BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,

MENGANALISIS ASPEK-ASPEK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN MEMBACA. Sumarni. Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Keterampilan berbahasa ( language skill) dalam kurikulum di sekolah. biasanya mencakup empat segi, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2013 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

MEMAHAMI HAKEKAT DAN ASPEK-ASPEK DALAM READING (MEMBACA)

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

PEMBELAJARAN TEKNIK PUZZLE HURUF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA ANAK DISLEKSIA

BAB II KAJIAN TEORETIS. Dengan membaca, wawasan pengetahuan dan kecerdasan seseorang semakin bertambah luas.

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA TEKNIS DENGAN MENGGUNAKAN KARTU HURUF PADA SISWA KELAS II SD

BAB I PENDAHULUAN. F. Latar Belakang. Belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan dalam

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN TEMATIK ARTIKEL PENELITIAN OLEH NETTY ZULFITHRATANI NIM : F

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. harus dikuasai oleh peserta didik, yaitu kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar pendidikan pada semua

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kemampuan spiritual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya seseorang untuk mengembangkan potensi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan bahasa yang digunakan dalam kelompok terebut.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjadi keterampilan berbahasa yang meliputi menyimak, berbicara, membaca dan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. melakukan sesuatu. Secara keseluruhan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan atau

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap orang yang belajar bahasa dituntut untuk menguasai

BAB I PENDAHULUAN. Pengajaran Bahasa Indonesia haruslah berisi usaha-usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki tujuan nasional yang tertuang dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. dan watak siswa agar memiliki sikap dan kepribadian yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) ruang lingkup penelitian, dan (5)

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

I. PENDAHULUAN. Ada empat segi keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak/

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK SISWA SD KELAS AWAL

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia di sekolah memegang peranan penting dalam mengupayakan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Hal ini dikarenakan melalui sektor pendidikan dapat dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi menulis dalam KTSP SD yang berbunyi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

BAB I PENDAHULUAN. mengajar menjadi terarah dan mencapai sasaran pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan materi agar pembelajaran berlangsung menyenangkan. Pada saat

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berperan dalam. menumbuhkembangkan kemampuan berfikir kritis dan logis pada peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dalam bentuk lambang lambang grafis, yang perubahannya menjadi wicara bermakna dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai tema. Kata tema berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti

BAB II KAJIAN TEORI. pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud penulis. Membaca

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN KEMAMPUAN MENULIS DIALOG SEDERHANA MELALUI METODE KONTEKSTUAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi akan lancar apabila perbendaharaan katanya cukup memadai. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berekspresi dan salah satunya adalah menulis puisi. Puisi dalam Kamus Besar. penataan bunyi, irama, dan makna khusus; sajak.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia sangat diperlukan bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. lain dan meningkatkan kemampuan intelektual. Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat seperti organisasi sosial. Di dalam kelompok itu, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan emosional. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menyimak, berbicara dan menulis. Tek (tulisan) berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara terencana dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membaca sangat berperan penting untuk mencapai kesuksesan dalam

BAB I PENDAHULUAN. lancar. Keterampilan membaca memiliki peranan yang sangat penting. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan. berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi. Melalui bahasa, setiap individu dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan emosional peserta didik dan menerapkan fungsi penunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desi Sukmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara

BAB I PENDAHULUAN. Membaca merupakan sebuah proses yang kompleks, dimana setiap aspek

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Membaca a. Pengertian membaca Melalui membaca seseorang dapat mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahui. Membaca sudah diajarkan sejak usia dini. Menurut Tarigan (2015:7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Sedangkan menurut Rahim (2008 : 2) Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Ada tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning. Recording merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan, sedangkan proses decoding (penyandian) merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses recording dan decoding biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu SD kelas I, II, III yang dikenal dengan istilah membaca permulaan. 8

