I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. pedaging (Budiansyah, 2004 dalam Pratiwi, 2016).

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut

I. PENDAHULUAN. Singkong (Manihot Esculenta) merupakan salah satu sumber bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB I PENDAHULUAN. bunga dan bijinya. Di Indonesia, nyamplung (Calophyllum inophyllum) hidup

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE DARI GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea) HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN AMONIUM SULFAT

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini. semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE DARI GETAH TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea) HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN AMONIUM SULFAT

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984)

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN

III. BAHAN DAN METODE

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

I. PENDAHULUAN. dan ekonomis. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan diperkirakan mencapai 10 15% per

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. senyawa yang lebih sederhana seperti peptida dan asam amino. Enzim protease

PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

ABSTRACT ISSN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2017 di

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

SKRIPSI HIDROLISIS PROTEIN KONSENTRAT DALAM BLONDO LIMBAH HASIL PRODUK VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

BAB III METODE PENELITIAN. Pendidikan Biologi FPMIPA UPI dan protease Bacillus pumilus yang diperoleh

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan

BAB III METODOLOGI. Untuk lebih memudahkan prosedur kerja pembuatan crude papain dan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

III. METODE PENELITIAN

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

BAB I PENDAHULUAN. Protease adalah enzim yang memiliki daya katalitik yang spesifik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

PEMBUATAN MINYAK KELAPA DENGAN PENAMBAHAN BUAH NANAS MUDA (THE MAKING OF PALM OIL WITH YOUNG FRUIT PINEAPPLE ADDITION)

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

I. PENDAHULUAN. hasil produksi pengembangan ayam broiler akan semakin tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1.1. Latar Belakang Sektor peternakan di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan karena bermanfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat, seperti dapat meningkatkan pendapatan peternak dan mendukung kebutuhan masyarakat terhadap pemenuhan zat gizi seperti protein hewani. Salah satu sektor usaha peternakan yang sangat berkembang yaitu peternakan unggas, terutama ayam ras pedaging (Budiansyah, 2004 dalam Pratiwi, 2016). Ayam ras pedaging atau yang biasa dikenal ayam broiler merupakan unggas penghasil daging yang memiliki kecepatan tumbuh pesat dalam waktu yang singkat, sehingga dapat dijadikan usaha komersial yang sangat potensial (Rasyaf, 1994 dalam Hendrizal, 2011). Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang murah dan mudah didapat (Meliandasari dkk., 2015). Hal ini dibuktikan dengan peningkatan produksi ayam broiler di Indonesia selama lima tahun terakhir yaitu 1.400.470 ton pada tahun 2012, 1.497.873 ton pada tahun 2013, 1.544.379 ton pada tahun 2014, 1.628.307 ton pada tahun 2015, dan 1.689.584 ton pada tahun 2016 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2016). Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (2017), populasi ayam ras pedaging di Indonesia pada tahun 2016 adalah 1.592.669.402 ekor. Populasi dan produksi ayam ras pedaging terbesar 1

2 terdapat pada provinsi Jawa Barat dengan populasi 644.923.995 ekor dan produksi 529.932 ton (Direktorat Jenderal Peternakan, 2016). Ayam ras pedaging memiliki kandungan protein hewani yang tinggi apabila dibandingkan dengan daging unggas lain maupun daging non unggas (Muchtadi, 2015). Kandungan protein tertinggi terdapat dalam daging ayam ras pedaging pada bagian dada (24%). Selain itu bagian dada ini memiliki kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan bagian daging lainnya (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2014 dalam Sholaikah, 2015). Kandungan protein yang tinggi dalam daging ayam ras pedaging dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk olahan pangan, salah satunya adalah pembuatan produk multi guna yang disebut sebagai seasoning alami. Salah satu tahapan dalam pembuatan produk tersebut yaitu dilakukannya hidrolisis protein dari bahan yang mengandung protein sehingga diperoleh hidrolisat protein (Witono, 2014). Hidrolisat protein memiliki beberapa kegunaan lain pada industri pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hidrolisat protein digunakan sebagai bahan makanan tambahan dalam sup, kuah daging, penyedap sosis, biskuit, dan crackers. Selain itu hidrolisat protein juga dapat disertakan untuk diet pada penderita gangguan pencernaan (Pigot & Tucker, 1990 dalam Purbasari, 2008). Hidrolisat protein juga berfungsi sebagai bahan fortifikasi untuk memperkaya nilai gizi produk makanan untuk memperkaya protein dan nilai gizi makanan (Witono, 2014).

