BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar

Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang

Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi

IV. METODOLOGI PENELITIAN

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU

ρ i = f(z i ) (1) V r = ρ ii 2π ρ a = K V AB 2

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

Untuk mengetahui ketelitian dari hasil groundtruth dan diperoleh 83.67% maka klasifikasi dianggap benar. (Purwadhi, 2001) Pembahasan

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan

POTENSI DAN WILAYAH KERJA PANAS BUMI TAHUN 2008

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Tantangan masa depan

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Bab IV Pemodelan dan Pembahasan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara

Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara

Manifestasi Panas Bumi Gradien Geothermal Eksplorasi Panas Bumi Analisis Geologi

M MODEL KECEPATAN BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE TOMOGRAFI DATA MICROEARTHQUAKE DI LAPANGAN PANAS BUMI ALPHA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mutlak yang diperlukan dalam kehidupan manusia, serta ketersediaannya memberikan

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2].

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

BAB I PENDAHULUAN. Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. barat dan kelompok timur. Kawah bagian barat meliputi Kawah Timbang, Kawah

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan Geologi Lapangan Panas Bumi Kamojang

V. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN

manusia. Kebutuhan akan energi yang semakin tinggi memerlukan langkah yang efektif guna meningkatkan produktivitas minyak dan gas bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari

PENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS.

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LILLI-MATANGNGA KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Energi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan cadangan panas bumi terbesar di dunia. Sekitar 40% cadangan panas bumi dunia berada di negara ini. Berdasarkan perkiraan kasar, seluruh potensi energi panas bumi yang ada di Indonesia berjumlah 29,163 GW. Namun baru 27 GW yang dipetakan dalam rilis resmi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) tahun 2014. Semua potensi itu tersebar pada 276 lokasi. Tabel 1.1 memperlihatkan potensi yang tersimpan di daerah panas bumi berdasarkan pulau-pulau besar di Indonesia. Gambar 1.1 memperlihatkan sebaran lokasi panas bumi Indonesia yang menunjukkan bahwa lokasi panas bumi menyebar hampir merata di wilayah Indonesia. Dari potensi panas bumi yang sangat besar tersebut, baru sebagian kecil yang sudah dimanfaatkan. Padahal, usaha pencarian sumber energi panas bumi sudah dilakukan sejak tahun 1918 di daerah Kamojang oleh Pemerintah Belanda. Pemerintah Indonesia baru melakukan eksplorasi panas bumi secara luas mulai tahun 1972. Hingga tahun 2014, setelah 96 tahun oleh Pemerintah Belanda atau 32 tahun oleh Pemerintah Indonesia, pemanfaatan energi panas bumi baru mencapai 1341 MW atau kurang dari 5% dari potensi panas bumi yang tersedia (Kasbani, 2014). Tabel 1.1 Sebaran lokasi dan potensi panas bumi di pulau-pulau besar Indonesia (diolah dari rilis situs kementerian ESDM tahun 2010-2014). Pulau Jumlah Lokasi Potensi (MW) Sumatera 85 13000 Jawa, Bali, NTB & NTT 106 11540,5 Kalimantan 6 50 Sulawesi 65 2500 Irian Jaya 2 50 Belum dirilis 12 2022,5 Total 276 29163 1

2 Gambar 1.1 Sebaran Lokasi Panas Bumi di Indonesia (dimodifikasi dari Kasbani, 2014) (lingkaran kuning menunjukkan panas bumi yang sudah menghasilkan energi listrik, lingkaran merah menunjukkan panas bumi yang belum menghasilkan energi listrik)

