ALHAM D DOSEN PEMBIMBING I : Dr. H. Abdul Rasyid Thalib, SH., M.Hum DOSEN PEMBIMBING II : Dr. Rahmat Bakri, SH., MH

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OMBUDSMAN RI & PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. governance) melalui upaya penegakan asas-asas pemerintahan yang baik dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peran Ombudsman Melindungi Kepastian Usaha dan Investasi

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana termaktub dalam pasal

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

I. PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 t

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

I. PENDAHULUAN. Dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang. Ombudsman Republik Indonesia menerangkan bahwa Reformasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

Mengapa Kita Perlu Membentuk Lembaga Pengawas dan Penyelesaian Sengketa Pelayanan Publik? 1

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kewajiban pemerintah adalah untuk menyelenggarakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja.

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

TAR BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Republik Indonesia, serta Undang-Undang No.25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dan biaya pelayanan tidak jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pdengan Persetujuan Bersama

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. berawal dari kekaisaran romawi yang mempunyai institusi Tribunal Plebis

KEDUDUKAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM MENDORONG PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

PROVINSI JAWA TENGAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

REPUBLIK PRESIDEN. Menimbang: bahwa untuk Ombudsman. Mengingat: Nomor. Nomor. Republik Indonesia. Indonesia. Lembaran Negara Republik

JURNAL. Diajukan oleh : Anrie Wiryawan NPM : Program studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Kenegaraan dan Pemerintahan

Henry MP Siahaan Kemitraan

Arsip Nasional Republik Indonesia

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

WALIKOTA SALATIGA PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. membangun, dan mempunyai tipe welfare state, yaitu negara yang berusaha

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepot

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman

PROVINSI JAWA TENGAH

Transkripsi:

KEWENANGAN LEMBAGA OMBUDSMAN DALAM MENGAWASI TINDAKAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG OLEH PEMERINTAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA ALHAM D 101 13 439 DOSEN PEMBIMBING I : Dr. H. Abdul Rasyid Thalib, SH., M.Hum DOSEN PEMBIMBING II : Dr. Rahmat Bakri, SH., MH ABSTRAK Ombudsman Republik Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang di dalamnya di warnai dengan praktik maladministrasi. Sebagai lembaga yang memberikan perlindungan hukum bagi rakyat, Ombusman dan Peradilan Tata Usaha Negara memiliki keterkaitan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat, akibat adanya tindakan pemerintah yang merugikan masyarakat. Maka perlu untuk mengetahui apakah urgensi pemberian kewenangan pengawasan kepada lembaga Ombudsman dan apakah hubungan antara Ombudsman dan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga perlindungan hukum bagi rakyat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif atau doktrinal yang memberikan penjelasan sistematis aturan yang mengatur kategori hukum tertentu. Keberadaan Ombudsman diperlukan untuk menghadapi penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara sekaligus membantu aparatur negara melaksanakan penyelenggaraan negara secara efisien dan adil serta menjadi harapan masyarakat atau warga negara untuk mempertahankan hak-haknya yang dirugikan oleh perbuatan pejabat administrasi negara. Ombudsman sebagai lembaga pengawas dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang tidak dilaksanakan oleh tergugat. Setelah ada putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap, dan putusan tersebut tidak dilaksanakan maka Ombudsman memberikan rekomendasi agar putusan tersebut segara dilaksanakan yang diawali pengaduan/laporan dari masyarakat. Kata Kunci : Ombudsman RI, Kewenangan Pengawasan, dan Tindakan Penyalahgunaan Wewenang. 1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Setiap negara mempunyai tujuan tertentu. Apa yang menjadi tujuan bagi suatu negara ataupun ke arah mana suatu organisasi negara ditujukan merupakan masalah penting, sebab dengan tujuan inilah yang menjadi pedoman betapa negara disusun dan dikendalikan serta bagaimana kehidupan rakyatnya diatur sesuai dengan tujuan itu. Tujuan negara dalam hal ini dapat pula diartikan sebagai visi negara yang secara umum ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya. 1 Tujuan pemerintahan negara Indonesia yang disebutkan pada alenia keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI 1945) adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah, untuk memajukan kesejahteraan 1 I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na a, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, PT Refika Adiatma, Bandung, 2009, hlm. 45. umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat yaitu kehidupan yang didasarkan pada penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang demokratis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, menciptakan keadilan, dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI 1945. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik hanya dapat tercapai dengan peningkatan mutu aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan dan penegakan asas-asas pemerintahan umum yang baik. 2 Sebelum reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwarnai dengan praktik maladministrasi antara lain terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga mutlak diperlukan 2 Azis Syamsuddin, Ombudsman Republik Indonesia Merengkuh Keluhan Rakyat, Menjewer Sang Pejabat, Jakarta, 2009, hlm. 128. 2