9 Penekanan membaca pada tahap ini ialah proses konsepsual yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat di simpulkan membaca adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan. Membaca dapat memudahkan manusia untuk dapat memahami sesuatu yang telah di baca. Dengan membaca akan meningkatkan wawasan dan pengetahuan seseorang. b. Aspek dalam membaca Dalam membaca terdiri berbagai keterampilan-keterampilan dalam menunjang kegiatan membaca. Menurut Tarigan (2015:12) aspek dalam membaca terdapat dua aspek penting dalam membaca antara lain : 1) Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dianggap berada di urutan yang lebih rendah (lower order). Dalam mencapai tujuan yang terkandung dalam keterampilan mekanisme tersebut, aktivitas yang paling sesuai adalah membaca nyaring dan membaca bersuara. 2) Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek-aspek ini tidak selalu dilaksanakan dengan cara yang sama oleh pembaca yang berbeda. Interaksi antara ketujuh aspek secara harmonis akan menghasilkan hasil membaca yang baik, yaitu komunikasi yang baik antara menulis dan membaca. Keterampilan membaca diperlukan bagi setiap pembaca. Untuk dapat memahami bacaan, pembaca terlebih dahulu harus memahami katakata dan kalimat yang ada di bacaan. Terampil dalam membaca akan meningkatkan kosakata dalam ingatan. Namun, pada dasarnya sebelum lancar dalam membaca terlebih dahulu mengenal huruf abjad yang

10 dilakukan sejak usia dini yaitu pra sekolah. Di jenjang sekolah berikutnya seseorang lebih mengasah kemampuan dalam membaca. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas untuk dapat memahami bacaan, pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-kata dan kalimat yang ada di bacaan. Terampil dalam membaca akan meningkatkan kosakata dalam ingatan. c. Tujuan Membaca Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, serta memahami makna dalam bacaan. Menurut Tarigan (2015 : 9) tujuan membaca sebagai berikut; 1) Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta 2) Membaca untuk memperoleh ide-ide utama 3) Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita 4) Membaca untuk menyimpulkan 5) Membaca untuk mengelompokkan dan mengklasifikasikan 6) Membaca untuk menilai dan mengevaluasi 7) Membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan. Sedangkan menurut Rahim (2008:11) tujuan membaca mencakup antara lain; 1) kesenangan, 2) menyempurnakan membaca nyaring, 3) menggunakan strategi tertentu, 4) memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topic, 5) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya, 6) memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis, 7) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, 8) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, 9) menjawab pertanyaanpertanyaan yang spesifik.

11 Dapat diambil kesimpulan yaitu dengan membaca dapat memperoleh ide-ide utama dalam suatu bacaan serta menyimpulkan dari isi suatu bacaan. d. Faktor yang Mempengaruhi Membaca Permulaan Menurut Lamb dan Arnold (dalam Rahim, 2008:16) faktor-faktor yang mempengaruhi membaca permulaan antara lain: Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Beberapa ahli mengemukakan bahwa keterbatasan neurologis (berbagai cacat pada otak) dan kekurangmatangan secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka. Gangguan pada alat indra bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bisa memperlambat kemajuan belajar membaca anak. Jadi, faktor fisiologis meliputi kondisi fisik anak, misalnya keterbatasan neurologis (cacat pada otak) yang menyebabkan kurang lancarnya anak dalam membaca. Oleh sebab itu, guru harus waspada terhadap kebiasaan anak di kelas. Jika guru menemukan gejala yang terlihat misalnya gangguan pada penglihatan dan pendengaran, maka guru harus menyarankan kepada orangtuanya untuk membawa si anak ke dokter. Dari faktor Intelektual yaitu intelegensi yang merupakan kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan. Secara umum ada hubungan positif antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-rata peningkatan remedial membaca. Pendapat ini sesuai yang

