PERBEDAAN REGULASI DIRI BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH DASAR KELAS VI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

dokumen-dokumen yang mirip
PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA TINGKAT AWAL (2015) DAN TINGKAT AKHIR (2013) DI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN GOAL ORIENTATION TERHADAP SELF-REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

HUBUNGAN METAKOGNISI, EFIKASI DIRI AKADEMIK DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB IV PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di SMA Swasta se-kota Salatiga, dengan subyek

Studi Deskriptif mengenai Self Regulation dalam Bidang Akademik pada Mahasiswa

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.

JURNAL Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Teknik Diskusi Kelompok Terhadap Regulasi Diri Siswa Dalam Belajar Di SMP N 1 Semen Tahun Ajaran

HUBUNGAN ANTARA TASK VALUE DENGAN SELF-REGULATION OF LEARNING PADA MAHASISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN SINDANGSARI AL-JAWAMI

Pengaruh Metode Modelling Dalam Layanan Klasikal Terhadap Peningkatan Self Regulated Learning

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

HUBUNGAN ACHIEVEMENT EMOTIONS DAN SELF-REGULATION MAHASISWA DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI LIDYA KEMALA SARI PANJAITAN SURYA CAHYADI

HUBUNGAN MOTIVASI DAN PERILAKU TERHADAP HASIL BELAJAR MATA KULIAH MATEMATIKA EKONOMI

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA ASRAMA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA INSANTAMA BOGOR AMILA SHALIHA ABSTRAK

Rosi Kurniawati Tino Leonardi, M. Psi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI FAKULTAS HUMANIORA BINUS UNIVERSITY TAHUN AJARAN GENAP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali

INTERVENSI SELF-REGULATION EMPOWERMENT PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI MAHASISWA NON REGULER DI JURUSAN X UNIVERSITAS X

Sri Wahyuningsih dan Satrijo Budiwibowo Pendidikan Akuntansi IKIP PGRI MADIUN

HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

Proceedings Konferensi Nasional Mempersiapkan Kebangkitan Generasi Emas Indonesia 2045 Melalui Revolusi Mental Anak Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.5 No.1 (2016)

Gambaran Self-Regulated Learning pada Mahasiswa yang Tidak Menyelesaikan Skripsi dalam Waktu Satu Semester di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Data Sebaran Responden. Kelas Putra Putri Jumlah X A X B XI BHS XI IPA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP DALAM MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK

Educational Psychology Journal

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

KONTRIBUSI SELF CONCEPT MATEMATIS TERHADAP KEMAMPUAN AKADEMIK MAHASISWA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.

Sri Wahyuningsih Prodi. Pend. Akuntansi IKIP PGRI Madiun

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penelitian ini diolah dengan menggunakan software program SPSS (Statistical

REGULASI DIRI MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PROSES PENYUSUNAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian. metodologi dari konsep serta menyusun hipotesis; c) membuat alat ukur

Self-efficacy Peserta Didik Homeschooling Kak Seto dalam Menghadapi Ujian Nasional Program Paket B

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dengan menggunakan metode Programme for International Student Assessment (PISA)

SELF REGULATED LEARNING SISWA DILIHAT DARI HASIL BELAJAR

REGULASI DIRI BELAJAR PESERTA DIDIK DI KELAS XI SMA NEGERI 2 SIJUNJUNG

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

Lala Nailah Zamnah. Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Galuh Ciamis ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

Prosiding Psikologi ISSN:

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung

Pengaruh Terpaan Peringatan Pesan pada Iklan Rokok terhadap Sikap untuk Berhenti Merokok pada Remaja. Skripsi

Penyesuaian Akademis Mahasiswa Tingkat Pertama

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE PENGAJARAN DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

Key words: self-regulated learning on homeschooling students, social support

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa SMA merupakan masa ketika remaja mulai memikirkan dan

belajar itu sendiri (Syah, 2011). Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dengan jumlah 214 orang.

Ananda Maha Putri 1), Linda Fitria 2) Progarm Studi Bimbingan dan Konseling UPI YPTK Padang

PENGEMBANGAN MATERI BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS KEBUTUHAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PENDAHULUAN. (wawancara dengan salah satu mahasiswa 1-Juni-2013 ).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah MA Darussalam Agung Kota Malang. mengembangkan pendidikan di Kedungkandang didirikanlah Madrasah

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI DESKRIPTIF SELF EFFICACY BIDANG AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 14 BEKASI

SELF-REGULATED LEARNING SISWA YANG MENYONTEK (SURVEY PADA SISWA KELAS X DI SMA N 52 JAKARTA UTARA TAHUN AJARAN 2010/2011)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PESERTA D IDIK D ALAM MENGHAFAL AL-QUR AN

