BAB I PENDAHULUAN. instansi atau kementerian, pada masa kemerdekaan masalah-masalah agama secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik, mereka dapat mengenyam pendidikan sistem Barat.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa penjajahan Belanda, terjadi berbagai macam eksploitasi di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk perkara munkar (keji/kejahatan) sebagai kebalikan dari ma ruf (kebijakan/

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. *

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ketiga akan memaparkan metode dan teknik penelitian yang digunakan dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah

BAB I PENDAHULUAN. akronim yang menggabungkan dua nama nabi dan satu sifat Allah Subhanahu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun ,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab III Metodologi Penelitian merupakan bagian penguraian metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan metode penelitian yang

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di masyarakat Indonesia terdapat kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan Islam, yakni munculnya kelompok Jama ah Tabligh yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ-organ yang menjalankan fungsi masyarakat. Lembaga dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sejarah yang merupakan salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tempat untuk belajar dan mengajarkan ilmu agama Islam. Pesantren dalam

Rangkuman Materi Ajar PKn Kelas 6 MATERI AJAR

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau metode, di mana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki akhlak yang sangat mulia. Lahir di kampung Ampel Maghfur, pada

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yang kedua ke Indonesia, tahun 1598, dengan tujuan Banten dan Maluku.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dari 13 fakultas yang ada di USU.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Kajian tentang Perkembangan Perusahaan Dodol Pusaka Terhadap. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Suci Kaler Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan totalitas pengalaman yang dapat dipandang dari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. lapangan (Fields Research) dengan menggunakan metode sejarah. Penelitian

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan Kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini mengambil objek dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu dari dua pabrik gula yang saat ini dimiliki oleh PT. Perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah Islam, awal abad 19 dikenal sebagai permulaan periode

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan

BAB III METODE PENELITIAN. skripsi yang berjudul Pengaruh Tarekat Bektasyiyah Terhadap Korps

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi yang berjudul Pemikiran Gus Dur Tentang Pluralisme Agama Di

BAB I PENDAHULUAN. Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan:

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Historis dengan

BAB I Pendahuluan. tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kegagalan suatu bangsa oleh sebab itu sejarawan perlu untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul Peranan Syaikh Ahmad

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk pulalah masyarakat muslim. Dengan terbentuknya masyarakat muslim

PENGANTAR ILMU SEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. Penulisan sejarah (historiografi) merupakan cara penulisan, pemaparan, atau

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini penulis mencoba untuk memaparkan berbagai langkah yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan Kristen hingga saat ini. Di Indonesia, persinggungan antara Islam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat dikatakan identik dengan asal usul dan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah Indonesia pada periode merupakan sejarah yang menentukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peran Kyai Ibrahim Tunggul Wulung Dalam Penyebaran Agama Kristen Di Desa

BAB V KESIMPULAN. menyebabkan beliau dihargai banyak ulama lain. Sejak usia muda, beliau belajar

MENJADI PENELITI SEJARAH Oleh: Miftahuddin

BAB III DESAIN/PENDEKATAN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang berusaha menelaah kembali

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

MODUL 2 PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. Kebermaknaan seseorang boleh dikatakan hanya ada manakala ia berada

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 1983, bangsa Indonesia dikejutkan dengan banyaknya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. organisasi-organisasi pergerakan yang lain. Budi Utomo, disamping dikenal

SEJARAH PANITIA SEMBILAN DAN SEJARAH PIAGAM JAKARTA

2014 PERKEMBANGAN PT.POS DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

BAB III METODOLOGI. Penelitian tentang Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Salatiga Masa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

III. METODE PENELITIAN. yang menyatakan bahwa metode merupakan suatu cara atau jalan yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam suatu usaha secara menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kalau pada masa penjajahan Belanda urusan agama ditangani berbagai instansi atau kementerian, pada masa kemerdekaan masalah-masalah agama secara resmi diurus satu lembaga yaitu Departemen Agama. Keberadaan Departemen Agama dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia melalui proses panjang sebagai bagian dari pemerintah negara Republik Indonesia. Departemen Agama (awalnya bernama Kementerian Agama) didirikan pada 3 Januari 1946. 1 Apabila pada zaman penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang masalahmasalah agama terutama Islam menjadi bagian dari pemerintahan penjajah, maka wajar dan dapat dipahami jika umat Islam pada masa kemerdekaan menuntut adanya lembaga yang secara khusus menangani masalah-masalah agama dalam bentuk Kementerian Agama. Pembentukan Kementerian Agama pada 1946 pada awalnya memang untuk memenuhi tuntutan sebagian besar umat Islam. Mereka merasa bahwa permasalahan umat sangat banyak dan tidak efektif kalau ditangani berbagai departemen, mereka meminta agar semua itu ditangani oleh satu departemen saja. 1 Aboebakar Atjeh, Sedjarah Hidup K.H.A Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar (Jakarta: Buku Peringatan Alm. K.H.A Wahid Hasjim, 1957), 595.

