PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI LELANG DALAM PELAKSANAAN LELANG HAK TANGGUNGAN DI BOYOLALI

dokumen-dokumen yang mirip
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI LELANG DALAM PROSES PELAKSANAANN LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGANN

Imma Indra Dewi Windajani

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

Perlindungan Hukum bagi Pembeli Lelang Tanah dan Bangunan Hak Milik Melalui Lelang Dihubungkan dengan Hukum Positif di Indonesia

Ita Sucihati, Dr. Bambang Winarno, SH. SU., Amelia Sri Kusuma D., SH. MKn. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

KEDUDUKAN RISALAH LELANG SEBAGAI UPAYA HUKUM PENEGAKAN HAK-HAK KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

I. PENDAHULUAN. memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah, lebih dari itu tanah juga

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA AKIBAT DEBITUR WANPRESTASI

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum..., Elizabeth Karina Leonita, FH UI, Universitas Indonesia

UPAYA YANG DAPAT DITEMPUH OLEH KREDITOR APABILA OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG AKAN DILELANG DIKUASAI OLEH PIHAK KETIGA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Christine Widyawati (Mahasiswa S2 Program MKN UNS) Pranoto, Hartiwiningsih (Dosen Fakultas Hukum UNS) Abstract

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PEMBELI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG BELUM LUNAS DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT. Oleh : Ida Bagus Gde Surya Pradnyana I Nengah Suharta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HAK HAK KREDITOR

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. transaksi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk kredit atau pinjaman.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN (STUDI DI BANK BNI CABANG GATSU BARAT) *

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

HAK SEMPURNA YANG MELEKAT PADA PEMENANG LELANG (LELANG BENDA TIDAK BERGERAK/TANAH) Megarisa Carina Mboeik.

KEWENANGAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH KREDITUR TERHADAP JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

ALTERNATIF PENYELESAIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN CARA LELANG. Arga Baskara,SH,MH

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

PERBEDAAN WANPRESTASI DENGAN PENIPUAN DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR TERHADAP KREDIT MACET DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK

Oleh : Kadek Octa Santa Wiguna I Ketut Markeling A.A. Sri Indrawati. Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana.

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMENANG LELANG TERKAIT KEPEMILIKAN TANAH SECARA ABSENTEE

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR *

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI LELANG DALAM PELAKSANAAN LELANG HAK TANGGUNGAN DI BOYOLALI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor: 2/Pdt.G/2014/PN.Bi) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Hukum Fakultas Hukum Oleh: AMALLIAWAN ALIM MUHAMMAD C100120183 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017 i

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI LELANG DALAM PELAKSANAAN LELANG HAK TANGGUNGAN DI BOYOLALI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor: 2/Pdt.G/2014/PN.Bi) ABSTRAK Hak tanggungan merupakan perlindungan hukum bagi kreditor apabila debitor tidak dapat melakukan kewajibannya untuk melunasi hutangnya kepada kreditor. Pelunasan hutang kreditor dilakukan dengan cara penjualan objek jaminan hak tanggungan melalui pelelangan umum. Permasalahan dalam pelelangan terjadi ketika pemenang lelang tidak dapat menguasai objek lelang yang dibelinya dikarenakan susahnya pengosongan dan adanya gugatan dari pihak debitor ataupun pihak ketiga. Perlindungan hukum harus diberikan terhadap pemenang lelang yang berarti adanya kepastian hukum hak pemenang lelang atas obyek yang dibelinya melalui lelang. Proses lelang yang telah dilakukan akan menimbulkan akibat hukum yaitu peralihan hak obyek lelang dari penjual kepada pemenang lelang. Dalam peralihan hak obyek lelang ternyata menimbulkan suatu permasalahan, seperti tidak dapat dikuasainya obyek lelang oleh pemenang lelang, serta pembatalan lelang berdasar putusan.. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi pemenang lelang eksekusi hak tanggungan dan upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan oleh pembeli lelang. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa hukum positif Indonesia yang mengatur tentang lelang yaitu Vendu Reglement, HIR, serta PMK Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Perubahan Atas PMK Nomor 93/PMK.06/2010 dan PMK Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Kata Kunci : Perlindungan hukum, Pembeli Lelang, hak tanggungan. ABSTRACT The rights of a dependent is legal protection for creditors if the debtor cannot perform its obligations to pay off its debts to creditors. Repayment of debt creditors is carried out by way of guarantee of the rights of a dependent object sales through public auctions. The problems in the auction occurs when the auction winner can't master the auction object bought due to the discharge of his difficult and the existence of a lawsuit from the debtor or a third party. Legal protection should be given against the winner of the auction which means the existence of legal certainty the rights auction winner of the object bought through the auction. An auction process that has been done will give rise to legal consequences, namely a transitional object rights auctions from the seller to the auction winner. In the transitional object rights auction turned out to cause a problem, as it can not be mastered by the winner of auction the auction object, as well as the cancellation of the auction based on the verdict. This research was 1