Educational Psychology Journal

Anita Maharani Penelitian Tindakan Kelas

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY AKADEMIK DAN KONSEP DIRI AKADEMIK DENGAN PRESTASI AKADEMIK

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Dalam Gereja Protestan, salah satu program yang dijadikan sebagai sarana dalam menanamkan pengetahuan tentang nilai-nilai moral religius pada anak-ana

Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berbasis Soft Skill

HUBUNGAN SUBJECTIVE VALUE DENGAN EMOSI DALAM PENYUSUNAN SKRIPSI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

PERBEDAAN REGULASI DIRI PADA MAAHASISWA BEKERJA DAN MAHASISWA TIDAK BEKERJA DI PROGRAM STUDI BK STKIP PGRI SUMBAR

ANALISIS KARAKTERISTIK MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA FAKULTAS REKAYASA INDUSTRI ANGKATAN 2013 TELKOM UNIVERSITY MENGGUNAKAN KNOWLEDGE CONVERSION 5C

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Akuntansi sejumlah 66 siswa di SMK Yadika 4 berusia tahun. Jumlah

Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa. Atrie Bintan Lestari. Hendro Prabowo, SPsi

Transkripsi:

PERBEDAAN REGULASI DIRI BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH DASAR Ruminta 1, Sri Tiatri 2, Heni Mularsih 3 1 Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Email: lusiaksfl@gmail.com 2 Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Email: sri.tiatri@untar.ac.id 3 Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Email: henim@mku.untar.ac.id ABSTRAK Keberhasilan seorang dalam menjalani proses pendidikannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain selfregulation (regulasi diri belajar). Regulasi diri belajar adalah kemampuan untuk memunculkan dan memonitor sendiri baik pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai tujuan belajar. Regulasi diri belajar penting agar siswa memiliki kemandirian dalam belajar. Terdapat perbedaan hasil penelitian mengenai regulasi diri belajar ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih lanjut, apakah terdapat perbedaan regulasi diri belajar pada siswa Sekolah Dasar kelas VI ditinjau dari jenis kelamin. Subyek penelitian adalah 188 siswa kelas VI pada salah satu sekolah swasta di Bekasi. Siswa laki-laki berjumlah 94 dan 91 siswa perempuan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif. Pengumpulan data menggunakan kuesioner regulasi diri belajar yang telah diadaptasi sebelumnya dari teks aslinya, yaitu Motivated Strategies for Learning Questionnaire, yang dikembangkan oleh Pintrich dan De Groot (1990). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal regulasi diri belajar antara siswa laki-laki dan perempuan (p=0,072, >0,05). Pada empat dimensi yang diukur terdapat tingkat regulasi diri belajar yang sama antara siswa laki-laki dan perempuan. Hanya pada dimensi kecemasan terdapat perbedaan (p=0,003, < 0,05). Kata kunci: regulasi diri belajar, jenis kelamin, siswa, sekolah dasar 1. PENDAHULUAN Lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi berkompetisi untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas (Martono, 2017). Salah satu indikator kualitas adalah persentase kelulusan yang tinggi dan diterima di sekolah favorit. Selain sekolah, orang tua pun mengharapkan putera/puteri mereka berhasil dalam belajar (Pintrich & Schunk, 1996). Orang tua bahkan terkesan memaksa siswa harus berprestasi dan lebih baik dibandingkan dengan siswa lainnya. Alasannya karena siswa menjadi kebanggaan orang tua yang dapat meningkatkan nama baik orang tua di kalangan keluarga dan masyarakat. Secara umum orang tua akan melakukan banyak hal demi keberhasilan siswa. Mempersiapkan apa saja yang menjadi kebutuhan sekolah dan tidak jarang orang tua bahkan terkesan mengambil alih tanggung jawab siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah (Slameto, 1991). Di saat ujian pun orang tua yang lebih repot mempersiapkan diri bukan siswa. Semua diurus orang tua bahkan foto copy bahanbahan yang dibutuhkan. Dalam perbincangan dengan peneliti, seorang kepala sekolah SD di Bekasi, menyatakan, Sekarang ini orang tua yang repot, siswanya dibiarkan santai dan orang tua yang sibuk mencari bahan-bahan, pinjam buku temannya dan fotocopy. Hal ini menjadi penyebab siswa kurang mandiri, kurang bertanggung jawab dan kurang termotivasi untuk melakukan tugas sebagai siswa. Padahal kemandirian siswa adalah penting dalam proses belajar (Zimmerman, 2012). Siswa yang tidak memiliki tanggung jawab, kemandirian dan motivasi dalam belajar berarti belum memiliki self-regulation. Self-regulation menurut Zimmerman (2012), bukanlah suatu kemampuan dalam akademik, namun lebih kepada cara mengatur proses belajar individu secara mandiri melalui perencanaan, pengaturan dan pencapaian tujuan. Setiap individu juga diharapkan 286

Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 1, No. 2, Oktober 2017: hlm 286-294 ISSN 2579-6348 (Versi Cetak) ISSN-L 2579-6356 (Versi Elektronik) mampu menemukan strategi belajar yang tepat untuk mempermudah proses belajar. Terdapat tiga aspek regulasi diri belajar yaitu: pertama metakognisi, pada aspek ini siswa mulai merencanakan, menetapkan tujuan, dan mengevaluasi tugas. Kedua aspek motivasi, yaitu ketika individu memiliki keyakinan dan semangat yang tinggi dalam mengerjakan suatu tugas (Boekaerts, Pintrich, & Zeidner, 2000). Ketiga, aspek perilaku, lebih kepada upaya individu untuk memilih, menstruktur, dan menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan belajar. Siswa laki-laki dan perempuan yang memiliki tingkat regulasi diri belajar tinggi, mampu meprioritaskan belajar dan mengerjakan tugas. Mereka aktif dalam organisasi tanpa tertinggal dalam pembelajaran di kelas (Zimmerman, 2012). Mereka berani dan mau bertanya kepada teman maupun guru dalam menyelesaikan tugas. Sebaliknya siswa dengan tingkat regulasi diri belajar rendah cenderung kurang memiliki rencana. Usaha yang kurang dalam mengikuti proses pembelajaran. Siswa mudah menyerah apabila tidak mampu mengerjakan tugas. Kesulitan dalam belajar, pasif dalam kelas dan tidak mampu mencapai hasil maksimal. Dampak yang ditimbulkan adalah prestasi belajar yang rendah dan mungkin juga tinggal kelas (Lien, Tilor & Seeman, 2002). Faktor yang mempengaruhi regulasi diri belajar adalah jenis kelamin dan tingkatan kelas (Zimmerman, 1989). Beberapa hasil penelitian tentang regulasi diri belajar menunjukkan adanya ketidak konsistenan hasil penelitian antara siswa laki-laki dan perempuan pada daerah atau tempat berbeda. Lien, Tilor dan Seeman (2002) di California menunjukkan bahwa perempuan memiliki regulasi diri belajar lebih baik dari laki-laki. Berbeda dengan Jenny (2001) yang menyatakan bahwa di Israel dan Singapura laki-laki lebih baik regulasi diri belajarnya dibanding perempuan. Kajian penelitian di Indonesia seperti yang dilakukan oleh Ahmad (2010) pada pelajar SMP Bekasi. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada perbedaan regulasi diri belajar antara siswa laki-laki dan perempuan. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu Permata Sari dan kawan-kawan (2015) pada pelajar SMAN 1 Batusangkar Minangkabau dan di SMAN 1 Balige. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa terdapat perbedaan regulasi diri belajar pada siswa laki-laki dan perempuan. Perempuan memiliki regulasi diri belajar lebih tinggi dibanding laki-laki. Hasil wawancara dengan kepala sekolah K (8 September 2017), berkurang atau tidak adanya sikap mandiri, disiplin dan tanggung jawab pada siswa ini menjadi keprihatinan kepala sekolah, guru dan pemerhati pendidikan. Banyak siswa yang sangat tergantung pada orangtua dan guru sehingga pengetahuan siswa tidak bertambah, karena tidak mampu mengatur diri. Temuan yang berbeda dari beberapa penelitian tersebut, dan perbincangan dengan kepala Sekolah pada salah satu sekolah swasta di Bekasi mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang regulasi diri belajar pada siswa Sekolah Dasar kelas VI. Peneliti memilih kelas VI dengan asumsi bahwa mereka sudah dapat mengevaluasi dirinya setelah kurang lebih 6 tahun menjalani proses belajar. Memilih sekolah dasar juga berkaitan dengan penelitian sebelumnya yang berfokus pada siswa SMP, SMA dan mahasiswa. Siswa kelas VI secara tidak langsung sudah dituntun memiliki kemandirian dalam belajar sehingga lebih siap memasuki sekolah lanjutan (SMP) yang memiliki tanggung jawab belajar lebih besar. Alasan lainnya adalah beberapa penelitian yang sudah dilakukan ada pada level siswa SMP dan SMA atau SMK. Tujuan peneliti ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan regulasi diri belajar pada siswa/i SD ditinjau dari jenis kelamin. 287