3 Percepatan untuk optimalisasi pemanfaatan energi baru dan terbarukan seperti energi panas bumi sedang digalakkan pemerintah Indonesia melalui Perpres No 4 tahun 2010 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik dari Energi Terbarukan (Akhir, 2014). Hal ini didukung oleh PT. PLN (persero) yang sedang melaksanakan proyek percepatan penyediaan listrik nasional 12.000 MW tahap II. Program ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan kepada energi konvensional yaitu minyak dan gas bumi. Selain itu, diharapkan program ini dapat menanggulangi krisis energi listrik yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia termasuk Provinsi Lampung. Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang sering mengalami krisis energi listrik. Dalam tiga tahun terakhir, di Provinsi Lampung selalu terjadi pemadaman bergilir terutama pada bulan-bulan di musim kemarau. Krisis listrik di Provinsi Lampung disebabkan tidak maksimalnya pasokan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) akibat musim kemarau dan tidak lancarnya pasokan listrik jaringan interkoneksi Sumbagsel (Arifin, 2015). Konsumsi energi listrik di Provinsi Lampung dalam tiga tahun terakhir (2011 2014) rata-rata sebesar 809 MW. Kebutuhan ini terpenuhi dari pasokan listrik yang dihasilkan dari daerah sendiri sebesar 543 MW, sedangkan kekurangannya dipasok dari daerah Sumatera bagian Selatan. Pasokan energi listrik di Provinsi Lampung disuplai dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang bahan bakunya berupa batu bara yang dikirim dari Provinsi Sumatera Selatan. Padahal sebetulnya Provinsi Lampung memiliki potensi panas bumi sekitar 750 MW yang tentunya bila dimanfaatkan dapat memenuhi kebutuhan energi listrik di provinsi ini. Salah satu lapangan panas bumi di Provinsi Lampung yaitu lapangan Ulubelu sudah memproduksi sebesar 110 MW atau 14,7% dari potensi yang tersedia. Selanjutnya, lapangan panas bumi Rajabasa diharapkan dapat memproduksi energi listrik sebesar 220 MW. Eksplorasi lanjut di lapangan panas bumi Rajabasa dijadwalkan untuk dilakukan mulai tahun 2019 (Tungka, 2014). Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Rajabasa pada tahap pertama direncanakan merupakan proyek pembangkit berkapasitas 110

4 MW (Prasetyo, 2009). Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya krisis energi listrik yang disebabkan oleh kebutuhan konsumsi energi yang semakin besar dan menanggulangi krisis energi listrik di Provinsi Lampung. Lapangan panas bumi Rajabasa adalah salah satu sumber panas bumi di Provinsi Lampung yang belum dieksploitasi. Saat ini, lapangan panas bumi Rajabasa dalam tahap persiapan eksplorasi lanjut. Lapangan panas bumi ini sangat menjanjikan karena lokasinya yang berada dekat pelabuhan Merak yang merupakan pintu gerbang jalur transportasi dari pulau Jawa ke Sumatera atau sebaliknya. Di lapangan panas bumi Rajabasa ditemukan banyak manifestasi panas bumi seperti fumarol, mata air panas, dan batuan terubah (teralterasi) yang tersebar di sekitar lereng dan kaki gunung dan melingkupi area yang cukup luas. Hasil kajian geokimia yang telah dilakukan di daerah ini menyatakan bahwa reservoir panas bumi Rajabasa adalah 240 o C - 260 o C termasuk dalam kelas panas bumi bersuhu tinggi (Budiardjo, dkk., 1995; Haerudin, dkk., 2008; Djazuli & Aswin, 1989; Kusumasari, dkk., 2011). Kelas reservoir panas bumi bersuhu tinggi mempunyai suhu > 225 o C. Adanya manifestasi pada daerah yang cukup luas dan perkiraan suhu reservoir yang tinggi menunjukkan bahwa panas bumi Rajabasa menyimpan energi panas yang besar dan cukup menjanjikan untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif penyediaan energi listrik di Provinsi Lampung. 1.2. Perumusan Masalah Gambaran kondisi permukaan dan besarnya potensi yang terkandung di lapangan panas bumi Rajabasa telah ditentukan dengan kajian geologi dan kajian geokimia. Berdasarkan kajian geokimia, telah dipetakan daerah-daerah prospek, jenis manifestasi, tipe serta tingkat maturasi air, asal mula air panas, dan suhu reservoir. Sementara itu, kajian geologi di gunung api Rajabasa telah mampu menentukan kronologi pembentukan gunung api, struktur geologi di permukaan, umur batuan, jenis dan tipe batuan produk gunung api (pemaparan lengkap dan

