BAB I PENDAHULUAN. tahanan, narapidana, anak Negara dan klien pemasyarakatan sebagai subyek

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang

UPAYA RUMAH TAHANAN NEGARA DALAM MENCEGAH NARAPIDANA MELARIKAN DIRI PENULISAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu beserta dengan bagaimana cara

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan prinsip pemasyarakatan : 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak adanya ketenangan dalam masyarakat. Kejahatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa, Indonesia adalah Negara

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

Strategi RUTAN dan LAPAS yang ada di DKI Jakarta saat ini dalam mengatasi over capacity adalah melakukan penambahan gedung hunian dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara indonesia adalah negara hukum rechstaats. 1 Sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sejak tanggal 17 Agustus. pembangunan dalam mencapai tujuan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemidanaan di Indonesia secara berangsur mengalami

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan pengobatan manusia, yaitu sebagai obat untuk mengobati suatu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan memiliki fungsi perlindungan kepada masyarakat (protective function).

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

BAB I PENDAHULUAN. Pemasyarakatan, Pasal 9 Ayat (1) yang menegaskan : Pasal 2 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

PELAKSANAAN KEGIATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL TERHADAP NARAPIDANA LANJUT USIA DITINJAU DARI PASAL 7 UNDANG- UNDANG NO

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perilaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

PENERAPAN SANKSI TERHADAP NARAPIDANA YANG MELARIKAN DIRI (STUDI DI LAPAS KLAS II.A GORONTALO)

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), alinea keempat adalah

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Manusia dengan segala aspek kehidupannya itu melaksanakan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan narapidana yang didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penduduk Indonesia yang sangat besar jumlah pertumbuhan penduduknya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

Disusun oleh: INDRIANTO HERIBOWO C

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Azas yang dianut sistem pemasyarakatan dewasa ini menempatkan tahanan, narapidana, anak Negara dan klien pemasyarakatan sebagai subyek dan dipandang sebagai pribadi dan warga biasa serta dihadapi bukan dengan latar belakang pembalasan tetapi dengan pembinaan dan bimbingan. Perbedaan sistem pemasyarakatan yang berlaku pada saat ini sangatlah berbeda dengan apa yang berlaku di dalam sistem kepenjaraan dulu, yang memberi implikasi pada perbedaan dalam cara-cara pembinaan dan bimbingan yang dilakukan, maka disebabkan perbedaan tujuan yang ingin dicapai. Secara umum dapat dikatakan bahwa pembinaan dan bimbingan pemasyarakatan haruslah ditingkatkan melalui pendekatan pembinaan mental agama, Pancasila, dan sebagainya meliputi pemulihan harga diri sebagai pribadi (individu). Sistem pemasyarakatan yang dianut oleh Indonesia, diatur dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, hal ini merupakan pelaksanaan dari pidana penjara, yang merupakan perubahan ide secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi ke sistem pemasyarakatan. Sistem kepenjaraan yang sangat menekan pada unsur balas dendam dan penjaraan yang disertai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar Narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan

2 kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya. Dalam mendidik dan membina warga binaan pemasyarakatan, petugas pemasyarakatan harus mengatakan narapidana sebagai warga negara yang meyakini dirinya masih memiliki potensi produktif bagi pembangunan bangsa. Oleh karena itu mereka dilatih juga termasuk menguasai keterampilan tertentu guna untuk dapat hidup mandiri dan berguna bagi pembangunan, hal ini sesuai dengan tujuan dan fungsi system pemasyarakatan (Pasal 2 dan 3 Undang-undang tentang Pemasyarakatan No. 12 tahun 1995) yaitu : Pasal 2 Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Pasal 3 Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Berdasarkan ketentuan tersebut petugas pemasyarakatan harus bisa membina narapidana supaya menjadi manusia seutuhnya yang bisa menyadari kesalahan untuk kembali ke masyarakat. Dengan bekal mental dan keterampilan yang mereka miliki, di harapkan mereka dapat berhasil mengintegrasikan dirinya di dalam masyarakat. Semua usaha ini dilakukan dengan berencana dan sistematis agar selama mereka dalam pembinaan dapat bertobat menyadari kesalahannya dan bertekad untuk menjadi manusia yang berperan aktif dalam pembangunan di masyarakat, dan bertanggung jawab.