Istilah self-regulation, Susanto (2006) menyebutkan, siswa yang memiliki tingkat inteligensi, kepribadian, lingkungan rumah dan sekolah yang baik, perlu didukung dengan kemampuan selfregulation untuk mencapai keberhasilan belajar yang diharapakan. Self-regulation adalah kemampuan untuk mengembangkan kontrol atas pikiran, perasaan, kognisi, motivasi dan tindakan dalam lingkungan eksternal seseorang (Bandura, 1986). Istilah self-regulation yang digunakan dalam belajar dikenal sebagai regulasi diri belajar. Salah satu teori yang menjelaskan tentang regulasi diri belajara adalah teori sosial kognitif. Menurut teori sosial kognitif, regulasi diri belajar tidak hanya ditentukan oleh proses pribadi, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku secara timbal balik (Zimmerman, 2012). Regulasi Diri Belajar mencakup tiga aspek yang diaplikasikan dalam belajar, yaitu metakognitif, motivasi, dan perilaku yang dipaparkan sebagai berikut. Pertama, metakognisi. Metakognisi adalah pemahaman dan kesadaran tentang proses kognitif atau pikiran tentang berpikir (Matlin, 1993). Metakognisi ini meliputi perencanaan, pemonitoran (pemantauan), dan perbaikan dari performansi atau perilakuya. Zimmerman (2012) menambahkan bahwa poin metakognitif dalam regulasi diri belajar adalah proses memahami pendekatan pembelajaran dalam proses berfikir dengan merencanakan, menetapkan tujuan, memonitor, mengorganisasikan dan mengevaluasi kegiatan belajar. Aspek Regulasi Diri Belajar yang kedua adalah motivasi. Deci dan Ryan (1985) mengemukakan bahwa motivasi adalah fungsi dari kebutuhan dasar untuk mengontrol dan berkaitan dengan kemampuan yang ada pada setiap diri individu. Ditambahkan pula oleh Zimmerman (2012) bahwa keuntungan motivasi ini adalah individu memiliki ketertarikan terhadap tugas yang diberikan dan berusaha dengan tekun dalam belajar dengan memilih, menyusun, dan menciptakan lingkungan yang disukai untuk belajar. Aspek regulasi diri belajar yang ketiga adalah perilaku. Menurut Zimmerman dan Schunk (1998) perilaku merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi, dan memanfaatkan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitasnya. Pada aspek perilaku ini, Zimmerman (2012) mengatakan bahwa individu memilih, menyusun, dan menciptakan lingkungan sosial dan fisik seimbang untuk mengoptimalkan pencapaian atas aktivitas yang dilakukan. Ada sejumlah faktor yang dapat mendukung regulasi diri belajar. Faktor-faktor tersebut adalah pertama, keyakinan mengenai kemampuan diri (self efficacy). Menurut Pintrich dan kawankawan (2003), self efficacy adalah sejumlah komponen pada individu atau keyakinan akan kemampuan individu dalam belajar dan memperlihatkan kemampuan tersebut pada tingkat tertentu. Faktor kedua adalah nilai-nilai intrinsik (intrinsic values). Pintich dan kawan-kawan (2003) mengatakan bahwa nilai-nilai intrinsik ini merupakan keyakinan pada manfaat atau pentingnya suatu tugas sehingga memunculkan ketertarikan pada tugas dimaksud. Regulasi diri belajar bergantung pada masing-masing pribadi yang meliputi pengetahuan, proses metakognitif, tujuan, dan afeksi. Regulasi diri belajar menggabungkan banyak hal tentang belajar efektif seperti pengetahuan, motivasi, dan perilaku disiplin diri. Siswa yang belajar dengan regulasi diri dengan baik dapat mengenal dirinya sendiri dan bagaimana cara mereka belajar. Regulasi diri belajar memiliki pengaruh yang sangat penting dalam dunia pendidikan (Zimmerman, 2012). Proses pembelajaran bagi siswa diharapkan tidak hanya kegiatan belajar mengajar ketika sekolah, namun di rumah dan aktif mengikuti kegiatan yang dapat menambah wawasan. 288

Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 1, No. 2, Oktober 2017: hlm 286-294 ISSN 2579-6348 (Versi Cetak) ISSN-L 2579-6356 (Versi Elektronik) Regulasi diri belajar sangat penting untuk memungkinkan keberhasilan di kalangan siswa sejak usia dini melalui semua tahapan pembelajaran (Masrun, 2000). Regulasi diri belajar merupakan salah satu teori belajar yang konstruktifis yang memampukan siswa mencapai tujuan belajar. Seorang siswa harus memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri. Apabila seorang siswa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang kompleks maka dia akan mengetahui bagaimana memecahkan masalah tersebut (Zimmerman, 2012). Ada sejumlah faktor yang dapat mendukung regulasi diri belajar. Faktor-faktor tersebut adalah: (a) Keyakinan mengenai kemampuan diri (self efficacy). Menurut Pintrich dan kawan-kawan (1991), self efficacy adalah sejumlah komponen pada individu atau keyakinan akan kemampuan individu dalam belajar dan memperlihatkan kemampuan tersebut pada tingkat tertentu. Self efficacy berkaitan dengan keyakinan akan kemampuan melakukan tugas disertai dengan tanggung jawab atas hasil yang diperoleh. Faktor kedua yang dapat mendukung regulasi diri belajar adalah: (b) Nilai-nilai Intrinsik (Intrinsic values). Pintrich dan kawan-kawan (1991) mengatakan bahwa nilai-nilai intrinsik ini merupakan keyakinan pada manfaat atau pentingnya suatu tugas sehingga memunculkan ketertarikan pada tugas dimaksud. Thoresen dan Mahoney (dalam Zimmerman, 2012) memaparkan perspektif sosial-kognitif, bahwa keberadaan regulasi diri belajar ditentukan oleh tiga faktor yaitu person, perilaku, dan lingkungan, yang diuraikan sebagai berikut: (a) Faktor pribadi (person). Regulasi diri belajar bergantung pada masing-masing pribadi yang meliputi pengetahuan, proses metakognitif, tujuan, dan afeksi. Pengertian pengetahuan dalam regulasi diri belajar artinya seseorang harus memiliki kemampuan dalam menggunakan strategi tersebut secara efektif, pengetahuan tersebut harus didukung dengan proses metakognitif yang baik. Proses metakognitif di sini berfungsi untuk perencanaan siswa dan menganalisisis tujuan (goals) dalam belajar. Tujuan dan pemakaian proses metakognitif dipengaruhi oleh persepsi terhadap self-efficacy dan afeksi (affect). Faktor penentu keberadaan regulasi diri belajar yang kedua adalah, (b) Faktor perilaku (Behavior). Ada tiga cara untuk melihat perilaku dalam regulasi diri belajaryaitu observasi diri, penilaian diri dan reaksi. Ketiganya memiliki hubungan yang sifatnya timbal balik seiring dengan konteks persoalan yang dihadapi. Faktor ketiga, adalah (c) Faktor lingkungan. Upaya yang dilakukan dalam menciptakan lingkungan tersebut dapat dengan cara mencari bantuan sosial dari orang lain, mengatur tempat belajar dan mencari ilmu dari berbagai sumber. Uraian di atas hendak mengatakan bahwa regulasi diri belajar tidak berdiri sendiri. Hal ini berarti untuk mencapai regulasi diri belajar tinggi seorang siswa hendaknya mampu melihat dan memiliki semua faktor yang mendukung. Adalah penting memiliki keyakinan akan kemampuan, motivasi dan menciptakan lingkungan belajar untuk mendukung proses belajar sehingga mencapai prestasi yang diharapkan. Tiga aspek yang harus dipenuhi yaitu metakognitif, motivasi dan perilaku atau interaksi aktif individu. Metakognitif berhubungan dengan perencanaan proses berfikir seseorang dalam pembelajaran. Siswa harus mampu menilai kemampuan dirinya untuk dapat melakukan tugas sehingga ia dapat menentukan strategi pembelajaran dan proses berfikir yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu kesuksesan pembelajaran siswa tidak hanya ditentukan dari satu aspek saja misalnya keberhasilan metakognisi saja, tetapi juga dipengaruhi oleh motivasi dan interaksi aktifnya. Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan memiliki ketertarikan lebih terhadap tugas-tugas yang diberikan sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan suka cita tanpa tekanan dari dalam dirinya. Selain itu mahasiswa yang mampu 289

