BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut penelitian Citra Pariwisata Indonesia pada tahun 2003, budaya menjadi elemen yang paling menarik minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan skor 42,33 atau sangat menarik, yang unggul bila dibandingkan elemen lain seperti keindahan alam dengan skor 39,42. 1 Dengan adanya hal tersebut maka dapat dilihat potensi daya tarik budaya pada pariwisata Indonesia yang begitu besar, dalam hal menarik kunjungan wisatawan mancanegara. Banyak dari kebudayaan Indonesia yang dapat dijadikan daya tarik pariwisata, salah satunya adalah kain khas tradisional Indonesia, yaitu batik. Batik sudah dikenal dunia internasional sebagai ciri khas kebudayaan Indonesia. UNESCO (United Nation Educational, Scientific, and Culture Organization) telah mengakui batik sebagai milik Indonesia. Selaku organisasi tertinggi di bidang kebudayaan, UNESCO menyebutkan bahwa batik merupakan warisan kemanusiaan untuk budaya nonbendawi (Masterpieces of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) 2. Pengakuan tersebut dimaksudkan agar kelestarian karya agung yang telah menjadi kekhasan suatu daerah dapat terjaga dengan baik. Dimulai sejak zaman kerajaan-kerajaan terbentuk, jauh sebelum adanya kemerdekaan, batik telah menjadi kebutuhan sandang masyarakat Indonesia, terkhusus di Pulau Jawa. Hal ini bermula pada zaman berkembangnya Kerajaan 1 kebudayaan.kemendikbud.go.id. 2 Kusrianto, Adi. 2013. Batik Filosofi, Motif, dan Kegunaan. Yogyakarta: Andi hlm 304. 1
Majapahit sebagai penganut agama Hindu dan selanjutnya diikuti oleh adanya penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, seni membatik mulai berkembang, hingga masa Keraton Solo dan Keraton Yogyakarta. 3 Pada kurun waktu tersebut, batik menjadi simbol pakaian bagi kalangan tertentu saja, yaitu kalangan keluarga kerajaan atau orang-orang dengan kedudukan sosial tinggi. Selain itu, terdapat pula aturan yang membatasi penggunaan batik pada upacara tertentu saja. Namun, perubahan kekuasaan, struktur pemerintahan, serta tatanan sosial masyarakat di Indonesia, turut mempengaruhi perkembangan batik. Saat ini, batik telah menjadi barang umum yang dapat digunakan siapa saja. Tidak hanya dijadikan bahan sandang, batik telah dikembangkan dengan banyak variasi, menjadi tas, sprei, maupun barang lainnya. Dapat dilihat bahwa batik sejak dahulu hingga kini telah menjadi penggerak ekonomi bagi para pengrajinnya, khususnya di daerah-daerah yang terkenal dengan sentra batik. Daerah penghasil batik berpusat di Pulau Jawa dan tersebar ke beberapa daerah, seperti Solo (Surakarta), Yogyakarta, Lasem, Pekalongan, Banyumas, dan Probolinggo. Solo dan Yogyakarta dianggap sebagai pusatnya, mengingat sejarah Keraton Solo dan Keraton Yogyakarta yang berada pada kedua daerah tersebut. Khusus untuk Kota Solo, batik sudah menjadi identitas dimana sentra batik terbagi ke dalam dua wilayah, yaitu Kampung Laweyan dan Kampung Kauman. 4 Namun, berangkat dari sejarahnya, Kampung Laweyan memiliki kepopuleran yang lebih bila dibandingkan dengan Kampung Kauman. Kampung Laweyan 3 Prasetyo, Anindito. 2010. Batik Karya Agung Warisan Budaya Jawa. Yogyakarta: Pura Pustaka. 4 Sujanto, Muhammad. A Correlation Between Training, Promotion, Imaging, and Public Interest With Increase of Sale in Product of Batik Tulis in Laweyan, Surakarta. UNS: Sos-ant. (pdf). diunduh pada (20/12/15). 2