3 Protein merupakan suatu polimer heterogen dari molekul-molekul asam amino (Winarno, 1986). Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Protein merupakan komponen penting atau komponen utama dalam sel hewan maupun manusia, karena berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh (Poedjiadi & Supriyanti, 2012). Hidrolisis protein merupakan suatu metode yang dilakukan untuk memperoleh hidrolisat protein. Hidrolisis protein dipengaruhi oleh konsentrasi bahan penghidrolisis, konsentrasi substrat, suhu, ph dan waktu (Hidayat, 2005). Protein yang mengalami degradasi hidrolitik dengan asam, basa, atau enzim proteolitik yang menghasilkan produk berupa asam amino dan peptida disebut hidrolisat protein (Kurniawan dkk., 2012). Pengunaan enzim dalam menghidrolisis protein dianggap paling aman dan menguntungkan. Hal ini disebabkan kemampuan enzim dalam menghidrolisis protein dapat menghasilkan produk hidrolisat yang terhindar dari perubahan dan kerusakan produk (Johnson dan Peterson, 1974 dalam Kurniawan dkk., 2012). Enzim yang digunakan dalam hidrolisis protein adalah enzim protease. Protease yang lebih baik digunakan dalam produksi hidrolisat protein adalah protease yang berasal dari tanaman atau mikroorganisme. Alkalase merupakan salah satu protease yang termasuk ke dalam golongan endopeptidase dari jenis serin. Enzim ini dapat dihasilkan oleh tanaman, hewan maupun mikroorganisme. (Godfrey & West, 1996 dalam dalam Suhito, 2015). Enzim ini telah diakui secara

4 luas untuk digunakan dalam memproduksi hidrolisat protein ikan (Wisuthiphaet dkk., 2016). Merujuk pada produksi ayam ras pedaging yang tinggi dan kandungan protein yang tinggi, serta belum adanya pemanfaatan daging ayam ras pedaging menjadi suatu hidrolisat protein maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi enzim alkalase dan lama inkubasi optimum pada proses hidrolisis protein daging ayam ras pedaging. 1.2. Identifikasi Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu apakah ada korelasi konsentrasi enzim alkalase dan lama inkubasi pada hidrolisis protein daging ayam ras pedaging. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi enzim alkalase dan lama inkubasi optimum pada proses hidrolisis protein daging ayam ras pedaging. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan korelasi konsentrasi enzim alkalase dan lama inkubasi pada produksi hidrolisat protein daging ayam ras pedaging. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi mengenai pemanfaatan protein yang terkandung dalam daging ayam ras pedaging menjadi hidrolisat protein.

5 2. Memberikan informasi mengenai konsentrasi enzim proteolitik (alkalase) dan lama inkubasi optimum pada proses hidrolisis protein daging ayam ras pedaging. 3. Memberikan informasi mengenai kekuatan hubungan antara enzim proteolitik (alkalase) dan lama inkubasi optimum pada hidrolisis protein daging ayam ras pedaging. 1.5. Kerangka Pemikiran Hidrolisat protein adalah suatu hasil dari proses penguraian protein menjadi peptida sederhana maupun asam amino melalui proses hidrolisis (Kristinsson, 2007 dalam Widadi, 2011). Hidrolisis protein dapat dilakukan secara kimiawi maupun enzimatis. Hidrolisis secara enzimatis lebih efisien, murah dan menghasilkan hidrolisat protein tanpa kehilangan asam amino esensial, serta terhindar dari perubahan atau kerusakan produk yang bersifat non-hidrolitik (Jonson and Peterson, 1974 dalam Kurniawan dkk., 2012). Proses hidrolisis protein dipengaruhi oleh konsentrasi bahan penghidrolisis (enzim), suhu, ph dan waktu (Hidayat, 2005). Hidrolisat protein dapat dimanfaatkan sebagai penambah citarasa, serta sebagai sumber protein dan asam amino pada bahan pangan (Kristinsson, 2007 dalam Widadi, 2011). Terdapat beberapa enzim proteolitik yang dapat digunakan untuk memproduksi hidrolisat protein (liceaga-gesualdo & li-chan 1999 dalam Salwanee dkk., 2013). Enzim proteolitik yang berasal dari tumbuhan dan mikroorganisme lebih cocok digunakan untuk memproduksi hidrolisat protein (Bhaskar dkk., 2008). Alkalase merupakan salah satu enzim komersial yang berasal dari mikroba atau dari

