BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Keperawatan Preoperatif 1.1.Defenisi Fase praoperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A.

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB I. 1.1 Latar Belakang. Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELLITUS PADA Ny.T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOSARI

BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH

Kesetimbangan asam basa tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

Daftar Diagnosis Keperawatan Berdasarkan Standar Diagnosasis Keperawatan Indonesia (SDKI)

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

Obat Alami Diabetes Dapat Mencegah Amputasi Pada Diabetesi

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr.

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN. Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara. invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

BAB I PENDAHULUAN. macam keluhan penyakit, berbagai tindakan telah dilakukan, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. mengalami berbagai perkembangan penyakit yang bersifat degeneratif.

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

Anestesi Persiapan Pra Bedah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DIABETES UNTUK AWAM. Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. resistensi insulin, serta adanya komplikasi yang bersifat akut dan kronik (Bustan,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

PATHWAY THALASEMIA. Mutasi DNA. Produksi rantai alfa dan beta Hb berkurang. Kelainan pada eritrosit. Pengikatan O 2 berkurang

BAB I PENDAHULUAN. konsentrasi elektrolit pada cairan ekstra sel (Tawoto & Watonah, 2011).

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Konsep Pemberian Cairan Infus

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

LAMPIRAN 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

AKTIVITAS FISIK DAN OLAHRAGA UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS DAN HIPERTENSI PUSKESMAS DTP CIKALONG KULON 9 APRIL 2015

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

Dosis : 0,2-1 unit/kgbb/hari, diberikan secara subkutan 1-2 x/hari

Wacana Kesehatan Vol.1, No.1,Juli 2017 HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN PRAOPERASI ELEKTIF DIRUANG BEDAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Bedah 1.1. Definisi Bedah Pembedahan atau operasi adalah tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuka sayatan.setelah bagian yang ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Perawatan selanjutnya akan termasuk dalam perawatan pascabedah (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). 1.2. Fase Perawatan Bedah (Perioperatif) 1.2.1. Fase Perawatan Preoperatif Fase perawatan preoperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dibawa ke meja operasi (Smeltzer & Bare, 2002).Pada fase ini dilakukan pengkajian data pasien meliputi pengkajian psikososial, pengkajian fisik, pengkajian riwayat (riwayat penyakit sebelumnya, riwayat pembedahan sebelumnya, riwayat medikasi sebelumnya), pengkajian hasil laboratorium, dan informed consent.

1.2.1.1. Pengkajian Psikososial Menurut Smeltzer & Bare (2002), segala bentuk prosedur pembedahan didahului dengan suatu reaksi emosional tertentu oleh pasien, apakah reaksi tersebut jelas atau tersembunyi, normal atau abnormal. Rasa takut dan cemas dapat terjadi terhadap penyuntikan, nyeri luka, anastesia, bahkan terhadap kemungkinan cacat atau mati. Dalam hal ini, kerja sama antara pasien, keluarga, dokter, dan perawat sangat menentukan (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). 1.2.1.2. Pengkajian Fisik Umum a. Fungsi Pernapasan Tujuan pengkajian ini adalah agar pasien dipersiapkan untuk mempunyai fungsi pernapasan yang optimal. Menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005), semua pasien diminta untuk berhenti merokok sekurang-kurangnya satu minggu sebelum rencana pembedahan. Perawat harus mengkaji riwayat adanya dispnu, batuk, hemoptisis, asma dan masalah paru lainnya. Pengkajian dengan masalah paru yang sudah ada sebelumnya dievaluasi dengan melakukan pemeriksaan fungsi paru dengan analisis gas darah untuk menemukan luasnya insufiensi pernapasan. Jika ditemukan infeksi pernapasan maka mungkin diresepkan dengan antibiotik (Smeltzer & Bare, 2002). b. Fungsi Kardiovaskular Tujuan pengkajian ini adalah agar pasien dipersiapkan untuk mempunyai fungsi kardiovaskular yang baik untuk memenuhi kebutuhan oksien, cairan dan