conducted to find out how legal protection for the auction winner execution rights remedy dependents and anything that can be done by auction buyers. This research was conducted with normative juridical method. The results of this study concluded that positive law governing the auction of Indonesia namely Vendu Reglement, HIR, and FMD FMD. Number 106/06/2013 Number Of changes to the FMD FMD. 93/06/2010 and Number 93/FMD FMD. 06/2010 About the auction Guidelines Keywords: legal protection. Auction Buyers. dependent rights. 1. PENDAHULUAN Masyarakat dalam usaha memenuhi kebutuhannya membutuhkan suatu pendananaan dari bank, yaitu salah satunya dengan cara pengkreditan. Kredit yaitu sebagai suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga. 1 Pengertian ini apabila dikaitkan dengan pengertian kredit dari Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (UU Perbankan) mempunyai persamaan, dimana berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan, Kredit di definisikan sebagai sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga Dalam pemberian kredit unsur esensialnya adalah kepercayaan yaitu dari bank sebagai kreditur terhadap peminjam sebagai debitur dengan dilandasi adanya kesepakatan pinjam meminjam. Pemberian kredit merupakan suatu perjanjian utang piutang antara bank dengan debitur yang ditekankan kepada kesepakatan para pihak yaitu berdasar pada kebebasan dalam membuat perikatan yang diatur dalam Pasal 1329 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Selain itu adapula Pasal 1338 KUHPerdata sistem pengaturan perjanjian. 1 Muchdarsyah Sinungan, 1984, Dasar-dasar dan Teknik Management Kredit, PT Bina Aksara, Jakarta, Cet. II, hal. 12 2

Pada perjanjian kredit terdapat dua perjanjian yaitu perjanjian pokok dan perjanjian tambahan (accesoir). Perjanjian pokoknya merupakan perjanjian kredit yang dibuat bank bersama debitur dalam rangka kegiatan usaha pemberian kredit perbankan, dan perjanjian accesoirnya merupakan perjanjian hak tanggungan. Dibuatnya suatu perjanjian kredit antara bank dengan debitur bertujuan agar memberikan kepastian atas pengembalian pinjaman. Perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan peminjam diikat dengan hak jaminan. Perjanjian jaminan yang dibuat antara kreditur dengan debitur membuat suatu janji dengan mengikatkan benda tertentu atau kesanggupan pihak debitur, dengan tujuan memberikan keamanan dan kepastian hukum pengembalian kredit atau pelaksanaan perjanjian pokok jaminan. Dalam perjanjian kredit menghendaki adanya jaminan atau anggunan yang dapat digunakan sebagai pengganti pelunasan hutang bilamana dikemudian hari apabila debitur cidera janji atau wanprestasi. Apabila debitur cidera janji dengan tidak melakukan pelunasan setelah melewati proses somasi atas perjanjian utang-piutang dalam hak tanggungan, maka sertifikat hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial, diperjanjikan atau tidak diperjanjikan dalam akta pembebanan hak tanggungan. Karena sertifikat hak tanggungan tersebut pada dasarnya merupakan suatu grose akta yang berirah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka eksekusi hak tanggungan berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan cara pelelangan dimuka umum. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yaitu: Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan asset tersebut, artinya adalah apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk 3

menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. 2 Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang. Keberadaan lembaga lelang di Indonesia yang diatur di dalam system hukum dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat diantaranya penyelesaian sengketa yang telah memperoleh putusan pengadilan. Penjualan umum melalui lembaga lelang diatur di dalam Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stbl. 1908 Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908 Nomor 190). Di dalam Vendu Reglement mengatur hal-hal yang sifatnya mengkhusus namun tetap dikuasai oleh ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata Pasal 1319 yang menyatakan bahwa, Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu. Lelang eksekusi menurut Penjelasan Pasal 41 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, 3 meliputi lelang Putusan Pengadilan, Hak Tanggungan, sita pajak, sita Kejaksaan atau Penyidik dan sita Panitia Urusan Piutang Negara. Sedangkan lelang sukarela adalah lelang atas prakarsa sendiri pihak yang berhak atas objek yang akan dilelang. Berbeda halnya dengan lelang eksekusi yang peralihan haknya dilakukan oleh kreditur. Dalam lelang eksekusi, lembaga yang berwenang melaksanakannya adalah Kantor Lelang 2 Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan- Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni, Bandung, hal. 46. 3 Penjelasan Pasal 41 ayat (4): Lelang eksekusi meliputi lelang dalam rangka pelaksanaan putusan pengadilan, hak tanggungan, sita pajak, sita Kejaksaan/Penyidik dan sita Panitian Urusan Piutang Negara. Dalam pelelangan eksekusi kadang-kadang tereksekusi menolak untuk menyerahkan sertifikat asli hak yang akan dilelang. Hal ini tidak boleh menghalangi dilaksanakannya lelang. Oleh karena itu lelang eksekusi tetap dapat dilaksanakan walaupun sertifikat asli tanah tersebut tidak dapat diperoleh Pejabat lelang dari tereksekusi. 4

Negara sedangkan untuk lelang sukarela dapat dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara atau Balai Lelang Swasta. Dalam pelaksanaan lelang khususnya lelang eksekusi, potensi gugatan sangat tinggi. Total gugatan yang masuk ke DJKN/KPKNL (berdasarkan Buletin Media Kekayaan Negara Edisi No.14 Tahun IV/2013) adalah 2.458 dan 1.500 lebih adalah gugatan dari lelang eksekusi Pasal 6 Hak Tanggungan. Hal ini dikarenakan dalam lelang eksekusi, kebanyakan barang dilelang tanpa kesukarelaan dari pemilik barang dan seringkali banyak pihak yang berkepentingan terhadap barang tersebut tidak menginginkan lelang, sehingga dalam praktek terdapat para pihak yang merasakan kepentingannya terganggu dengan adanya pelaksanaan lelang. Pihak-pihak yang merasa kepentingannya terganggu berkaitan dengan lelang atas suatu objek lelang, biasanya akan mengajukan gugatan di pengadilan, untuk memperjuangkan haknya yang terkait dengan objek yang dilelang, sehingga terdapat banyak perkara baik perdata maupun tata usaha negara berkaitan dengan lelang. Peralihan hak melalui lelang dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu peralihan hak dengan beralih dan peralihan hak dengan cara dialihkan. 4 Beralih yang dimaksud artinya bahwa peralihan hak tersebut terjadi manakala pemegang haknya meninggal dunia sehingga secara hukum ahli waris akan memperoleh hak tersebut. Sedangkan peralihan hak karena dialihkan terjadi manakala perbuatan hukum dilakukan secara sengaja agar pihak lain memperoleh hak tersebut.peralihan hak terhadap benda tak bergerak melalui lembaga lelang dilakukan dengan jual beli secara resmi di hadapan pejabat lelang. Dalam prakteknya benda tak bergerak seperti tanah yang sering mengalami permasalahan dalam Peralihan haknya melalui lembaga lelang. Secara yuridis, yang dilelang dalam hal ini adalah hak atas tanah. Tujuan daripada lelang hak atas tanah adalah agar pembeli lelang dapat secara sah menguasai dan menggunakan tanah. Sebagaimana diketahui bahwa tanah merupakan benda yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Peraturan yang ada terkait dengan lelang tersebut terkadang tidak mampu dalam menampung 4 Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, hal. 383. 5

kasus- kasus yang terjadi di masyarakat.peralihan hak dengan pelelangan hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang baik dalam lelang eksekusi dan lelang sukarela. 5 Salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat adalah adanya pembangunan nasional berupa pembangunan ekonomi. Adapun upaya yang dilakukan masyarakat adalah melakukan usaha dengan dukungan dana dan tersedianya dana dari bank dalam bentuk kredit. Dalam Pasal 1 angka 11 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pemberian kredit merupakan suatu perjanjian utang-piutang antara bank dengan debitur, yang ditekankan kepada kesepakatan para pihak yang berdasarkan asas kebebasan berkontrak namun dalam prakteknya pemberian kredit sering mengalami resiko kemacetan kredit. Adanya resiko kemacetan kredit maka untuk mengatasinya perlu adanya perjanjian pinjam meminjam antara kreditur dengan debitur yang diikat dengan jaminan. Tujuan dari pengikatan jaminan adalah untuk memberikan kepastian dan keamanan atas pelaksanaan kredit tersebut jika terjadi wanprestasi yang diakibatkan oleh debitur. Jika debitur melakukan wanprestasi atau cidera janji maka kreditur dapat mengambil pelunasannya melalui pelelangan umum yang berdasarkan irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang tercantum dalam sertifikat hak tanggungan. Sertifikat hak tanggungan memiliki titel eksekutorial yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan. Pemerintah 5 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Cet. XII, Djambatan, Jakarta, hal. 516. 6

