BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. hormone yang dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN ABNORMAL FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 17 SURAKARTA

Kata kunci: kontrasepsi hormonal, pengetahuan perawatan organ reproduksi, keputihan. Cairan tersebut bervariasi dalam PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengambil peran yang cukup besar daripada ayah terutama pada. perkembangan anak perempuan, karena kesamaan gender dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keadaan normal lama menstruasi berkisar antara 3-7 hari dan rata-rata berulang

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU GENITAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI

PROGRAM PENGABDIAN MASYARAKAT

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA

PERSEPSI DAN UPAYA PENCEGAHAN KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Bagi seorang wanita menjaga kebersihan dan keindahan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis dan sosial (Rudolph, 2014). Batas usia remaja menurut

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari. bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Partisipan Penelitian

UPAYA MENINGKATKAN KEBERSIHAN GENETALIA REMAJA PUTRI UNTUK MENCEGAH KEJADIAN FLOUR ALBUS DI SMA DALAM MUHAMMADIYAH KALIREJO LAMPUNG TENGAH

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi : Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta

umur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).

Dinamika Kesehatan, Vol. 2 No. 2 Desember 2016 Herawati, et. al., Hubungan Pekerjaan & Vulva...

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN ALAT GENITALIA SAAT MENSTRUASI

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN KEPUTIHAN DI SMA NEGERI 9 SEMARANG TAHUN 2012

PERILAKU SANTRI MENJAGA KEBERSIHAN ORGAN GENITAL EKSTERNA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN

DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA MELALUI PENJARINGAN ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN ( SMP/MTs & SMA/ MA sederajat )

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEBERSIHAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SISWI SMA KELAS XI IPA DI SMA NEGERI 1 TAWANGSARI

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Menurut WHO (World

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak

ASSOCIATION BETWEEN KNOWLEDGE OF FEMALE TEENAGERSON REPRODUCTIVE HEALTH AND THE INCIDENCE OF FLUOR ALBUS AT SMPN 2 BANGLI BALI

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial.

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

BAB I PENDAHULUAN. fisik, biologis, psikologis dan sosial budaya (Sarwono, 2008). dan hormonal yang terjadi selama masa remaja awal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perilaku Vulva Hygiene Berhubungan dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Putri Kelas XII SMA GAMA 3 Maret Yogyakarta

TINDAKAN PERSONAL HYGINE (VULVA HYGINE) SAAT MENSTRUASI PADA SISWI SMP MUHAMMADIYAH X SURABAYA. Supatmi 1), Asta Adyani 2)

BAB I PENDAHULUAN. adanya penyakit yang harus diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. ketidakseimbangan hormon reproduksi wanita. 1. berwarna selain itu, bisa berwarna abu-abu, kehijauan bahkan merah.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kental dari vagina (Holmes et al, 2008) dan rongga uterus (Dorland, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. fisik maupun mental (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama

BAB 1 PENDAHULUAN. Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja mengalami perkembangan fisiologis, psikososial, kognitif, moral dan perkembangan seksual. Perubahan fisiologis pada masa remaja merupakan hasil aktivitas hormonal di bawah pengaruh sistem saraf pusat. Perbedaan fisik antara kedua jenis kelamin ditentukan berdasarkan karakteristik seks primer yaitu organ internal dan eksternal yang melaksanakan fungsi reproduktif misalnya ovarium, uterus, payudara dan penis. Karakteristik seks sekunder merupakan perubahan yang terjadi diseluruh tubuh sebagai hasil dari perubahan hormonal (misalnya perubahan suara, munculnya rambut pubertas dan penumpukan lemak) tetapi tidak berperan langsung dalam reproduksi (Wong, 2001). Perkembangan psikososial pada remaja, mereka mulai melihat dirinya sebagai individu yang berbeda, unik dan terpisah dari setiap individu yang lain. Pada remaja dihadapkan pada krisis identitas kelompok dan pengasingan diri. Pada periode selanjutnya individu berharap untuk memperoleh otonomi dari keluarga dan mengembangkan identitas diri sebagai lawan dari difusi peran (Wong, 2001). Masa remaja merupakan proses menuju kedewasaan dan ingin mencoba bahwa dirinya sudah mampu sendiri. Masalah yang dapat dijumpai pada masa remaja khususunya remaja perempuan adalah perubahan bentuk tubuh, adanya jerawat atau acne, gangguan emosional, gangguan miopi, adanya kelainan kifosis, penyakit infeksi, dan kesehatan reproduksi dalam hal ini khususnya tentang keputihan (Hidayat, 2003). Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resiko-resiko kesehatan reproduksi. Resiko kesehatan ini ditekankan pada remaja putri, karena organ 1

