BRIEF Volume 11 No. 04 Tahun 2017

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya disekitar hutan dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang efektif.

PERHUTANAN SOSIAL SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN

Mengintip Peraturan tentang Perhutanan Sosial, Dimana Peran Penyuluh Kehutanan? oleh : Endang Dwi Hastuti*

PROSES PENGAJUAN PERHUTANAN SOSIAL

PROYEKSI PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN

PANDUAN. Pengajuan Perhutanan Sosial

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

: Ketentuan Umum : Pemberian & Permohonan Hak atau Izin & Pelaksanaan Kemitraan Kehutanan Bab III : Pemanfaatan Areal PS Bab IV : Jangka Waktu dan

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

BRIEF Volume 11 No. 08 Tahun 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Apakah ikan bisa memanjat?

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERSIAPAN DUKUNGAN BAHAN BAKU INDUSTRI BERBASIS KEHUTANAN. Oleh : Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT PADA IUPHHK-HTI. Oleh : Dr. Bambang Widyantoro ASOSIASI PENGUSAHA HUTAN INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEMATIKA PENYAJIAN :

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI OLEH DIREKTUR JENDERAL BUK SEMINAR RESTORASI EKOSISTEM DIPTEROKARPA DL RANGKA PENINGKATAN PRODUKTIFITAS HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Penetapan Lokasi IUPHHK-RE di Tengah Arus Perubahan Kebijakan Perizinan. Hariadi Kartodihardjo 27 Maret 2014

PENATAAN KORIDOR RIMBA

Asep Yunan Firdaus. PROGRAM PENELITIAN PADA Hutan, Pohon dan Wanatani. S A F i R L A W O F F I C E S

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN RESTORASI EKOSISTEM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.44/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN UNIT PERCONTOHAN PENYULUHAN KEHUTANAN

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Disampaikan pada acara :

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

KEBIJAKAN PROGRAM PSKL DUKUNGAN KEGIATAN LITBANG TAHUN 2017 JULI, 2016

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

KRITERIA CALON AREAL IUPHHK-RE DALAM HUTAN PRODUKSI

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.76/Menhut-II/2014

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

I. INVESTOR SWASTA. BISNIS: Adalah Semua Aktifitas Dan Usaha Untuk Mencari Keuntungan Dengan

STRATEGI PERCEPATAN PERLUASAN AKSES KELOLA MASYARAKAT ATAS KAWASAN HUTAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

2 Mengingat : kembali penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau pada hutan hak; c. ba

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PROGRAM : PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DAN USAHA KEHUTANAN (Renstra Ditjen PHPL )

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

EXSPOSE PENGELOLAAN PERTAMBANGAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG

PERCEPATAN INVESTASI PERTANIAN DAN EVALUASI PERKEMBANGANNYA. Oleh Dr. Agus Justianto

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

Halaman Judul Report Sub Kegiatan A Conduct a workshop on public consultation on the policy brief on model development of Sustainable Management

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

Kajian Tinjauan Kritis Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa

Strategi Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat. Didik Suharjito

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

GRAFIK LUAS KAWASAN HUTAN INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

Transkripsi:

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 04 Tahun 2017 Sumber foto: www.reddplusid.org MEMASTIKAN PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL (12,7 Juta ha) TEPAT SASARAN Sulistya Ekawati Ringkasan Eksekutif Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan telah diwujudkan dalam program Perhutanan Sosial. Sudah hampir 35 tahun kebijakan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dilaksanakan dan sudah 46 peraturan dikeluarkan, serta 36 peraturan direvisi, kesejahteraan masyarakat dan hutan lestari belum juga terwujud. Hal ini terjadi karena pemberdayaan masyarakat sekitar hutan menyangkut pemberdayaan ekonomi, sosial dan ekologi. Kepentingan ekonomi selalu berbenturan dengan kepentingan ekologi, sehingga kebijakan yang dibuat membatasi keinginan masyarakat untuk memaksimalkan produktivitas lahannya. Program perhutanan sosial yang dipilih masyarakat sering tidak sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Perbedaan masing-masing program perhutanan sosial kurang jelas dipahami masyarakat, sehingga program yang dipilih tidak memecahkan permasalahan yang dihadapi. Rekomendasi kebijakan yang disarankan adalah: 1. Perlu membuat kriteria dan verifier pelaku perhutanan sosial agar tepat sasaran, 2. Diperlukan kehati-hatian dalam alokasi Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) di hutan produksi konversi,karena akan menimbulkan kecemburuan sosial PIAPS di kawasan hutan lainnya ketika dilakukan pelepasan kawasan hutan. 3. Lokasi PIAPS sebagian besar (63%) di hutan lindung dan hutan produksi terbatas sehingga perlu dipastikan program Perhutanan Sosial yang dipilih aturan pemanfaatan hutannya disesuaikan dengan fungsi kawasan. 4. Perlu dukungan Kementerian terkait (Kementerian Desa, Kementerian Perindustrian, Memastikan Program Perhutanan Sosial (12,7 Juta Ha) Tepat Sasaran 1