2 Pemenuhan tuntutan tersebut jelas berkaitan juga dengan situasi dan kondisi bangsa Indonesia saat itu. Umat Islam bisa dikatakan tengah kecewa karena aspirasi mereka mengenai sistem pemerintahan yang disuarakan kalangan Islam dalam BPUPKI dan PPKI tidak terpenuhi. Bahkan Piagam Jakarta yang merupakan hasil minimal bagi umat Islam dan telah menjadi kesepakatan bersama diubah sehari setelah kemerdekaan. Sementara di sisi lain, Belanda tengah mengancam keberadaan pemerintahan yang baru lahir, sehingga membutuhkan dukungan dari seluruh pihak, khususnya umat Islam yang mayoritas. Karena itulah tanpa pembicaraan panjang, usul didirikannya Kementerian Agama ini langsung disetujui Presiden Soekarno. Ini berarti, pada awalnya kementerian ini sebetulnya dimaksudkan untuk mengurus umat Islam saja. Namun dalam perkembangan berikutnya, kementerian juga mengurus umat non-islam. Tentu saja, konsentrasi utamanya tetap umat Islam, mengingat mereka adalah mayoritas warga negara Indonesia. Meski sudah disetujui Presiden, keberadaan kementerian ini tidak luput dari kritik tajam dan bahkan tuntutan agar dibubarkan dengan berbagai alasan. Ketika masa revolusi, tuntutan tersebut nyaris tidak terdengar karena semua pihak disibukkan permasalahan yang lebih besar, yakni menghadapi Belanda. Namun, ketika Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama, di mana negara sudah terbebas dari ancaman Belanda, tuntutan tersebut kembali mengemuka. Tugas berat yang harus

3 diemban Wahid Hasyim adalah bagaimana meyakinkan mereka bahwa kementerian ini penting dan sekaligus mempertahankan keberadaannya. 2 Menurut Wahid Hasyim, dengan adanya Kementerian Agama, pemerintah merasa wajib melayani keperluan rakyat tentang agama, dengan dasar pancasila. Pemisahan agama dan negara, menurut Wahid Hasyim, hanya terjadi dalam teori. Dalam kenyataannya, tak ada satu pun yang betul-betul mempraktekkan pemisahan tersebut, kecuali negara ateis. Karena itu, meski penghapusan kementerian ini dapat saja dilakukan, dan berbagai fungsinya dilaksanakan berbagai kementerian lain, Wahid Hasyim mengingatkan bahwa hal itu akan menyinggung perasaan umat Islam Indonesia. 3 Sementara itu, terhadap keberatan kalangan non-muslim bahwa kementerian ini lebih banyak memperhatikan umat Islam, Wahid Hasyim menunjukkan adanya fakta bahwa jumlah penganut Islam jauh lebih besar dari pada non-muslim. Jadi, wajar kalau Kementerian Agama memberikan perhatian lebih besar kepada umat Islam. Tapi hal itu dilakukan bukan karena diskriminasi, melainkan semata karena jumlah umat Islam sangat besar itu. 4 Dari pernyataan terakhir ini, Wahid Hasyim menegaskan bahwa Kementerian Agama bukanlah kementerian bagi umat Islam saja, tapi bagi semua pemeluk agama. Suatu penelitian tentunya mempunyai urgensi atau arti pentingnya masingmasing, tidak terkecuali penelitian ini. Selain sebagai kajian dalam bidang 2 Ibid., 873-875. 3 Achmad Zaini, K.H Abdul Wahid Hasyim Pembaru Pendidikan Islam (Jakarta: Pesantren Tebuireng, 2011), 78. 4 Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional (Jakarta: Grafiti Pers, 1987), 340-341.

