1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Deklarasi pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) yang merupakan hasil kesepakatan 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2000 menyepakati delapan butir tujuan yang harus di capai pada tahun 2015, dalam bidang kesehatan diantaranya butir keempat (MDGs 4) menurunkan kematian bayi dan butir kelima (MDGs 5) meningkatkan kesehatan ibu (Kemenkes RI, 2012). Millenium Development Goals (MDGs) telah berakhir pada tahun 2015, tetapi Indonesia masih belum mampu memenuhi penurunan target angka kematian ibu (AKI). Seiring dengan berakhirnya MDGs, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyadari bahwa masih banyak negara yang belum dapat memenuhi target. Untuk itu, PBB memfasilitasi kesepakatan baru yang disebut dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Dari 17 tujuan dan 169 target yang telah disepakati, AKI masuk dalam tujuan ketiga SDGs. Target AKI global pada tahun 2030 adalah kurang dari 70 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Keberhasilan pelaksanaan SDGs salah satunya adalah memastikan Universal Health Coverage (UHC). Arah pembangunan kesehatan di Indonesia yaitu : 1) sasaran pembangunan milenium (MDGs) tahun 2000-2015 dilanjutkan dengan pembangunan berkelanjutan (SDGs) tahun 2015-2030, 2) rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan (RPJPK) tahun 2005-2025 (Depkes, 2009), 3) rencana strategi kesehatan (Renstra) tahun 2015-2019, dan 4) rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 (Kemenkes RI, 2015). Menurut WHO (2014), kematian ibu di dunia mencapai 289.000 jiwa. Satu tahun menjelang berakhirnya MDGs 2015, tingkat penurunan rata-rata AKI hanya mampu mencapai 2,6 persen dari 5,5 persen yang ditargetkan. Rasio AKI di negara berkembang adalah 240 per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan 16 per 100.000 kelahiran hidup di negara maju. Untuk negara dengan kematian anak 1
2 paling tinggi di dunia yaitu Guinea-Bissau sebesar 150 kematian per 1.000 kelahiran hidup (WHO, 2014). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih mengalami kesulitan menurunkan AKI dalam mencapai target kelima MDGs 2015. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukan AKI di Indonesia berada pada angka 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2012). Pada tahun 2014, Indonesia bahkan tercatat sebagai negara dengan AKI tertinggi di Asia Tenggara yaitu dengan 214 kematian per 100.000 kelahiran hidup. AKI masih tinggi karena di Indonesia masih adanya kelompok kehamilan beresiko (WHO, 2014). Pada tahun 2015 berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), AKI di Indonesia mencapai 305 kematian per 100.000 kelahiran hidup (tidak mencapai target 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup). Daerah yang memiliki jumlah kematian ibu terbanyak yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Untuk kematian bayi yaitu AKB sebesar 22,23 per 1.000 kelahiran hidup (target 23 per 1.000), AKN sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKABA sebesar 26,29 per 1.000 kelahiran hidup (target 32 per 1.000). Kematian tersebut terjadi karena keterbatasan dalam pengambilan keputusan merujuk dan mengobati (Kemenkes RI, 2015). Di era Jaminan Kesehatan Nasional, pemerintah daerah, baik itu tingkat provinsi maupun kabupaten/kota diharapkan memiliki komitmen untuk terus memperkuat sistem kesehatan. JKN diharapkan secara sistem sudah tinggal landas pada tahun 2019. Selama proses transisi diharapkan pemerintah provinsi dapat mendukung peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan termasuk pelayanan persalinan. Pelayanan kesehatan dasar yang diberikan melalui puskesmas hendaknya diimbangi dengan ketersediaan RS Rujukan Regional dan RS Rujukan Provinsi yang terjangkau dan berkualitas. Dukungan pemerintah provinsi diharapkan juga diimbangi dengan dukungan pemerintah kabupaten/kota dalam implementasi upaya penurunan kematian ibu dan bayi. Antara lain melalui penguatan SDM, ketersediaan obat-obatan dan alat kesehatan,