5 peta detilnya diuraikan di BAB II). Dari analisis geologi berdasarkan pengamatan lapangan dan sebaran manifestasi ditentukan daerah prospek panas bumi seluas 75 km 2. Kemudian berdasarkan kajian geokimia sampel tanah dan sampel gas dalam tanah ditentukan tiga daerah prospek panas bumi yang lebih rinci. Daerah prospek utama panas bumi Rajabasa berada di bagian selatan sampai tenggara seperti yang diperlihatkan Gambar 1.2. Daerah prospek kedua di sekitar puncak G. Rajabasa memanjang ke arah barat. Daerah prospek ketiga berada di bagian barat laut kompleks G. Rajabasa. Pada Gambar 1.2, patahan yang tersingkap dan diketahui dengan pasti ditunjukkan dengan garis tegas, sedangkan kelurusan yang diprediksi sebagai patahan ditunjukkan dengan garis putus-putus. Patahan yang dtemukan adalah patahan F.1, F.3, F.4, F.5, F.7 dan F.8. Sementara itu, yang diprediksi sebagai patahan adalah patahan F2, F6 dan F.9. Patahan F2 dan F6 diprediksi berdasarkan liniasi manifestasi panas bumi yang muncul di permukaan. Patahan F.1 ditentukan sebagai patahan yang menghubungkan puncak G. Rajabasa, puncak G. Balerang dan manifestasi Cugung berdasarkan liniasi ketiganya. Patahan berarah barat laut tenggara diprediksi mengontrol kenampakan manifestasi di bagian utara, sedangkan patahan berarah barat daya timur laut mengontrol kenampakan manifestasi di bagian selatan (Budiardjo dkk., 1995; Suswati dkk., 2001). Melalui kajian geokimia dan geologi telah digambarkan struktur geologi panas bumi di permukaan secara detil. Namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang menggambarkan sistem panas bumi Rajabasa di bawah permukaan. Untuk mendapatkan gambaran sistem panas bumi Rajabasa yang menyeluruh dan rinci, perlu dilakukan penelitian tentang kondisi bawah permukaan dengan metode-metode geofisika. Metode metode ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang belum bisa dituntaskan melalui kajian geologi dan geokimia di daerah panas bumi Rajabasa, antara lain 1. Adakah lapisan cap rock atau clay cap? 2. Pada kedalaman dan ketebalan berapakah lapisan cap rock tersebut ditemukan?

6 3. Pada kedalaman berapakah top reservoir berada? 4. Berapa kapasitas (volume dan geometri) reservoir? 5. Pada kedalaman berapakah hot rock ditemukan? 6. Dimanakah letak zona permeabilitas tinggi atau zona patahan yang menjadi saluran fluida panas dari reservoir ke permukaan? 7. Metode apakah yang perlu ditambahkan mendelineasi patahan yang menghubungkan manifestasi G. Botak, Kunjir dan Cugung? Hal ini untuk memverifikasi hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa patahan yang berarah barat daya timur laut mengontrol kenampakan manifestasi di bagian selatan. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menentukan lokasi dan kedalaman lapisan cap rock di daerah panas bumi Rajabasa berdasarkan Metode Geolistrik Tahanan Jenis (DC resistivity), AMT dan MT. 2. Menentukan lokasi, kedalaman dan volume reservoir panas bumi Rajabasa berdasarkan pemodelan 3D Metode Gravitasi dan Metode Magnetik. 3. Menentukan lokasi dan kedalaman batuan panas (hot rock) berdasarkan pemodelan 3D Metode Gravitasi dan Metode Magnetik. 4. Menentukan zona permeabilitas tinggi dan di struktur patahan yang mengontrol manifestasi di daerah panas bumi Rajabasa bagian selatan dengan Metode Geokimia Radon. 5. Menggambarkan model sistem panas bumi Rajabasa dengan metode geofisika terpadu dan metode geokimia Radon. Metode geofisika yang dipadukan adalah metode yang telah disebutkan pada poin 1 sampai poin 3 yaitu Metode Gravitasi, Metode Magnetik, Metode Geolistrik Tahanan Jenis, Metode MT dan Metode AMT.