reformasi birokrasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan demi terwujudnya penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. 3 Ombudsman sebagai lembaga pengawas eksternal, Ombudsman memberikan ruang yang memadai bagi pelibatan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan syarat penting bagi jalannya proses demokratisasi di sebuah negara, karena sudah cukup lama Bangsa Indonesia ini merasa tidak puas terhadap lembaga birokrasi pemerintahan, namun keluhankeluhan atas ketidakpuasan tersebut tidak ditanggapi dan pada saat yang sama sistem penegakan hukum (yang menjadi tujuan akhir memperoleh keadilan) sangat lamban, mahal, bersifat publik, dan jauh dari kemudahan (not user friendly). Selain pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman, pengawasan juga dilakukan oleh lembaga peradilan yaitu dalam hal ini Pengadilan Tata Usaha 3 Ibid. Negara (selanjutnya disingkat PTUN). Kedua lembaga negara tersebut melakukan pengawasan terhadap perbuatan atau tindakan penyelenggara negara dan pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, sama-sama merupakan sarana atau saluran hukum yang tersedia untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara warga masyarakat yang merasa dirugikan oleh tindakan penyelenggara negara dan pemerintahan dan sama-sama dapat memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat terhadap tindakan sewenang-wenang penyelenggara negara dan pemerintahan. Pengawasan oleh Ombudsman dan PTUN diharapkan agar pengawasan tersebut memberikan keadilan kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan sebaik-baiknya dari pemerintah. Dengan mengedepankan pengawasan yang dilandasi serta diarahkan kepada moralitas diharapkan pemberian pelayanan kepada masyarakat akan lebih meningkat kualitasnya memperoleh pelayanan secara baik dari penyelenggara negara, masalah 3

pelayanan publik merupakan permasalahan bangsa yang harus di selesaikan bersama pada saat ini maupun saat mendatang, sehingga inilah yang menjadi semangat dan keinginan penulis dalam melakukan penelitian sehingga mengangkat judul Kewenangan Lembaga Ombudsman dalam Mengawasi Tindakan Penyalahgunaan Wewenang Oleh Pemerintah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada bagian latar belakang dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah urgensi kewenangan Ombudsman dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pemerintah sebagai penyelenggara negara? 2. Bagaimana hubungan antara Ombudsman dan PTUN sebagai lembaga perlindungan hukum bagi rakyat? II. PEMBAHASAN A. Urgensi Kewenangan Ombudsman Dalam Melaksanakan Fungsi Pengawasan Terhadap Pemerintah Sebagai Penyelenggara Negara 1. Arti Penting Pengawasan Terhadap Pemerintah Bersamaan dengan perkembangan konsep negara hukum modern (modern rechstaat) yang mengutamakan kepentingan seluruh rakyat, di Eropa Barat dikembangkan pula konsep negara kesejahteraan (welfare state). Dalam konsep negara kesejahteraan, tugas pemerintah sangat luas meliputi hampir seluruh aspek kehidupan warganya. Pemerintah berperan aktif dalam pergaulan sosial dan diberi tugas menyelenggarakan kepentingan umum atau servis publik, atau menurut istilah Lemaire pemerintah diserahi tugas bestuurszorg. Tugas bestuurszorg itu membawa konsekuensi bagi pemerintah dimana untuk dapat menjalankan tugas menyelenggarakan kesejahteraan umum tersebut, pemerintah memerlukan kekuasaan yang besar dan kemerdekaan 4