3 anggaran, dan penerapan tata kelola yang baik (good governance) di tingkat kabupaten/kota (Dasuki, 2001). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 tahun 2012 mengenai sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan, pelayanan kesehatan dilaksanakan berjenjang dan dapat dilakukan secara vertikal maupun horizontal. Setiap rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien atau keluarga dengan pembiayaan rujukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan. Di daerah, Dinas Kesehatan memiliki tanggung jawab penuh untuk monitoring, evaluasi, pencatatan dan pelaporan, serta pembinaan dan pengawasan pada wilayah kerjanya. Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita adalah penyediaan fasilitas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit (Direktorat anak, 2012). Untuk mendukung pelayanan PONED dan PONEK dibutuhkan pembentukan sistem rujukan yang sesuai standar agar upaya pencapaian target terkait kematian ibu dan anak yaitu menurunkan AKI hingga tiga per empat dan angka kematian anak hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015 (Kemenkes RI, 2012). Dalam manual rujukan kehamilan dan persalinan yang disusun oleh PKMK- FK UGM (2015), rujukan kehamilan, persalinan, dan bayi baru lahir dapat dikelompokkan yaitu : (1) kelompok A (ibu hamil yang bermasalah), (2) kelompok B (ibu hamil yang tidak bermasalah), (3) kelompok C (ibu nifas) terdiri dari C1, dan (4) kelompok D (bayi baru lahir) (PKMK FK-UGM, 2015). Sistem rujukan merupakan sistem pendukung yang membantu dalam pelayanan kesehatan yang efektif, efisien dan merata untuk masyarakat (Siddiqi et al, 2001). Sistem rujukan maternal dan neonatal mengacu pada prinsip kecepatan dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan serta mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik secara vertikal maupun horizontal (Kemenkes RI, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan Pembe (2010) di Tazmania tentang kualitas sistem rujukan ibu hamil menyatakan bahwa hambatan yang paling banyak terjadi
4 karena faktor geografis, transportasi dan biaya. Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah dengan mengenali komplikasi obstetri dan pemanfaatan prosedur sistem rujukan yang sesuai, seperti fasilitas transportasi yang efisien dan perlengkapan yang baik serta mengedepankan perawatan yang tepat waktu dan memadai (Murray and Pearson, 2006 ; Parkhurst and Rahman, 2007). Fasilitas rujukan yang dipilih berdasarkan kriteria yang meliputi mudah dicapai, ketersediaan pelayanan 24 jam, penyediaan pelayanan EmOC comprehensive (seksio sesarea, transfusi darah, penanganan eklamsi), pengelolaan neonatal (asfiksia, sepsis, komplikasi pada BBLR) dan komplikasi pada anak (diare, pneumonia) serta biaya rendah (Banu et al, 2010). Rujukan dan rujukan balik merupakan kunci dari sistem kesehatan di kabupaten, terutama pada kasus emergensi (Bossyns et al, 2005). Kabupaten Kepulauan Talaud adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Utara yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sangihe dan Talaud pada tahun 2002 (dasar hukum UU Nomor 8 tahun 2002). Wilayah ini adalah kawasan utara di Indonesia timur, berbatasan langsung dengan Davao del Sure, Filipina di sebelah utara (BPS Talaud, 2016). Kematian ibu pada tahun 2016 sebanyak 7 kasus (2 kasus kematian ibu hamil, 4 kasus kematian ibu melahirkan, dan 1 kasus kematian ibu nifas) dan kematian bayi 16 kasus (penyebab kematian yaitu asfiksia, tetanus neonatorum, BBLR dan penyakit lainnya). Kasus kematian ibu dan anak di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2016 mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir ini yaitu tahun 2014, 2015, dan 2016 (Gambar 2), penyebab kematian karena alasan sistem rujukan, yaitu kompetensi tenaga kesehatan, ketersediaan alat kesehatan dan obat, keadaan geografis dan keadaan alam, serta berbagai macam kendala dalam sistem rujukan pasien ke fasilitas kesehatan lanjutan yaitu ke RSUD Talaud. Capaian dan sasaran pelayanan ibu hamil, persalinan, dan nifas pada tahun 2016 belum mencapai target (Tabel 1 dan Gambar 1). (Dinkes Talaud, 2016).