3 Perlu disadari melaksanakan keamanan dan tata tertib merupakan ajaran mutlak untuk terlaksananya program-program pembinaan, oleh karena itu suasana aman dan tertib di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah tahanan Negara (Rutan) perlu diciptakan. Kegiatan keamanan dan ketertiban berfungsi memantau dan menangkal, mencegah sedini mungkin gangguan keamanan dan ketertiban yang timbul dari luar maupun dari dalam Lapas dan Rutan. Selain itu untuk mendukung pelaksanaan pembinaan dan bimbingan dengan baik maka petugas pemasyarakatan harus bisa mengawasi dan mampu menerapkan peraturan-peraturan yang berlaku di dalam Rutan. Peraturan yang dimaksud adalah peraturan yang dapat dijadikan pedoman para petugas pemasyarakatan untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Lapas atau Rutan, seperti UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Prosedur Tetap keamanan dan ketertiban Lapas, Buku Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan, serta peraturan lain yang bisa mencegah sedini mungkin gangguan keamanan dan ketertiban di dalam Rutan. Dengan peraturan tersebut diharapkan bisa dijadikan pedoman bagi para petugas pemasyarakatan dalam mengawasi narapidana sesuai tujuan yang diharapkan. Akan tetapi hal ini masih sangat sulit bagi para petugas pemasyarakatan untuk menjalankan ketentuan tersebut, sehingga masih banyak gangguan keamanan yang dilakukan narapidana. Salah satu contoh kasus yang terjadi, tiga orang narapidana (Napi) penghuni Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas II B Ponorogo, Jawa Timur, melarikan diri pada hari Kamis dinihari 13/06/2013). Ketiga Napi yang berhasil melarikan diri dengan cara menggergaji jeruji besi dan kemudian memanjat tembok depan dengan menggunakan kain dan baju sebagai alat pemanjat, yakni Andri Prasetyo asal Jombang, Mulyono asal Sukaharjo, dan Suyanto

4 asal Babadan, Ponorogo. Mereka selama ini menghuni kamar D6. Sementara itu, Kapolres Ponorogo, AKBP Iwan Kurniawan, menegaskan, berdasarkan hasil olah TKP dan keterangan pihak Rutan, pada saat kejadian petugas jaga hanya enam orang untuk menjaga Napi dan tahanan sebanyak 259 orang. 1 Kasus diatas menunjukkan betapa lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan (sipir) yang mengakibatkan kaburnya tiga narapidana di Rutan Klas II B Ponorogo tersebut. Ironisnya lagi, ketika terjadi kasus tersebut petugas pemasyarakatan hanya 6 orang untuk menjaga 259 orang narapidana, tentunya hal ini tidak efektif karena sistem keamanan yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan dirasa kurang mumpuni dalam melakukan pengawasan terhadap narapidana. Selain itu Rutan harus bisa mempertimbangkan dengan menambahkan personil untuk memperkuat penjagaan di beberapa Pos. Oleh karena itu tidak dapat di pungkiri bahwa aspek keamanan di dalam Rutan sangat penting dan menjadi indikator keberhasilan Rumah Tahanan Negara atau Lembaga. Pemasyarakatan. Salah satu indikator kondisi aman Lembaga Pemasyarakatan adalah terpeliharanya keamanan dan ketertiban seperti tidak terjadi pelarian. Karena Rutan atau Lapas merupakan miniatur dari kehidupan masyarakat yang memiliki norma atau aturan, kebiasaan dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakatnya. 1 Tiga Napi di Ponorogo melarikan diri, http://www.berita2.com/ 2014/di akses tanggal 20 april 2014, jam 21.00 WIB.

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mempunyai permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Apa faktor yang menyebabkan narapidana melarikan diri?; 2. Bagaimana sistem pengamanan yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan terhadap narapidana di Rumah Tahanan Negara Klas II B Ponorogo?; 3. Bagaimana upaya yang dilakukan Rumah Tahanan Negara Klas II B Ponorogo untuk mencegah narapidana yang melarikan diri?. C. Tujuan Penelitian Dari penulisan hukum yang akan dilakukan oleh penulis maka tujuan yang ingin di capai adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor yang menyebabkan narapidana melarikan diri. 2. Untuk mengetahui dan menganalisa sistem pengamanan yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan terhadap narapidana di Rumah Tahanan Negara Klas II B Ponorogo. 3. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya yang dilakukan Rumah Tahanan Negara Klas II B Ponorogo untuk mencegah narapidana yang melarikan diri.

6 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kepentingankepentingan sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis Penullisan hukum ini di harapakan dapat berguna untuk memberikan masukan bagi pihak-pihak yang memerlukan yaitu pemerintah dan instansi penyelenggara Rutan, khususnya Rutan Klas II B Ponorogo. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu hukum khususnya terkait dengan upaya Rutan dalam mencegah narapidana melarikan diri. E. Kegunaan Penelitian a) Bagi Penulis Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dan untuk lebih memahami hukum acara pidana guna penegakkan hukum yang lebih baik di masyarakat. b) Bagi Rumah Tahanan Negara Memberikan informasi kepada Rutan, lembaga terkait, akademisi dan masyarakat secara umum mengenai gambaran tentang pelaksanaan sistem pengamanan di Rumah Tahanan Negara dapat dilihat dari segi hukum positif.