membentuk suatu lembaga yaitu Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (selanjutnya disingkat KP2LN) sebagai sarana penjualan lelang. Sehingga lelang dapat menjadi sarana penjualan yang efisien untuk memperoleh pelunasan bagi kreditur. Namun dalam kenyataannya banyak kendala-kendala serta masalah yang timbul di dalam pelaksanaanya diantaranya yaitu pemenang lelang yang beritikad baik tidak dapat memperoleh dan menikmati atas barang yang telah dimenangkannya. Berdasarkan asas-asas lelang yang diuraikan diatas, menimbulkan beberapa kebaikan lelang. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013 Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan, kebaikan lelang antara lain adalah aman, cepat, dan mewujudkan harga yang wajar, selain itu kebaikan lelang yaitu dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaksanaan lelang. Seperti contoh kasus Putusan Perkara Pengadilan Negeri Malang Nomor: 133/Pdt.G/2000/PN.Mlg tanggal 27 Pebruari 2001 jo. Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 934/Pdt/2001/PT.Sby tanggal 25 April 2002 sebagai contoh kasus nyata putusan pengadilan yang merugikan pembeli lelang. Perkara ini antara Paulus Suryatika sebagai Penggugat lawan PT. Bank Bumi Daya (Persero) sekarang menjadi PT. Bank Mandiri Tergugat I: Yusuf Ismail sebagai Tergugat II; Wellyansah (d/h Thio kok Soey) sebagai Tergugat III; Departemen Keuangan Cq BUPLN Cq KP3N sebagai Tergugat IV; Yusuf Barasyid sebagai Tergugat V; Kepala Wilayah Kecamatan Purwodadi (Camat) Tergugat VI; Kepala Desa Sentul Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan sebagai Tergugat VII. Adapun posita gugatan antara lain: bahwa Penggugat adalah pemilik yang sah atas sebidang tanah/bangunan SHM Nomor: 5 seluas 1486 m2 yang disewakan pada Tergugat III, selanjutnya karena Tergugat III ingkar janji dalam perjanjian sewa menyewa tersebut, maka penggugat telah mengajukan gugatan terdaftar dalam register Perkara Pengadilan Negeri Malang Nomor: 198/PDT/G/1986/PN.Malang Jo Perkara Nomor 783/PDT/1987/PT.Surabaya, 7

Jo. Perkara Nomor: 2438 K/PDT/1988, perkara mana telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dan isi putusan pengadilan tersebut telah pula dilaksanakan eksekusi melalui perantaraan Pengadilan Negeri Bangil sesuai Berita Acara Pengosongan. Perkara tersebut diakhiri dengan putusan pengadilan yang memenangkan Penggugat. Salah satu asas lelang adalah efisiensi yang artinya pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat, namun pengertian tersebut tidaklah ada di dalam peraturan perundang-undangan sehingga menimbulkan adanya norma kosong. Adanya norma kosong mengakibatkan pelaksaan lelang tidak memberikan kepastian bagi pembeli lelang, sehingga pembeli lelang seringkali mengalami kerugian baik waktu, tenaga, dan biaya. Faktanya perlindungan hukum bagi pembeli lelang eksekusi hak tanggungan tidak diatur secara normatif dalam peraturan lelang 106/PMK.06/2013 Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sehingga menyebabkan adanya kekosongan hukum. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan pendekatan yuridis-empiris. Spesifikasi penelitian ini adalah hukum normative yaitu penelitan yang dilakukan untuk mendapatkan data dari bahan-bahan kepustakaan terutama yang berhubungan mengenai masalah hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer, dan sekunderdata yang dikumpulkan dalam peneliti ini dapat digolongkan menjadi dua antara lain Data primer dan Data sekunder. Metode Pengumpulan data meliputi Studi Kepustakaan dan Wawancara. Metode Analisis Data meliputi Reduksi, Mengambil kesimpulan dan verifikasi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.Perlindungan hukum bagi pembeli lelang eksekusi hak tanggungan Perlindungan hukum bagi pembeli lelang eksekusi hak tanggungan selama ini tidak memberikan perlindungan hukumsecara preventif kepada pemenang lelang artinya bahwa Vendu Reglement yang menjadi dasar 8