5 Tabel 1 Pelayanan dan Kasus Kehamilan, Persalinan, dan Bayi Baru Lahir di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2016 Pelayanan dan Kasus Jumlah Jumlah Ibu Hamil 1.753 Kunjungan K1 1.611 (91,90%) Kunjungan K4 1.469 (83,80%) Ibu Hamil mendapatkan : Tablet Fe 1 1.611 (91,90%) Tablet Fe 3 1.451 (82,77%) Jumlah Ibu Bersalin/Nifas 1.674 Persalinan di Tolong Tenaga Kesehatan 1.409 (84,20%) Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Nifas 1.399 (83,60%) Ibu Nifas Mendapatkan Vitamin A 1.395 (83,33%) Penanganan Komplikasi Kebidanan 295 Penanganan Komplikasi Neonatal 174 Jumlah Bayi 1.582 Kunjungan Neonatal 1 kali 1.314 (83,10%) Kunjungan Neonatal 3 kali 1.304 (82,40%) Kasus BBLR 8 (Sumber : Dinkes Talaud, 2016) 2000 1500 1000 1742 1767 1753 500 2 5 7 0 2014 2015 2016 Sasaran Ibu Hamil 1742 1767 1753 Kematian Ibu 2 5 7 (Sumber : Dinkes Talaud, 2016) Gambar 1 Jumlah Sasaran Ibu Hamil dan Kematian Ibu di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2014-2016
6 20 15 16 10 11 9 7 5 5 2 0 2014 2015 2016 Kematian Bayi 9 11 16 Kematian Ibu 2 5 7 (Sumber : Dinkes Talaud, 2016) Gambar 2 Jumlah Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2014-2016 Pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Talaud telah berupaya untuk memperbaiki pelayanan dan sistem rujukan kehamilan, persalinan, dan bayi baru lahir, contohnya menetapkan rumah sakit dan puskesmas dengan status PONED dan PONEK, mengangkat tenaga kesehatan sebagai pegawai tetap, dan melengkapi sarana dan prasarana kesehatan, tetapi jumlah kematian ibu dan bayi dari tahun 2014-2016 terus meningkat. Karena hal itu, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pelaksananaan sistem rujukan kehamilan, persalinan, dan bayi baru lahir di Kabupaten Kepulauan Talaud serta mencari data, informasi dan observasi yang terjadi di lapangan upaya, kendala, dan hambatan yang terjadi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian adalah bagaimana pelaksanaan rujukan kehamilan, persalinan, dan bayi baru lahir di Kabupaten Kepulauan Talaud. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Mengevaluasi pelaksanaan sistem rujukan kehamilan, persalinan, dan bayi baru lahir di Kabupaten Kepulauan Talaud.