4 kesejarahan di Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, penelitian ini juga nantinya akan didapatkan begitu besarnya pengaruh pemikiran K.H.A. Wahid Hasyim bagi bangsa Indonesia selama menjabat sebagai Menteri Agama, misalnya kita dapat melihat dari lahirnya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang di kemudian hari berkembang menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) sebagai lembaga pendidikan tinggi agama yang modern dan pengajaran pelajaran agama di sekolah-sekolah umum. Selain kedua hal tersebut tentu masih banyak kebijakan-kebijakan penting Wahid Hasyim dalam Kementerian Agama. Untuk membahas lebih dalam mengenai kehidupan dan peran K.H.A Wahid Hasyim, perlu dikaji lebih mendalam dengan kemasan penelitian. Dari konsep inilah penulis ingin mengungkap Peran K.H.A. Wahid Hayim dalam Pengembangan Kementerian Agama (1949-1952 M). B. Rumusan Masalah Dari pemaparan Latar Belakang di atas mengenai Peran K.H.A. Wahid Hasyim dalam Pengembangan Kementerian Agama (1945-1952 M) penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah Biografi K.H.A. Wahid Hasyim? 2. Bagaimanakah Latar Belakang Berdirinya Kementerian Agama?

5 3. Apakah Peran K.H.A. Wahid Hasyim dalam Pengembangan Kementerian Agama (1949-1952 M)? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yang berjudul Peran K.H.A. Wahid Hasyim Dalam Kementerian Agama (1945-1952 M) adalah: 1. Untuk mengetahui Biografi K.H.A. Wahid Hasyim. 2. Untuk mengetahui Latar Belakang Berdirinya Kementerian Agama. 3. Untuk mengetahui Peran K.H.A. Wahid Hasyim dalam Pengembangan Kementerian Agama (1949-1952 M). D. Kegunaan Penelitian Penelitian tentang Peran K.H.A. Wahid Hasyim dalam Pengembangan Kementerian Agama pada tahun 1949-1952 M, masih belum begitu terekspos ke publik, padahal tokoh ini sangat besar perannya dalam pengembangan Kementerian Agama dari awal berdirinya. Demikian juga peninggalan dari pemikiran-pemikiran ataupun karya-karya beliau, mampu memberikan manfaat atau angin segar bagi kemajuan bangsa Indonesia yang masih berbenah ini.

6 Penelitian mengenai Peran K.H.A. Wahid Hasyim dalam Pengembangan Kementerian Agama (1945-1952 M) diharapkan memberikan manfaat, diantaranya: 1. Bagi penulis merupakan wadah untuk mengetahui lebih jauh tentang biografi dan peran dari K.H.A. Wahid Hasyim dalam Pengembangan Kementerian Agama (1949-1952 M). 2. Manfaat secara akademis atau teoritis dalam penelitian ini adalah untuk Menambah khasanah keilmuan dalam bidang sejarah Islam di Indonesia khususnya Fakultas ADAB UIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) dan masyarakat peminat sejarah pada umumnya. 3. Secara praksis/idealis penelitian ini diharapkan mampu menumbuhkan jiwa Nasionalisme pada masyarakat Indonesia. 4. Dapat dijadikan pijakan atau pertimbangan dalam mempelajari sejarah khususnya pembahasan tentang sejarah Kementerian Agama di Indonesia yang sampai saat ini eksistensinya dapat dirasakan. E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik Menurut Sartono Kartodirjo penggambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat tergantung pada pendekatan, ialah dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan, dan lain