nutrisi sepanjang periode perioperatif.perawat perlu mengkaji riwayat masalah jantung, termasuk hipertensi, angina, aritmia dan miokard infark, CHF dan edema (Lewis, dkk, 2000).Hal yang sangat penting dari pasien dengan penyakit kardiovaskular adalah kebutuhan untuk menghindari perubahan posisi secara mendadak, imobilisasi berkepanjangan, hipotensi atau atau hipoksia, dan terlalu membebani sistem sirkulasi dengan cairan atau darah (Smeltzer & Bare, 2002). c. Fungsi Saraf Pengkajian fungsi saraf adalah untuk mengkaji kemampuan pasien untuk merespons pertanyaan dan perintah.hal penting lainnya adalah menanyakan riwayat trauma kepala, stroke, spinal cord injury, dan penyakit sistem saraf seperti multipel sklerosis, cerebral palsy, dan penyakit Parkinson (Lewis, dkk, 2000). d. Fungsi Hati Hati penting dalam biotransformasi senyawa-senyawa anestesia.karena itu, segala bentuk kelainan hepar mempunyai efek pada bagaimana anestetik tersebut dimetabolisme (Brunner & Suddarth, 2007).Gangguan fungsi hati sering ditemukan, dan akibatnya, seperti hipoalbuminemia, anemia, dan gangguan pembekuan darah, hal tersebut harus sedapat mungkin dikoreksi (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

e. Fungsi Ginjal Ginjal terlibat dalam ekskresi obat-obat anestesi dan metabolitnya.gangguan fungsi ginjal dikaitkan dengan perubahan-perubahan, termasuk ketidakseimbangan asam basa, koagulopati, risiko tinggi infeksi dan gangguan penyembuhan luka (Lewis, dkk, 2000).Pembedahan dikontraindikasikan bila pasien menderita nefritis akut, insufiensi renal akut dengan oliguria atau anuria, atau masalah renal akut lainnya (Smeltzer & Bare, 2002). f. Fungsi Endokrin Pada diabetes tidak terkontrol, bahaya pokok utama yang mengancam hidup adalah hipoglikemia, yang dapat terjadi selama anestesia atau akibat masukan karbohidrat pascabedah yang tidak adekuat atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang dapat terjadi adalah asidosis dan glukosuria (Smeltzer & Bare, 2002). g. Fungsi Imunologi Fungsi pengkajian ini penting untuk mengkaji adanya alergi, termasuk alergi sebelumnya.pasien diminta untuk mengingat segala substansi yang mencetuskan reaksi alergi sebelumnya, termasuk medikasi, transfusi darah dan agens kontras dan untuk menggambarkan tanda dan gejala yang ditimbulkan substansi tersebut. Gejala ringan atau sedikit kenaikan suhu tubuh harus dipantau, karena pasien ini rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002).

1.2.1.3. Pengkajian Riwayat Penyakit Sebelumnya Pengkajian ulang riwayat kesehatan pasien harus meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita dan alasan utama pasien mencari pengobatan.penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi kemampuan menoleransi pembedahan dan mencapai pemulihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2012). 1.2.1.4. Pengkajian Riwayat Pembedahan Sebelumnya Pengalaman bedah sebelumnya dapat memperngaruhi respons fisik dan psikologis pasien terhadap prosedur pembedahan.perawat perlu mengkaji semua komplikasi yang pernah dialami pasien. Informasi ini akan membantu perawat dalam mengantisipasi kebutuhan pasien selama preoperatif dan pascaoperatif (Potter & Perry, 2012). 1.2.1.5. Pengkajian Medikasi Sebelumnya Riwayat medikasi sebelumnya dikumpulkan dari pasien karena kemungkinan efek samping dari medikasi pada perjalanan perioperatif pasien dan kemungkinan efek interaksi obat (Smeltzer & Bare, 2002).Medikasi ini mungkin meningkatkan atau menurunkan potensi dan keefektivan anastesi, khususnya obatobat yang digunakan untuk penyakit jantung, hipertensi, imunosupresi, antikoagulasi, dan gangguan fungsi endokrin (Lewis, dkk, 2000).

1.2.1.6. Pengkajian Hasil Laboratorium Tes laboratorium preoperatif dilaksanakan berdasarkan riwayat dan pengkajian fisik pasien. Tes laboratorium meliputi tes urinalisis, X-ray dada, tes darah, elektrolit, gula darah, kreatinin, BUN, elektrokardiogram, tes fungsi hati, protrombin, fungsi paru, tipe dan golongan darah untuk transfusi, dan kehamilan (Lewis, dkk, 2000). 1.2.1.7.Informed Consent Izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien diperlukan sebelum suatu pembedahan dilakukan.secara hukum pembedahan tidak boleh dilakukan sebelum pasien memahami perlunya prosedur tersebut, tahap-tahap yang harus dilalui, risiko, hasil yang diharapkan, dan terapi alternatifnya.memberi informasi kepada pasien dan keluarga adalah tanggung jawab dokter (Potter & Perry, 2012). Pasien secara pribadi menandatangani informed consent tersebut jika dia telah mencapai usia legal dan mampu secara mental. Bila pasien di bawah umur, tidak sadar atau tidak kompeten, izin harus didapat dari anggota keluarga yang bertanggung jawab atau wali yang sah (Smeltzer & Bare, 2002). 1.2.2. Fase Perawatan Pascaoperatif