7 2. Tujuan Khusus : a. Mengevaluasi pelaksanaan rujukan dilihat dari input (SDM, sarana prasarana, pembiayaan, komunikasi, transportasi, dan SOP). b. Mengevaluasi pelaksaan rujukan dilihat dari proses (kerjasama, koordinasi, mekanisme rujukan, dan pengawasan). c. Mengevaluasi proses rujukan balik dari RS PONEK ke Puskesmas PONED. d. Mengevaluasi kesenjangan (gap) dalam pelaksanaan rujukan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang pelaksanaan rujukan kehamilan, persalinan, dan bayi baru lahir di era Jaminan Kesehatan Nasional. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai masukan bagi pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud, khususnya Dinas Kesehatan dalam membuat kebijakan pelayanan kesehatan ibu dan anak. b. Sebagai dasar pengetahuan bagi masyarakat, untuk memperhatikan pelayanan kesehatan khususnya bagi ibu hamil dan masa nifas. c. Sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut dalam meneliti pelayanan rujukan persalinan, persalinan, dan bayi baru lahir. E. Keaslian Penelitian 1. Gupta et al (2009), melakukan penelitian tentang A Study Referral System For EmOC in Gujarat. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistem rujukan yang ada untuk perawatan obstetri darurat di negara bagian Gujarat, mengevaluasi kekuatan dan kelemahan, dan menyerahkan cara perbaikan untuk menyediakan layanan rujukan yang lebih baik. Hasil penelitian ini mengungkapkan sistem transportasi rujukan pemerintah yang belum baik. Sebagian besar puskesmas tidak memiliki ambulans yang tepat. Kurangnya
8 standar prosedur dan protokol rujukan di fasilitas pemerintah diperburuk tidak adanya catatan yang berhubungan dengan SOP. Persamaan penelitian ini adalah topik penelitian tentang sistem rujukan, dan perbedaannya pada informan dan variabel penelitian. 2. Luti (2012), melakukan penelitian dengan judul Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Sistem Rujukan Kesehatan Daerah Kepulauan Di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana sistem rujukan di daerah kepulauan di Kabupaten Lingga. Metode penelitian digunakan bersifat kualitatif dengan jenis studi kasus. Hasil penelitian menunjukan sudah ada upaya-upaya kebijakan dari pemerintah Kabupaten Lingga dalam meningkatkan sistem rujukan. Kebijakan pembiayaan yang ada telah mencakup dua aspek dari sistem supply (sistem yang mendukung pelayanan kesehatan) dan demand (biaya pengobatan). Proses rujukan dari pelayanan kesehatan primer ke pelayanan tingkat lanjut telah berjalan baik walaupun masih kekurangan seperti belum memperhatikan aspek ketersediaan dan kelengkapan jenis pelayanan. Sebagian besar tenaga kesehatan telah mendapatkan pelatihan, tenaga dokter spesialis juga ada (hasil kerjasama dengan fakultas kedokteran), namun networking dalam proses rujukan masih dilakukan secara parsial dan belum terintegrasi. Persamaan dengan penelitian ini yaitu desain penelitian dan tema penelitian sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel dan informan penelitian. 3. Ruth (2015), melakukan penelitian dengan judul Studi Kasus Rujukan Maternal di Puskesmas Seba Kabupaten Sabu Raijua Nusa Tenggara Timur. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui praktek dan manajemen rujukan maternal dari puskesmas ke rumah sakit terkait dengan transportasi rujukan, kerjasama dengan rumah sakit yang dirujuk, siapa yang merujuk dan kualitas rujukan pasien di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan rancangan studi kasus. Hasil penelitian yang didapat yaitu pelaksanaan sistem rujukan di
9 Kabupaten Sabu Raijua telah berjalan dengan baik walaupun masih banyak kendala-kendala yang dihadapi dalam proses rujukan tersebut. Transportasi yang digunakan dalam proses rujukan maternal adalah ambulans, kapal fery, kapal PELNI serta pesawat terbang dan rujukan maternal sering mengalami penundaan karena harus menunggu jadwal dari transportasi tersebut. Puskesmas dan rumah sakit telah menjalin kerjasama dalam penanganan rujukan maternal tetapi komunikasi antara puskesmas dan rumah sakit belum ada sehingga pasien yang sampai di Kupang tidak pernah dijemput oleh ambulans rumah sakit. Walaupun demikian kualitas rujukan maternal sampai ke rumah sakit baik karena didampingi oleh petugas. Persamaan dengan penelitian ini yaitu desain penelitian dan tema penelitian sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian dan informan.