PERANCANGAN BANGUNAN PENGERING KERUPUK MENGGUNAKAN PENDEKAAN PINDAH PANAS Okka Adiyanto 1*, Bandul Suratmo 2, dan Devi Yuni Susanti 2 1, Jurusan eknik Industri Universitas Ahmad Dahlan 2 Jurusan eknik Pertanian dan Biosistem Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta * Email: okka.adiyanto@ie.uad.ac.id Abstrak Kerupuk merupakan salah satu makanan ringan yang banyak digemari oleh masyarakat.salah satu desa di Kabupaten Klaten yang terkenal dengan industri kerupuk nya yaitu Desa Gesikan Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten. Permasalahan mendasar yang dirasakan oleh pengrajin kerupuk ini salah satunya adalah proses pengeringan pada produksi kerupuk tersebut. Pada penelitian ini dibuat bangunan pengering yang berbentuk rak. Bangunan pengering ini mengkombinasikan antara energi matahari dan biomassa kayu bakar pada saat terjadi proses penggorengan dan pengukusan. Metode yang digunakan dalam perancangan ini yaitu dengan pendekatan pindah panas, dimana dalam menentukan ketebalan dinding diasumsikan dengan persamaan hence. Berdasarkan hasil perhitungan maka dimensi dari bangunan pengering ini memiliki dimensi panjang 450 cm x 350 cm x 300 cm, ketebalan plaster yang melekat pada batu bata yaitu 27.735 cm pada setiap sisi sisinya. Selain itu untuk menyalurkan aliran panas dari tungku penggorengan dan tungku pengukusan maka dibuat cerobong asap dengan menggunakan pendekatan Robinson sehingga dapat diketahui ketinggian cerobong asap yang optimal yaitu 6 m. Kata kunci: Bangunan pengering, kerupuk, perancangan, pindah panas 1. PENDAHULUAN Pengeringan pada suatu bahan makanan merupakan salah satu cara pengawetan makanan dari suatu makanan. Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan pindah massa (uap air) secara bersamaan. Dimana untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan diperlukan energi panas dengan cara dikeringkan dengan menggunakan media pengering yang biasanya berupa panas (aib dkk, 1988). Pada proses pengeringan, sejumlah air dari dalam bahan menguap lewat permukaan yang terjadi secara difusi akibat energi panas. Selama proses pengeringan berlangsung ada dua peristiwa yang terjadi yaitu perpindahan panas (heat transfer) dan perpindahan massa (mass transfer). Proses ini dapat terjadi apabila tekanan uap bahan lebih besar daripada tekanan uap sekeliling bahan sehingga aliran terjadi dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang lebih rendah (Hall, 1971). Proses pindah panas pada pengeringan tergantung pada suhu, kelembaban, udara, laju aliran udara, permukaan bahan yang langsung berhubungan dengan udara serta tekanan. Laju perpindahan uap dari bahan ke udara tergantung pada sifat fisik bahan yang terdiri dari suhu, komposisi, konveksi ataupun radiasi pada proses pindah panas dari sumber panas ke bahan yang dikeringkan (Okos dkk., 1992). Brooker dkk (1992), menjelaskan bahwa beberapa produk pertanian menunjukkan laju kehilangan air konstan selama tahap awal pengeringan kemudian diikuti fase laju pengeringan menurun, saat pengeringan dilakukan pada kondisi eksternal yang konstan. Periode laju konstan berlangsung sampai bahan mencapai titik kritis yaitu suatu keadaan dimana kecepatan difusi air sudah tidak dapat lagi menyimbangi kecepatan penguapannya. Pada saat itulah pengeringan memasuki periode laju menurun. Selama ini kebanyakan petani melakukan pengeringan hasil-hasil pertanian dengan cara penjemuran langsung dibawah terik sinar matahari dengan suhu lingkungan sekitar 30 0C. Suhu pengeringan yang ideal untuk komoditas pertanian pada umumnya berkisar antara 60-70 0. Dengan demikian, jika hanya menggunakan energi panas radiasi matahari pada suhu lingkungan, maka akan membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama (Eici, 2017). Permasalahan yang timbul dari tidak efektivnya pengeringan salah satunya disebabkan oleh dinding dari bangunan pengering. Ketebalan 187