7 sebagainya. Hasil pelukisannya akan sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipakai. 5 Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa pendekatan. Pertama pendekatan historis, yang menjelaskan tentang biografi tokoh K.H.A Wahid Hasyim dan sejarah perkembangan Kementerian Agama di Indonesia. Di dalam kajiannya studi kritis memperluas daerah pengkajiannya dengan perlengkapan metodologis baru seperti pendekatan ilmu sosial. Sehingga terbukalah kemungkinan untuk melakukan penyorotan aspek atau dimensi baru dari berbagai gejala sejarah. Pada umumnya segi prosesual yang menjadi fokus perhatian sejarawan dengan pendekatan ilmu sosial dapatlah berjalan dengan kerangka struktural. 6 Pembahasan ini menggunakan analisa deskriptif, mengungkap sejarah di balik bidang ilmu pengetahuan tokoh selain sebagai seorang kyai serta negarawan, K.H.A. Wahid Hasyim juga seorang intelektual yang gemar membaca serta menulis dalam banyak bahasa. K.H.A. Wahid Hasyim adalah seorang tokoh yang besar peranannya dalam pengembangan Kementerian Agama, tokoh ini mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Tokoh ini juga bergerak dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, politik, sosial. Banyak peninggalan-peninggalan K.H.A. Wahid Hasyim yang bisa dirasakan sampai sekarang ini, seperti adanya pelajaran ilmu umum di pesantren, 5 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), 4. 6 Ibid., 123.

8 berdirinya institusi perguruan tinggi negeri yang berbasis Islam, sistem haji di Indonesia dan lain-lain. Sehingga dalam penelitian ini digunakan kerangka teori behavioral, 7 yakni lebih ditekankan mengenai aktor yang memimpin suatu gerakan, lembaga atau komunitas dan interpretasi terhadap situasi pada zamannya. Pada sisi lain, penelitin ini juga menggunakan teori patron-klien, 8 yang menerangkan bahwa dalam hubungan interaksi sosial biasanya ditandai oleh adanya proses pertukaran. Proses pertukaran ini yang dikenal dengan istilah teori pertukaran, 9 muncul karena individu mengharapkan ganjaran, baik ekstrinsik maupun intrinsik. Namun demikian, dalam proses pertukaran itu ditandai pula oleh penguasaan sumber daya yang tidak sama, hubungan-hubungan pribadi, dan asas saling menguntungkan sehingga terjadi hubungan patron (superior) klien (inferior). Wujud patron-klien dapat berbentuk individu atau kelompok. Dalam hubungan ini para klien mengakui patron-nya sebagai orang yang memiliki kedudukan yang lebih kuat. Sedangkan kebutuhan klien dapat terpenuhi melalui sumber daya langka yang dimiliki patron-nya. Secara terperinci, Legg mengemukakan tiga syarat agar terjalin hubungan antara Patron-Klien, yakni pertama, penguasaan sumber daya yang tidak sama, kedua hubungan yang berifat khusus, pribadi dan mengandung kemesraan, ketiga berdasarkan azas saling menguntungkan. 7 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 11. 8 Safrudin B. Layn, Patron Klien Dalam Perspective Sosiologi, dalam http://rudilayn.blogspot.com (02 Maret 2012). 9 Safrudin Bustam Layn, Dinamika Ikatan Patron Klien: Suatu Tinjauan Sosiologi, dalam Populis jurnal ilmu sosial dan ilmu politik (2008), 43-49.

9 Dalam pengembangannya pada penelitian ini mengacu pada kepentingan yang dimiliki oleh patron, dalam hal ini adalah K.H.A. Wahid Hasyim, yaitu demi berkembangnya Kementerian Agama, terdapat tiga hal yang dimiliki sesuai dengan dasar teori tersebut. Pertama K.H.A. Wahid Hasyim memiliki sumber daya yang digunakan dalam menjalankan misi beliau, yaitu dalam mengembangkan Kementerian Agama yang baru lahir ini. Sedangkan sumber daya itu sendiri masih terbagi dalam beberapa cabang, antara lain adalah pengetahuan dan keahlian. Jelas sekali bahwa K.H.A. Wahid Hasyim memiliki pengetahuan dan keahlian, sebab beliau adalah seorang tokoh yang berilmu pengetahuan tinggi. Seorang kyai, negarawan, intelektual dan lain sebagainya, yang telah diabdikan pada agama, negara dan bangsa. Misalnya K.H.A. Wahid Hasyim pernah menjabat sebagai wakil kepala Kantor Urusan Agama (Shumubu) dilanjutkan dengan menjadi Menteri Agama tiga periode berturut-turut, bagaimana seorang yang tak berpengetahuan memiliki kemampuan sebagai seorang pemimpin. Sebagai anggota BPUPKI, bagaimana seorang tak berpengetahuan dapat terpilih untuk merumuskan dasar negara Indonesia. Kedua, sumber daya selanjutnya adalah pemilikian yang berupa material, dan dibawa langsung dalam pengawasan patron. Sebagai seorang pemimpin, K.H.A. Wahid Hasyim benar-benar bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpin. Santrinya di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, dalam madrasah Nidzhomiyah, bahkan masyarakat luas pada umumnya.

