BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran PKn 2.1.1.1 Hakekat PKn Menurut Azra dalam (Mawardi dan Sulasmono, 2011: 10), Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak dan kewajiban warga negara, serta proses demokrasi. Selain itu ada pengertian PKn Menurut Zamroni dalam (Mawardi dan Sulasmono, 2011: 11), Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis. Dalam (PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan / SNP) mata pelajaran kewarganegaraan dimaksud untuk meningkatkan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. 2.1.1.2 Tujuan PKn Menurut Faturohman dan Wuryandari (2011: 7-8), tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut : (a) berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (b) berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, (c) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain dan, (c) berinteraksi dengan bangsabangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi 5
6 2.1.1.3 Ruang Lingkup PKn Menurut Mawardi dan Sulasmono (2011: 23-25), menetapkan ruang lingkup materi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut : (a) persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, (b) norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistim hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional, (d) hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM, (e) kebutuhan warganegara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai anggota masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara, (f) konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusikonstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi, (g) kekuasaan dan politik meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintah daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistim politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistim pemerintahan, pers dan masyarakat demokrasi, (h)pancasila meliputi: kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka, (i) globalisasi meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi. 2.1.2 Metode Bermain Peran 2.1.2.1 Pengertian Metode Bermain Peran Menurut Sanjaya (2011: 147), metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapi secara optimal. Dalam (Riyanto, 2002:32) juga menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah seperangkat komponen yang telah dikombinasikan secara opotimal untuk kualitas pembelajaran.
7 Menurut Fathurrohman dan Wuryandani (2011:41), metode bermain peran yaitu suatu cara yang diterapkan dalam proses belajar mengajar dimana siswa diberikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk menjelaskan sikap dan nilai-nilai serta memainkan tingkah laku (peran) tertentu sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Sanjaya (2011:161), juga berpendapat bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasikan peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian yang muncul pada masa mendatang. Sementara itu Tukiran dkk (2011:39), berpendapat bahwa metode sosio drama (bermain peran) adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan atau mendramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Menurut Sagala (dalam Tukiran dkk, 2011:39) sosiodrama (bermain peran) adalah metode mengajar yang mendramatisisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari suatu situasi sosial. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran adalah suatu pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar sebagai bagian dari stimulus yang diarahkan untuk mengkreasikan suatu peristiwa dan mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem. 2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran Menurut Sanjaya (2011:160), ada beberapa kekurangan dan kelebihan dari metode bermain peran, berikut merupakan kelebihan bermain peran;
8 (1) Bermain peran dapat dijadikan bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja, (2) Dapat mengembangkan kreativitas siswa karena melalui bermain peran siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan, (3) Dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa, (4) Memperkaya pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematik dan (5) Dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran. Di samping mempunyai kelebihan, metode bermain peran juga mempunyai kelemahan, diantaranya; (1) Pengalaman yang diperoleh melaui bermain peran tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan dilapangan, (2) Pengelolaan yang kurang baik, sering bermain peran dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan dan (3) Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa dalam bermain peran. 2.1.2.3 Langkah-langkah Menggunakan Metode Bermain Peran Menurut Sanjaya (2011: 161-162) hal yang perlu diperhatikan dalam bermain peran agar berhasil dengan baik ada 3 langkah, adapun sintak metode pembelajaran dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Tabel 1 Sintak Metode Pembelajaran Bermain Peran Fase Perilaku Guru 1. Persiapan bermain peran a. Menentukan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai melalui bermain peran. b. Memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan diperankan c. Menetapkan pemain yang akan terlibat dalam bermain peran. 2. Pelaksanaan bermain peran a. Memulai kegiatan yang dilakukan oleh kelompok pemeran. b. Membimbing siswa yang tidak terlibat bermain peran untuk memperhatikan kegiatan bermain peran. c. Memberikan bantuan kepada pemeran yang mengalami kesulitan. d. Menghentikan kegiatan bermain peran ketika hendak mencapai puncak, dengan tujuan merangsang pikiran siswa untuk menyelesaikan masalah yang diperankan. 3. Penutup a. Melakukan diskusi baik tentang jalannya bermain peran maupun materi cerita yang sudah diperankan b. Mendorong siswa agar dapat memberikan kritik maupun tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi dan merumuskan kesimpulan.
