena pengaruh komposisi tepung ubi jalar ungu dan

tepung tempe, tetapi karena penggunaan shortening dalam proses pembuatannya, dalam penelitian ini shortening yang digunakan adalah margarin. Penggunaan shortening dalam pembuatan kukis berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan tekstur kukis yang renyah. Matz, 1978 dalam Yuliarni (2009) menyatakan bahwa lemak dapat membuat renyah kukis karena lemak melapisi molekul pati dan gluten dalam tepung dan memutuskan ikatannya, karena penggunaan shortening untuk masing masing perlakuan dalam jumlah yang sama sehingga penilaian terhadap tekstur yang dihasilkan berbeda tidak nyata pada semua perlakuan. Kukis merupakan makanan kering pada umumnya bertekstur lunak dan renyah, seperti halnya kukis yang dihasilkan juga bertekstur lunak dan renyah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Estu F dkk. (2006) bahwa berbeda tidak nyatanya tekstur kukis bukan disebabkan oleh perbedaan proporsi tepung tempe dan tepung kacang merah, hal yang memegang peranan penting adalah penggunaan bahanbahan terutama lemak. Lemak mempengaruhi pengerukan dan keempukan produk yang dipanggang, demikiannya telur, kuning telur juga membantu pengempukan karena menyebabkan pembentukan struktur yang kuat. Penilaian keseluruhan Hasil penilaian organoleptik terhadap penilaian keseluruhan kukis, setelah dilakukan analisis sidik ragam memberikan pengaruh tidak nyata terhadap penilaian keseluruhan kukis pada setiap perlakuan. skor penerimaan panelis terhadap keseluruhan kukis dapat dilihat pada Tabel 8. Data pada Tabel 8 menunjukkan nilai tingkat kesukaan penerimaan keseluruhan terhadap kukis berkisar antara 3,77-4,00 (suka). Tabel 8. skor penilaian panelis terhadap keseluruhan kukis UB1 (Tepung ubi jalar ungu 71%, Tepung tempe 29%) 3,90 0,48 UB2 (Tepung ubi jalar ungu 67%, Tepung tempe 33%) 4,00 0,53 UB3 (Tepung ubi jalar ungu 63%, Tepung tempe 37%) 3,90 0,48 UB4 (Tepung ubi jalar ungu 59%, Tepung tempe 41%) 3,77 0,63 Penerimaan keseluruhan antara semua perlakuan berbeda tidak nyata. Penerimaan keseluruhan merupakan hasil penilaian keseluruhan terhadap aroma, warna, rasa dan tekstur kukis yang dihasilkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kukis yang dihasilkan umumnya dapat diterima oleh panelis baik dari segi aroma, warna, rasa dan tekstur. Walaupun dari hasil nilai rata-rata rasa kukis memberikan pengaruh nyata terhadap kukis, tetapi rasa kukis yang dihasilkan masih dapat diterima oleh panelis.

Penilaian organoleptik pada anak hasil penilaian organoleptik tingkat kesukaan panelis anak menurut jumlah kukis yang dikonsumsi berkisar antara 2,77-2,83%, dan penilaian menurut pendapat anak terhadap kukis adalah suka, yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. tingkat kesukaan anak menurut jumlah (keping) kukis yang dikonsumsi dan pendapat anak terhadap kukis Pendapat anak UB1 (Tepung ubi jalar ungu 71%, Tepung tempe 29%) 2,77 0,68 Suka UB2 (Tepung ubi jalar ungu 67%, Tepung tempe 33%) 2,83 0,38 Suka UB3 (Tepung ubi jalar ungu 63%, Tepung tempe 37%) 2,80 0,41 Suka UB4 (Tepung ubi jalar ungu 59%, Tepung tempe 41%) 2,77 0,43 Suka Berdasarkan data Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis anak terhadap kukis semua perlakuan disukai oleh panelis anak baik menurut jumlah (keping) kukis yang dikonsumsi maupun menurut pendapat panelis anak terhadap rasa kukis. Sebagian besar anak anak mampu menghabiskan 3 keping kukis yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa kukis yang diberikan untuk masing-masing perlakuan umumnya dapat diterima oleh panelis anak. Kriteria kukis yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: rapuh, ringan, warna kuningnya rata, berlubang atau berpori kecil pada bagian bawah dan jika dipatahkan tidak ada yang lembab pada bagian tengahnya (Syarief, 2009). Kriteria tersebut dapat dijadikan acuan untuk menentukan kriteria kukis yang baik untuk anak-anak. Kukis yang baik untuk anak-anak adalah kukis yang memiliki tekstur yang renyah dan rapuh, bentuk-bentuk yang menarik yang disukai anak-anak dan berwarna yang cerah dan menarik (kuning) dan mengandung zat gizi yang sesuai dengan standar mutu kukis (SNI 01-2973-1992). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa substitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung tempe pada pembuatan kukis berpengaruh terhadap kadar abu, kadar protein dan terhadap rasa kukis yang dihasilkan, tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar air dan penilaian organoleptik secara hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, penerimaan keseluruhan dan penilaian organoleptik pada anak. Berdasarkan hasil kompilasi analisis kimia dan penilaian organoleptik kukis terbaik didapat dari substitusi tepung ubi jalar ungu 59% dan tepung tempe 41% dengan karakteristik sebagai berikut: kadar air 3,31%, kadar abu 2,03%, kadar protein 14,60% dan penilaian organoleptik warna 3,93 (suka), rasa 3,47% (suka), aroma 3,77% (suka), tekstur