7 Gambar 1.2 Gambaran permukaan G. Rajabasa dan tiga daerah prospek panas bumi berdasarkan kajian geologi dan geokimia pada Peta Elevasi Digital/DEM (modifikasi dari Budiardjo, dkk., 1995; Suparman dan Sutoyo, 1998)

8 1.4. Solusi Permasalahan dan Langkah-langkah Pencapaian Tujuan Untuk menggambarkan kondisi bawah permukaan daerah panas bumi Rajabasa digunakan metode geofisika. Pada dasarnya, hampir semua metode geofisika dapat diaplikasikan untuk eksplorasi panas bumi. Namun tidak ada metode tunggal yang andal untuk eksplorasi panas bumi. Dengan metode yang mahal pun tidak menjamin akan didapatkannya hasil terbaik yang bisa menjawab semua masalah yang disebutkan di atas. Pemilihan metode yang digunakan lebih didasarkan pada kemampuan metode tersebut untuk menggambarkan target struktur geologi yang diinginkan dan konvergensinya (saling menguatkan) ketika dipadukan dengan metode lainnya. Kesuksesan yang telah dicapai lebih banyak dikarenakan pemilihan teknik dan metode yang tepat untuk kondisi medan dan struktur geologi yang ada di daerah itu. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintegrasikan beberapa metode geofisika atau beberapa teknik pengolahan data dan pemodelan dalam satu penelitian. Dengan memadukan metode-metode geofisika akan meminimalkan atau bahkan menghilangkan ambiguitas dari hasil interpretasi. Tentu saja hasil-hasil geofisika ini harus tetap dibandingkan dengan hasil-hasil dari interpretasi geologi permukaan dan geokimia. Selain itu diperlukan pula informasi lain yang mendukung untuk semakin meningkatkan keakuratan hasil yang didapatkan. Struktur geologi bawah permukaan yang menjadi target eksplorasi dan eksploitasi panas bumi yaitu reservoir bisa mencapai kedalaman beberapa kilometer dari permukaan tanah. Untuk menggambarkan reservoir dengan baik, dibutuhkan metode geofisika dengan kemampuan penetrasi yang dalam seperti metode magnetik, metode gravitasi, metode audio magnetotelluric (AMT), metode magnetotelluric (MT) dan lain sebagainya. Kombinasi metode magnetik dan metode gravitasi dalam panas bumi dapat digunakan untuk mendelineasi daerah prospek, menentukan kedalaman reservoir dan menentukan hot rock atau heat source. Metode magnetik sangat baik untuk melihat perubahan secara horizontal/lateral sedangkan metode gravitasi sangat

9 baik untuk melihat perubahan secara vertikal. Kombinasi keduanya akan saling melengkapi (Soengkono, 2011). Metode geolistrik tahanan jenis, AMT dan MT dapat digunakan untuk mencari daerah konduktif (tahanan jenis rendah). Daerah konduktif diduga merupakan zona yang mengandung fluida karena fluida panas bumi bersifat konduktif. Metode ini juga ditujukan untuk mencari kedalaman cap rock. Biasanya metode ini lebih sering dikombinasikan dan dikuatkan dengan hasilhasil dari metode geokimia. Metode geofisika seperti metode magnetik dan metode gravitasi adalah metode yang biayanya murah, pelaksanaannya mudah, penetrasi cukup dalam dan menjangkau daerah yang luas. Namun metode-metode ini sulit menentukan zona permeabilitas tinggi atau zona rekahan secara eksak atau langsung. Dalam interpretasi metode geofisika, zona permeabilitas tinggi diasosiasikan dengan model patahan. Tetapi patahan itu sendiri mempunyai dua sifat yaitu patahan yang melewatkan fluida (leaking fault) dan patahan yang tidak melewatkan fluida (sealing fault). Oleh karenanya, untuk menentukan zona permeabilitas tinggi yang menjadi saluran fluida panas bumi dari reservoir ke permukaan dan mendelineasi patahan yang menghubungkan manifestasi G. Botak, manifestasi Kunjir dan manifestasi Cugung digunakan metode Radon. Metode Radon bukanlah istilah baku dalam penyelidikan panas bumi. Metode Radon yang diaplikasikan dalam survey di lapangan panas bumi merupakan salah satu metode geokimia, sehingga lebih tepat disebut metode geokimia Radon. Dalam penelitian ini lebih spesifik lagi digunakan istilah metode geokimia Radon dalam gas tanah. Metode Radon adalah metode yang mampu menentukan daerah permeabilitas tinggi secara eksak. Metode ini mudah dalam operasional pengukuran, menjangkau daerah yang luas, biaya operasional murah dan mempunyai keakuratan yang tinggi. Metode Radon di daerah panas bumi selama ini biasanya dikombinasikan dengan interpretasi pengukuran geokimia gas seperti CH 4, CO 2 dan Hg. Dengan demikian, metode Radon diistilahkan sebagai perangkat metode geokimia atau dikenal sebagai a geochemistry tool (Gingrich, 1984). Di luar penyelidikan panas bumi, metode Radon dalam aplikasinya dapat