Pernyataan Masalah Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Kementerian Dalam Negeri) dalam pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui program Perhutanan Sosial. 5. Perlu ada insentif bagi Perhutanan Data tahun 2003 yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian K e h u t a n a n Ta h u n 2 0 1 0 2 0 1 4, menyebutkan bahwa dari 220 juta penduduk Indonesia, 48,8 juta orang diantaranya tinggal di pedesaan sekitar kawasan hutan, dan kurang lebih 10,2 juta secara struktural termasuk kategori miskin/tertinggal dan menggantungkan hidupnya dari hutan. Overlay data Potensi Desa (PODES) Kementerian Kehutanan dan Badan Pusat Statistik tahun 2011 menunjukkan sebanyak 8.644 (11,07%) desa berada di dalam kawasan hutan, 26.353 desa (33,75%) desa berada di tepi hutan, dan 43.097 desa (55,19%) desa b e r a d a d i l u a r k a w a s a n h u t a n. K e m e n t e r i a n A g r a r i a d a n Ta t a Ruang/Badan Pertanahan Nasional juga telah melakukan pendataan atas jenis penggunaan tanah yang berada dalam area yang ditetapkan sebagai kawasan hutan. Tidak kurang dari 186.658 hektar lahan perkampungan penduduk dan 701.905 hektar lahan sawah berada di dalam kawasan hutan (Stranas Reformasi Agraria, 2016). Ada beberapa dimensi kemiskinan masyarakat di sekitar hutan antara lain: k e t i m p a n g a n a k s e s a k i b a t ketidakmerataan pembangunan di daerah pinggiran, kebijakan pemerintah dan peraturan di sektor kehutanan yang tidak berpihak pada masyarakat serta ketimpangan alokasi pemanfaatan hutan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2014, indeks kepemilikan lahan semakin timpang mencapai angka 0,72 pada tahun 2013. Hal tersebut identik dengan data Direktorat Jenderal Planologi (2013) yang menunjukkan bahwa perusahaan besar mendominasi alokasi pemanfaatan hutan (97,39%), sedangkan Sosial di hutan konservasi dan hutan lindung untuk menjamin masyarakat taat pada aturan di kawasan hutan tersebut. alokasi usaha kecil dan masyarakat hanya (2,61%). Pelepasan kawasan hutan menjadi perkebunan, penerbitan izin konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK- HA), Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri ( I U P H H K - H T I ), I z i n U s a h a Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUP-HHBK) telah menyebabkan banyak masyarakat di dalam dan sekitar di kawasan hutan kehilangan akses terhadap sumber kehidupan mereka yang sebelumnya ada di hutan. Menyikapi hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengalokasikan 12,7 juta ha lahan untuk masyarakat. Alokasi 12,7 juta ha tersebut diwujudkan melalui pemberian akses legal kepada masyarakat s e t e m p a t d a l a m b e n t u k H u t a n Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Kemitraan dan Hutan Adat. Semua program tersebut disebut oleh KLHK sebagai program Perhutanan Sosial. HKm, HTR, Hutan Desa, Kemitraan dan H u t a n A d a t m e r u p a k a n u p a y a pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, tetapi anehnya KLHK hanya menyebut HKm saja yang masuk d a l a m k e g i a t a n p e m b e r d a y a a n masyarakat. Sudah hampir 35 tahun program pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dilaksanakan. Tidak kurang dari 46 peraturan dikeluarkan, sedikitnya 36 peraturan revisi untuk mengimbangi dinamika yang terjadi, tetapi program pemberdayaan masyarakat sekitar hutan 2 Policy Brief Volume 11 No. 04 Tahun 2017

belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Masyarakat belum sejahtera dan hutan tidak lestari. Capaian program perhutanan sosial masih jauh di bawah target yang telah ditetapkan. Ada beberapa permasalahan umum yang dihadapi seperti: rendahnya kapabilitas masyarakat, kurangnya pendampingan, ketidaksesuaian jenis Perhutanan Sosial yang dipilih masyarakat dengan karakteristik biofisik dan sosial dan ekonomi masyarakat, kurangnya sinergitas antara sektor dan antar tingkat p e m e r i n t a h a n, l e m a h n y a a k s e s masyarakat terhadap modal, belum terintegrasinya program Perhutanan Sosial dengan program Kesatuan P e n g e l o l a a n H u t a n ( K P H ) d a n sebagainya. Permasalahan per skema Perhutanan Sosial dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Permasalahan yang dihadapi pada masing-masing kegiatan Perhutanan Sosial No Kegiatan Permasalahan Perhutanan Sosial 1. HKm 1. Rendahnya kapasitas masyarakat sehingga perlu pendampingan 2. Persaingan ruang tumbuh tanaman kayu dan tanaman pangan 3. Belum diakuinya komoditas pangan sebagai produk kehutanan 4. Kekhawatiran pengambilalihan lahan yang selama ini diklaim menjadi lahan garapannya 5. Ketidakjelasan penghitungan dan pembebanan Provisi Sumber daya Hutan (PSDH) di areal HKm 6. Kurangnya sinergitas antara sektor dan antar tingkat pemerintahan 7. Lemahnya akses masyarakat terhadap modal 8. Lemahnya modal sosial dalam masyarakat 9. Sangat terbatasnya informasi masyarakat sekitar hutan 10. Keterbatasan pendampingan 2. HTR 1. Penunjukkan lokasi HTR diajukan tanpa memerhatikan sebaran lokasi industri pengolahan kayu, pasar kayu olahan, serta ketersediaan sarana-prasarana untuk menjangkau industri dan pasar. 2. Program HTR ini belum terintegrasi dengan pembangunan KPHP. 3. Kesulitan masyarakat untuk mengakses sumber pendanaan 4. Kurangnya fasilitasi oleh pemerintah untuk membangun kemitraan antara masyarakat dengan industri dan pasar kayu 5. Ketidaktepatan pilihan jenis tanaman dengan kesesuaian lahan 6. Rendahnya minat masyarakat untuk berinvestasi mengembangkan hutan tanaman kayu 11. Rendahnya kemampuan masyarakat untuk membangun dan mengelola hutan tanaman 12. Ketidakpastian pasar dan harga jual dari kayu hasil tanaman masyarakat 13. Serangan hama-penyakit akibat pengembangan hutan tanaman sejenis dan kebakaran hutan akibat pembukaan lahan menggunakan cara pembakaran 14. Belum jelasnya aturan terkait tegakan yang sudah ada 3. Hutan Desa 1. Lemahnya kapasitas lembaga desa untuk mengelola hutan, termasuk kekompakan masyarakat 2. Lemahnya sistem pengamanan dan pengawasan hutan desa, termasuk membatasi akses masyarakat dari luar desa untuk masuk ke areal hutan desa 3. Belum jelasnya pemanfaatan hasil hutan kayu di hutan desa 4. Belum terintegrasinya program hutan desa dengan dana desa Memastikan Program Perhutanan Sosial (12,7 Juta Ha) Tepat Sasaran 3