atau kebebasan bertindak yang disebut (freies ermessen atau pouvoir discretionaire). Seseuai dengan sifat kekuasaan selalu memiliki kecenderungan disalahgunakan, kekuasaan yang mutlak pasti disalahgunakan (power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely). Karena itu perlu dilakukan pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan. 4 Kemerdekaan atau kebabasan bertindak (freies ermessen atau pouvoir discretionaire) memiliki potensi untuk disalahgunakan kearah perbuatan sewenang-wenang, perbuatan menyalahgunakan kewenangan, melampaui wewenang, terhelincir dalam perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad) yang bermuara kepada pelanggaran hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu diperlukan pengawasan dalam penyelenggaran pemerintahan guna memberikan perlindungan hukum baik warga masyarakat maupun bagi badan/pejabat Tata Usaha Negara sendiri. 5 Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan ekstern (external control). Di samping mendorong adanya pengawasan masyarakat (social control). 2. Konsep Pengawasan Ombudsman Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) serta badan swasta atau perorangan yang diberikan tugas 4 S.F. Marbun, Hukum Administrasi Negara II, FH UII Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 1. 5 Ibid., hlm. 2. 5

menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. 6 Ombudsman merupakan lembaga negara yang tidak terdapat dalam UUD NRI 1945. Kelahirannya berdasarkan atas Undang-Undang dalam rangka pengawasan kinerja aparatur negara dan pemerintahan serta menampung keluhan masyarakat. Lembaga yang menjalankan fungsi seperti ini belum diatur dalam UUD NRI 1945. Oleh sebab itu, dalam sistem pemisahan kekuasaan Ombudsman dapat dikategorikan sejajar dan tidak dibawah pengaruh kakuasaan lain. Pada sistem pengawasan Ombudsman, partisipasi adalah prasyarat penting dan menjadi hal yang utama. Untuk mencapai tujuannya (mewujudkan good governance) Ombudsman di Indonesia bertugas antara lain mengupayakan partisipasi 6 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. masyarakat dengan menciptakan keadaan yang kondusif bagi terwujudnya birokrasi sederhana yang bersih, pelayanan umum yang baik, penyelenggaraan peradilan yang efisien dan profesional termasuk proses peradilan yang independen sehingga dapat dijamin tidak akan ada keberpihakan. 3. Tugas dan Wewenang Ombudsman Republik Indonesia Dalam Menangani Kasus Tindakan Penyalahgunaan Wewenang Oleh Pemerintah a. Tindakan Penyalahgunaan Wewenang (Maladministrasi) dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia secara jelas menetapkan tugas dan wewenang ORI yakni menerima dan menyelesaikan laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Kata-kata maladministrasi dengan definisinya untuk pertama kalinya secara khusus tercantum di dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 6