10 digunakan sebagai perangkat geologi atau a geological mapping tool (Adepelumi, dkk., 2005) untuk pemetaan geologi dan dapat digunakan sebagai perangkat geofisika (a geophysics tool) untuk precursor gempa (Khan, dkk., 1990). Prinsip utama metode Radon adalah menentukan nilai anomali konsentrasi Radon pada suatu daerah penelitian. Cacahan radioaktivitas Radon digunakan sebagai parameter penentuan karakteristik suatu daerah penelitian. Cacahan yang tinggi dapat menjadi petunjuk langsung adanya zona permeabilitas tinggi yang menjadi saluran Radon berpindah dari suatu tempat di kedalaman ke permukaan bumi. Anomali konsentrasi Radon dapat diamati di atas zona sesar aktif karena sesar merupakan saluran Radon untuk bermigrasi ke permukaan bumi (Ioannides, dkk., 2003; Swakon dkk., 2004; Jonsson, 1995). Metode ini juga telah berhasil digunakan untuk mendeteksi sesar/patahan yang tersembunyi di lapangan panas bumi (Fu, dkk., 2005). Sesar adalah struktur geologi yang berperan penting dalam perpindahan fluida panas bumi yang mengandung gas Radon dari reservoir ke permukaan bumi. Karena dapat digunakan untuk menentukan zona permeabilitas tinggi atau zona rekahan secara eksak, metode Radon diperkirakan dapat dikombinasikan dan saling melengkapi dengan metode-metode geofisika. Pada penelitian panas bumi, biasanya Radon berperan sebagai perangkat geokimia (geochemistry tool). Hal ini telah dilakukan juga oleh Karingithi & Wambugu (2007), Giammanco, dkk. (2007), Voltattorni, dkk. (2010), dan Phuong, dkk. (2012). Ide awal memadukan Radon dengan metode geolistrik telah disampaikan oleh Balcazar, dkk. (2011) dengan menggabungkan kontur Radon dengan kontur tahanan jenis semu MT untuk mencari daerah mana saja yang bisa dianggap sebagai daerah prospek panas bumi. Dalam penelitian itu digunakan data regional dengan orde spasi dalam km untuk analisis kualitatif, tetapi belum dilakukan analisis kuantitatif serta pemodelan untuk migrasi Radon yang bisa menggambarkan geometri patahan dan pendugaan kedalaman sumber Radon. Selama ini, struktur geologi di permukaan dipakai sebagai acuan atau kontrol dalam pemodelan dan interpretasi metode geofisika. Namun patahan bukan hanya yang terlihat atau tersingkap di permukaan, terkadang banyak patahan yang terkubur atau tersembunyi. Dengan ditemukannya atau