pernah mengalami masa-masa kejayaan dimana industri batik berkembang begitu pesat dan melahirkan saudagar-saudagar kaya melebihi kaum bangsawan keraton, sedangkan perkembangan industri di Kampung Kauman tidak begitu pesat karena kecenderungan masyarakatnya, sebagai masyarakat agamis. 5 Untuk itu Laweyan lebih menarik untuk diteliti. Sebagai upaya pemanfaatan potensi Kota Solo di bidang kepariwisataan, pemerintah kota mengeluarkan peraturan yaitu, Peraturan Daerah Kota Madya Tingkat II Surakarta tahun 1993-2013 Paragraf 7 Pasal 16 tentang Budaya dan Pariwisata yang berbunyi: a) Memanfaatkan unsur buatan manusia baik bangunan lama yang penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan maupun bangunan baru untuk pengembangan budaya, penelitian, pendidikan, dan industri pariwisata jati diri kota. b) Memanfaatkan unsur buatan manusia, unsur alam dan kegiatan tradisional rakyat untuk pengembangan industri pariwisata. c) Pengembangan wisata terpadu antara dunia usaha, budaya, pendidikan, penelitian, olahraga, dan konferensi. Optimalisasi potensi-potensi yang dimiliki Kota Solo dilakukan dengan memanfaatkan segala unsur yang saling bersinergi membentuk Kota Solo sebagai destinasi wisata yang juga mendorong perekonomian daerah. Pasal 4 Undangundang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyatakan tujuan dari kepariwisataan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan 5 Anonim. Menyusuri Kampung Batik di Laweyan diakses melalui http://www.neraca.co.id/article/7/101/menyusuri-kampung-batik-di-laweyan pada 2/12/2015. 3
rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, serta memajukan kebudayaan. Pariwisata merupakan suatu sistem multikompleks, tidak hanya menyangkut masalah ekonomi, namun juga masalah sosial, politik, dan budaya. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, pariwisata telah menjadi penggerak dinamika masyarakat, dan menjadi salah satu primemover perubahan sosial-budaya masyarakat. 6 Perubahan juga terjadi di masyarakat Kampung Laweyan, setelah usaha batik di kampung tersebut banyak mengalami kemunduran dengan munculnya batik printing dan batik cap pada tahun 1970 hingga akhir tahun 1990. 7 Perkembangan zaman yang begitu pesat diikuti oleh penemuan teknologi baru menggeser kejayaan batik tulis di Kampung Laweyan. Dengan ditemukannya mesin cap dan printing, proses pembuatan batik menjadi lebih cepat, mudah, dan menekan harga produksi sehingga harga jual batik tersebut jauh lebih murah bila dibandingkan dengan batik tulis. Akibatnya, kejayaan batik tulis menurun dan banyak para saudagar batik yang gulung tikar. Namun, perkembangan di sektor pariwisata yang begitu pesat, serta melihat potensi yang dimiliki Kampung Laweyan sebagai destinasi wisata, budaya batik tulis kembali bangkit dan semakin berkembang. Pada tahun 2004, Pemerintah Daerah Kota Surakarta menyetujui usulan dari Alpha Priyatmono sebagai penggagas wisata kampung batik yang juga merupakan warga dan pengusaha batik di Kelurahan Laweyan, untuk 6 Pitana, I G, 2002. Pariwisata, Wahana Pelestarian Kebudayaan dan Dinamika Masyarakat Bali. Denpasar: Universitas Udayana. 7 Adi, Ganug Nugroho. 2012. Alpha Fabela Priyatmono: Arsitek Kampung Batik Laweyan. Diakses melalui http://soloraya.com/2012/05/29/alpha-fabela-priyatmono-arsitek-kampung-batik-laweyan pada 3/12/2015. 4
mengembangkan kawasan tersebut sebagai industri kreatif Kampoeng Batik Laweyan. 8 Persetujuan diwujudkan melalui Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor 534.05/136-B/1/2004 9 kepada FPKBL (Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan) pada 25 September 2004 yang berbunyi, Bahwa dalam rangka upaya untuk meningkatkan peran Kampung Laweyan sebagai kawasan batik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya usaha batik di Laweyan Surakarta, perlu pengembangan usaha industri batik dengan tetap mempertahankan nilai budaya dan kelestarian lingkungan. Surat keputusan tersebut juga merupakan perpanjangan dari Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2001 tentang visi dan misi Kota Surakarta, yaitu terwujudnya Kota Solo sebagai kota budaya, yang bertumpu pada potensi perdagangan, jasa, pendidikan, pariwisata, dan olahraga. Dengan dikeluarkannya surat di atas, terjadi fenomena kebangkitan pengusaha batik di Kampung Laweyan. Tabel 1.1 Pertumbuhan Usaha Industri Batik di Kampoeng Batik Laweyan Tahun 2004-2011 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah Usaha 22 34 36 37 56 72 87 90 Sumber: Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan Pertumbuhan usaha industri batik di Kampung Laweyan selalu mengalami trend kenaikan yang positif setelah dijadikan destinasi wisata. Dari tahun 2004 hingga 2011, banyak dari pengusaha batik kembali aktif mengembangkan usahanya mencapai 90 pengusaha di tahun 2011. Selain itu jumlah sarana dan prasana 8 Ibid 9 Anonim. Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan. Diakses melalui http://kampoengbatiklaweyan.org/forum-pengembangan-kampoeng-batik-laweyan/ pada 3/12/2015. 5
pendukung destinasi wisata disana pun meningkat dari tahun ke tahun, seperti pertambahan jumlah hotel di sekitar kawasan wisata, pertambahan jumlah rumah makan, dan lain sebagainya. Pengakuan UNESCO terhadap batik pada tahun 2009 diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan jumlah wisatawan ke kota batik Solo. Tidak hanya wisatawan nusantara, pengakuan oleh dunia internasional tersebut diharapkan dapat memperluas informasi terkait budaya batik yang dimiliki Indonesia khususnya kepada wisman (wisatawan mancanegara). Namun, sejak dipatenkannya batik, jumlah wisman yang berkunjung ke Kota Solo malah menurun. Berikut ini merupakan grafik yang menggambarkan jumlah wisman yang berkunjung ke beberapa destinasi wisata di Kota Solo: Gambar1.1 Grafik Jumlah Wisatawan Mancanegara di Kota Solo 6720 14438 2006 2010 Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Solo, 2010 Data dari Dinas Pariwisata Kota Solo menunjukkan penurunan pada jumlah wisatawan yang berkunjung ke bebagai destinasi wisata di Solo. Pada tahun 2006 terdapat sebanyak 14.438 wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Solo. Penurunan terjadi secara drastis pada tahun 2010 dengan hanya 6.720 wisman. 6
Hal tersebut sangat disayangkan mengingat keberhasilan pemerintah dalam mematenkan batik untuk diakui dunia pada tahun sebelumnya. Bila dilihat dari waktu berdirinya, destinasi wisata Kampoeng Batik Laweyan terbilang masih baru, namun sebenarnya apa yang ditawarkan destinasi ini merupakan suatu hal yang sudah terbentuk sejak zaman dahulu dan masih bertahan hingga saat ini. Kampung Laweyan merupakan kampung kuno yang mayoritas masyarakatnya adalah pengrajin atau pewaris batik. Sejarah kejayaan batik pada masa lalu menjadikan kawasan ini begitu istimewa. Wisatawan yang masuk kawasan ini akan memasuki gang-gang sempit yang diapit oleh bangunanbangunan kuno bertembok tinggi. Bangunan tersebut memiliki arsitektur khas Indis atau disebut sebagai gaya arsitektur Jawa-Eropa dan model Gedong yang menggambarkan kejayaan Laweyan masa lalu. 10 Pada zaman itu, ada kepercayaan yang berkembang di masyarakat bahwa semakin tinggi tembok bangunan pada sebuah rumah, maka semakin tinggi pula wibawa dari pemilik rumah tersebut. 11 Sehingga, banyak dari arsitektur gedong tak terlihat dari luar karena tertutup oleh tembok-tembok yang tinggi. Di rumah-rumah tersebutlah industri kreatif batik tulis berkembang. Kejayaan batik di Laweyan juga dapat dibuktikan dari adanya karakteristik geografis kawasan tersebut yang dekat dengan sungai. Pada zaman dahulu sungai dimanfaatkan sebagai jalur transportasi perdagangan. Berbeda dengan Kampung Batik Kauman yang berada di sebelah barat Keraton Surakarta. Meskipun sangat 10 Priyatmono, Alpha Fabela. 2004.. Studi Kecenderungan Perubahan Morfologi Kawasan di Kampung Laweyan Surakarta. T esis UGM. Yogyakarta: Tidak Diterbitkan. 11 Indrawan, Angga. 2014. Menyibak Mitos di Langit Laweyan. Diakses melalui http://m.republika.co.id/berita/koran/jelajah-koran/14/08/03/n9qci3-menyibak-mitos-di-langit-laweyan pada tanggal 20/11/2015 7