No Kegiatan Permasalahan Perhutanan Sosial Ộى I Ρ⅞Ăŧ! ŕ Ă⅞ 1. unsur- Sulitnya masyarakat hukum adat untuk bisa memenuhi unsur yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 2. Belum akuratnya data dan peta sebaran geografis masyarakat hutan adat (MHA) 3. Tampilnya elit MHA yang secara sepihak mengklaim wilayah hutan untuk kepentingan individu atau kelompok terbatas 5. Kemitra-an 1. Tidak ada kesetaraan antara masyarakat dengan perusahaan 2. Belum ada insentif bagi perusahaan yang melakukan kemitraan 3. Program kemitraan hanya berupa charity untuk meredam konflik, jauh dari upaya pemberdayaan Metode Kajian ini termasuk dalam ranah evaluasi kebijakan. Evaluasi diperlukan agar kesalahan-kesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan perbaikan, sehingga mengurangi resiko yang lebih besar dan memberikan input bagi kebijakan yang akan datang supaya lebih baik. Evaluasi kebijakan dalam penelitian ini dilakukan dengan m e l a k u k a n p e n i l a i a n t e r h a d a p pencapaian target kebijakan (output), pencapaian tujuan kebijakan (outcome) dan kesenjangan (gap) antara target dan capaian (Nugroho, 2006; Wheeler et al, 2010). Kondisi Saat Ini Program pemberdayaan masyarakat di lakukan pada semua fungsi kawasan hutan, yang aturan mainnya disesuaikan dengan aturan pengelolaan pada masingmasing fungsi kawasan hutan tersebut. Ya n g p e r l u d i t e k a n k a n k e p a d a m a s y a r a k a t a d a l a h m e m a s t i k a n masyarakat memahami dan bisa menerima aturan main tersebut. Untuk mendukung pemahaman dan penerimaan aturan main tersebut, pemerintah harus mempunyai solusi atas permasalahan yang dihadapi masyarakat ketika akses mereka untuk memanfaatkan sumber daya hutan dibatasi. Kebijakan pemilihan jenis tanaman kehidupan (seperti kopi, coklat, petai, durian dan sebagainya) m e n j a d i p o i n p e n t i n g k e g i a t a n pemberdayaan masyarakat di hutan lindung. Pemilihan jenis tanaman di hutan konservasi membatasi ruang gerak masyarakat dalam pemanfaatan lahan garapannya, perlu disediakan alternatif mata pencaharian masyarakat. Proses pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan, tanpa ada tahap penyadaran masyarakat mustahil tahap berikutnya bisa dilalui. Selain itu sekarang ini pemerintah juga belum menyediakan kebijakan insentif yang jelas. Koordinasi a n t a r t i n g k a t p e m e r i n t a h u n t u k mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hutan juga kurang serius dilakukan. Tabel 2. Program Pemberdayaan Masyarakat per Fungsi Kawasan Hutan Fungsi Hutan Program Pemberdayaan yang Dilakukan Hutan Lindung HKm Hutan Desa Kemitraan Hutan hak Hutan Produksi HKM HTR Hutan Desa Kemitraan Hutan Hak Hutan Konservasi Model Desa Konservasi Kemitraan HKm (kecuali Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional) Hutan hak Sumber: PP Nomor 6 Tahun 2007, PermenLHK Nomor P.83/MenLHK/Setjen /Kum.1/10/2016 tentang Data Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) (2015), menunjukkan bahwa sampai dengan akhir 2014, capaian areal Perhutanan Sosial yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan atau Penepatan Areal 4 Policy Brief Volume 11 No. 04 Tahun 2017