Fase perawatan pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.fokus pada perawatan pascaoperatif adalah mengkaji efek dari agen anastesia, memantau fungsi vital dan mencegah komplikasi (Smeltzer & Bare, 2002). 1.2. Faktor Risiko Bedah 1.2.1. Usia Pasien anak-anak dan lansia mempunyai risiko selama pembedahan karena status fisiologis yang belum matang atau mengalami penurunan (Potter & Perry, 2012). Risiko bedah pada usia tua berhubungan dengan perubahan penuaan fisiologis normal yang mempengaruhi fungsi organ, mengurangi kapasitas cadangan, serta membatasi kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres (Lewis, dkk, 2000). 1.2.2. Nutrisi Perbaikan jaringan normal dan resistensi terhadap infeksi bergantung pada nutrisi yang cukup. Pembedahan akan memperbesar kebutuhan nutrisi. Pasien malnutrisi cenderung mengalami penyembuhan luka yang kurang baik, penyimpanan energi berkurang, dan infeksi setelah operasi (Potter & Perry, 2012). Sebuah studi menunjukkan pasien dengan malnutrisi berat yang ditangani dengan pemberian nutrisi parenteral total selama 7-10 hari sebelum bedah

gastrointestinal maligna menurunkan angka komplikasi dari 40% menjadi 30% (Townsend, dkk, 2008). 1.2.3. Merokok Pasien perokok memiliki lima kali lebih besar risiko komplikasi masalah pernapasan daripada pasien bukan perokok (Burkitt, dkk, 2007). Perokok kronik telah mengalami peningkatan jumlah dan ketebalan sekresi mukus pada paruparunya. Anestesi umum meningkatkan iritasi jalan napas dan merangsang sekresi pulmonal, karena sekresi tersebut akan dipertahankan akibat penurunan aktivitas siliaris selama anestesi. Setelah pembedahan, pasien perokok mengalami kesulitan yang lebih besar dalam membersihkan jalan napasnya dari sekresi mukus (Potter & Perry, 2012). 1.2.4. Radioterapi Pada pasien kanker, radioterapi sering diberikan untuk menurunkan ukuran tumor ganas sehingga tumor ganas tersebut dapat diangkat melalui pembedahan.radiasi mempunyai beberapa efek pada jaringan normal yang tidak dapat dihindari, seperti penipisan lapisan kulit, penghancuran kolagen, dan gangguan vaskularisasi jaringan (Potter & Perry, 2012). 1.2.5. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Pembedahan akan direspons oleh tubuh sebagai sebuah trauma. Akibat respons stres adrenokortikal, reaksi hormonal akan menyebabkan retensi air dan natrium serta kehilangan kalium 2-5 hari pertama setelah pembedahan. Beratnya stres akan mempengaruhi tingkat keseimbangan cairan dan elektrolit. Semakin luas pembedahan, semakin berat stres (Potter & Perry, 2012). 1.2.6. Obesitas Obesitas adalah Pasien obesitas memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap anestesi dan bedah.hasil ini berdasarkan atas masalah teknik karena obesitas itu sendiri dan dari meningkatnya insidensi penyakit kronis dan komplikasi perioperatif.jika risiko dianggap terlalu besar, maka pasien dianjurkan untuk mengurangi berat badan sebelum pembedahan (Garden, dkk, 2007).Pasien obesitas memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita komplikasi infeksi luka,trombosis vena profunda, serta kesulitan untuk mobilitas (Burkitt dkk, 2007). 1.2.7. Diabetes Melitus Penderita diabetes melitus yang mengalami pembedahan harus mendapat perhatian khusus karena kelainan homeostasis glukosa pada darah (Smeltzer & Bare, 2002).Pada pasien bedah dengan penyakit diabetes mellitus, stres karena bedah mengakibatkan peningkatan produksi hormon katabolik yang aksinya berlawanan dengan insulin.hal ini menyebabkan kontrol diabetes menjadi lebih sulit (Burkitt, dkk, 2007). 1.2.8. Hipertensi