9 2.1.3 Hasil Belajar 2.1.3.1 Pengertian Belajar Menurut Gredler (1986:1) belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudies. Kemampuan (competencies), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudies) tersebut diperoleh dengan cara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Gagne (dalam Udin, 2007:3.30), juga berpendapat bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas baru, sedangkan Hilgard (dalam Sri Anitah W dkk, 2010:2.9), berpendapat belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan. Definisi lama (dalam Sri Anitah W dkk, 2010:2.3), menyatakan yang dimaksud dengan belajar adalah menambah dan mengumpulkan pengetahuan, sedangkan menurut Slameto (2010:2), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengamalannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari definisi-definisi menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh ketrampilan yang baru dan menyebabkan perubahan tingkah laku yang diperoleh dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. 2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Dimyanti & Mujiono (2009: 238-253), ada faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi 2 golongan yaitu :
10 Yang pertama adalah faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut; (a) sikap terhadap belajar; sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian, (b) motivasi belajar; merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar, (c) konsentrasi belajar; merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran, (d) mengolah bahan belajar; merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara perolehan ajaran sehingga menjadi bermakna, (e) menyimpan perolehan hasil belajar; merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan, (f) menggali hasil belajar yang tersimpan; merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima, (g) kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar; siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar, (h) rasa percaya diri siswa; dalam proses belajar diketahui bahwa untuk prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan diri yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa, (i) intelegensi dan keberhasilan belajar; suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berfikir secara baik, dan bargaul dengan lingkungan secara efisien, (j) Kebiasaan belajar; dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik, misalnya: belajar tidak teratur, menyianyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi dan, (k) citacita siswa; dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidupnya. Yang kedua yaitu faktor ekstern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut: (a) guru sebagai pembina belajar siswa; sebagi pendidik, harus memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar, (b) Prasarana dan sarana pembelajaran; lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik, (c) kebijakan penilaian; proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa, (d) lingkungan sosial siswa di sekolah; siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa, (e) kurikulum sekolah; program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. 2.1.3.3 Pengertian Hasil Belajar Menurut Sudjana (2011: 3), hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sri Anitah dkk (2010: 2.19), juga mengemukakan pendapat bahwa hasil belajar merupakan perubahan
11 perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh, sementara itu menurut Sukmadinata (2009: 102), hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang di miliki seseorang. Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku, penguasaan hasil belajar oleh seorang dapat dilihat dari perilakunnya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, ketrampilan berfikir maupun ketrampilan motorik. 2.1.3.4 Jenis-jenis Hasil Belajar Horward Kingsle dalam (Sudjana 2011: 22), membagi tiga macam hasil belajar, yakni: ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalan kurikulum. Menurut Gagne dalam (Sudjana 2011: 22), membagi lima kategori hasil belajar yakni: informasi verbal, ketrampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan ketampilan motoris. Pendapat kratwol dan Bloom dalam (Winkel 2004:274-279) membagi hasil belajar dalam 3 ranah, ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotorik. Yang pertama ranah kognitif meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua Ranah afektif meliputi: penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup. Ketiga ranah psikomotorik meliputi: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuain pola gerakan dan kreatifitas. 2.1.4 Pengaruh Metode Bermain Peran terhadap Hasil Belajar PKn Pembelajaran PKn SD seharusnya dilakukan secara menarik sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Diperlukan metode pembelajaran yang interaktif sesuai dengan karakteristik siswa. Guru dituntut merancang proses belajar mengajar siswa secara intregatif dan komperhensif pada setiap aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar yang maksimal. Agar hasil belajar PKn
12 meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajran yang tepat untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Adapun metode pembelajaran PKn di SD yang tepat sesui dengan perkembangan tingkat usia anak dalam hal ini siswa kelas 4 adalah pembelajaran dengan metode bermain peran. Menurut (Tukiran dkk, 2011:39) metode bermain peran adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan atau mendramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Dengan model pembelajaran yang sesuai diharapkan anak akan mudah mengingat materi pembelajaran yang di ajarkan dan tidak mempunyai rasa bosan dalam mengikuti pembelajaran karena siswa juga ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, sehingga akan berdamapak positif dengan hasil belajar siswa. Pada hakikatnya hasil belajar adalah perubahan tingkah laku,yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik (Sujana, 2011:3). Pembelajaran menggunakan bermain siswa terlibat langsung, secara otomatis siswa dapat menguasai materi pembelajaran dan dengan mudah untuk mengingat materi tersebut, ketika dilakukan tes formatif untuk mengetahui daya serap pengetahuan siswa mengenahi materi siswa bisa mengerjakan dengan benar dan mendapatkan hasil yang maksimal, selain itu dalam pembelajaran ini juga dapat dijadikan bekal bagi siswa yang nantinya akan terjun dalam dunia masyarakat siswa akan berani dan tidak canggung dalam bersosialisasi dimasyarakat, dengan ini bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dapat mempengaruhi cara belajar siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain penelitian dari Nurul Qomariyah (2008) yang berjudul Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Pokok Bahasan Sistem Pemerintahan Siswa Kelas IV SDN Sepanjang 04 Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan 2 (dua) siklus, siklus tindakan pembelajaran dihentikan jika telah
