I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. produk pangan. Pewarna merupakan ingridient penting dalam beberapa jenis

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

I. PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Menurut definisi dari Wikipedia, gulai adalah sejenis makanan berbahan

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Pemikiran (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. populer di dunia, berasal dari Asia Tenggara, serta menjadi tanaman buah yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan masyarakat perkotaan yang penuh dengan polusi, limbah, dan

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

seperti Niasin (vitamin B3), vitamin A, C, E, anthraquinon, serat, magnesium,

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan.

I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

I PENDAHULUAN. halaman tempat tinggal (Purwaningsih, 2007).

Kajian Penambahan Dekstrin Terhadap Kadar Vitamin C Dalam Pengolahan Bubuk Sari Jeruk Instan dengan Metode foam-mat drying. Oleh : Tamrin 1.

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh.

I. PENDAHULUAN. satunya adalah buah kersen atau biasa disebut talok. Menurut Verdayanti (2009),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif sejak beberapa dasawarsa silam telah menjadi penyebab

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

1 PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

PENGARUH PERBEDAAN JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGISI TERHADAP KARAKTERISTIK PEWARNA BUAH SENDUDUK

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

I. PENDAHULUAN. kuning atau merah (Prajnanta, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

PEMBUATAN SERBUK EFFERVESCENT MURBEI (Morus Alba L.) DENGAN KAJIAN KONSENTRASI MALTODEKSTRIN DAN SUHU PENGERING

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BABI PENDAHULUAN. tidak mengandung laktosa, sari kedelai juga tidak mengandung kasein

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I. PENDAHULUAN. Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I PENDAHULUAN. kelompok buah-buahan yang memiliki nilai sosial dan ekonomis yang tinggi bagi

I PENDAHULUAN. perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada meningkatnya

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negeri yang kaya akan buah-buahan tropis. Salah satu buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) yang ditemukan oleh

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

Transkripsi:

I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Indentifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian Nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu komoditi buah tropika Indonesia. Data Badan Pusat Statistik provinsi Jawa Timur menginformasikan hasil produksi nanas pada tahun 2010 sebesar 72.404 ton per tahun. Sentra penghasil nanas di Jawa Timur terdapat di Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Setiap musim panen sedikitnya mencapai 26.000 ton per musim panen, selain itu salah satu sentra produksi buah nanas terbesar di daerah Jawa Barat adalah Subang, jumlah produksi buah nanas di Subang mencapai 98.880 ton per musim panen. Berdasarkan bentuk buahnya, dikenal ada 3 jenis nenas, yaitu Smoot Cayenne, Queen, dan Red Spanish (Pracaya 1982). Buah nanas pertama berbentuk silindris dengan ukuran pangkal dan ujung buah hampir sama, jenis nanas kedua berbentuk kerucut, dan jenis ketiga berbentuk bulat. Rodriquez et al. (1975) menyebutkan bahwa nanas Smooth Cayenne cocok untuk konsumsi segar maupun produk setengah jadi.jumlah produksi yang tinggi dan minimnya penanganan pasca panen, akan menyebabkan kehilangan pasca panen buah-buahan segar semakin banyak, akibat terjadinya perubahan komponen fisiologis dan kimiawi bahan pangan. Perubahan terjadi akibat adanya enzim yang 1

2 menyebabkan buah-buahan menjadi mudah rusak (perishable food) sehingga umur simpannya relatif pendek (Priska dan Fithri,2014). Kerusakan pasca panen mencapai 25-45% akibat belum adanya penerapan teknologi pengolahan pangan. Sebagian besar kerusakan akibat kandungan air di dalam buah yang berkisar 81-96%, air menjadi faktor pemicu munculnya perubahan fisiologis dan kimiawi buah-buahan. Air merupakan faktor internal yang menyebabkan kerusakan buah dan sayur. Pengolahan nanas menjadi berbagai produk merupakan salah satu upaya mengurangi kehilangan pasca panen, karena dalam keadaan segar buah-buahan memiliki kadar air tinggi sehingga tidak dapat bertahan lama apabila disimpan dalam keadaan segar. Kandungan air yang tinggi menjadikan buah mudah mengalami kebusukan akibat adanya mikroorganisme. Salah satu cara untuk mempertahankan umur simpan nanas adalah melakukan diversifikasi pangan dengan cara dijadikan serbuk, pembuatan produk serbuk perlu ditambahkan dengan bahan pengisi dekstrin karena didasari oleh sifat kelarutan tinggi, mampu mengikat air dan viskositas relatif rendah. Gonnissen, et.al (2008) menyatakan bahwa pengolahan serbuk memerlukan filler sebagai pengisi dengan tujuan untuk mempercepat pengeringan, mencegah kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavour, meningkatkan total padatan, dan memperbesar volume. Menurut Warsiki, dkk (1995), dekstrin mempunyai viskositas yang relatif rendah sehingga pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak masih diijinkan. Hal ini justru sangat menguntungkan apabila pemakaian dekstrin