berinteraksi aktif terhadap lingkungan dengan memilih, menyusun dan menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan efektif akan lebih mudah menentukan tujuan yang hendak dicapai (Zimmerman, 2012). Self-regulated learner adalah individu yang mampu menentukan tujuan dan menggunakan strategi yang tepat untuk mencapai tujuan belajar. Schunk dan Zimmerman (Wolters, 1998) mengemukakan bahwa regulasi diri belajar bukan merupakan kemampuan mental (inteligensi) atau keterampilan akademik seperti kecakapan membaca, tetapi suatu proses pengarahan diri yang melibatkan transformasi dari kemampuan mental menuju keterampilan akademik individu. Ini adalah proses siklus di mana peserta didik menetapkan tujuan mereka, menggunakan strategi yang berbeda untuk mencapai tujuan mereka, dan memonitor dan mengevaluasi kinerja mereka. Secara keseluruhan, regulasi diri belajar mendorong siswa untuk mengambil tanggung jawab belajar dengan menggunakan metakognitif, motivasi, dan tindakan strategis (Zimmerman, 2012). Siswa yang mempunyai regulasi diri belajar menunjukkan berbagai karakteristik berikut: (1) Mengatur tujuan belajar guna mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan motivasi; (2) Menyadari hal-hal yang mempengaruhi kondisi emosional dan mempunyai strategi untuk mengatur emosi agar tidak mengganggu kegiatan belajar; (3) Memantau kemajuan yang mendekati target belajar secara periodik; (4) Memeriksa strategi belajar yang didasarkan pada kemajuan yang dicapai; (5) Mengevaluasi rintangan yang mungkin timbul, dan membuat adaptasi yang diperlukan (Santrock, 2008). Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas yaitu Bandura, Boekaerts, Masrun, Zimmarmen, Santrock, Weinstein, dan Wolter dapat dikatakan bahwa regulasi diri belajar adalah proses pembelajaran individu yang dilakukan secara mandiri dan terencana. Dimulai dengan menyusun serangkaian aktivitas belajar sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Setelah tujuan tercapai, kemudian dilanjutkan dengan mengevaluasi hasil untuk dapat diperbaiki dan ditingkatkan agar mencapai hasil yang optimal dikemudian hari. Regulasi diri belajar ini harus ditanamkan sejak diri untuk melatih siswa dalam disiplin, tanggung jawab dan kemandirian dalam belajar. 2. METODE PENELITIAN Subyek dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Dasar (SD) kelas VI baik laki-laki dan perempuan. Peneliti memilih kelas VI dengan asumsi bahwa mereka telah mampu mengevaluasi cara belajarnya yang sudah berlangsung selama 6 tahun dan juga untuk melihat kesiapan mereka memasuki sekolah lanjutan (SMP) yang memiliki tanggung jawab belajar lebih besar. Subyek dalam penelitian ini tidak melihat perbedaan umur, ekonomi dan suku. Subyek berada pada sekolah yang sama bertujuan untuk memudahkan proses pengambilan data penelitian. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 188 orang dan semuanya kelas VI. Siswa laki-laki berjumlah 94 dan 91 siswa perempuan. Pengambilan sampel menggunakan tehknik purposive sampling, yaitu subyek penelitian dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif non-eksperimental yaitu metode kuantitatif deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Sukmadinata, 2011). 290

Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 1, No. 2, Oktober 2017: hlm 286-294 ISSN 2579-6348 (Versi Cetak) ISSN-L 2579-6356 (Versi Elektronik) Penelitian dilakukan pada satu lokasi yaitu salah satu Sekolah Dasar Swasta di Bekasi. Pengambilan data dilakukan di halaman sekolah dengan alasan dapat menampung 188 siswa dan pengambilan data dapat berlangsung serempak. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner regulasi diri belajar yang telah diadaptasi sebelumnya oleh penulis dari teks aslinya yaitu Motivated Strategies for Learning Questionnaire dari Pintrich & De Groot (1990). Regulasi diri belajar terdiri dari empat dimensi yaitu Self-efficacy, intrinsic value, kecemasan, strategi self-regulated learning. Pengujian validitas instrumen yang telah dilakukan yaitu: (a) validitas permukaan melalui 30 orang subyek, (b) validitas konten oleh 3 pakar Psikologi Pendidikan. Uji reliabilitas alat ukur menggunakan pengujian konsistensi internal Cronbach's Alpha. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas, diperoleh data bawa semua butir dari empat dimensi yaitu self-efficacy, intrinsic value, kecemasan, dan regulasi diri belajar dinyatakan valid dan reliabel. Terdapat dua butir dalam alat ukur yang dibuang, yaitu butir 27 dan 37 dalam dimensi strategi regulasi diri belajar. Alat ukur yang digunakan terdiri atas 48 butir. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan jenis kelamin, jumlah subyek tidak terlalu berbeda. Subyek berjenis kelamin lakilaki berjumlah 94 orang dan perempuan berjumlah 91 orang. Tabel 1 menunjukkan gambaran jumlah subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin. Tabel 1. Gambaran Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin Frekuensi Persen Persen Kumulatif Valid laki-laki 94 50,8 50,8 perempuan 91 49,2 100 Total 185 100,0 Hasil pengolahan data uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan regulasi diri belajar siswa laki-laki dan perempuan, dilihat dari nilai p=0,072 (0,072>0,05). Nilai signifikansi lebih dari 0.05 (p > 0.05), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara siswa laki-laki dan perempuan. Secara rinci, tabel 2 menunjukkan gambaran regulasi diri belajar siswa, dan tabel 3 menunjukkan uji beda regulasi diri belajar. Hasil pengolahan data uji Mann-Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan regulasi diri belajar antara siswa laki-laki dan perempuan. Tabel. 2 Gambaran dan Uji Beda Regulasi Diri Belajar N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Regulasi Diri Belajar 184 3,50,33 1,66 4,16 185 1,49,501 1 2 Jenis kelamin N Mean Rank Sum of Ranks Regulasi Diri Belajar laki-laki 94 85,58 8044,50 perempuan 90 99,73 8975,50 Total 184 291