7 c) Bagi Masyarakat Untuk memberikan informasi baru mengenai pelaksanaan pengamanan yang dilakukan oleh petugas Rutan Klas II B Ponorogo sehingga masyarakat bisa turut serta dalam melakukan pengamanan di sekitar Rutan supaya tidak terjadi kasus napi yang melarikan diri. F. Metode Penelitian Untuk memperoleh data-data valid yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini maka penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut : 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis/social legal reseach untuk mengkaji dan membahas bagaimana sistem keamanan bagi narapidana di dalam Rutan. Metode penelitian yuridis yaitu memahami UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) tahun 1975 dan Keputusan Dirjen Pemasyarakatan No. E.22.PR.08.03 tahun 2001 tentang Prosedur Tetap (PROTAP). Sedangkan pendekatan secara sosiologis yaitu dengan melihat secara langsung kebenaran dan kenyataan ke lokasi penelitian untuk mengetahui sejauhmana penerapan sistem keamanan bagi narapidana di Rutan dalam melaksanakan fungsi dari Rutan yang diantaranya adalah melakukan pelayanan tahanan dan melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Rutan.

8 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun tugas akhir ini adalah di Rumah Tahanan Negara Klas II B Ponorogo, yang terletak di kabupaten Ponorogo. Pada instansi tersebut penulis dapat memperoleh data yang akurat karena memiliki kompetensi terkait objek penelitian yaitu kasus narapidana yang melarikan diri. 3. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : a) Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Data atau informasi yang diteliti untuk skripsi ini yaitu data menggenai narapidana yang melarikan diri mulai januari hingga desember 2014. Kegiatan tersebut dilakukan melalui wawancara dengan pihak dari para Petugas Rutan Klas II B Ponorogo diantaranya adalah Kepala Rutan, Kepala Sub. Keamanan, dan Warga binaan. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 25 Juli sampai dengan 1 November 2014. b) Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian hasil penelitian dalam bentuk laporan, dan termasuk data yang bersumber dari Rumah Tahanan Negara Klas II B Ponorogo yang berkaitan dengan kebutuhan data dalam penelitian.

9 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah : a) Wawancara, adalah merupakan proses tanya jawab secara lisan di mana dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda satu pihak berfungsi sebagai pencari informasi atau penanya atau disebut interview atau informan/ responden. 2 Dalam teknik wawancara tersebut penulis melakukan kegiatan wawancara dengan Bapak Subakdo Wulandoro, Bc.IP, Ssos. selaku Kepala Rutan Klas II B Ponorogo mengenai kasus pelarian di Rutan tersebut dan upaya yang dilakukan untuk menaggulangi kasus pelarian diri. Selain itu juga mewawancarai Bapak Suherwan, SH, MH. selaku Kepala Kesatuan Pengamanan mengenai sistem pengamanan di Rutan dan upaya untuk meningkatkan pengamanan tersebut. Dengan wawancara tersebut penulis dapat memperoleh data yang akurat dan benar mengenai objek yang diteliti. b) Studi Observasi, adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai fenomena sosial tentang kasus pelarian diri serta kasus-kasus yang melanggar ketentuan di Rutan untuk kemudian dituangkan dalam bentuk laporan. Dalam melakukan observasi dipergunakan alat-alat yaitu struktur organisasi, daftar tahanan, daftar petugas jaga, daftar kelakuan tahanan, catatan berkala dan lain-lain. Hal 71 2 Ronny Hanitijo Soemitro. 1982. Metodologi Penelitian Hukum. Semarang. Gralia Indonesia.

10 c) Studi kepustakaan Data yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan yang bersumber dari Peraturan perundang-undangan, Buku, Dokumen resmi, Publikasi dan Hasil Penelitian yang berkaitan dengan permasalahan sistem pengamanan bagi narapidana di Rutan. d) Analisis Data Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analisis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. 3 Data hasil penelitian, baik data primer maupun data sekunder diolah dengan menafsirkan gejala dalam hubungannya dengan landasan teori dan landasan yuridis digunakan analisis kualitatif dengan cara menyelaraskan dan menggambarkan keadaan yang nyata di lapangan. Karena sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini terdiri dari 4 ( empat ) BAB yang tersusun secara berurutan. Mulai BAB I sampai BAB IV, secara garis besar dapat di uraikan sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Pada Bab ini berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan hukum, dan metode penulisan hukum, serta sistematika penulisan. 3 Zainuddin Ali. 2013. Metode PenelitianHukum. Jakarta. Sinar Grafika. Hal. 107

11 BAB II Tinjauan Pustaka Pada Bab ini berisi mengenai tinjauan pustaka yang meliputi deskripsi dan uraian mengenai bahan-bahan teori, doktrin atau pendapat sarjana, dan kajian yuridis berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, terkait dengan permasalahan yang akan dijadikan suatu penulisan hukum. BAB III Pembahasan Pada Bab ini menjelaskan dan memaparkan bahan hukum hasil penulisan hukum serta analisa bahan hukum penulisan yang berkaitan dengan masalah berdasarkan pada teori dan kajian pustaka. BAB IV Penutup Pada Bab ini berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil penulisan hukum pada Bab III, serta berisi saran-saran sebagai rekomendasi terhadap pihakpihak yang berkepentingan. Kemudian setelah penutup selesai, dilanjutkan dengan daftar pustaka yang dijadikan sumber rujukan penulisan hukum.