10 Ketiga, sumber daya terakhir yang dimiliki oleh patron adalah pemilikian lain yang pengawasannya secara tidak langung atas barang milik orang lain. Bentuk pemilikan semacam ini biasanya dimiliki oleh para pejabat, yang pengawasannya dilakukan berdasarkan kekuatan jabatan. Maka berdasarkan kekuatan jabatan itu, seorang pejabat dapat membantu yang bersangkutan. Namun sumber daya yang demikian ini berkedudukan sangat lemah karena tergantung pada jabatan, yang diduduki oleh patron tersebut. Meskipun K.H.A. Wahid Hasyim memiliki banyak jabatan di berbagai sendi kehidupan bermasyarakat dan negara, beliau selalu menjaga hubungan dengan umat dan masyarakat. Dari ketiga sumber daya yang dimiliki oleh patron tersebut, dapat mempermudah dalam menarik klien. Dengan demikian K.H.A. Wahid Hasyim mampu menjadikan Kementerian Agama sebagai wadah untuk mengurusi permasalahan semua agama di Indonesia dengan segala sumber daya yang dimiliki beliau. Semua itu bukan tanpa sengaja. Dengan sadar, kemampuan beliau adalah tonggak utama dalam usaha yang telah dilakukan. F. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian terdahulu penulis menemukan skripsi yang juga membahas tentang K.H Wahid Hasyim yang ditulis oleh Siti Quzaimah Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya dengan skripsinya yang berjudul Perjuangan K.H Wahid Hasyim Dalam Penyusunan Dasar Negara Republik Indonesia. Skripsi ini menulis tentang peranan K.H Wahid Hasyim dalam menyusun Dasar Negara dan

11 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Serta perdebatan yang terjadi pada waktu sebelum kemerdekaan tentang Piagam Jakarta. Serta pembahasan tentang K.H Wahid Hasyim juga ditulis oleh Awaluddin Baidhowi Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya dalam skripsinya yang berjudul Perjuangan Politik Islam K.H Wahid Hasyim (1942-1947) skripsi ini menulis tentang perpaduan perjuangan K.H Wahid Hasyim pada masa penjajahan Jepang sampai pada masa kemerdekaan. Kemudian skripsi tentang pembahasan K.H Wahid Hasyim juga ditulis oleh Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam skripsinya yang berjudul Pembaruan Pendidikan Islam K.H Wahid Hasyim (Menteri Agama R.I 1949-1952). Skripsi ini fokusnya membahas tentang pembaruan yang dilakukan oleh K.H Wahid Hasyim dalam dunia pendidikan di Indonesia dengan menggabungkan ilmu umum dengan agama serta disini juga dijelaskan sumbangsih K.H Wahid Hasyim selama menjabat sebagai Menteri Agama khusunya dalam bidang pendidikan. Penelitian saya ini berbeda dari tiga skripsi diatas sama-sama membahas tentang K.H Wahid Hasyim namun isinya berbeda. Memang sangat banyak hal-hal yang menarik jika kita menelisik tentang kehidupan beliau. Skripsi saya ini yang berjudul Peran K.H.A Wahid Hasyim dalam Pengembangan Kementerian Agama (1949-1952 M), nantinya terfokuskan selama beliau menjabat sebagai Menteri Agama atau boleh dikatakan perjuangan beliau setelah masa kemerdekaan adalah memimpin Kementerian Agama di Indonesia.