3 ditujukan sebagai bahan pengisi karena dapat meningkatkan berat produk yang dihasilkan. Pengeringan busa (foam matt drying) merupakan cara pengeringan bahan berbentuk cair yang sebelumnya dijadikan busa terlebih dahulu dengan menambahkan zat pembusa. Zat pembusa yang digunakan adalah putih telur. Penggunaan putih telur sebagai pembusa dikarenakan harga yang terjangkau, mudah didapatkan dan bersifat alami. Penggunaan putih telur dengan mengetahui jumlah konsentrasi yang tepat, maka akan meningkatkan luas permukaan dan memberi struktur berpori pada bahan sehingga akan meningkatkan kecepatan pengeringan (Wilde dan Clark, 1996). Bahan yang dikeringkan dengan metode foam mat drying mempunyai ciri khas yaitu struktur remah, mudah menyerap air dan mudah larut dalam air (Kumalaningsih, 2004). Penambahan bahan pembusa (foaming agent) dan bahan pengisi (filler) pada pengeringan inulin dengan metode foam mat drying tidak hanya berpengaruh terhadap sifat-sifat dari inulin, tetapi kemungkinan juga berpengaruh terhadap aktivitas prebiotiknya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian karakteristik dan aktivitas prebiotik inulin yang diperoleh dengan metode foam mat drying. (Anonim, 2014) Putih telur sumber protein alami dalam putih telur terkandung beberapa jenis protein, diantaranya fosfor, kalsium, zink dan pottasium. Protein alami dalam putih telur juga baik dalam menghasilkan asam amino untuk pembentukan otot. Putih telur tidak mengandung koresterol dalam putih telur tidak terkandung lemak, korestrol, lemak trans dan karbohidrat. Sehingga putih telur bisa dikonsumsi membantu mengurangi tingkat kolesterol dalam asupan kita. Telur

4 mengandung lebih banyak asam lemak Omega 3, yang penting untuk meningkatkan kesehatan otak dan kulit. Telur lebih alkali, yaitu bisa membuat kondisi lebih basa. Ini merupakan manfaat yang besar bagi pasien kanker, karena sel-sel kanker tidak bisa berkembang dalam lingkungan alkali. (Anonim, 2014) Ratidan Kudra (2006) mengemukakan bahwa metoda pengeringan foammat drying merupakan metode pengeringan yang cukup memberikan keuntungan, antara lain penghilangan air lebih cepat, memungkinkan penggunaan suhu lebih rendah, produk yang dihasilkan memilki kualitas, warna, dan rasa yang baik serta lebih mudah larut dalam air. Putih telur memilki harga relatif lebih murah dan mudah diperoleh. Penelitian oleh Pulungan dkk. (2003) pada pembuatan minuman instan kunyit sinom mengunakan putih telur sebanyak 2.5% sebagai bahan pembentuk foam, mampu menghasilkan produk dengan kelarutan 9,94%. Sedangkan bahan pengisi yang dapat ditambahkan untuk memberikan rendemen tinggi adalah maltodekstrin, mempunyai sifat mudah larut dalam air dan memilki kekentalan yang relatif rendah dibandingkan dengan pati, memilki struktur spiral helix sehinga menekan kehilangan komponen volatile selama proses pengolahan (Lastriningsih, 1997). Maltodextrin dan gum arab adalah golongan karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang merupakan modifikasi pati dengan asam maltodextrin mudah larut dalam air, lebih cepat terdispersi, tidak kental, serta lebih stabil dari pada pati. Fungsi maltodextrin adalah sebagai pembawa bahan pangan yang aktif seperti bahan flavour dan perwarna yang memerlukan sifat mudah larut air dan