12 dikemukakan oleh Rubin (dalam Rahim, 2008:16 ) bahwa banyak hasil penelitian memperlihatkan tidak semua siswa mempunyai kemampuan intelegensi tinggi menjadi pembaca yang baik. Faktor metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut memengaruhi kemampuan membaca permulaan anak. Jadi, faktor intelektual yang mencakup tingkat IQ seseorang, namun tidak semua yang memiliki IQ tinggi mnjadi pembaca baik. Intelegensi anak tidak sepenuhnya memengaruhi berhasil atau tidaknya anak dalam membaca permulaan. Oleh sebab itu, metode pengajaran guru harus menunjang anak dalam meningkatkan kemampuan membaca. Faktor lingkungan mencakup latar belakang dan pengalaman siswa di rumah serta sosial ekonomi keluarga siswa. Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak. Kondisi di rumah memengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat. Menurut Rubin (dalam Rahim, 2008:16) mengemukakan sebagai berikut: Bahwa orangtua yang hangat, demokratis, bisa mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang berorientasi pendidikan, suka menantang anak untuk berfikir, dan suka mendorong anak untuk mandiri merupakan orangtua yang memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar di sekolah. Jadi, faktor lingkungan di rumah akan memengaruhi kondisi membaca anak, terutama orangtua. Orangtua harus mampu mendorong kemampuan anak agar gemar membaca. Dan orangtua harus mempunyai minat besar dalam kegiatan di sekolah. Faktor sosial ekonomi yaitu ada kecenderungan orangtua kelas menengah keatas merasa bahwa anak-anak mereka siap lebih awal dalam

13 membaca permulaan. Namun, usaha orangtua hendaknya tidak berhenti hanya sampai pada membaca permulaan saja. Orangtua harus melanjutkan kegiatan membaca anak secara terus menerus. Semakin tinggi status sosioekonomi siswa memengaruhi kemampuan verbal siswa. Dapat diambil kesimpulan kondisi ekonomi orang tua mempengaruhi kemampuan membaca anak. Orang tua harus mendukung perkembangan bahasa dan intelegensi anak. Sebaiknya orang tua hendaknya menghabiskan waktu mereka untuk berbicara dengan anak agar anak menyenangi membaca berbagi buku cerita. Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Untuk memotivasi meningkatkan hasil belajarnya, guru bisa memberikan model dan contoh untuk dilihat dan ditiru. Misalnya dengan mencontohkan bagaimana membacakan cerita pendek (cerpen), guru bisa mencontohkan bagaimana intonasi dan lafal yang sesuai dengan isi cerita pendek tersebut. Siswa akan termotivasi belajar jika penyampaian dilakukan secara terstruktur sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif sehingga pesan pembelajaran dapat dievaluasi dengan tepat. Minat baca adalah keinginan yang kuat yang disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam ketersediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri. Oleh sebab itu, guru harus berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap membaca akan mempunyai minat yang tinggi pula terhadap kegiatan membaca.

14 Menurut Andriani (dalam Dalyono, 2015:155) faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan membaca terdiri atas dua macam, yaitu sebagai berikut: Faktor intern dan faktor ekstern. Adapun faktor intern, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan dari dalam diri siswa. Faktor intern terdiri dari faktor fisik dan faktor psikologis. Sedangkan faktor ekstern, yakni hal -hal atau keadaankeadaan yang datang dari luar diri siswa. Adapun faktor ekstern terdiri dari faktor sosio-ekonomi, lingkungan keluarga lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Karena itu, dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas faktor yang mempengaruhi membaca saling berkesinambungan satu dengan lainnya, oleh sebab itu menyebabkan peserta didik mengalami kesulitan membaca. e. Kesalahan Kesulitan Membaca Permulaan Menurut Hargrove (dalam Abdurrahman, 2010:206) diperoleh data bahwa anak-anak berkesulitan membaca permulaan mengalami berbagai kesalahan dalam membaca sebagai berikut: 1) penghilangan, 2) penyelipan, 3) penggantian kata, 4) pengucapan kata salah dan makna berbeda, 5) pengucapan kata salah tetapi makna sama, 6) pengucapan kata salah dan tidak bermakna, 7) pengucapan kata dengan bantuan guru, 8) pengulangan, 9) pembalikan kata, 10) pembalikan huruf, 11) kurang memperhatikan tanda baca, l2) pembetulan sendiri, 13) ragu-ragu, 14) tersendat-sendat. Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh anak berkesulitan belajar membaca karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf, bunyi bahasa (fonik), dan bentuk kalimat. Penyelipan kata terjadi karena anak kurang mengenal huruf, membaca terlalu cepat, atau karena bicaranya melampaui kecepatan membacanya. Penggantian kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi karena anak tidak memahami kata tersebut sehingga hanya menerka-