12 G. Metode Penelitian Ini merupakan penelitian kepustakaan serta dalam melakukan penulisan ilmiah, metode mempunyai peran yang sangat penting. Berdasarkan hal itu, penulisan ini menggunakan metode penulisan historis. Hasil rekonstruksi masa lampau berdasarkan fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarah terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk-bentuk tertulis disebut historiografi. 10 Menurut Kuntowijoyo, setelah menentukan topik ada empat tahapan dalam penelitian sejarah, 11 yaitu: pengumpulan sumber (Heuristik), kritik sumber (verifikasi), analisis dan sintesis (interpretasi), dan penulisan sejarah (Historiografi). Lebih jelasnya langkah-langkah tersebut akan di paparkan sebagai berikut: 1. Heuristik Pada tahap ini penulis mengumpulkan data dengan mengunjungi perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, perpustakaan daerah Jombang, perpustakaan daerah Surabaya, museum NU Surabaya dan perpustakaan pondok pesantren Tebuireng Jombang. Data yang akan penulis gunakan meliputi arsip, jurnal dan buku karangan orang yang sezaman dengan Wahid Hasyim. Sumbersumber tersebut dapat dianggap sebagai sumber primer karena sumber primer sendiri adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis oleh pihak-pihak yang secara langsung terlibat atau menjadi saksi mata dalam peristiwa sejarah. 12 Diantara 10 Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, 2004), 17. 11 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), 69. 12 Lilik, Metodologi sejarah, 17.

13 sumber primer yang penulis gunakan diantaranya, pertama, buku karangan Aboebakar Atjeh yang berjudul Sedjarah Hidup K.H.A. Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar buku ini merupakan rujukan utama tentang tokoh Wahid Hasyim yang penyusunannya dilakukan oleh oleh banyak orang yang tergabung dalam Buku Peringatan Alm. K.H.A. Wahid Hasjim, sumber ini penulis peroleh dari perpustakaan Pondok Pesantren Tebuireng. Kedua, beberapa tulisan Wahid Hasyim yang dimuat di jurnal Suara Muslimin Indonesia seperti, tulisannya yang berjudul Melenyapkan Yang Kolot, Kebangkitan Dunia Islam, Islam Agama Fitrah (Dasar Manusia), sumber ini penulis peroleh dari Museum NU Surabaya. Ketiga, sumber primer yang berupa arsip surat keputusan Presiden Soekarno yang menetapkan Wahid Hasyim sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan arsip surat tentang pembentukan Liga Muslimin Indonesia, ini juga penulis peroleh dari Museum NU Surabaya. Sumber sekunder juga digunakan berupa buku-buku atau literatur yang relevan dengan topik penelitian, sehingga dapat sedikit memberikan tambahan informasi. Sumber seknder penulis peroleh dari Perpusatakaan Daerah Jombang, Surabaya dan Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya. Diantara sumber sekunder yang digunakan, buku karangan Achmad Zaini dengan judul K.H. Abdul Wahid Hasyim Pembaru Pendidikan Islam, Aqib Suminto dengan judul Politik Islam Hindia Belanda, Saifuddin Zuhri dengan judul Guruku Orangorang Pesantren, Mohammad Rifa i dengan judul Wahid Hasyim Biografi Singkat 1914-1952, kacung Marijan dengan judul Quo Vadis NU setelah kembali

14 ke Khittah 1926, Imron Arifin dengan judul Kepemimpinan Kyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng. 2. Kritik Kritik merupakan bagian yang sangat penting dalam penulisan sejarah. Dari data yang terkumpul dalam tahap heuristik diuji kembali kebenarannya melalui kritik guna memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini keabsahan sumber tentang keasliannya (otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang kesahihannya (kredibilitasnya) ditelusuri lewat kritik intern. 13 Terkait dengan kritik intern untuk menguji keshohihan suatu sumber yang penulis peroleh berupa buku, jurnal dan arsip. Pertama untuk buku dengan melihat kapasitas penulisnya misalnya buku Sedjarah Hidup K. H.A. Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar yang diterbitkan oleh Panitia Buku Peringatan Alm. Wahid Hasyim yang beranggotakan orang-orang seperjuangan Wahid Hasyim dalam pemerintahan yang juga merupakan saksi hidup beliau. Kedua untuk jurnal adalah tulisan Wahid Hasyim yang dimuat di Majalah Suara Muslimin Indonesia tentang segala permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia. Ketiga tentang arsip berupa surat dari PBNU yang diketuai oleh Wahid Hasyim diberikan kepada Badan Kongres Muslimin Indonesia untuk pembentukan Liga Muslimin Indonesia. 13 Dudung, Metode Penelitian Sejarah, 58.