2 reproduksi pada perempuan lebih rentan terhadap infeksi salah satu akibatnya adalah timbulnya keputihan. Keputihan pada remaja sering kali dijumpai pada remaja yang kurang memperhatikan kebersihan dan perawatan daerah genetalia. Selain itu, keputihan juga sering dijumpai pada remaja usia 12-14 tahun dimana remaja mengalami menstruasi yang pertama kali (menarche). Menarche pada umumnya menjadi masalah bagi remaja, hal ini terjadi karena remaja masih belum tahu tentang apa itu menstruasi dan bagimana menanganinya, sehingga kebersihan daerah genetalia tidak terjaga dan dapat menimbulkan terjadinya keputihan (Soetjiningsih, 2007). Keputihan bukan penyakit tetapi gejala penyakit, sehingga sebab yang pasti perlu ditetapkan. Oleh karena itu untuk menentukan penyakit dilakukan berbagai pemeriksaan cairan yang keluar tersebut. Keputihan sebagai gejala penyakit dapat ditentukan melalui berbagai pertanyaan yang mencangkup kapan dimulai, berapa jumlahnya, apa gejala penyertanya (Manuaba, 2001). Istilah keputihan sendiri yaitu keluarnya cairan selain darah dari liang vagina yang terjadi di luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, dan disertai rasa gatal. Keputihan dapat secara normal yang dipengaruhi hormon tertentu. Cairannya berwarna putih, tidak berbau dan jika dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan ada kelainan. Hal ini dapat tampak pada perempuan yang terangsang pada waktu senggama atau saat masa subur (Kusmiran, 2012). Keputihan yang abnormal bisa disebabkan oleh infeksi atau peradangan yang terjadi karena mencuci vagina dengan air kotor, pemeriksaan dalam yang tidak benar, pemakaian pembilas vagina yang berlebihan, pemeriksaan yang tidak higienis, dan adanya benda asing dalam vagina. Selain karena infeksi, keputihan juga disebabkan oleh masalah hormonal, celana dalam yang tidak menyerap keringat (Kusmiran, 2012) Faktor patologis keputihan yaitu karena infeksi vagina oleh jamur (candida albicans) atau parasit (tricomonas). Jenis infeksi yang terjadi pada vagina yakni, bacterial vaginosis, trikomonas, dan kandidiasis. Bakterial vaginosis merupakan gangguan vagina yang sering terjadi ditandai dengan