5 bahan pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk (Ribut dan Kumalaningsih, 2004). Sifat-sifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain mengalami proses dispersi yang cepat, memiliki daya larut yang tinggi, mampu membentuk film, memiliki sifat higroskopis yang rendah, mampu membentuk body, sifat browningrendah, mampu menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat yang kuat (Hui, 1992). Selain maltodextrin sebagai penstabil ada juga gum arab yang dijadikan penstabil fungsi gum arab itu sendiri yaitu dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan, mengingat gum arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas. Gum arab dapat digunakan untuk pengikatan flavour, bahan pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap emulsi. Gum arab akan membentuk larutan yang tidak begitu kental dan tidak membentuk gel pada kepekatan yang biasa digunakan (paling tinggi 50%). Viskositas akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi (Tranggono dkk, 1991). Gum arab mempunyai gugus arabinogalactan protein (AGP) dan glikoprotein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Gaonkar,1995).

6 1.2. Indentifikasi Masalah Indentifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi maltodekstrin dan gum arab terhadap karakteristik serbuk nanas? 2. Bagaimana pengaruh putih telur terhadap karekteristik serbuk nanas? 3. Bagaimana pengaruh interaksi antara putih telur dan bahan penstabil maltodekstrin dan gum arab terhadap karakteristik serbuk nanas? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi penstabil maltodekstrin dan gum arab dan konsentrasi putih telur terhadap karakteristik serbuk nanas yang dihasilkan, sehingga diperoleh serbuk nanas dengan kualitas fisik, kimia, dan organoleptik yang baik. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai diversifikasi produk olahan nanas, memberikan nilai tambah ekonomi, memperpanjang daya simpan dari produk nanas dan sebagai pangan fungsional. 1.5. Kerangka Pemikiran Menurut Mulyoharjo (1988), konsentrasi buih yang semakin banyak akan meningkatkan luas permukaan dan memberi stuktur berpori pada bahan sehingga akan meningkatkan kecepatan pengeringan. Lebih lanjut Van Arsdel et al, dalam akbar (2009), menyatakan bahwa lapisan pada pengeringan busa lebih cepat kering dari pada lapisan tanpa busa pada kondisi yang sama. Konsentrasi busa yang semakin banyak akan meningkatkan luas permukaan dan memberi struktur

7 berpori pada bahan, sehingga memungkinkan terjadinya pemanasan disemua bagian bahan sehingga proses penguapan air dari bahan lebih cepat. Putih telur yang digunakan sebagai buih cair berfungsi untuk memperluas permukaan bahan pada saat pengeringan, sehingga waktu yang diperlukan untuk pengeringan bumbu serbuk lebih singkat dibandingkan dengan metode pengeringan biasa, selain itu buih dapat berfungsi untuk mencegah retensi vitamin dan senyawa volatil pada rempah, mencegah oksidasi, mempertahankan warna, dan melindungi bahan yang mudah rusak akibat panas. Putih telur yang berfungsi sebagai bahan untuk mempercepat pengeringan, harus memiliki ukuran perbandingan yang tepat agar pada proses pembuatannya dapat lebih optimal (Handayani, 2002). Maltodekstrin sebagai kapsulat dapat melindungi terjadinya pelepasan komponen nutrisi, melindungi senyawa-senyawa penting seperti komponen antioksidan akibat suhu ekstrim, karena maltodekstrin memiliki kemampuan membentuk bodydan memiliki daya ikat yang kuat terhadap senyawa yang tersalut. Dinding kapsulat seperti maltodekstrin dapat berfungsi melindungi komponen yang sensitif seperti komponen antioksidan, rasa, vitamin, warna dan komponen nutrisi lainnya. Penelitian sejenis mengenai pembuatan minuman serbuk telah dilakukan oleh Rahmawati (2011) mengenai aktivitas antioksidan minuman serbuk buatan buni (Antidesma bunius Linn). Jumlah konsentrasi maltodekstrin yang digunakan dalam pembuatan tepung buah buni adalah 10%, 20%, dan 30%. Minuman serbuk buah buni sudah dapat berbentuk serbuk sempurna pada konsentrasi optimum