13 mencapai nilai standar minimal 75 dengan ketuntasan belajar kelas 80% dari jumlah subyek penelitian. Subyek penelitian ini adalah guru dan 26 siswa kelas IV SDN Sepanjang 04. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan tes. Sedangkan instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa pedoman wawancara, APKG II, alat penilaian aktivitas belajar siswa, pedoman observasi partisipasi siswa dalam bermain peran, dan post test. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) Pada pembelajaran PKn siklus I dengan penerapan metode pembelajaran bermain peran, kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP mencapai skor 88 dengan prosentase keberhasilan 88%, dan pada siklus II mencapai skor 97 dengan prosentase keberhasilan 97%; (2) Untuk aktivitas belajar siswa secara klasikal pada siklus I mencapai nilai rata-rata kelas 71,53 dan pada siklus II mencapai nilai rata-rata kelas 86,92; (3) Untuk partisipasi siswa dalam bermain peran pada siklus I mencapai nilai rata-rata kelas 78 dan pada siklus II mencapai rata-rata kelas 87 ; (4) Hasil belajar siswa pada waktu pra tindakan (sebelum penerapan metode pembelajaran bermain peran) mencapai rata-rata kelas 69,23 dengan ketuntasan belajar 26,92%, pada siklus I mencapai nilai rata-rata kelas 72,5 dengan ketuntasan belajar 46,15%, sedangkan pada siklus II mencapai nilai rata-rata 87,30. Meskipun terdapat 3 siswa (11,53%) yang tidak mencapai kriteria ketuntasan individu namun ketuntasan belajar kelas sudah tercapai 88,46%. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Anggarini Prihatiningsih (2009) dengan Peningkatan hasil belajar PKn melalui model pembelajaran bermain peran pokok bahasan sistem pemerintahan pusat siswa kelas IV SDN Pukul Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas IV SDN Pukul yang terdiri dari 27 siswa 14 laki-laki dan 13 perempuan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan tes. Sedangkan untuk pengumpulan data di gunakan pedoman wawancara, IPKG 2, alat penilaian Aktifitas siswa dan nilai partisipasi siswa dan post tes.
14 Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggarini Prihatiningsih dapat di ketahui bahwa: (1) kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP mendapat jumlah skor 97 dengan nilai akhir 73,48%, dan pada siklus II di peroleh jumlah skor 116 dengan nilai akhir 84%, (2) untuk aktifitas pada siklus I memperoleh nilai rata-rata 66,0 dan pada siklus II memperoleh nilai rata-rata 85,83, (3) untuk partisipasi siswa pada siklus I memperoleh nilai rata-rata 77,8 dan pada siklus II siswa memperoleh nilai rata-rata 87; (4) untuk hasil belajar pada saat pra tidakan mencapi rata-rata kelas 64,5 sedangkan untuk siklus I mencapi nilai rrata-rata 73,3 pada siklus ke II mencapai nilai rata-rata 86,6. Meskipun ada dua siswa yang tidak tuntas karena tidak mencapai kreteria tetapi ketuntasan belajar klasikal sudah tercapai yaitu 86,6 Melihat dari penelitian yang dilakukan di atas dapat disimpulkan pembelajaran menggunakan metode bermain peran dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan kelas 4 Sekolah Dasar. 2.3 Kerangka Pikir Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada kelas 4 Sekolah Dasar Negeri III Basuhan ialah hasil belajar siswa rendah karena siswa kurang tertarik mengikuti kegiatan pembelajaran, maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa menggunakan metode pembelajaran bermain peran pada siswa kelas 4 SD Negeri III Basuhan Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri. Upaya yang ini dilakukan untuk menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan tersebut adalah merancang pembelajaran yang pada akhirnya dapat membantu siswa dalam proses belajar dan mempermudah guru dalam menyampaikan materi pembelajaran karena siswa dapat terlibat langsung dalam penyampaian materi sehingga pembelajaran akan mudah dipahami oleh siswa dan dapat tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut Sanjaya (2011: 161), bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasikan peristiwa sejarah,
15 mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian yang muncul pada masa mendatang. Untuk mengimplementasikan pembelajaran menggunakan metode bermain peran kerangka pikirnya adalah sebagia berikut: Kondisi Awal Melalui penerapan metode bermain peran hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn lebih meningkat Menggunakan strategi mengajar yang konvensional Kurang melibatkan siswa Hanya ada komunikasi satu arah Pemantapan penerapan metode bermain peran Membenahi kegiatan pembelajaran Menunjuk siswa yang berkompeten untuk bermain peran Hasil belajar siswa rendah Penerapan metode pembelajaran bermain peran Siswa terlibat dalam pembelajaran Siswa tertarik mengikuti pembelajaran Siswa menjadi aktif dalam pembelajaran Hasil belajar mata pelajaran PKn meningkat Gambar 1 Kerangka Pikir
16 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir maka hipotesis tindakan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut, dengan menggunakan metode pembelajaran bermain diduga dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas 4 Sekolah Dasar Negeri III Basuhan Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri semester II tahun pelajaran 2012/2013