BAB I PENDAHULUAN. Desentralisasi merupakan suatu istilah yang mulai populer di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang negatif. Dampak ini dapat dilihat dari ketidakmerataan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri serta

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah. untuk melaksanakan otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut dengan UU Pemda) yang selanjutnya mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB I PENDAHULUAN. tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah (Prasetyo, 2008). keuangan daerah lainnya. Meskipun apabila dilihat dari hasil yang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang. Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Desentralisasi merupakan suatu istilah yang mulai populer di Indonesia sejak adanya Ketetapan MPR, yaitu Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan landasan hukum bagi dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah (yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 32 tahun 2004), dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah sebagai dasar penyelenggaraan otonomi daerah. Desentralisasi diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah. Manfaat lainnya adalah memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap. Selain itu, sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo (2002), bahwa otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan 1

2 kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Adanya otonomi daerah ini juga membuat pemerintah daerah akan lebih leluasa membelanjakan penerimaannya sesuai dengan prioritas pembangunan yang sedang dilaksanakan di daerahnya. Sehingga, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di daerahnya secara bijak untuk kepentingan masyarakatnya. Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya desentralisasi ini jelas mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan dan mengembangkan penerimaan daerahnya dengan mencari sumber-sumber keuangan yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai belanja daerah sehingga akan dapat meningkatkan pembangunan daerah itu sendiri. Penerimaan daerah sendiri dapat berasal dari pajak maupun reribusi. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup tinggi, bahkan mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Walaupun demikian, terkadang realisasi penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah tersebut tidak mencapai target yang telah dianggarkan. Berikut daftar anggaran dan realisasi dari Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung dalam lima tahun terakhir:

3 Tabel 1.1 Anggaran dan Realisasi PAD Kota Bandung Tahun Anggaran 2005-2009 (Dalam Rupiah) Tahun Anggaran Realisasi 2005 213.100.251.482,00 225.596.438.613,00 2006 238.305.532.000.00 253.882.919.542,87 2007 281.981.582.738,93 287.249.534.044,93 2008 338.736.369.006,00 314.627.155.412,30 2009 369.137.442.213,08 360.152.627.690,00 Sumber: Dinas Pendapatan Kota Bandung (tahun 2010) Berdasarkan tabel 1.1 nampak bahwa pada tahun 2008 dan 2009 tidak dapat mencapai anggaran yang telah ditetapkan, sedangkan tiga tahun lainnya dapat mencapai anggaran. Pada tahun 2008 telah ditetapkan anggaran untuk Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung sebesar Rp 338.736.369.006,00 namun realisasi yang tercapai hanyalah sebesar Rp314.627.155.412,30 atau sebesar 92,98%, ini menunjukan terdapat selisih sebesar Rp 23.749.213.593,70 yang tidak mencapai target, begitupun terjadi pada tahun 2009, dari Rp369.137.442.213,08 hanya terealisasi sebesar Rp 360.152.627.690,00, jadi terdapat Rp8.984.814.523,08 yang tidak tercapai. Jika PAD Kota Bandung ini tidak dapat mencapai target, maka tentu pembangunan yang telah direncanakan pun akan terhambat pula. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan asli daerah