11 dipastikannya patahan yang tersembunyi menggunakan metode Radon, akan semakin lengkap dan akurat penggambaran struktur geologi di permukaan dan dekat permukaan. Semakin rinci struktur geologi yang digambarkan, akan mengurangi kesalahan interpretasi. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kesuksesan pemboran dalam eksplorasi dan eksploitasi panas bumi Rajabasa. Gambaran yang telah diuraikan di atas, menjadi dasar disusunnya penelitian yang berjudul MODEL SISTEM PANAS BUMI RAJABASA DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA TERPADU DAN METODE GEOKIMIA RADON. Untuk mencapai tujuan seperti yang diuraikan sebelumnya, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan studi pustaka dengan cara mengumpulkan berbagai publikasi yang berhubungan dengan gunung api Rajabasa, aplikasi metode geofisika dan metode Radon di lapangan panas bumi. Untuk mendapatkan data yang lebih rinci, studi pustaka juga dilakukan di Badan Geologi Bandung. 2. Melakukan survey pendahuluan dengan cara mengamati langsung bentang alam dan kondisi umum untuk mendapatkan gambaran awal tentang lapangan panas bumi Rajabasa. 3. Melakukan akuisisi data. Data penelitian berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder didapatkan dari Badan Geologi, sedangkan data primer didapatkan dengan cara melakukan pengukuran di lapangan. Data sekunder berupa hasil pengukuran magnetik data gravitasi yang melingkupi gunung api Rajabasa, data geolistrik tahanan jenis di bagian selatan gunung api Rajabasa, serta data pendukung berupa peta kontur hasil pengukuran MT dan hasil bor dangkal sampai kedalaman 275 m dari permukaan bumi. Pengukuran data primer yang dilakukan adalah pengukuran data magnetik, AMT dan cacahan Radon di daerah prospek utama di bagian selatan gunung api Rajabasa. Pengukuran data magnetik dilakukan untuk melengkapi data sekunder. 4. Melakukan pengolahan data, pemodelan dan interpretasi metode-metode geofisika yaitu metode magnetik, metode gravitasi, metode geolistrik tahanan

12 jenis dan metode AMT. Untuk metode magnetik dan gravitasi dilakukan pemodelan inversi 3D, untuk metode geolistrik tahanan jenis dilakukan pemodelan 1D dan 2D, sedangkan untuk metode AMT dilakukan pemodelan 1D. Pada model 3D gravitasi dan magnetik dibuat irisan-irisan penampang horizontal yang hasilnya di-overlay dengan penampang horizontal tahanan jenis semu data geolistrik DC resistivity. Selain itu, untuk menambah tingkat keyakinan akurasi dari hasil yang sudah didapatkan, ditambahkan pula penampang horizontal peta kontur tahanan jenis semu (apparent resistivity) dari metode magnetotellurik (MT). 5. Mengombinasikan hasil metode-metode geofisika dengan hasil metodemetode geologi dan geokimia. Hasil yang diharapkan adalah digambarkannya lokasi dan kedalaman batuan sumber panas (hot rock), reservoir, lapisan penudung (cap rock) dan zona patahan secara rinci. 6. Menganalisis mekanisme transportasi Radon di daerah panas bumi. 7. Membuat pendekatan teoritis dan numeris untuk memodelkan mekanisme transportasi Radon di daerah panas bumi dengan membuat program pemodelan. Pemodelan yang dibuat adalah pemodelan 2D transportasi dari sumber Radon (bisa diasosiasikan juga sebagai sumber fluida panas bumi) sampai ke permukaan. 8. Mengidentifikasi zona permeabel seperti patahan atau rekahan di lapangan panas bumi Rajabasa dengan pengukuran intensitas radiasi Radon di dalam gas tanah. Hasil pengukuran cacahan Radon ditujukan untuk memetakan sebaran zona permeabel terutama untuk menemukan patahan yang tersembunyi dan menguatkan zona patahan hasil pengamatan geologi di permukaan. Penentuan kelurusan patahan (delineasi) dilakukan dengan menarik garis dari puncak-puncak anomali Radon. Dari perpaduan antara hasil metode Radon dengan analisis geologi permukaan dan geokimia akan ditentukan daerah yang merupakan zona permeabel dan kelurusan patahan. 9. Hasil pengukuran Radon dibandingkan dengan hasil metode-metode geofisika yaitu metode magnetik, metode gravitasi, metode geolistrik tahanan jenis, metode AMT dan metode MT untuk menggambarkan struktur geologi