Tabel 3. Uji Beda Regulasi Diri Belajar Regulasi Diri Belajar Mann-Whitney U 3579,500 Wilcoxon W 8044,500 Z -1,801 Asymp. Sig. (2-tailed),072 a. Grouping Variable: jenis kelamin Tabel 4 menunjukkan uji beda regulasi diri belajar ditinjau dari 5 dimensi regulasi diri belajar. Kelima dimensi tersebut adalah: dimensi self-efficacy, dimensi motivation value, dimensi kecemasan, dimensi strategi regulated learning, dan dimensi self-regulation. Tabel 4. Uji Beda Berdasarkan Dimensi Regulasi Diri Belajar self-efficacy motivation value kecemasan strategi regulated learning self regulation Mann-Whitney U 4039,000 3978,000 3170,500 3714,500 4224,000 Wilcoxon W 8225,000 8443,000 7635,500 8179,500 8689,000 Z -,655 -,825-2,947-1,546 -,146 Asymp. Sig. (2-tailed),512,410,003,122,884 a. Grouping Variable: jenis kelamin Hasil pengolahan data uji Mann-Whitney diperoleh bahwa tidak ada perbedaan regulasi diri belajar antara siswa laki-laki dan perempuan dengan nilai p=0,072 (0,072>0,05). Dilihat dari kelima dimensi regulasi diri belajar, diperoleh hasil tidak ada perbedaan antara siswa laki-laki dan perempuan kecuali pada dimensi kecemasan. Data sebagai berikut: (1) Dimensi self-efficacy menunjukkan hasil p=0.731; (2) Dimensi Intrinsic motivation Value p=0,243; (3) Dimensi selfregulation p= 0,719; (4) Dimensi dan strategi regulation learning p= 0.107; (5) Dimensi kecemasan terdapat perbedaan antara siswa laki-laki dan perempuan dengan signifikan p=0,002. Hasil temuan ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2010) yang mengatakan tidak ada perbedaan regulasi diri belajar antara siswa laki-laki dan perempuan. Hasil temuan ini menyatakan bahwa baik siswa laki-laki dan perempuan memiliki dan menunjukkan karakteristik regulasi diri belajar yang sama pada keempat dimensi. Sebagaimana dikatakan Santrock (2007) siswa yang memiliki kemampuan regulasi diri belajar menunjukan karateristik mengatur tujuan belajar. Mengembangkan ilmu dan meningkatkan motivasi. Mengendalikan emosi sehingga tidak mengganggu kegiatan pembelajaran. Memantau secara periodik kemajuan target belajar dan mengevaluasinya. Kemampuan self-regulated 292

Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 1, No. 2, Oktober 2017: hlm 286-294 ISSN 2579-6348 (Versi Cetak) ISSN-L 2579-6356 (Versi Elektronik) learning sangat penting dimiliki oleh siswa, agar memiliki disiplin dan tanggung jawab yang besar terhadap diri dan perilaku demi tercapainya tujuan yang telah ditargetkan. Pada empat dimensi yang diukur, siswa laki-laki dan perempuan memiliki regulasi diri belajar yang sama kecuali dimensi kecemasan. Pada dimensi kecemasan diperoleh perbedaan yang signifikan antara siswa laki-laki dan perempuan. Perempuan memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini sejalan dengan pernyataan Papalia dkk. (2011). Salah satu kemungkinan penjelasan adalah bahwa pengalaman menarche pada remaja perempuan akan menimbulkan kecemasan, disebabkan tidak adanya persiapan emosional yang matang. Siswa perempuan dalam penelitian ini diasumsikan memasuki usia pubertas dan baru mengalami menarche. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat regulasi diri belajar yang signifikan antara siswa laki-laki dan perempuan. Dalam empat dari dimensi regulasi diri belajar pun tidak tampak perbedaan. Perbedaan hanya tampak pada satu dimensi dari regulasi diri belajar, yaitu dimensi kecemasan. Siswa perempuan tampak lebih tinggi daripada laki-laki dalam dimensi kecemasan. Hasil penelitian ini menjadi tambahan perbendaharaan pengetahuan mengenai regulasi diri belajar ditinjau dari jenis kelamin. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar orang tua atau guru dapat memandang regulasi diri belajar laki-laki tidak berbeda dari regulasi diri perempuan. Adanya temuan bahwa perempuan lebih tinggi daripada laki-laki dalam dimensi kecemasan menyebabkan diperlukannya tindak lanjut. Siswa perempuan tampak lebih memerlukan dukungan dari lingkungan sosial, dalam upaya meregulasi dirinya. Ucapan Terima Kasih Terima kasih bagi semua pihak terkait penelitian ini. Terima kasih atas Kepala Sekolah yang telah memberikan izin pengambilan data, serta bersedia diwawancarai. Terima kasih kepada guru kelas yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengambil data. Terima kasih kepada para siswa yang telah bersedia menjadi subyek dalam penelitian ini. Terima kasih juga kepada Program Studi Magister Psikologi yang melalui kurikulumnya telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan penelitian, sebagai bagian dari kelengkapan mata kuliah. REFERENSI Ahmad, R. (2010). Pengelolaan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta. Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall. Boekaerts, M., Pintrich, P.R., & Zeidner, M. (Eds.) (2000). Handbook of selfregulation. San Diego, CA: Academic Press. Deci, E. L., & Ryan, R. M. 1985. Intrinsic Motivation and Self-Determination in Human Behavior. New York, NY: Springer. Jenny, K. (2001). Self regulated strategies in achievement settings cullture and gender differences. Universitas of Haifa. Journal of Cross Cultural Phychology, 32 (4), 491-503. 293

Lien, B.P., Tilor, E., & Seeman, T.E. (2002). Effects of environmental predictability and personal mastery on self regulatory and physiological processes. The Society for Personality and Social Psychology. California. Martono. N. (2017). Sekolah publik vs sekolah privat. Jakarta: Jakarta. Masrun. (2000). Peran Psikologi di Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Pembina Fakultas Psikologi UGM. Matlin, M. W. ( 1993). Cognition. New York, NY: Holt, Rinehart and Winston. Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2011). Human Development (11 th ed.). New York, NY: McGraw-Hills. Permatasari, A., Nirwana, N., Ahmad, R. (2015). Regulasi diri belajar dan locus of control siswa ditinjau dari jenis kelamin dan latar belakang budaya. Jurnal konselor, 4 (2). Diunduh dari http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor. Pintrich, P. R. (2003). A motivational science perspective on the role of student motivation in learning and teaching contexts. Journal of Educational Psychology, 95, 667 686. doi:10.1037/0022-0663.95.4.667. Pintrich, P. R., & Schunk, D. H. (1996). Motivation in education: Theory, research, and applications. Englewood Cliffs, NJ: Merrill Prentice Hall. Santrock, J W. (2007). Perkembangan Siswa. (Alih Bahasa Mila Rachmawati dan Wibi Handani). Jakarta: Erlangga. Sarwono, S. (2011). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Slameto (1991). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sukmadinata. N S. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Susanto, H. (2006). Mengembangkan kemampuan self regulation untuk meningkatkan keberhasilan akademik siswa. Jurnal Pendidikan Penabur, 5 (7), 64-71. Weinstein, C. E., Acee, T. W., & Jung, J. (2011). Self-regulation and learning strategies: New directions for teaching and learning. Journal of Educational Psychology, 45-53. http://dx.doi.org/10.1002/tl.443. Wolters. C.A. (1998). Self-Regulaed Learning and College Students Regulaion of Motivation. Journal of Educational Psychology, 90 (2), 224-235. Zimmerman, B. J. (1989). Developing self-fullfilling cycles of academic regulation: An analysis of exemplary instructional models. In D. H. Schunk & B. J. Zimmerman (Eds.), Selfregulated learning: From teaching to self-reflective practice (pp. 1-19). New York, NY: Guilford Press. Zimmerman, B. J. (2012). Goal setting: A key proactive source of academic self-regulation. In Schunk, D.H. & Zimmerman, B.J. (Eds.), Motivation and Self-Regulated Learning Theory, Research, and Applications (pp.267 295). New York, NY: Routledge Taylor & Francis Group. 294