3 keputihan dan bau tak sedap. Hal ini disebabkan oleh lactobacillus menurun, bakteri patogen (penyebab infeksi) meningkat, dan ph vagina meningkat, faktor hygiene yang jelek, karena kebersihan daerah vagina yang jelek dapat menyebabkan timbulnya keputihan. Hal ini terjadi karena kelembaban vagina yang meningkat sehingga bakteri patogen penyebab infeksi mudah menyebar (Prawirohardjo, 2002). Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2007, menyatakan pengetahuan remaja umur 15-24 tahun tentang kesehatan reproduksi masih rendah, 21% remaja perempuan tidak mengetahui sama sekali perubahan yang terjadi pada remaja. Menurut penelitian Astuti (2008), perilaku vulva higiene remaja putri keles X di SMU N 2 Ungaran didapatkan 58 remaja yang berperilaku baik, 31 remaja berperilaku cukup, dan 11 remaja yang berperulaku kurang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maghfiroh (2010) di Pondok Pesantren Darul Hasanah Kalikondang Demak didapatkan dari 50 responden 15 siswi (30%) belum pernah mengalami keputihan 35 siswi (70%) sudah pernah mengalami keputihan, menurut dari tingkat pengetahuan terdapat 29 siswi (58%) berpengetahuan baik, dan 21 siswi (42%) memiliki pengetahuan cukup, serta menurut tingkat penanganan keputihannya 26 siswi (52%) menangani keputihan dengan baik, dan 24 siswi (48%) menangani keputian dengan kurang baik. Data penelitian berikutnya oleh Ayuningtyas (2011) pada remaja putri SMA Negeri 4 Semarang didapatkan dari 64 remaja putri yang pernah mengalami keputihan sebesar 62 siswi, dan 2 siswi tidak pernah mengalami keputihan, dengan cairan keputihan yang keluar berwarna putih seperti susu sebesar 50%, tidak berwarna atau bening sebesar 42%, sedangkan yang berwarna kuning kehijauan 3,1%, dan abu-abu keruh sebesar 1,6%. Banyaknya siswi yang pernah mengalami keputihan didapatkan 17,2% memiliki pengetahuan yang baik mengenai keputihan namun 82,8% siswi memiliki pengetahuan buruk tentang keputihan. Beberapa penelitian sebelumnya diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja putri pernah mengalami keputihan. Hasil dari beberapa

4 penelitian juga menyatakan bahwa remaja yang kurang tahu tentang keputihan lebih besar daripada remaja yang tahu tentang keputihan. Kurangnya pengetahuan ini mengakibatkan remaja tidak tahu bagimana melakukan penatalaksanaan keputihan yang dialaminya. Sebagian remaja hanya membiarkan begitu saja jika ada lendir yang tidak normal keluar dari kemaluan, dan tidak dilakukan pengobatan atau dibersihkan dengan benar. Dengan demikian kejadian keputihan pada remaja semakin meningkat. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti dapat dengan menggunaka kuesioner dari 30 siswi di SMP Negeri 29 Semarang pada kelas VIII, dari 30 siswi terdapat 26 siswi pernah mengalami keputihan. Diantaranya 13 siswi mengatakan mengalami keputihan dengan konsistensi keputihan bening tidak berwarna, tidak berbau, jumlah sedikit dan tidak terasa gatal; 13 siswi mengatakan mengalami keputihan dengan konsistensi keputihan berwarna putih susu, berbau tidak sedap, menggumpal dan terasa gatal; dan diantara 26 siswi terdapat 5 siswi yang menganggap keputihan itu perlu untuk ditangani, sedangkan 21 siswi menganggap bahwa keputihan tidak memerlukan pengobatan. Banyaknya siswi yang pernah mengalami keputihan dan menganggap bila keputihan itu hal yang biasa saja, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut persepsi siswi (remaja putri) mengenai keputihan di SMP Negeri 29 Semarang. B. Rumusan Masalah Kesehatan organ reproduksi dan organ genetalia menjadi bagian yang penting. Permasalahan kesehatan reproduksi yang sering terjadi pada remaja putri, salah satunya adalah keputihan (fluor albus). Keputihan merupakan istilah yang sering dijumpai untuk keluarnya cairan berlebih dari jalan lahir atau vagina. Keputihan tidak selalu bersifat patologis, namun demikian pada umumnya orang menganggap keputihan pada remaja putri adalah hal yang normal. Namun ada juga keputihan yang tidak normal. Keputihan tidak

5 normal inilah yang dapat menjadi penyebab terjadinya penyakit yang harus diobati. Banyak peneliti meneliti keputihan pada remaja yaitu dari penelitian Prasetyowati, Yuliawati, Kusrini Katharini tahun 2009; Lia Cahyawati tahun 2010; Kurnia Maghfiroh tahun 2010 dan hasil penelitian menyebutkan banyak remaja putri yang sudah mengetahui tentang keputihan serta banyak juga yang pernah mengalami keputihan, namun banyak pula yang membiarkan keputihan tersebut tanpa adanya penanganan. Berdasarkan latar belakang tersebut sehingga penulis merumuskan masalah Bagaimanakah Persepsi tentang Keputihan pada Remaja Putri di SMP Negeri 29 Semarang?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi remaja putri tentang keputihan di SMP Negeri 29 Semarang. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan persepsi remaja tentang arti keputihan. b. Mengidentifikasikan persepsi remaja tentang penyebab keputihan. c. Mengidentifikasikan persepsi remaja tentang tanda gejala keputihan fisiologis dan patologis. d. Mengidentifikasikan persepsi remaja tentang cara pencegahan e. Mengidentifikasikan persepsi remaja tentang penanganan keputihan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Aplikatif a. Bagi Remaja Putri Diharapkan dapat memberikan informasi bagi remaja putri, sehingga remaja dapat termotivasi untuk meningkatkan perilaku hidup sehat