tentang Ombudsman Republik Indonesia. Dalam Pasal 1 angka 3 ini, maladministrasi bukan hanya berbentuk perilaku/tindakan tetapi juga meliputi keputusan dan peristiwa yang melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. Diaturnya klausul tentang maladministrasi di dalam Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia sebagai sebuah terobosan, karena di dalam sejumlah besar peraturan perundangundangan memang sudah tercantum berbagai bentuk maladministrasi dan sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelakunya. Pelaku dalam hal ini adalah penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun daerah, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik. Salah satu Undang-Undang yang khusus memberikan sanksi tegas untuk itu adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 54 antara lain sanksi pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan tidak hormat, penurunan gaji, dan lainlain. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia ini hanya merangkum kembali bahwa penyelenggaraan pelayanan publik yang buruk akibat maladministrasi harus dicegah dan diberantas. b. Penanganan Tindakan Penyalahgunaan Wewenang (Maladministrasi) Oleh Ombudsman Republik Indonesia Secara umum, ketentuan tentang maladministrasi sudah ada dan tersebar disejumlah besar peraturan perundangundangan yang dibuat Pemerintah dan DPR. Ketentuan perundang-undangan yang memuat tentang berbagai bentuk maladministrasi itu khususnya yang mengatur tentang tindakan, perilaku, 7

pembuatan kebijakan, dan peristiwa yang menyalahi hukum dan etika administrasi yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, pegawai negeri, pengurus perusahaan milik swasta dan pemerintah, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik. Ketentuan-ketentuan tentang bentuk maladministrasi itu memang tidak disebutkan secara literal (secara langsung) sebagai maladministrasi. Ketentuan-ketentuan tentang bentuk maladministrasi yang tersebar di dalam berbagai undang-undang lebih lanjut hanya dikaitkan dengan tugas pokok dan fungsi kelembagaan yang menjadi penyelenggara pelayanan publik. Ombudsman Republik Indonesia dibentuk berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008. Dibentuknya Ombudsman memperbanyak jumlah institusi-institusi negara yang mandiri dalam struktur ketatanegaraan. Dalam Undang-Undang Ombudsman digunakan istilah wewenang dan tugas. Ada pendapat yang mengatakan bahwa wewenang (Bevoegheid) mengandung pengertian tugas (Plichten) dan hak (rechten). Menurut Bagir manan wewenang makna kekuasaan (macht) yang ada pada organ, sedangkan tugas dan hak ada pada pejabat dari organ. 7 Ombudsman sebagai lembaga negara yang mandiri memiliki tugas dan wewenang yang telah diatur sebagaimana tertuang dalam peraturan yang mendasarinya. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang tentang Ombudsman, Ombudsman bertugas : a. Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; b. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan; c. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman; d. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; e. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga 7 Sirajuddin et. al, Hukum Pelayanan Publik Berbasis Partisipasi dan Keterbukaan Informasi, Setara Press, Malang, 2012, hlm. 157. 8

kemasyarakatan dan perseorangan; f. Membangun jaringan kerja; g. Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dan; h. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang. Berkenaan dengan wewenang Ombudsman Republik Indonesia, dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana diuraikan di atas, Ombudsman memiliki wewenang yang relatif luas. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Ombudsman, wewenang Ombudsman, antara lain : a. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pelapor, terlapor,atau pihak lain yang terkait mengenai laporan yang disampaikan kepada Ombudsman; b. Memeriksa keputusan, suratmenyurat, atau dokumen lain yang ada pada pelapor ataupun terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu laporan; c. Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan laporan dari instansi terlapor; d. Melakukan pemanggilan terhadap pelapor, terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan laporan; e. Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak; f. Membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan; g. Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Bentuk dukungan penuh DPR RI dan pemerintah kepada Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Undang-Undang Ombudsman memberikan perlindungan kepada Ombudsman dalam bentuk tidak dapat ditangkap, ditahan, diintrogasi, dituntut, atau digugat dimuka pengadilan. Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku apabila Ombudsman melakukan pelanggaran hukum, hal ini terdapat di dalam penjelasan Pasal 10 Undang- Undang Ombudsman. Dengan keistimewaan yang dimiliki Ombudsman diharapkan mampu untuk memberikan bentuk pengawasan yang netral, tanpa adanya suatu kepentingan 9