15 Sedangkan kritik ekstern dalam penelitian ini dilakukan dalam wujud mengamati beberapa hal seperti, tanggal, seruan, nama dan judul penulis, ucapan selamat, pengantar, kesimpulan, subskripsi, dan penutup. Serta gaya bahasa yang meliputi perbendaharaan kata dan susunan kalimat. 14 Untuk kritik ekstern buku dari Aboebakar Atjeh dengan mengamati beberapa kata sambutan dari K.H. M. Ilyas dan K.H. Idham Chalid yang merupakan orang yang masih hidup pada zaman Wahid Hasyim sehingga bisa dikatakan sebagai saksi hidup Wahid Hasyim. Serta dengan mengamati orang-orang yang tergabung dalam Panitia Buku Peringatan Alm. Wahid Hasyim yang kebanyakan hidup sezaman dengan Wahid Hasyim. Jurnal Suara Muslimin arsip Surat Keputuan Presiden yang memutuskan Wahid Hasyim sebagai Pahlawan Nasional serta arsip surat pembentukan Liga Muslimin Indonesia dilakukan dengan melihat angka tahunnya yang masih menggunakan angka tahun Jepang/Saka yang pernah digunakan di Indonesia pada masa tersebut. 3. Interpretasi Adalah suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang sumbersumber yang di dapatkan apakah sumber-sumber tersebut telah diuji autentisitasnya sehingga terdapat hubungan antara yang satu dan yang lain. 15 Dalam hal ini mengenai sumber yang penulis peroleh sudah mampu memberikan gambaran mengenai kehidupan K.H.A. Wahid Hasyim yang terkhusus selama beliau menjabat sebagai Menteri Agama di Indonesia. serta 14 Lilik, Metodologi Sejarah, 25-27. 15 Ibid., 17.

16 terdapat kesinambungan antara sumber-sumber yang diperoleh yang tentunya penulis lakukan dengan menganalisanya secara mendalam. 4. Historiografi Historiografi merupakan tahap terakhir dalam metode sejarah, yakni usaha untuk merekonstruksi kejadian masa lampau dengan memaparkan secara sistematis, terperinci, utuh dan komunikatif agar dapat dipahami dengan mudah oleh para pembaca. Disini membahas mengenai Peran K.H.A. Wahid Hasyim dalam Pengembangan Kementerian Agama (1949-1952 M) yang penulisannya memperhatikan faktor kronologisnya di mana beliau pernah menjabat selama tiga periode serta bab demi bab saling sambung-menyambung. H. Sistematika Bahasan Penelitian ini nantinya akan di susun dalam lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab kedua tentang biografi K.H.A. Wahid Hasyim yang pokok isinya mengenai kelahiran dan latar belakang keluarga, masa perkembangan meliputi riwayat pendidikan, riwayat organisasi dan riwayat keluarga, dilanjutkan dengan isi karya-karyanya dan akhir hayat K.H.A. Wahid Hasyim.

17 Bab ketiga tentang latar belakang berdirinya Kementerian Agama di Indonesia meliputi bab K.H.A. Wahid Hasyim dalam periodesasi beridirinya kementerian agama yang dibagi menjadi sub bab masa Jepang, masa kemerdekaan dan selanjutnya bab tentang sejarah berdirinya Kementerian Agama dan kepemimpinan Kementerian Agama yang dibagi menjadi sub bab kepemimpinan H.M. Rasjidi, B.A, Kepemimpinan Prof. Fathurrahman Kafrawi, K.H. Masjkur meliputi bidang pendidikan, bidang haji dan bidang perkawinan, selanjutnya kepemimpinan Teuku Muhammad Hasan lalu kepemimpinan K.H.A. Wahid Hasyim. Bab keempat adalah Peran K.H.A. Wahid Hasyim dalam Pengembangan Kementerian Agama (1949-1952 M) meliputi restrukturisasi kementerian agama, mendirikan jawatan urusan agama, mendirikan peradilan agama, pembaruan dalam dunia pendidikan meliputi sub-bab, mendirikan perguruan tinggi agama Islam (PTAIN) dan sejarah berdirinya, sub-bab selanjutnya menyeimbangkan ilmu agama dan umum, medirikan Pendidikan Guru Agama (PGA), selanjutnya memperbaiki manajemen haji. Bab kelima adalah penutup, yang berisi simpulan dari seluruh rangkaian penelitian, serta saran bagi para peneliti-peneliti selanjutnya terkait kekurangankekurangan yang ada dalam penelitian ini, sehingga dapat dijadikan tolak ukur untuk melakukan penelitian yang lebih baik di masa yang akan datang.