15 nerka saja. Pengucapan kata terjadi karena anak tidak mengenal huruf sehingga menduga-duga saja, mungkin membaca terlalu cepat, perasaan tertekan, takut kepada guru, perbedaan dialek anak dengan bahasa Indonesia yang baku. Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika guru ingin membantu anak melafalkan kata-kata. Pengulangan dapat terjadi pada kata, suku kata, atau kalimat. Pembalikan huruf terjadi karena anak bingung posisi kiri-kanan, atau atas bawah. Pembetulan sendiri dilakukan oleh anak jika ia menyadari adanya kesalahan. Anak yang ragu-ragu terhadap kemampuannya sering membaca tersendat-sendat. Jadi, berbagai kesalahan membaca yang telah dikemukakan dapat digunakan oleh guru sebagai acuan mengajar. Observasi guru secara terus menerus guru dapat mengetahui kesalahan-kesalahan anak dalam membaca dan berdasarkan kesalahan-kesalahan tersebut dapat dicarikan pemecahannya. 2. Kesulitan Membaca a. Pengertian Kesulitan Membaca Membaca pada umumnya diperoleh dengan cara mempelajarinya di sekolah. Seseorang akan memperoleh informasi ilmu pengetahuan serta pengalaman-pengalaman baru dengan cara membaca. Dengan demikian maka kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapapun yang ingin maju dan meningkatkan diri. Oleh sebab itu, guru mengajarkan membaca di sekolah sangat penting. Menurut Tarigan (2015:8) membaca adalah suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis.

16 Kesulitan membaca (Aphroditta, 2013:59) adalah kondisi yang menyebabkan masalah dalam persepsi, terutama yang mempengaruhi kemampuan membaca. Sedangkan menurut Subini (2013:53) kesulitan membaca atau disleksia learning merupakan kemampuan membaca anak yang berada di bawah kemampuan yang seharusnya dengan mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya. Jadi kesulitan membaca adalah kondisi dimana anak mengalami hambatan dalam membaca, menulis mengeja dan lambat dalam memahami suatu cerita serta mempunyai kemampuan di bawah rata-rata. b. Karakteristik kesulitan membaca Menurut Subini (2013:54) adapun karakteristik disleksia learning atau kesulitan membaca antara lain : 1) Inakurasi dalam membaca, seperti membaca lambat kata demi kata jika dibandingkan dengan anak seusianya, intonasi suara turun naik turun, 2) Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional, 3) Sering terbalik dalam mengenali huruf dan kata, misalnya antara kuda dengan daku, palu dengan lupa, huruf b dengan d, p dengan q dan lain-lain, 4) Kacau terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya, misalnya bau dengan buah, batu dengan buta, rusa dengan lusa dan lain-lain, 5) Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau frase, 6) Kesulitan dalam memahami apa yang dibaca, dalam arti anak tidak mengerti isi cerita/teks yang dibacanya, 7) Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata, 8) Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata, 9) Sulit mengeja secara benar. Bahkan mungkin anak akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan, 10) Membaca satu kata dengan benar di satu halaman, tapi salah di halaman lainnya, 11) Sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, 12) Rancu dengan kata-kata yang singkat, misalnya ke, dari dan jadi, 13) Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda baca lainnya.