tertentu. Ombudsman di Indonesia memiliki pembatasan, yaitu tidak memiliki kewenangan memutus, sehingga apa yang dilakukan Ombudsman semata-mata hanya bersifat rekomendatif. 8 B. Hubungan Antara PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Dengan Ombudsman Sebagai Lembaga Perlindungan Hukum Bagi Rakyat 1. Eksistensi Ombudsman dan PTUN dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih Tantangan terbesar yang dihadapi oleh Indonesia saat ini adalah bagaimana membangun kredibilitas agar mayoritas rakyat patuh serta mau bekerja sama dengan pemerintahnya. Kredibilitas dapat diproses serta dikembangkan melalui program-program yang memberi kesejahteraan kepada banyak orang, ataupun dengan memberi pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Aparatur pemerintah dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlebih dalam ranah pelayanan umum (public service), tentunya akan melakukan hubungan dengan individu pribadi ataupun badan hukum. Hubungan yang timbul di antara kedua pihak bisa berupa hubungan keperdataan maupun pidana. Dengan hubungan yang sedemikian dapat menimbulkan kerugian bagi pihak individu dan sebagai negara hukum tentunya pemerintah harus memberikan akses bagi para pencari keadilan ini untuk memintakan penyelesaian kepada hakim. 9 PTUN dibentuk untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara pemerintah dengan warga masyarakat, akibat adanya perbuatan pemerintah yang dianggap melanggar hak-hak warga masyarakat. Dengan demikian, tujuan dibentuknya PTUN adalah : 10 8 Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih, Pengawasan Hukum Terhadap Aparatur Negara, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2016, hlm. 126. 9 Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih, Op. cit., hlm. 109. 10 M. Nasir, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 2. 10

a. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak individu. b. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan atas kepentingan bersama setiap individu yang hidup dalam masyarakat. Pengawasan PTUN adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan Peradilan Tata Usaha Negara terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan pemerintah atau aparatur pemerintah, baik dari aspek legalitas, administrasi atau adanya pihak yang merasa dirugikan atas dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (yang selanjutnya disingkat KTUN) tersebut. Eksistensi PTUN tidak hanya dimaksudkan untuk pengawasan ekstern terhadap penyelenggaraan pemerintahan tetapi sesuai dan memenuhi unsur-unsur yang berlaku bagi suatu negara hukum. PTUN diharapkan berfungsi sebagai badan peradilan yang mampu menyeimbangkan kepentingan pemerintah dengan kepentingan masyarakat melalui penegakan Hukum Administrasi Negara. Keseimbangan tersebut diwadahi dalam PTUN dengan memberikan kesempatan kepada warga untuk menguji keputusan administrasi (pemerintah) yang dianggap merugikan kepentingan warga. Dengan pengujian tersebut, jika pengadilan mengabulkan gugatan warga maka pihak pemerintah akan mampu mengoreksi tindakan pemerintahan yang dijalankannya. 11 2. Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara a. Tinjauan Atas Kewenangan Ombudsman Republik Indonesia Melakukan Pengawasan terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pembahasan mengenai kewenangan ORI dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan PTUN merupakan hal penting yang terlebih dahulu perlu dilakukan karena Undang- Undang Peradilan Tata Usaha Negara tidak mengatur secara spesifik tentang 11 Yuslim, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 20. 11

peran serta ORI untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan PTUN. Pasca pengesahan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan yang mewajibkan aparatur mengambil keputusan atau tindakan harus sesuai dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Apabila terdapat keputusan atau tindakan yang bertentangan dengan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka tindakan tersebut akan dikenai sanksi. Salah satu sanksi bagi aparatur yang mengeluarkan keputusan atau melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan putusan peradilan yang berkekuatan hukum tetap adalah publikasi sebagaimana tertera pada Pasal 116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Pasal 82 Undang Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Sanksi publikasi bagi aparatur juga dikenakan apabila tidak melaksanakan rekomendasi ORI (sebagaimana tertera pada Pasal 38 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008). Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat diketahui bahwa publikasi menjadi salah satu sarana untuk mendorong aparatur melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Terdapat tiga hal yang menjadi dasar kewenangan ORI dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan PTUN, pertama, adanya kewenangan yang dimiliki ORI untuk melakukan pengawasan terhadap prilaku aparatur dalam pelayanan publik sesuai amanat 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam konteks pelaksanaan putusan PTUN, pihak tergugat sekaligus eksekutor yang bertanggung jawab melaksanakan putusan adalah aparatur sehingga pengawasan ORI terhadap aparatur yang tidak melaksanakan putusan merupakan bentuk implementasi fungsi pengawasan Ombudsman Republik Indonesia. Kedua, merujuk Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang 12