6 dalam upaya pencegahan keputihan yaitu dengan melakukan genetalia hygiene dengan benar. b. Bagi Perawat Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perawat dalam melakukan program kunjungan ke sekolah untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada siswa, khususnya mengenai keputihan dan cara pencegahan atau menyikapinya. c. Bagi Instansi Sekolah Sebagai salah satu alternatif program UKS dalam mengembangkan program pendidikan kesehatan reproduksi remaja serta dapat dijadikan dasar untuk penyediaan fasilitas air bersih di sekolah yang mendukung terhadap pencegahan keputihan. d. Bagi Dinas Kesehatan Kota Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan remaja melalui penyelenggaraan promosi kesehatan reproduksi untuk anak sekolah. 2. Manfaat Keilmuan a. Bagi peneliti dan peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan menambah khasanah dibidang penelitian keperawatan selanjutnya. E. Bidang Ilmu Bidang keilmuan yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu keperawatan maternitas.

7 F. Originalitas Penelitian Tabel 1.1 Originalitas penelitian. No. Nama/Tahun Judul Desain Variabel Hasil 1. Prasetyowati, Yuliawati, Kusrini Katharini /tahun 2009 2. Lia Cahyawati/ tahun 2010 4. Kurnia Maghfiroh/tah un 2011 Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Keputihan Pada Siswi Muhammadiyah Metro Tahun 2009 Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Keputihan Di SMA Sultan Agung 1 Semarang Hubungan Pengetahuan Tentang Keputihan Dengan Penanganan Keputihan Pada Siswi Pondok Pesantren Darul Hasanah Kali Kondang Demak Analitik kuantitatif dengan desain Cross Sectional Desain penelitian deskriptif Metode penelitian analitik variabel bebas: personal hygiene variabel terikat: kejadian keputihan Variabel: tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri tentang keputihan Variabel bebas pengetahuan tentang keputihan dan variabel terikat penanganan keputihan Remaja putri yang mengalami keputihan adalah 75%, personal higien sebagian besar tidak baik (62%), memakai antiseptik (60%), pemilihan pakaian dalam sebagian besar tidak baik (85%), dalam menjaga kebersihan saat menstruasi sebagian besar tidak baik (77,5%). Siswi yang mempunyai tingkat pengetahuan tentang keputihan buruk sebanyak 30,5%, dan yang baik sebanyak 15, 2%. Hubungan yang signifikan antara pengetahuan keputihan dengan penanganan keputihan pada siswi pondok pesantren Darul Hasanah Kali Kondang Demak Dari penelitian sebelumnya terdapat perbedaan antara lain : Pertama penelitian tentang hubungan personal hygien dengan kejadian keputihan yang menggunakan metode analitik kuantitatif dengan desain cross sectional, penelitian dilakukan di SMU Muhammadiyah Metro di Tanjung Karang pada tahun 2009. Peneliti kedua meneliti gambaran tingkat pengetahuan dengan sikap remaja putri tentang keputihan dengan jenis penelitian deskriptif, penelitian dilakukan di SMA Sultan Agung 1 tahun oleh Lia Cahyawati 2010.

8 Peneliti ketiga meneliti hubungan pengetahuan tentang keputihan dengan penanganan keputihan, menggunakan metode penelitian analitik yang di lakukan di pondok pesantren Darul Hasanah Kali Kodang Demak oleh Kurnia Maghfiroh 2010. Penelitian kali ini ingin meneliti persepsi remaja tentang keputihan yang dilakukan di SMP Negeri 29 Semarang.