hukum utama lelang di Indonesia, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang belum ditemukan adanya perlindungan hukum kepada pemenang lelang eksekusi hak tanggungan. Risalah lelang tidak memberikan perlindungan hukum kepada pemenang lelang atas penguasaan objek lelang. Perlindungan hukum secara represif diberikan oleh HIR dalam hal pengosongan objek lelang dapat meminta bantuan Pengadilan Negeri dan apabila terjadi bantahan pemenang lelang dapat mengajukan upaya hukum berupa banding dan kasasi. 3.2.Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang dirugikan dalam eksekusi lelang oleh pengadilan Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang dirugikan dalam eksekusi lelang oleh pengadilan yaitu jika terjadi bantahan akibat gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga yang pada akhirnya gugatan tersebut masuk ke pengadilan dan putusan pengadilan memenangkan gugatan pihak ke tiga tersebut, maka pemenang lelang dapat mengajukan upaya hukum ke pengadilan tinggi untuk menyelesaikan persoalan yaitu melalui Banding dan melalui Mahkamah Agung untuk Kasasi. Hal ini dikarenakan penjualan melalui lelang termasuk dalam penjualan perdata dan upaya hukum yang dapat dilakukan adalah upaya hukum dalam ruang lingkup hukum acara perdata. 4. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 4.1.Perlindungan hukum bagi pembeli lelang eksekusi hak tanggungan selama ini tidak memberikan perlindungan hukumsecara preventif kepada pemenang lelang artinya bahwa Vendu Reglement yang menjadi dasar hukum utama lelang di Indonesia, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri 9

Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang belum ditemukan adanya perlindungan hukum kepada pemenang lelang eksekusi hak tanggungan. Risalah lelang tidak memberikan perlindungan hukum kepada pemenang lelang atas penguasaan objek lelang. Perlindungan hukum secara represif diberikan oleh HIR dalam hal pengosongan objek lelang dapat meminta bantuan Pengadilan Negeri dan apabila terjadi bantahan pemenang lelang dapat mengajukan upaya hukum berupa banding dan kasasi. 4.2.Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang dirugikan dalam eksekusi lelang oleh pengadilan yaitu jika terjadi bantahan akibat gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga yang pada akhirnya gugatan tersebut masuk ke pengadilan dan putusan pengadilan memenangkan gugatan pihak ke tiga tersebut, maka pemenang lelang dapatmengajukanupaya hukum ke pengadilan tinggi untuk menyelesaikan persoalan yaitu melalui Banding dan melalui Mahkamah Agung untuk Kasasi. Hal ini dikarenakan penjualan melalui lelang termasuk dalam penjualan perdata dan upaya hukum yang dapat dilakukan adalah upaya hukum dalam ruang lingkup hukum acara perdata. DAFTAR PUSTAKA Buku Ali, Achmad, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta. Agustina, Rosa, 2003, Perbuatan Melawan Hukum, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta Dharmajaya, Aryo, 2009, Tinjauan Hukum Terhadap Lelang Atas Tanah dan Bangunan yang Tidak Dapat Dimiliki oleh Pemenang Lelang (Analisis Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 158k/Pdt/2005), Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta. Hutabarat, Samuel M.P. 2010, Penawaran dan Penerimaan dalam Hukum Perjanjian, PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 10

Kelsen, Hans, 2006, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, Nuansa & Nusamedia, Bandung. Peraturan Perundang-Undangan Burgerlijk Wetboek Stb,1847 Nomor 23 (terjemahan R. Soebekti dan Tjitrosudibio, 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.) ReglementBuitengewesten (RBG Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura) Stb. 1927 Nomor 227 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR/RIBReglemen Indonesia yang diperbaharui) Stb, 1941 Nomor 44 Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stbl. 1908 Nomor 189) Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908 Nomor 190) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK/06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.06/2013 tentang Pejabat Lelang Kelas I 11