17 Sedangkan menurut Abdurrahman (2003:204) kesulitan membaca sebagai berikut: Adalah anak yang sering memperlihatkan kebiasaan membaca yang tidak wajar. Anak berkesulitan belajar membaca sering mengalami kekeliruan dalam mengenal kata. Kekeliruan jenis ini mencakup penghilangan, penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan tersentaksentak. Gejala penghilangan tampak misalnya pada saat dihadapkan pada bacaan Bunga mawar merah dibaca oleh anak Bunga Merah. Penyisipan terjadi jika anak menambahkan kata pada kalimat yang sedang dibaca. Misalnya Bapak dan Ibu pergi ke rumah paman dibaca oleh anak Bapak dan Ibu pergi ke rumah paman. Penggantian terjadi jika anak mengganti kata pada kalimat yang sedang dibaca, misalnya Itu buku Kakak dibaca Itu buku Bapak. Pembalikan tampak seperti pada saat anak seharusnya membaca ubi tetapi dibaca ibu dan kesalahan ucap tampak pada saat membaca tulisan namun dibaca nanum. Gejala pengubahan tempat tampak pada saat membaca Ibu pergi ke pasar dibaca Ibu ke pasar pergi. Gejala keraguan tampak pada saat anak berhenti membaca suatu kata dalam kalimat karena tidak dapat mengucapkan kata tersebut. Mereka sering membaca dengan irama yang tersentak-sentak karena sering berhadapan dengan kata-kata yang tidak dikenal ucapannya. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik kesulitan membaca adalah gangguan seseorang pada daya ingat berhubungan dengan pengucapan serta tingkah laku yang dilakukan setiap hari. c. Klasifikasi Kesulitan Membaca Kesulitan membaca (disleksia) bisa timbul pada anak-anak yang mempunyai kecerdasan tinggi ataupun di bawah rata-rata. Menurut Subini (2013:54) kesulitan membaca diklasifikasikan menjadi 3 antara lain:

18 1) Disleksia Diseidetis atau Visual Disleksia jenis ini disebabkan oleh adanya gangguan fungsi otak di bagian belakang yang dapat menimbulkan gangguan persepsi visual dan memori visual. Sebagai contohnya, anak kesulitan membaca atau menulis huruf yang bentuknya mirip sehingga anak sering terbalik Huruf m dan w, u dan n, dan sebagainya. 2) Disleksia Verbal atau Linguistik Sering dijumpai dan setengahnya dilatar belakangi disfasia pada masa sekolah, ini disebut disleksia verbal atau linguistic yang ditandai dengan kesukaran dalam diskriminasi atau persepsi auditoris sehingga anak sulit dalam mengeja dan menemukan kata atau kalimat. 3) Disleksia Auditories Terjadi akibat gangguan dalam koneksi visualauditif, sehingga membaca terganggu atau lambat. Dalam hal ini, bahasa verbal dan persepsi visualnya baik. Bentuk-bentuk kesulitan membaca anak disleksia antara lain : a) Menambahkan huruf dalam suku kata (addition) Misalnya: batu baltu Buku bukuku Tulis menulis b) Menghilangkan huruf dalam suku kata (omission) Misalnya: baskom bakom Kamar kama Tenaga tega c) Membalikkan bentuk huruf, kata, atau angka dengan arah terbalik kiri kanan (inversion) Misalnya: duduk bubuk Lupa palu d) Membalikkan bentuk huruf, kata, atau angka dengan arah terbalik atas bawah (reversal) Misalnya: mama wawa Nana uaua 2 5 6 9 e) Mengganti huruf atau angka (subtitusi) Misalnya: Mana mama Lupa luga 3 8 Selain mempunyai kekurangan kesulitan dalam membaca, seseorang yang mengalami gangguan belajar membaca terkadang mempunyai kelebihan. Seperti dalam bidang music, seni grafis, dan aktivitas-aktivitas kreatif lainnya. Anak-anak dengan disleksia menggunakan cara berfikir melalui gambar, tidak dengan huruf, angka, symbol,