dekat dengan keraton, kawasan ini tidak begitu berkembang karena karakter masyarakatnya merupakan kaum agamis, sedangkan mayoritas masyarakat di Laweyan merupakan kaum pedagang. Saat ini bukti kejayaan tersebut dapat dilihat juga dari adanya bangunan-bangunan cagar budaya, seperti Bandar Kabanaran (pelabuhan yang saat ini hanya berfungsi sebagai jembatan), makam K.H. Samanhudi, pendiri Serikat Dagang Islam, dan lain sebagainya. Kampoeng Batik Laweyan memiliki konsep rumahku adalah galeriku. 12 Kawasan ini menawarkan suatu atmosfer berwisata yang berbeda, dimana wisatawan yang datang akan merasa dirinya seperti sedang berada di rumah sendiri atau merasa homey. Hal tersebut dikarenakan, lokasi yang dijadikan showroom batik juga merupakan rumah dari pemilik showroom tersebut. Wisatawan yang datang akan disambut pegawai gerai batik dan dapat menikmati arsitektur dari gerai batik yang kental dengan arsitektur Jawa. Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, destinasi wisata atau tujuan wisata merupakan suatu geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Melihat potensi-potensi yang telah dijelaskan di atas, Kampung Laweyan layak disebut sebagai salah satu kawasan destinasi wisata di Kota Solo. Untuk itu seharusnya, peningkatan jumlah pengunjung di kampung ini akan terjadi seiring dengan adanya perbaikan pada sarana dan prasarana pendukung destinasi wisata tersebut. Wisata yang 12 Anonim. Wisata Budaya Solo: Kampoeng Batik Laweyan. Diakses melalui http://www.surakarta.go.id/konten/wisata-budaya-solo-kampoeng-batik-laweyan pada 20/11/2015 8
ditawarkanpun sangat kental dengan unsur kebudayaan sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara yang berbeda budaya. Terlebih pada tahun 2015, target wisman di Kota Solo sebanyak 15.000 orang telah tercapai sebanyak 16.301 orang. Tingginya angka wisman yang mengunjungi Kota Solo tersebut tidak dirasakan atmosfernya di Kampoeng Batik Laweyan. Hal yang sama diungkapkan oleh Bapak Arif, pengelola FPKBL bahwa pasar wisman di kawasan tersebut kurang potensial. Pengunjung yang datang seringkali merupakan wisatawan nusantara dalam jumlah rombongan melalui kerjasama dengan sekolah-sekolah di Kota Solo maupun dari luar Kota Solo. Untuk itu sangat disayangkan bagi Laweyan yang menawarkan wisata budaya asli masyarakatnya dalam membuat batik dan menawarkan wisata terpadu, seperti wisata heritage dari bangunan-bangunan kunonya; wisata sejarah dari cerita kemunculan batik di Laweyan; wisata belanja dari gerai-gerai batiknya; serta wisata kuliner berupa camilan khas Kota Solo yang banyak terdapat di sudutsudut kawasan, belum begitu dikenal wisatawan mancanegara. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik rumusan masalah penelitian, yaitu Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara ke Kampoeng Batik Laweyan? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara ke Kampoeng Batik Laweyan. 9
1.4 Manfaat Penelitian 1. Untuk Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata: a) Memberikan gambaran permasalahan yang ada di Kampoeng Batik Laweyan. b) Menjadi bahan masukan untuk perbaikan kinerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam membina dan mengembangkan destinasi wisata Kampoeng Batik Laweyan ke depannya. 2. Untuk Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan: a) Memberikan gambaran terkait faktor yang menjadi pendorong kedatangan wisatawan mancanegara ke Kampoeng Batik Laweyan. b) Menjadi bahan masukan untuk perbaikan pengembangan Kampoeng Batik Laweyan ke depannya, khususnya yang terkait dengan pasar wisatawan mancanegara. 3. Untuk Civitas Akademika a) Memberikan pengetahuan terkait destinasi wisata Kampoeng Batik Laweyan. b) Menjadi referensi bahan penelitian terkait pariwisata, khususnya pariwisata di Kampoeng Batik Laweyan. c) Melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya yang mengambil lokus Kampoeng Batik Laweyan. 10