4 yang sah lainnya. Salah satu retribusi daerah yang berperan dalam besarnya Pendapatan Asli Daerah adalah retribusi parkir. Menurut Acuviarta Kartabi (http://bataviase.co.id), berdasarkan data tahun 2009, pendapatan retribusi parkir mencapai Rp 4,5 M. Kemudian, berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan di Kota Bandung terdapat 181 titik parkir dengan ruas jalan 227 kilometer dan petugas parkir sebanyak 1.800 orang. Setiap hari uang retribusi yang terkumpul sekitar Rp 15 juta. Namun, pada hari Sabtu justru turun menjadi Rp 10 juta dan Minggu Rp 4 juta. Dari data ini cukup memberikan pertanyaan, mengapa pada hari libur justru uang yang terkumpul dari retribusi parkir justru turun, padahal pada harihari libur terlihat bahwa Kota Bandung dibanjiri wisatawan dari luar kota. Pada hari Sabtu dan Minggu kendaraan-kendaraan pengunjung dari luar Kota Bandung semakin memadati jalan Kota Bandung yang tentunya akan memadati lahan parkir di areal-areal perbelanjaan Kota Bandung. Dengan banyaknya wisatawan dari luar Kota Bandung diperkirakan uang yang terkumpul dari retibusi parkir harusnya lebih tinggi daripada hari-hari kerja biasa. Selain itu, Acuviarta Kartabi juga menambahkan bahwa potensi retribusi parkir di Kota Bandung, bisa mencapai Rp 104 miliar per tahun jika dikelola dengan baik. Asumsi ini didasari dari jumlah kendaraan roda empat yang masuk melalui 5 pintu tol utama yakni Tol Buah Batu, Pasteur, Kopo, Pasir Koja dan M Toha mendekati angka 28,9 juta pertahun. Belum ditambah dengan kendaraan roda dua yang mencapai 70 %.

5 Kajian mengenai potensi retribusi parkir juga dilakukan oleh beberapa pihak swasta (http://handrihandriansyah.wordpress.com), yang menyebutkan potensi parkir dihitung dengan asumsi hanya 30% dari jumlah kendaraan tercatat dan dalam sehari hanya dianggap sekali parkir. Maka, penerimaan retribusi parkir tiap hari mencapai Rp 162,1 juta per hari. Jika diasumsikan terjadi kebocoran hingga 55 persen, maka penerimaan per hari mencapai Rp 73 juta (sekira Rp 26,2 miliar per tahun). Berdasarkan uji petik secara acak, di dalam kajian itu, potensi jalan di Kota Bandung baru 57 persen yang termanfaatkan. Pengujian yang dilakukan pada 139 ruas jalan, didapatkan penerimaan rata-rata per hari mencapai angka Rp 54,8 juta. Kajian tersebut menyimpulkan, prediksi kasar penerimaan retribusi parkir dengan memperhatikan potensi ruas jalan maupun jumlah kendaraan mempunyai kisaran peluang terkecil sebesar Rp 15,5 miliar per tahun dan peluang terbesarnya mencapai Rp 26, 2 miliar per tahun. Hasil kajian ini berbeda jauh dengan capaian retribusi parkir Pemkot Bandung selama ini. Target yang ditetapkan pemerintah, ternyata, jauh di bawah potensi sesungguhnya. Bahkan, realisasi penerimaan retribusi parkir di Kota Bandung juga tidak dapat mencapai target yang telah ditetapkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Parkir Dinas Perhubungan Kota Bandung berikut target dan realisasi penerimaan retribusi Kota Bandung selama lima tahun terakhir.

6 Tabel 1.2 Target dan Realisasi Pendapatan Retribusi Parkir Tahun 2006-2010 Target Realisasi Tahun Jumlah (Rp) % Selisih (Rp) % (Rp) 2006 4.400.000.000 4.228.718.000 96,11 (171.282.000) -3,89 2007 4.915.199.900 4.452.151.000 90,58 (463.048.900) -9,42 2008 6.000.000.000 4.571.239.500 76,19 (1.428.760.500) -23,81 2009 4.500.000.000 4.503.206.000 100,07 3.206.000 0,07 2010 4.800.000.000 4.553.160.000 94,86 (246.840.000) -5,14 Sumber: UPTD Parkir Dinas Perhubungan Kota Bandung (tahun 2011) Berdasarkan tabel 1.2, dapat dilihat bahwa dari lima tahun terakhir, hanya tahun 2009 saja yang melampaui target, sedangkan empat tahun lainnya tidak dapat mencapai target yang telah ditetapkan. Misalkan pada tahun 2010 saja dari target yang ditetapkan sebesar Rp4.800.000.000,00, hanya terealisasi Rp 4.553.160.000,00 saja, berarti terdapat Rp 246.840.000,00 yang tidak terealisasi. Pada tahun 2007 dari Rp4.915.199.900,00 yang ditargetkan, hanya tercapai Rp4.452.151.000,00 saja atau sebesar 90,58 %. Apalagi pada tahun 2008, terjadi penurunan, yaitu hanya dapat tercapai sebesar 76,19% atau Rp4.571.239.500,00 dari Rp6.000.000.000,00 yang ditargetkan. Tidak hanya targetnya yang tidak dapat terealisasi, penetapan target retribusi parkir dari tahun 2008 ke tahun 2009 pun justru mengalami penurunan. Semakin sedikitnya jumlah lahan parkir disinyalir menjadi penyebab kecilnya pula penerimaan retribusi parkir.