19 bahkan kalimat. Kesulitan mereka adalah bagaimana menyatukan informasi-informasi yang ada dan mengolah informasi tersebut. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan kesulitan mereka adalah bagaimana menyatukan informasi-informasi yang ada dan mengolah informasi tersebut. d. Penanganan Kesulitan Membaca Menurut Aphroditta (2013:82) ada beberapa cara mengajar jika pemahaman anak lemah dalam membaca antara lain: 1) memilah cerita yang menarik pada level, ketika 98% ia bisa memahami kata-kata dalam cerita tersebut. Mintalah ia untuk membacakan secara keras dan menceritakan kembali kepada kita apa yang telah ia baca, 2) jika anak tidak bisa melakukan ini, mintalah ia membaca tanpa bersuara, berhenti setiap paragraph dan menceritakan kepada kita apa yang telah ia baca, 3) ketika pemahamannya berkembang, tambahkan jumlah paragraph yang ia baca hingga ia bisa membaca dan paham keseluruhan halaman, 4) untuk membantu pemahamannya, anda bisa memberikan arahan Menurutmu apa yang dirasakan si tokoh?, Apa yang terjadi selanjutnya? atau Bagaimana akhir ceritanya?. Sebelum kita mengajarkan anak disleksia mengenai pemahaman, kita harus mengidentifikasi sejauh mana kemampuannya. Jika ia tidak mampu memahami satu halaman, potonglah menjadi beberapa paragraph. Jika ia tidak bisa memahami beberapa paragraph, potonglah menjadi satu paragraph dan seterusnya hingga sampai pada satu kalimat. berikut: Menurut Shanty (2012:44) penanganan kesulitan membaca sebagai guru-guru mempunyai strategi yang dikembangkan dengan kreativitasnya masing-masing untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, misal dengan melakukan pengajaran seperti berikut:

20 1) mulai dari hal yang sudah dikuasai adik-adik. Misalnya mulai dari pengenalan huruf, suku kata, kata yang terdiri dari dua suku kata, dst. 2) Dikte guru, mendiktekan kata atau kalimat, lalu adikadik menuliskannya. 3) Membaca wacana dan menjawab pertanyaan bacaan. 4) Membedakan b dan d dengan bantuan ibu jari tangan kiri dan kanan. 5) Membuat huruf dengan lilin. 6) Saat ada waktu luang di sekolah, digunakan untuk membuat tugas-tugas yang melatih pemahaman katakata. 7) Pada pelajaran membaca di kelas, siswa yang mengalami kesulitan membaca di beri giliran membaca paling akhir agar ia dapat mendengarkan temantemannya terlebih dahulu. 8) Pada saat tes, tulisan diperbesar. 9) Adik-adik akan diberikan bantuan dalam membaca, misalnya dibacakan soal pada saat tes 10) Pengurangan jumlah soal. Sedangkan menurut Dechant (dalam Kariyadi, 2013:5) penanganan kesulitan membaca sebagai berikut: dengan pengajaran remidial membaca berisikan berbagai kegiatan remidial yang diperuntukkan bagi siswa yang mengalami kesulitan membaca permulaan yang secara umum pelaksanaanya diluar jam pelajaran. Dan dilaksanakan oleh guru kelas sesuai dengan kesulitan aspek membaca. Tujuan pengajaran secara remidial dalam membaca permulaan pada siswa yang mengalami kesulitan ini memberikan kecakapan bentuk dan bunyi huruf serta mengubah rangkaian-rangkaian huruf menjadi rangkaian-rangkaian bunyi bermakna. Sehingga akan memudahkan siswa untuk mengikuti pengajaran membaca lanjut. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat menyimpulkan penanganan kesulitan membaca mengenai pemahaman anak dalam memahami materi pembelajaran.

21 3. Pembelajaran Tematik a. Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik sebagai model pembelajarn termasuk salah satu tipe/jenis daripada model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Trianto, 2011:147). Majid (2014: 80) pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada murid. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Sejalan dari beberapa definisi diatas mengenai pembelajaran tematik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan menggabungkan beberapa mata pelajaran dan terikat tema-tema tertentu serta dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa dalam pelaksanaannya. a) Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik Pengajaran tematik tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku, tetapi sebaliknya pembelajaran tematik harus mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang temuat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema perlu mempertimbangkan karakteristik siswa, seperti minat, kemapuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal. Materi pelajaran tidak

22 perlu terlalu dipaksakan. Artinya, materi yang tidak mungkin dipadukan tidak usah dipadukan (Trianto, 2011:154). Secara umun prinsip-prinsip pembelajaran tematik menurut Trianto (2011: 155) dapat diklasifikasikan menjadi: 1) Prinsip Penggalian Tema Prinsip penggalian merupakan prinsip utama (fokus) dalam pembelajaran tematik. Artinya tematema yang saling tumpang tindih dan ada kaitannya menjadi target utama dalam pembelajaran. 2) Prinsip Pengelolahan Pembelajaran Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. 3) Prinsip Evaluasi Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam setiap kegiatan. Bagaimana suatu kerja dapat diketahui hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi. 4) Prinsip Reaksi Dampak pengiring (nurtutant effect) yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam KBM (Kegiatan Belajar Mengajar). Artinya, guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajran tematik memungkinkan hal ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan kepermukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut. b) Karakteristik Pembelajaran Tematik Menurut Depdiknas (2006:6), pembelajaran tematik memiliki beberapa ciri khas antara lain: 1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapt bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat

23 pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dlam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain (Trianto, 2011:162). c) Kelemahan Pembelajaran Tematik Selain kelebihan yang dimiliki, menurut Indrawati (Trianto, 2011:161) pembelajaran tematik juga memiliki keterbatasan, terutama dalam pelaksanaanya, yaitu perencanaan dan pelaksaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja. Sedangkan kekurangan pembelajaran tematik menurut Puskur, Balitbang Diknas (dalam Trianto, 2011:161) mengidentifikasi beberapa keterbatasan pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut: 1) Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologi yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi, 2) Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif baik, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya, 3) Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet, 4) Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik, 5) Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian yang dipadukan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kelemahan pembelajaran tematik terletak pada keterbatasan waktu pembelajaran yaitu perencanaan dan kesiapan yang dilakukan guru saat proses pembelajaran berlangsung.

24 d) Kelebihan Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik dalam kenyataannya memiliki banyak kelebihan seperti pembelajaran terpadu. Menurut Majid (2014:92) pembelajaran terpadu memiliki kelebihan sebagai berikut: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak 2) Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik 3) Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama 4) Pembelajaran terpadu menumbuhkembangkan keterampilan berpikir dan sosial peserta didik 5) Pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis. Dengan permasalahan yang sering ditemui dalam kehidupan/lingkungan rill peserta didik 6) Jika pembelajaran terpadu dirancang bersama dapat meningkatkan kerja sama antarguru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna Selain kelebihan pembelajaran tematik yang dipaparkan oleh Majid seperti diatas. Menurut Panduan KTSP 2007 (dalam Trianto, 2011:153) Pembelajaran tematik sebagai bagian daripada pembelajaran terpadu memiliki banyak keuntungan yang dapat dicapai sebagai berikut: 1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, 2) Siswa dapat mempelajarkan pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama, 3) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, 4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik, karena mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa, 5) Siswa dapat lebih merasakan manfaat dan makna belajar, karena materi disajikan dalam konteks tema yang

25 kelas, 6) Siswa dapat lebih bergairah belajar, 7) Guru dapat menghemat waktu. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan pembelajaran dapat menumbuhkan semangat belajar siswa, menjadikan siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajar. B. Kajian Penelitian Yang Relevan Ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan kesulitan membaca siswa SD akan tetapi peneliti tetap menjaga keoriginalitasan dalam penelitian. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Evita Widiyati (2013). Menggambarkan membaca siswa kelas II SD Plus Al-Anwar Pacul Gowang Jombang yang dilatar belakangi minat dan kemampuan membaca permulaan. Kurang minatnya siswa dalam membaca akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Persamaan penelitian ini sama-sama melakukan penelitian tentang membaca permulaan bedanya di penelitian Evita Widiyati tentang media yang digunakan yaitu dengan media buku cerita binatang dan peneliti menganalisis kesulitan membaca permulaan. Perbedaan antara media buku cerita binatang dan menganalisis kesulitan membaca permulaan adalah jika menggunakan media pembelajaran akan meningkatkan proses belajar dan minat serta kemampuan membaca permulaan serta memperoleh kesenangan untuk melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Tetapi kalau menganalisis kesulitan membaca permulaan terkhususkan pada kesulitan siswa dalam membaca. Dapat mengetahui sebagaimana kesulitan siswa dalam membaca. Persamaan penelitian Evita Widiyati dengan penelitian yang dilakukan peneliti sama-sama meneliti tentang membaca