13 rinci daerah panas bumi Rajabasa bagian selatan. Ketika hasil pengukuran Radon di-overlay dengan hasil metode geolistrik tahanan jenis, metode AMT dan metode MT, hasil yang diharapkan adalah zona permeabel dari pengukuran Radon dengan zona konduktif (zona yang diduga mengandung fluida) yang saling overlapping dan menguatkan. Ketika metode Radon dioverlay dengan metode magnetik dan gravitasi, hasil yang diharapkan adalah zona permeabel yang berada pada zona magnetik rendah dan gravitasi rendah. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai patahan yang letaknya di atas reservoir panas bumi yang menjadi jalur fluida (patahan di zona upflow). 1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Ada dua ruang lingkup yang dipaparkan dalam penelitian ini: Pertama, penggambaran struktur geologi regional yang ditujukan untuk melihat sistem panas bumi Rajabasa secara menyeluruh. Untuk itu, data penelitian meliputi seluruh area gunung api Rajabasa. Metode yang digunakan adalah metode gravitasi dan metode magnetik ditambah data-data pendukung dari penelitian sebelumnya serta peta kontur hasil pengukuran MT. Kedua, penggambaran struktur geologi lokal yang ditujukan untuk menggambarkan struktur geologi yang lebih rinci. Data penelitian meliputi daerah prospek panas bumi Rajabasa bagian selatan yang diduga merupakan prospek utama lapangan panas bumi Rajabasa. Pada daerah ini dilakukan penambahan data dari metode Radon, geolistrik tahanan jenis dan AMT. Batasan penelitian yang dibahas adalah: 1. Penelitian detil di daerah G. Rajabasa bagian selatan dibatasi hanya berdasarkan data sekunder yang ada di Badan Geologi dan data primer yang mampu diambil. Penelitian detil tidak melingkupi seluruh wilayah panas bumi Rajabasa. Hal ini dikarenakan keterbatasan dana, prioritas survey dan kejadian luar biasa di luar kemampuan (force majeur). Daerah selatan gunung api Rajabasa diprediksi sebagai daerah prospek utama berdasarkan kajian geologi dan geokimia. Pertimbangan lainnya adalah

14 manifestasi utama di daerah utara telah ditetapkan sebagai daerah wisata. Luasan daerah survey Radon, AMT dan Geolistrik hanya melingkupi sebagian kecil di daerah tenggara, belum menyentuh G. Rajabasa maupun G. Balerang yang diidentifikasi sebagai reservoir panas bumi. Hal ini disebabkan karena adanya konflik antara masyarakat dengan perusahaan pemilik wilayah kerja pertambangan (WKP), yang berimbas kepada pelarangan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh pihak dari luar masyarakat Lampung Selatan. Untuk data sekunder geolistrik, tidak ditemukan keterangan apapun dari sumber data yang menyebutkan alasan keterbatasan luasan survey. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh topografi yang sangat terjal sehingga menyulitkan pengukuran. 2. Pemodelan difusi-konveksi Radon dibatasi hanya pemodelan forward 2D. Perpindahan fluida dibatasi hanya pada arah vertikal saja. Untuk syarat batas model digunakan batas Dirichlet dan von Neuman. Kecepatan difusi dan konveksi fluida panas bumi diambil dari referensi jurnal bukan dari pengukuran langsung di lapangan. 1.6. Manfaat Penelitian Secara umum, Indonesia sedang mengalami tuntutan yang sangat besar dalam sektor energi. Hasil disertasi ini diharapkan akan memberikan manfaat baik langsung maupun tidak langsung dalam menanggulangi kebutuhan energi nasional seperti yang diuraikan dibawah ini: 1. Memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dalam hal pengembangan metode geofisika untuk penelitian di bidang panas bumi. 2. Turut berkontribusi dalam pengembangan usaha panas bumi nasional yang selanjutnya berguna untuk pemenuhan kebutuhan energi baik di tingkat regional maupun nasional. 3. Memberikan informasi tambahan bagi instansi terkait terutama dinas pertambangan energi daerah, sebagai pertimbangan dasar untuk