7 Berdasarkan Keputusan Walikota Bandung nomor 551.22/Kep.1473- Huk/2003, pemerintah Kota Bandung pada tahun 2010, menguasai 227 titik lokasi parkir. dengan luas yang telah diberi maka parkir sebesar 4.256 meter persegi. Di lahan seluas itu, terdapat 1.850 juru parkir dan 44 mandor. Mereka berada di bawah pengawasan Unit Pelaksana Teknis Dinas Parkir pada Dinas Perhubungan Kota Bandung. Dari banyaknya titik lokasi parkir di Kota Bandung tentu penerimaan retribusi parkir pun diharapkan melebihi target, namun pada kenyataannya, justru banyak yang tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini menjadi pertanyaan mengenai bagaimana sebenarnya pemungutan retribusi di Kota Bandung. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Raden Dian Hardiana (2008) dengan judul Analisis Potensi dan Efektivitas Retribusi Parkir pada Unit Pengelola Perparkiran (UPP) Kota Bandung hasil penelitiannya menunjukkan bahwa potensi retribusi parkir mancapai Rp6.691.070.398,04 dan efektivitas retribusi parkir berdasarkan potensinya sebesar 62,97% sehingga berada pada kriteria kurang efektif. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada penambahan kontribusi retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung, analisis efektivitas berdasarkan target. Periode yang digunakan adalah 2001-2010 untuk kontribusi dan efektivitas berdasarkan target, sedangkan potensi menggunakan periode 2010. Selain itu, untuk menghitung potensi menggunakan rumus Kesit yang dimodifikasi dengan menambahkan peluang parkir kendaraan.

8 Berdasarkan uraian tersebut, maka penyusun tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai seberapa besar efektivitas retribusi parkir dan seberapa besar pula kontribusinya terhadap PAD Kota Bandung. Adapun judul yang diangkat adalah ANALISIS EFEKTIVITAS RETRIBUSI PARKIR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA BANDUNG 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana potensi retribusi parkir di Kota Bandung 2. Bagaimana efektivitas retribusi parkir di Kota Bandung berdasarkan target 3. Bagaimana efektivitas retribusi parkir di Kota Bandung berdasarkan potensi 4. Bagaimana kontribusi retribusi parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung

9 1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data atau informasi mengenai retribusi parkir, menganalisis efektivitas retribusi parkir dan kontribusi dari retribusi parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dengan adanya penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. potensi retribusi parkir di Kota Bandung 2. efektivitas retribusi parkir di Kota Bandung berdasarkan target 3. efektivitas retribusi parkir di Kota Bandung berdasarkan potensi 4. kontribusi retribusi parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung 1.4 Kegunaan Penelitian Merujuk pada maksud dan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini sekurang-kurangnya diharapkan dapat memberikan dua kegunaan, yaitu : 1. Kegunaan teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori dan memberi sumbangan pemikiran yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan mengenai retribusi daerah, khususnya mengenai retribusi parkir.

10 2. Kegunaan praktis Dapat memberikan masukan yang berarti bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam hal retribusi parkir karena retribusi ini merupakan jenis retribusi yang memberikan kontribusi atau sumbangan penerimaan bagi pemerintah yang cukup besar. Penerimaan retribusi yang tidak mencapai target mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yang harus segera dicari jalan keluarnya agar pemerintah tidak selalu dirugikan dari adanya berbagai kecurangan dalam masalah ini.