26 permulaan tetapi di penelitian Evita Widiyati meneliti membaca permulaan siswa kelas II di SD Plus Al-Anwar Pacul Gowang Jombang sedangkan peneliti ini meneliti tentang kesulitan membaca permulaan siswa kelas I di SD Negeri 01 Notorejo Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Rizkiana (2016). Menggambarkan membaca siswa kelas I SD Negeri Bangunrejo 2 Kricak Tegalrejo Yogyakarta yang dilatarbekangi siswa yang belum mengenal beberapa huruf dengan baik atau bahkan kesulitan mengenal bentuk huruf. Kesulitan dalam mengenal huruf akan memperlambat siswa dalam membaca pada buku dan memperlambat memahami materi pembelajaran. Persamaan penelitian ini sama-sama melakukan penelitian tentang membaca permulaan bedanya di penelitian Rizkiana tentang penelitian yang dilakukan yaitu pada saat UAS (Ujian Akhir Semester) dan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu saat proses pembelajaran berlangsung. Perbedaan antara penelitian di waktu UAS dan proses pembelajaran berlangsung adalah jika saat UAS akan mengetahui pemahaman materi selama satu semester penuh dan dapat mengetahui hasil belajar siswa. Tetapi kalau pada waktu proses pembelajaran berlangsung akan mengetahui belum lancarnya siswa dalam membaca. Contohnya siswa yang belum lancar membaca dalam satu paragraph. Maka, akan terlihat siswa yang belum dapat memahami materi pembelajaran. Persamaan penelitian Rizkiana dengan penelitian yang dilakukan peneliti sama-sama meneliti tentang membaca permulaan tetapi di penelitian Rizkiana meneliti membaca permulaan siswa kelas I di SD Negeri Bangunrejo 2 Kricak

27 Tegalrejo Yogyakarta sedangkan peneliti ini meneliti tentang kesulitan membaca permulaan siswa kelas I di SD Negeri 01 Notorejo Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Eris Fenawaty Efendi Kariyadi (2013). Menggambarkan upaya guru dalam mengatasi kesulitan membaca permulaan siswa kelas I. Upaya yang dilakukan guru akan meminimalisir kesulitan siswa dalam membaca. Maka, guru berperan penting dalam prestasi belajar siswa. Persamaan penelitian ini sama-sama melakukan penelitian tentang kesulitan membaca permulaan bedanya di penelitian Eris Fenawaty Efendi Kariyadi tentang upaya guru dalam mengatasi kesulitan membaca dan peneliti menganalisis kesulitan siswa dalam membaca. Perbedaan antara upaya guru mengatasi kesulitan membaca permulaan dan menganalisis kesulitan membaca permulaan siswa adalah jika upaya guru dalam mengatasi kesulitan membaca siswa, maka guru akan menggunakan metode pembelajaran serta menggunakan media pembelajaran. Agar dapat menumbuhkan semangat siswa dalam membaca dan guru dituntut menciptakan kondisi belajar yang inovatif dan menyenangkan. Tetapi kalau menganalisis kesulitan membaca permulaan siswa terkhususkan pada kesulitan siswa dalam membaca. Dapat mengetahui sebagaimana kesulitan siswa dalam membaca. Persamaan penelitian Eris Fenawaty Efendi Kariyadi dengan penelitian yang dilakukan peneliti samasama meneliti tentang kesulitan membaca permulaan tetapi di penelitian Eris Fenawaty Efendi Kariyadi meneliti upaya guru mengatasi kesulitan membaca permulaansiswa kelas I SDN 2 Suwawa Kabupaten Bone Bolangosedangkan

28 peneliti ini meneliti tentang kesulitan membaca permulaan siswa kelas I di SD Negeri 01 Notorejo Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung. C. Kerangka Pikir Kesulitan Membaca Permulaan di Sekolah Kesulitan membaca permulaan dalam pembelajaran Tematik Penanganan yang sudah dilakukan guru dalam menghadapi kesulitan membaca permulaan Penelitian Kualitatif : Pengambilan data observasi, wawancara, dan dokumentasi Analisis kesulitan membaca permulaan pada pembelajaran Tematik siswa kelas 1 di SDN 01 Notorejo Gondang Kabupaten Tulungagung Gambar 2.2 Kerangka Pikir