Administrasi Pemerintahan, tindakan aparatur yang bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap merupakan tindakan yang sewenang-wenang. Jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, tindakan sewenang-wenang aparatur merupakan salah satu bentuk maladministrasi yang menjadi sasaran pengawasan ORI. Ketiga, laporan kepada lembaga perwakilan rakyat dan publikasi merupakan prosedur eksternal guna mendorong aparatur melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sesuai ketentuan Undang- Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. b. Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Maladministrasi dapat terjadi dalam setiap lingkup pelayanan publik yaitu dalam lingkup pelayanan administrasi publik, pelayanan barang publik dan pelayanan jasa publik. Ketiga ruang lingkup tersebut mencakup berbagai sektor pelayanan seperti pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor startegis lainnya. Ketiga lingkup pelayanan publik tersebut menunjukkan luasnya porsi negara dalam penyelenggaraan pemenuhan kebutuhan masyarakat hal ini mengakibatkan luasnya ruang lingkup objek yang menjadi pengawasan ORI. Salah satu yang menjadi objek pengawasan ORI adalah pelayanan peradilan. Setiap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) selayaknya dan semestinya solusi dan akhir dari suatu sengketa di tengah masyarakat, akan tetapi dalam prakteknya justru putusan pengadilan menjadi awal konflik lanjutan antara masyarakat dan aparatur. Sebagai aparatur pemerintah atau sebagai penyelenggara pelayanan publik yang bekerja berdasarkan hukum (recmatigheidsdaad), ketaatan terhadap 13

hukum menjadi sesuatu yang utama dalam pelaksanaan tugas, akan tetapi realitas menunjukkan ini tidak terjadi seutuhnya, masih terjadi pengabaian atas kewajiban hukum oleh aparatur. Laporan dugaan maladministrasi ke Ombudsman terus meningkat. Jika pada 2015 terdapat 6.859 laporan, pada 2016 menjadi 9.030. Untuk tahun 2017 diperkirakan berjumlah lebih dari 15.000 laporan. Di antara laporan itu terkait dengan tidak dieksekusinya putusan PTUN. 12 Data tersebut menunjukkan bahwa selama ini masyarakat yang mengalami permasalahan dalam pelaksanaan putusan PTUN telah menempuh upaya di luar lembaga peradilan yaitu dengan melaporkan kepada ORI, di samping jalur lain yang tersedia seperti media massa, lembaga perwakilan rakyat dan lain-lain. Penyelesaian laporan pelayanan publik oleh ORI berbeda dengan penyelesaian laporan yang dilakukan oleh lembaga lainnya seperti lembaga pengawas internal aparatur. Perbedaan 12 http://koransindo.com/page/news/2017-05-16/1/3/index.php, diakses tanggal 31 Oktober 2017. yang menonjol adalah mekanisme penyelesaian laporan diatur secara khusus dalam Undang-Undang. Selanjutnya Undang-Undang memberi mandat kepada ORI untuk mengatur lebih lanjut tentang tata cara pemeriksaan dan penyelesaian laporan sebagaimana tertera pada Pasal 41 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008. Hal ini yang kemudian mendasari ORI untuk menerbitkan Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 002 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan. Secara garis besar tahapan-tahapan dalam pemeriksaan laporan/pengaduan yang dilakukan adalah pemeriksaan laporan, permintaan klarifikasi kepada terlapor, investigasi, mediasi, dan rekomendasi. III. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil pemaparan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut : 1. Urgensi pemberian kewenangan kepada Ombudsman sebagai lembaga dalam melaksanakan fungsi 14