6 ekstrak pepaya, dan biasa digunakan untuk memproduksi hidrolisat protein. Alkalase bekerja aktif pada ph 6,5 8,5 dan pada suhu 45 65 o C, dengan aktivitas maksimum pada suhu 60 o C (National Centre for Biotechnology Education, 2016). Menutut Salwanee dkk (2013), alkalase merupakan enzim yang stabil pada suhu tinggi (50 C) dan mempunyai ph optimal (ph 8,5), sehingga bisa meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme selama proses hidrolisis. Menurut Salwanee dkk (2013), hidrolisat protein dari jeroan ikan tuna diperoleh dengan cara diekstraksi jeroan ikan tuna dengan air pada rasio 1:1. Konsentrasi enzim alkalase yang digunakan adalah 1,0%; 1,5%; 2,0% (enzim dilarutkan terlebih dahulu dengan buffer fosfat 0,1 M ph 7, 8, 9), dan pada suhu 30 o C, 40 o C, 60 o C, serta lama inkubasi 60, 120 dan 240 menit. Hidrolisis protein pada daging ayam Doux Frangosul (Montenegro Brazil) dilakukan dengan mencampurkan daging dan air dengan perbandingan 1:3. Kemudian ph diatur dengan penambahan NaOH 2 N dengan variasi ph 7,16 8,84. Setelah itu ditambahkan enzim alkalase cair yang berasal dari Bacillus licheniformis 0,8% - 4,2% ke dalam campuran dan ph dipertahankan konstan. Kemudian dilakukan pemanasan pada variasi suhu 43 77 o C. Hidrolisis dilakukan selama 6 jam. Pada akhir hidrolisis protein dilakukan inaktivasi enzim dengan dilakukannya pemanasan pada suhu 85 o C selama 20 menit (Kurozawa dkk., 2008). Menurut Baehaki dkk (2015), pembuatan hidrolisat protein ikan secara enzimatis dimulai dari ikan patin segar yang telah mati selanjutnya difillet skinless, fillet ikan kemudian direndam dengan air dingin dengan rasio daging dan air dingin 1:3 (b/v) pada suhu 5 o C selama 40 menit dan diblender, selanjutnya dicampurkan

7 dengan aquadest dan diaduk hingga homogen, dengan perbandingan daging dan akuades (1:4). Enzim papain ditambahkan dengan konsentrasi 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5% dan 6% (b/v). Campuran tersebut diaduk dan ph diatur hingga mencapai ph 7, dengan HCl sebagai pengatur suasana asam dan NaOH sebagai pengatur suasana basa. Campuran kemudian dihidrolisis dengan cara diinkubasi pada suhu 55 o C selama 6 jam, selama proses hidrolisis sampel diaduk setiap 60 menit. Hasil hidrolisis dimasukkan dipanaskan pada suhu 90 o C selama 20 menit untuk menonaktifkan enzim. Hasil kemudian disaring untuk mendapatkan filtrat. Filtrat kemudian disentrifugasi pada 3.500 rpm selama 15 menit, sehingga dihasilkan hidrolisat protein ikan patin. Salwanee dkk (2013) menyebutkan dalam hasil penelitiannya terhadap jeroan ikan tuna, bahwa derajat hidrolisis secara signifikan meningkat ketika konsentrasi enzim meningkat dari 1,0% menjadi 1,5% tetapi menjadi konstan pada konsentrasi melebihi 1,5%. Kemudian, derajat hidrolisis juga meningkat ketika suhu meningkat dari 30 o C menjadi 40 o C, namun derajat hidrolisis yang dihasilkan lebih rendah pada suhu 60 o C. Adapun derajat keasaman (ph) tidak terjadi efek yang signifikan. Wisuthiphaet dkk (2016) dalam penelitiannya melakukan optimalisasi kondisi proses hidrolisis protein pada ikan laut yang bernilai ekonomis rendah menggunakan dua enzim protease, yaitu papain dan alkalase. Penelitiannya menunjukkan bahwa enzim alkalase adalah enzim protease yang lebih sesuai untuk produksi hidrolisat protein. Kondisi optimal yang diperoleh yaitu konsentrasi alkalase 6% (w/w) dengan suhu 61,23 o C, menghasilkan derajat hidrolisis sebesar 88,90%.

8 Kurozawa dkk (2008) menyimpulkan, bahwa kondisi optimum pada hidrolisis protein daging ayam Doux Frangosul (Montenegro Brazil) menggunakan enzim alkalase cair yang berasal dari Bacillus licheniformis yaitu pada suhu 52,5 o C, dengan konsentrasi enzim 4,2% dan nilai ph 8. Menurut Bhaskar dkk (2008), kondisi hidrolisis protein terbaik dari jeroan ikan menggunakan enzim alkalase yaitu dengan konsentrasi enzim alkalase 1,5% (v/w), pada suhu hidrolisis 50 o C dan waktu hidrolisis 135 menit serta pada ph 7,5. Kondisi tersebut menghasilkan derajat hidrolisis mendekati 50%. 1.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diambil suatu hipotesis, diduga bahwa konsentrasi enzim alkalase dan lama inkubasi berkorelasi pada proses hidrolisis protein daging ayam ras pedaging. 1.7. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Bioproses, Loka Penelitian Teknologi Bersih, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LPTB-LIPI), Bandung. Waktu penelitian dimulai pada bulan April 2017 sampai dengan selesai.