15 mendukung percepatan pembangunan daerah. 1.7. Kebaruan Penelitian Kebaruan dari penelitian ini adalah : 1. Dibuatnya model sistem panas bumi Rajabasa berdasarkan metode geofisika terpadu dan metode geokimia Radon. Di daerah panas bumi Rajabasa belum dilakukan pemodelan 3D struktur geologi yang melingkupi seluruh daerah kompleks G. Rajabasa untuk menggambarkan sistem panas buminya. Penelitian yang sudah dilakukan adalah penelitian dengan metode geofisika tunggal dan tidak melingkupi sebagian besar daerah G. Rajabasa. Model sistem panas bumi Rajabasa diperoleh dari integrasi metode-metode geofisika potensial seperti metode magnetik, metode gravitasi, dan metode tahanan jenis (DC resistivity, MT, AMT), serta ditambahkan metode Radon untuk mendapatkan pola aliran fluida atau zona permeabel yang menjadi saluran/ konduit fluida panas bumi Rajabasa. 2. Dibuatnya peta sebaran zona permeabilitas tinggi yang lebih detil di daerah panas bumi Rajabasa bagian selatan berdasarkan metode Radon untuk menguatkan hasil metode geofisika. Di daerah panas bumi Rajabasa belum pernah dilakukan pengukuran Radon dan di Indonesia baru dilakukan di gunung api Ungaran bagian selatan (Phuong, dkk., 2012) dalam rangka menguatkan hasil-hasil pengukuran geokimia dan digunakan sebagai geochemistry tool. Dalam disertasi ini metode Radon digunakan juga untuk menguatkan dan melengkapi hasil-hasil pengukuran geofisika (sebagai geophysics tool). Adanya hubungan yang saling menguatkan atau saling melengkapi antara hasil metode Radon dengan hasil metode geofisika dapat menggambarkan struktur geologi bawah permukaan dan daerah target pemboran panas bumi dengan lebih akurat. Penelitian ini melanjutkan apa yang sudah dirintis Phuong, dkk. (2012) dalam penerapan Radon di daerah panas bumi di Indonesia.

16 3. Dibuatnya model numerik mekanisme transportasi Radon dari sumber Radon (reservoir) sampai ke permukaan di daerah panas bumi Rajabasa dan dibuatnya model patahan berdasarkan kurva konsentrasi Radon. Di daerah panas bumi, Radon biasanya digunakan sebagai pelacak atau tracer yang memberi gambaran secara horizontal. Dalam disertasi ini dibuat juga gambaran model transportasi/migrasi Radon bawah permukaan secara vertikal, dimana gambaran bawah permukaan merupakan sifat khas dari metode geofisika. Pendekatan numerik yang dilakukan merupakan cara lain yang dilakukan oleh Hua, dkk. (2008) yang melakukan simulasi numerik untuk memodelkan transportasi Radon dari lapisan alas (bedrock) ke permukaan pada patahan seismik aktif. Pendekatan numerik dalam disertasi ini dilakukan menggunakan metode Gauss-Seidel dan batas-batas model menggunakan von Neuman Boundary dan Dirichlet Boundary. Dengan syarat batas ini, perubahan konsentrasi Radon di batas permukaan tanah dan udara menjadi lebih realistis. Radon dari tanah tidak langsung bernilai nol ketika keluar dari tanah, tetapi dianggap masih bergerak dengan kecepatan difusi Radon di udara sebelum akhirnya nilai konsentrasinya mendekati nol. Perbedaan lainnya, nilai awal penelitian Hua, dkk. (2008) dimulai di lokasi lapisan bed rock yang diduga merupakan sumber Radon. Sedangkan pada penelitian ini, nilai awal dimulai dari permukaan sehingga lebih sesuai untuk kerangka geofisika yang menggunakan kedalaman 0 dari permukaan dan meningkat sesuai pertambahan kedalamannya. Selanjutnya, model numerik ini bisa dikembangkan untuk memprediksi kedalaman sumber Radon. Asumsi yang dibangun dalam kasus ini adalah reservoir panas bumi dianggap sebagai sumber Radon. Penggunaan istilah Konsentrasi Radon Kaki Kurva (KRKK) merupakan istilah yang baru diperkenalkan. Analisis KRKK ditujukan untuk memodelkan struktur patahan dan arah bidang pergeserannya berdasarkan kurva anomali Radon. Pemilihan metode Gauss-Seidel karena metode ini cepat dalam konvergensi. Metode ini menggunakan nilai baru dari iterasi untuk mendapatkan nilai akhir.