pengawasan terhadap pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik menjadi hal yang sangat penting. Karena pengawasan tersebut dilakukan dalam rangka upaya memaksimalkan pengawas eksternal yang independen sebagai upaya preventif untuk mencegah tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh penyelenggara negara dalam menjalankan fungsi pelayanan publik. 2. Hubungan antara Ombudsman dan PTUN sebagai lembaga perlindungan hukum bagi rakyat dapat dilihat pada pengawasan Ombudsman terhadap pelaksanaan putusan PTUN. Walaupun tidak diatur secara jelas dalam Undang- Undang tentang Ombudsman Republik Indonesia. Ketika telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (Incraht van gewijsde), namun tergugat tidak melaksanakan putusan tersebut maka Ombudsman berwenang untuk memberikan rekomendasi kepada tergugat dan semua pihak yang dapat mempercepat pelaksanaan putusan PTUN tersebut, yang diawali dengan pengaduan/laporan dari masyarakat. B. Saran 1. Seharusnya dengan keadaan penyelenggaraan pelayanan publik saat ini, Ombudsman Republik Indonesia perlu meningkatkan pengawasan terhadap pemerintah dalam memberikan pelayanan publik, sehingga dapat memberantas tindakan penyalahgunaan wewenang (maladministrasi), serta perlu juga menambahkan kewenangan kepada lembaga Ombudsman, bukan hanya lembaga yang memberikan rekomendasi namun harus memutus terhadap pelanggaran yang dilakukan pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik. 2. Seharusnya dalam Undang-Undang tentang Ombudsman Republik Indonesia, mengatur tentang kewenangan Ombudsman untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan PTUN, sehingga jelas bahwa ada lembaga yang menjadi pengawas terhadap pelaksanaan putusan PTUN, hal ini akan menjadi kekuatan memaksa 15

bagi tergugat dan tidak lagi tergantung pada kesadaran dan inisiatif tergugat, serta Ombudsman Republik Indonesia perlu melakukan upaya memperkuat implementasi kewenangan melalui koordinasi dengan lembaga terkait, sehingga mampu mendorong pelaksanaan putusan PTUN lebih optimal sehingga pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan putusan dapat memperoleh jalan keluar melalui upaya penyelesaian Ombudsman Republik Indonesia. 16

A. Buku DAFTAR PUSTAKA Astawa Pantja I Gde dan Suprin Na a, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, Bandung: PT Refika Adiatma, 2009. Marbun S.F, Hukum Administrasi Negara II, Yogyakarta: FH UII Press, 2013. Nasir. M, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Djambatan, 2003. Pramukti Sigit Angger dan Meylani Chahyaningsih, Pengawasan Hukum Terhadap Aparatur Negara, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2016. Syamsuddin Azis, Ombudsman Republik Indonesia Merengkuh Keluhan Rakyat, Menjewer Sang Pejabat, Jakarta, 2009. Sirajuddin, Didik Sukriono, Winardi. eds, Hukum Pelayanan Publik Berbasis Partisipasi dan Keterbukaan Informasi, Malang: Setara Press, 2012. Yuslim, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2015. B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4899). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038). Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601). Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079). C. Internet http://koran-sindo.com/page/news/2017-05-16/1/3/index.php, diakses tanggal 31 Oktober 2017. 17

BIODATA PENULIS NAMA TEMPAT TANGGAL LAHIR ALAMAT E-MAIL NOMOR TELEPON/HP : : : : : ALHAM RERANG, 25 APRIL 1994 JL. UNTAD 1 TONDO alhamrecht@gmail.com 082293484483/082395485825 18