Hipertensi yang tidak terobati meningkatkan risiko perioperatif, khususnya kejadian cerebrovaskular dan miokard infark.risiko ini berhubungan dengan derajat elevasi dari diastolik yang lebih dari sistolik tekanan.namun, risiko ini dapat dikurangi dengan memastikan tekanan darah pasien terkontrol secara adekuat untuk beberapa minggu sebelum pembedahan.jika tekanan diastolik pada saat istirahat 110 mmhg, bedah elektif harus ditunda (Garden, dkk, 2007). 1.3. Risiko Komplikasi Pascabedah 1.3.1. Syok Syok adalah komplikasi pascabedah yang sangat serius.syok dapat digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan ketidakmampuan untuk mengeskresikan produk sampah metabolism. Tanda-tanda klasik syok adalah pucat, kulit dingin dan basah, pernapasan cepat, sianosis, nadi cepat dan lemah, penurunan tekanan darah, dan urin pekat. Dua klasifikasi syok yang dapat terjadi pada bedah adalah syok hipovolemik dan syok neurogenik (Smeltzer & Bare, 2002). a. Syok Hipovolemik Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume cairan akibat kehilangan darah atau plasma; ini merupakan jenis syok yang paling umum pada bedah. Pada pasien bedah, syok hipovolemik dapat disebabkan oleh hemoragi yang jelas, kehilangan darah dan plasma dari sirkulasi selama prosedur bedah, atau ketidakadekuatan penggantian cairan selama dan setelah pembedahan. Syok

hipovolemik ditandai dengan turunnya tekanan vena, naiknya resistensi perifer, dan takikardi. b. Syok neurogenik Syok neurogenik adalah syok yang kurang umum pada pasien bedah, namun demikian, dapat terjadi sebagai akibat penurunan tahanan arterial yang disebabkan anestesia spinal. Syok ini ditandai oleh turunnya tekanan darah akibat pengumpulan darah dalam pembuluh darah kapasitans yang berdilatasi dan aktivitas jantung meningkat dalam berespons. 1.3.2. Komplikasi Pernapasan Komplikasi pernapasan merupakan masalah yang paling sering dan paling serius dihadapi pasien bedah.komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak terdeteksi, atelaktasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti pulmonal hipostatik, pleurisi, superinfeksi. Komplikasi bronkhopneumonia adalah komplikasi pulmonari yang paling sering terjadi (Smeltzer & Bare, 2002). Komplikasi pernapasan lain menurut Burkitt (2007) adalah kolaps paru, gagal napas, efusi pleura, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan pneumotoraks. 1.3.3. Komplikasi Jantung Risiko bedah dan anastesi meningkat pada pasien yang menderita penyakit jantung.aritmia, angina, gagal jantung, atau hipertensi seharusnya dikoreksi sebelum pembedahan. Penyakit katup jantung, khususnya, stenosis aorta, merusak

kemampuan jantung untuk merespons permintaan yang meningkat selama periode postoperatif. Administrasi cairan kepada pasien dengan penyakit katup aorta atau mitral jantung seharusnya dimonitor dengan hati-hati (Garden, dkk, 2007). 1.3.4. Trombosis Vena Profunda (TVP) Trombosis Vena Profunda (TVP) adalah trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial.dua komplikasi serius dari TVP adalah embolisme pulmonari dan sindrom pascaflebitis (Smeltzer & Bare, 2002). Trombosis vena dalam ini lebih sering tanpa gejala, tetapi dapat menjadi penyakit yang serius. Bila trombus terlepas menjadi emboli paru, hal ini dapat mengancam nyawa atau trombus tersebut menyebabkan kerusakan katup vena dan terjadi sindrom pascatromboflebitis (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). 1.3.5. Komplikasi Urinari Komplikasi urinari dapat bermacam-macam.komplikasi yang dapat timbul adalah retensi urin, infeksi saluran kemih (ISK), dan gagal ginjal (Garden, dkk, 2007). Retensi urin dapat terjadi setelah segala prosedur pembedahan.retensi paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus, dan vagina, dan setelah herniografi dan pembedahan pada abdomen bagian bawah.penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih (Smeltzer & Bare, 2002).

1.3.6. Komplikasi Gastrointestinal Pembedahan traktus gastrointestinal sering mengganggu proses fisiologi normal pencernaan dan penyerapan. Obstruksi intestinal adalah komplikasi yang dapat menyertai pembedahan abdomen.komplikasi ini paling sering terjadi setelah pembedahan pada abdomen bagian bawah dan pelvis, terutama setelah pembedahan dimana pemasanan drainase diperlukan (Smeltzer & Bare, 2002). 1.3.7. Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih paling sering terjadi setelah bedah urologi atau ginekologi.kontaminasi yang terjadi yakni retensi urin dan instrumen yang digunakan adalah faktor yang berkontribusi terhadap infeksi kemih pascabedah (Garden, dkk, 2007). 1.3.8. Komplikasi Luka Infeksi merupakan komplikasi pascabedah yang paling umum.insidensinya bervariasi mulai 1% dalam bedah yang bersih sampai 20-30% dalam kasus yang kotor.onset infeksi biasanya dalam tujuh hari setelah bedah.infeksi ini dapat diatasi dengan pemberian antibiotik (Garden, dkk, 2007).