dinding yang tidak optimal dapat menyebabkan udara panas yang dihasilkan oleh sumber energi akan keluar. 2. MEODOLOGI Pada penelitian ini dirancang beberapa bagian dari bangunan pengering mulai dari ruangan pengering, tinggi cerobong asap, dan dinding dari pengering. 2.1. Perancangan ruang pengering 2.1.1. Perancangan kapasitas pengering untuk 1 tingkat Kapasitas bgnan = luas hamparan pengering luas rak X ukuran rak luas kerupuk X berat kerupuk 2.1.2. Perancangan tinggi cerobong asap Pada perancangan tinggi cerobong asap dihitung penurunan tekanan masuk cerobong dan keluar cerobong, nilainya 1mm H 2O. Penurunan tekanan dapat dihitung dengan rumus (A.P. Robinson, 1976) : Δp = 0,256 x H x P ( 1 1 c ) 2.2. Perancangan dinding pengering Dinding pengering didekati menggunakan persamaan Hence seperti pada gambar Gambar 3.2. Ilustrasi perpindahan panas lewat dinding Dimana A dan C merupakan lapisan semen, dan B merupakan batu bata. Sehingga panas yang diterima oleh dinding yaitu (Incropera, 1990). qx =,1,4 [( 1 h1a )+( L A k A A )+( L B K B A )+( L C K C A )+( 1 h2a ) Pada perancangan ini bangunan pengering berbentuk balok dengan dimensi 350 cm x 450 cm x 300 cm. Lantai bangunan dirancang menggunakan plaster dari semen dengan tujuan untuk meminimalkan panas hilang dari pipa penukar panas ke lapisan tanah. Dinding bangunan terbuat dari batu bata yang dilapisi oleh semen. Ada 3 lapisan yang menyelimuti batu bata tersebut yaitu semen (plaster), batu bata, dan semen (plaster), hal ini dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 1. 188
Gambar 1 Ilustrasi lapisan pada dinding 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Bangunan pengering yang dirancang ini berbentuk balok serta berbahan dasar batu bata. Dimensi dari bangunan pengering ini panjang 350 cm, lebar 450 cm, dan ketinggian 300 cm. Didalam ruangan pengering ini disusun rak-rak yang terbuat dari bambu yang berguna untuk meletakkan rigen atau tempat untuk mejemur kerupuk basah tersebut gambar bangunan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 bangunan pengering Kapasitas ruangan bangunan pengering tersebut dapat memuat sekitar 110 kg kerupuk basah dengan susunan 12 rak dan diasumsikan bila berat potongan kerupuk basah tersebut 7 gram. Bangunan pengering tersebut juga dirancang memiliki efisiensi hanya 20 %. Penentuan efisiensi 20% tersebut berdarkan bangunan pengering tersebut menerapkan sistem yang manual sehingga suhu udara didalam ruangan tidak dapat dikontrol secara otomatis. Bahan bakar yang dibutuhkan agar dapat mencapai efisiensi 20% maka diperlukan 269,787 kg kayu mahoni yang digunakan untuk mensuplai satu buah tungku pembakaran selama 35 jam. Pemilihan kayu mahoni ini dikarenakan bahawa kayu mahoni banyak dijumpai di daerah Gantiwarno dan banyak digunakan masyarkat untuk kayu bakar. Proses pengeringan menggunakan bangunan pengering ini dapat mengeringkan dari bahan baku kerupuk rambak dengan kondisi kadar air 60% hingga menjadi 13%. Lapisan dinding merupakan salah satu bagian terpenting untuk menyimpan panas sehingga panas yang ditimbulkan dari tungku bakar. Hasil perhitungan penentuan tebal dinding dapat dilihat abel 1. 189