Kerja (PAK) seluas 1.380.873 ha dengan r i n c i a n s e b a g a i b e r i k u t : H u t a n Kemasyarakatan (Hkm) 328.452 ha; Hutan Desa (HD) 318.024 ha dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) 734.397 ha. Capaian Hkm dan HD tersebut hanya 30%, apabila dibandingkan dengan target dalam Renstra 2010-2014 adalah 2 juta ha Hkm dan 0,5 juta ha HD. Sedangkan HTR, hanya mencapai 8% dari target Renstra seluas 5,6 juta ha. Melihat rendahnya realisasi kegiatan Perhutanan Sosial dibandingkan dengan target yang ditetapkan, Ditjen PSKL menempuh tiga langkah: a) PIAPS sebagai peta acuan lokasi, b) Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja PPS) dibentuk di semua provinsi dan c) sistem online dalam pengajuan permohonan. Hasil rekapitulasi PIAPS menunjukkan b a h w a b a h w a P I A P S b a n y a k dialokasikan di hutan lindung dan hutan produksi terbatas (63 %), sehingga aturan pemanfaatan hutannya seharusnya lebih mengarah ke aturan pengelolaan hutan lindung. Selain itu sebanyak 6% PIAPS mengalokasikan pada hutan produksi konversi, hal ini akan menimbulkan kecemburuan masyarakat yang ikut kegiatan perhutanan sosial di fungsi kawasan hutan yang lain, karena PIAPS di hutan produksi konversi akan dilakukan pelepasan kawasan hutan. Sumber : Diolah dari data PIAPS PSKL, 2016 Gambar 2. Luas PIAPS per pulau Sumber: Ditjen Planologi Kehutanan, Ditjen BUK dan Ditjen PHKA (2015) dalam WG Tenure 2016 Gambar 3. Data jumlah Konflik di Kawasan Hutan Data PIAPS tersebut perlu dicermati kembali, karena seharusnya lokasi PIAPS sesuai dengan lokasi-lokasi dimana konflik pemanfaatan sumber daya hutan (SDH) terjadi, karena salah satu resolusi konflik SDH adalah melalui Perhutanan Sosial. Berdasarkan Gambar 3 pulau yang paling banyak terjadi klaim kawasan hutan sesuai urutan adalah: Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali/Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera, Maluku dan Papua. Sedangkan data PIAPS paling banyak dialokasikan di Pulau Sumatera, Kalimantan, Papua, Bali/NTT dan Sulawesi. Sumber : Diolah dari data PIAPS PSKL, 2016 Gambar 1. PIAP Per Fungsi Kawasan Hutan Sumber foto: www.reddplusid.org Memastikan Program Perhutanan Sosial (12,7 Juta Ha) Tepat Sasaran 5

Tabel 3. Berbagai program Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan No Program Tujuan Sasaran 1. HKm Pemberdayaan masyarakat Kelompok masyarakat/kelompok tani/koperasi 2. Hutan Tanaman Meningkatkan potensi Koperasi, perorangan (petani Rakyat (HTR) dan kualitas hutan hutan), perorangan (pendidikan produksi dengan kehutanan atau bidang ilmu menerapkan silvikultur lainnya yang pernah sebagai dalam rangka menjamin pendamping atau penyuluh yang kelestarian sumber daya pernah bekerja di bidang hutan kehutanan dengan membentuk kelompok atau koperasi bersama masyarakat setempat). 3. Hutan Desa Kesejahteraan desa Lembaga Desa (koperasi, BUMDes 4. Kemitraan Pemberdayaan masyarakat 5. Hutan Adat Legalitas pengelolaan hutan oleh masyarakat hukum adat S e b e n a r n y a K L H K m e n y i a p k a n beberapa skema yang cukup beragam, dengan tujuan dan sasaran yang yang juga berbeda-beda. Masyarakat diberi kebebasan untuk memilih program apa yang akan dipilihnya. Dalam prakteknya skema tersebut kabur, sehingga tidak ada pembeda antara HKm dan HTR. Padahal sebenarnya program HTR diperuntukkan untuk mendukung potensi dan kualitas hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat. Masyarakat diberi ruang untuk berbisnis hutan tanaman, sehingga untuk menarik minat masyarakat program H T R diberikan insentif dibanding program HKm. Masyarakat yang ikut program H T R s e h a r u s n y a l e b i h m a j u dibandingkan dengan masyarakat yang ikut program Hkm. Dalam PermenLHK tentang Perhutanan Sosial disebutkan dengan jelas bahwa pelaku utama perhutanan sosial adalah masyarakat setempat atau masyarakat Masyarakat di areal konflik, masyarakat yang tergantung pada hutan, masyarakat, di areal tanaman kehidupan di wilayah kerja IUPHHK-HTI Masyarakat hukum adat hukum adat. Masyarakat setempat m e n u r u t P e r m e n L H K N o P.83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2016 adalah: a. Tinggal di sekitar kawasan hutan (berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP)) b. Bermukim di dalam kawasan hutan (memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan) c. Tergantung pada SDH d. Aktivitasnya berpengaruh terhadap ekosistem hutan Jika kita cocokkan dengan sasaran pada masing-masing program, nampak ada ketidakkonsistenan pada program HTR, karena program HTR mengakomodir perorangan (pendidikan kehutanan atau bidang ilmu lainnya yang pernah sebagai pendamping atau penyuluh yang pernah bekerja di bidang kehutanan dengan membentuk kelompok atau koperasi bersama masyarakat setempat). 6 Policy Brief Volume 11 No. 04 Tahun 2017