3,80% (suka) dan penilaian keseluruhan 3,77% (suka) serta penilaian organoleptik anak berdasarkan jumlah keping yang dikonsumsi 2,77% (suka) dan pendapat anak adalah suka. Saran Perlu dilaksanakan penelitian lanjutan tentang variasi rasa kukis untuk meningkatkan selera konsumen. Selain itu, juga perlu diteliti lebih lanjut tentang kemasan kukis yang terbaik untuk daya tahan kukis tersebut. DAFTAR PUSTAKA Ambarsari,I., Sarjana, dan Abdul Choliq. 2009. Rekomendasi dalam penetapan standar mutu tepung ubi jalar. BPTP.Jawa Tengah. Estu, F., Dewi dan Y. Kristianto. 2006. Formulasi cookies sebagai makanan pendamping air susu ibu untuk balita gizi buruk. Berita Kedokteran Masyarakat. Volume 22 (2). Fatkurahman. R., W. Atmaka dan Basito. 2012. Karakteristik sensoris dan sifat fisikokimia cookies dengan substitusi bekatul beras hitam (Oryza sativa L.) dan tepung jagung (Zea mays L.). Jurnal Teknologi Pangan. Volume 1 (1). Hadi, H. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta. Hardoko., L. Hendarto dan T. Marsillam. 2010. Pemanfaatan ubi jalar ungu (Ipomea batatas L. Poir) sebagai pengganti sebagian tepung terigu dan sumber antioksidan pada roti tawar. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Volume 19 (1). Kurniawati dan F. Ayustaningwarno. 2012. Pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung tempe dan ubi jalar kuning terhadap kadar protein, kadar betakaroten dan mutu organoleptik roti manis. Journal of Nutrition College. Volume 1 (299:312). Mahmud, M. K., Hermana, N.A. Zulfianto I. Ngadiarti, R.R. Apriyantono, B. Hartati, Bernadus, Tinexcelly. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT. Elex Media Komputindo. Kompas Gramedia. Jakarta. Meliani, V. 2002. Mempelajari penggunaan tepung sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fsb) sebagai bahan substitusi tepung terigu dalam pembuatan cookies. Skripsi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (Tidak Dipublikasikan)

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010.Prevalensi Kekurangan Gizi pada Anak Balita. http://www. riskesdas. litbang. depkes. go.id.diakses padatanggal 25 Februari 2012. SNI 01 2973 1992. Biskuit. Jakarta Syarief, W. 2009. Keterampilan membuat aneka kue kering untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Jurnal Pendidikan dan Keluarga UNP, ISSN 2085-4285, Volume 1, Nomor 2 Tua, H.R.M. 2013. Potensi tepung biji nangka (Artocarpus heterophyllus) dalam pembuatan kukis dengan penambahan tepung tempe. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru. (Tidak dipublikasikan) Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. Yuliarni. 2009. Formulasi produk kukis berbahan baku pati sagu dengan kombinasi modified cassava flour (MOCAL). Skripsi FAPERTA UNRI. Pekanbaru (tidak dipublikasikan).