abel 1 Hasil perhitungan penentuan tebal dinding qtotal (kj/jam) P ( C) l ( C) f ( C) α x 10-6 (m 2 /s) vx10-6 (m 2 /s) k x 10-3 (W/mK) Pr h (W/m 2 K) Dinding 35 30 32,5 24 16,69 26,89 0,706 2,39 Luar 9385,625 Dinding 45 40 315 24,664 17,7 27,632 0,704 2,365 Dalam Ket : p = Suhu Permukaan l = Suhu Lingkungan f = Suhu film L (m) 0,5407 Berdasarkan hasil perhitungan penentuan tebal dinding maka diperlukan lapisan plaster pada dinding minimal 0,5407 m untuk kedua sisinya atau 27,03 cm untuk masing-masing lapisan dinding. Panas yang hilang akibat adanya buka tutup pintu dan panas yang hilang melewati celah-celah pintu maupun jendela diasumsikan sebesar yaitu 50% sehingga qtotal = 9385,625 kj/jam. Asap yang timbul dari tungku penggorengan dan tungku pengukusan haruslah dapat dikeluarkan melalui cerobong asap maka, penurunan tekanan masuk cerobong dan keluar cerobong harus 1mm H 2O (Robinson, 1976). Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode trial and error maka hasil penentuan ketinggian cerobong dapat dilihat pada abel 2. abel 2 Hasil penentuan ketinggian cerobong H (m) P (mmh 2O) 3 0,499 4 0,669 5 0,832 6 0,994 7 1,146 Berdasarkan hasil perhitungan abel 2 maka ketinggian cerobong yang optimal berdasarkan metode Robinson yaitu 6 m hal ini dikarenakan nilai beda tekanan mendekati 1 mmh 2O. Cerobong asap yang digunakan berbahan dasar tanah liat. Pemilihan tanah liat ini didasarkan pada suhu yang dihembuskan dari tungku penggorengan maupun tungku pengukusan memiliki suhu yang tinggi. Cerobong asap yang terbuat dari tanah liat memiliki ketahanan panas mencapai suhu 1500 0 C dan memiliki konduktivitas yang rendah yaitu yaitu k = 0,030 W/m 0 C (Anonim, 2006). 4. KESIMPULAN Perancangan bangunan pengering tipe rak yang tertutup ini dapat membuat bahan kerupuk lebih hygienis apabila dibandingkan dengan pengeringan secara langsung. Bangunan pengering rambak memiliki ukuran dimensi panjang 450 cm, lebar 350 cm dan tinggi 300 cm. untuk mengurangi panas yang keluar dari bangunan pengering tersebut maka diperlukan plaster yang digunakan untuk mengurangi panas yang hilang. Ketebalan plaster pada dinding yang optimal yaitu 0.5407 m untuk kedua sisi-sisinya. DAFAR PUSAKA Anonim, 2006. ungku dan Refraktori, Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri. http: //energyefficiencyasia.org. Diakses pada 8 juni 2013, Pukul 18.00. Brooker,D.B,F,w. Bakker-arkema, dan C.W. Hall.1992. Drying and storage of grains and oilseeds. AVI, New York. Eici, Basri. 2017. Efisiensi Pengering Produk Menggunakan Alat Pengering Surya ype Down Draf. Skripsi eknik Mesin Universitas Halu Oleo Kendari. 190
Hall, C, W,. 1971. Drying Farm Crops. he AVI Publishing Company Inc. Westport Connecticus. USA. Hall, C.W.1957. Drying of Farm Crops. Eduart Brothers Co. Michigan Okos, M.R. G. Narsimhan, R.K. Singh and A. C. Weitnauer. 1992. Food Dehydration. In : Handbook of Food Engineering. D.R. Heldman and D.B. Lund (ed). Marcel Dekker. Inc. New York. Robinson, A.P. 1976. he Design Construction and Operation of a Unit for the Carbonisation of Coconut Shell With Recovery of Waste Heat. ropical Devolepment and Research Institute. England. aib, G.B. Gumbara Said dan S. Wiraatmaja.1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. P. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta 191