Pilihan dan Rekomendasi Kebijakan 1. Pemberdayaan masyarakat sekitar h u t a n b u k a n s e m a t a - m a t a pemberdayaan ekonomi semata, tetapi juga pemberdayaan sosial dan sekaligus pemberdayaan lingkungan. Dalam prakteknya motif-motif ekonomi mempunyai banyak benturan dengan motif lingkungan, sehingga tugas yang diemban KLHK menjadi lebih berat dibanding kegiatank e g i a t a n p e m b e r d a y a a n p a d a umumnya, sehingga dukungan dari Pemerintah Daerah dan Kementerian t e r k a i t ( K e m e n t e r i a n D e s a, K e m e n t e r i a n P e r i n d u s t r i a n, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Dalam Negeri) menjadi penting. 2. Program perhutanan sosial yang dipilih masyarakat tidak sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi serta biofisik masyarakat setempat. Masyarakat harus diberi informasi yang benar terkait karakteristik berbagai program Perhutanan Sosial yang ada agar bisa memilih program yang tepat. 3. Diperlukan kehati-hatian dalam alokasi PIAPS di hutan produksi konversi, k a r e n a a k a n m e n i m b u l k a n kecemburuan sosial di PIAPS di kawasan hutan lainnya ketika terjadi pelepasan kawasan hutan. Lokasi PIAPS sebagian besar di hutan lindung dan hutan produksi terbatas sehingga perlu dipastikan program Perhutanan Sosial yang dipilih aturan pemanfaatan hutannya disesuaikan dengan fungsi kawasan. Selain itu pemerintah juga perlu memerhatikan sebaran lokasi PIAPS (sporadis/ tidak kompak), lokasi PIAPS yang diajukan di luar kawasan hutan yang telah digarap, dan kawasan high conservation value forest (HCVF). 4. Selama ini aturan terdapat perbedaan aturan perhutanan sosial di masingmasing fungsi hutan. Hutan lindung dan hutan konservasi mempunyai banyak larangan yang membatasi masyarakat mengelola hutannya, perlu ada insentif untuk menjamin masyarakat taat pada aturan tersebut. 5. U n t u k m e m a s t i k a n p r o g r a m perhutanan sosial tepat sasaran perlu dibuat kriteria dan verifier seperti terlihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Kriteria dan Verifier Sasaran Program Perhutanan Sosial No Kriteria Verifier 1. Tinggal di sekitar kawasan hutan 2. Bermukim di dalam kawasan hutan KTP setempat Riwayat penggarapan kawasan hutan (umur tanaman berkayu) Pernah terdata dalam survei yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan/ KPH/ UPT KLHK 3. Tergantung pada SDH Sebagian besar pendapatannya dari usaha tani di dalam kawasan hutan Tidak mempunyai mata pencaharian lain yang kontinyu 4. Aktivitasnya Perubahan kawasan hutan berubah menjadi berpengaruh terhadap lahan garapan ekosistem hutan Rujukan Untuk Konsultasi sulistya.ekawati@yahoo.co.id Referensi Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial. (2016). Percepatan Perhutanan Sosial. Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan K e m i t r a a n L i n g k u n g a n. J a k a r t a : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. (2015). Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Tahun 2015 2019. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kantor Staf Presiden. (2016). Stranas Pelaksanaan Reformasi Agraria 2016 019. (Arahan dari Kantor Staf Presiden). Jakarta, 28 April 2016. Kementerian Kehutanan. (2010). Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kehutanan Tahun 2010 2014. Jakarta: Kementerian Kehutanan Nugroho R. (2009). Public policy. Jakarta: Elex Media Komputindo. Nugroho, R. 2006. Kebijakan publik untuk negara berkembang. Model-model perumusan, implementasi dan evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. WG Tenure.2016. Potret dan strategi penangan konflik sumber daya hutan di Indonesia. Bogor: WG Tenure. Memastikan Program Perhutanan Sosial (12,7 Juta Ha) Tepat Sasaran 7