8 maltodekstrin sebesar 20%. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh pratiwi (2011). Mengenai pengaruh kombinasi maltodekstrin terhadap kualitas minuman serbuk kayu manis (Cinnamomum burmunii BI.) Dalam penelitian tersebut digunakan kombinasi maltodekstrin sebesar 15%, 30%, dan 45% dengan pengeringan menggunakan oven pada suhu pemanasan 80 o C. Menurut Pratiwi (2011), maltodekstrin merupakan salah satu filler yang biasa digunakan untuk membentuk body dalam pembuatan minuman serbuk. Maltodekstrin memiliki keunggulan karena mengandung kalori yang rendah sehingga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Pratiwi (2011), mengenai pembuatan minuman serbuk instan kayu manis dengan variasi maltodekstrin 15%, 30% dan 45% didapatkan hasil terbaik adalah minuman serbuk instan kayu penambahan maltodekstrin 15%. Oleh sebab itu, pada penelitian kali ini menggunakan variasi konsentrasi maltodekstrin yaitu 7,5%, 15% dan 22,5%. Menurut Siska dkk (2015) hasil perlakuan terbaik pada penelitian minuman instan daun mengkudu dengan menggunakan maltodekstrin dan lama pengeringan berdasarkan parameter fisik dan kimia adalah lama pengeringan 6jam dengan konsentrasi maltodekstrin 5% dengan nilai kadar air 2.88%, vitamin C 45.96 mg/100g, total fenol 47.96 mggae/100gr, aktivitas antioksidan 52.86%, rendemen 14.32%, ph 5.25, kelarutan 93.14%, kecerahan 45.52, kemerahan 17.00 dan kekuningan 9.90. Perlakuan terbaik menurut parameter organoleptik adalah perlakuan lama pengeringan 18 jam dengan konsentrasi maltodekstrin 10% dengan nilai warna 5.40, rasa 5.15, dan aroma 5.40.

9 Menurut Stefanus dkk. (2013) hasil uji kadar air, kadar abu, waktu larut dan uji angka lempeng total minuman serbuk instan kulit buah manggis yang paling baik dan disukai panelis adalah perlakuan maltodekstrin 20g dengan suhu pemanasan 80 o C. Menurut Ramadania dkk (2012), penggunaan kombinasi maltodekstrin konsentrasi 15% dan tween 80 sebesar 0.3% akan berpengaruh terhadap kandungan vitamin C yang semakin menurun dalam pembuatan tepung lidah buaya. semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin dan tween 80 pada pengolahan tepung lidah buaya akan mempengaruhi vitamin C pada tepung. Kombinasi perlakuan yang paling tepat untuk mendapatkan minumanserbuk instan kulit buah manggis berkualitas baik dengan suhu pemanasan 80 0 C dan kadar maltodekstrin 20 g(ribut dan Kumalaningsih, 2004). Interaksi antara putih telur (albumin) dengan maltodekstrin dan gum arab akan terlihat pada saat proses pelapisan dan penyerapan air terhadap bahan oleh dekstrin. Mekanisme yang terjadi yaitu ketika buih telah terbentuk, dekstrin yang bersifat hidrofilik akan mengikat air yang terdapat dalam bahan juga air terdispersi dalam gas pada telur. Akibat berkurangnya kadar air, buih akan menjadi kental sehingga proses penguapan akan lebih cepat. Dekstrin juga berfungsi untuk mengcoat atau melapisi buih sehingga menjadi lebih stabil, pada saat proses pemanasan uap air akan teruapkan tetapi warna, dan aroma tidak mengalami retensi akibat adanya lapisan dekstrin yang menahan dinding permukaan buih.

10 Pembuih (foaming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk kata memelihara homogenitas disperse fase gas dalam bahan pangan berbetuk cair atau padat. Pembuih (foaming agent) yang biasa digunakan adalah putih telur, soda kue, gliserin, Xanthan Gum, selulosa mikrokristalin dan etilmetil selulosa. Masing-masing foaming agent memiliki karakteristik tersendiri, sehingga penelitian utama yang dilakukan yaitu penentuan jenis foaming agent yang dapat menghasilkan bubuk kulit buah manggis yang paling baik. Ukuran koloid buih bukanlah ukuran gelembung gas, seperti sistem koloid lainnya, melainkan merupakan ketebalan film (lapisan tipis) pada daerah antar fase dimana zat pembuih teradsorpsi dan terikat bersama gas disekitar. Struktur buih cair tidak ditentukan oleh komposisi kimia atau ukuran buih rata-rata, melainkan kandungan zat cairnya. Jika fraksi zat cair lebih dari 5%, maka gelembung gas akan mempunyai bentuk hampir seperti bola. Sebaliknya, jika kurang dari 5% maka bentuk gelembung gas adalah polihedral (Sakanaka, 2000) dalam Akbar, 2009. Pemberian albumin tidak melebihi 20% dari berat bahan total yaitu dengan perbandingan tertentu. Tetapi tidak semua memakai perbandingan bahan yang sama, karena banyak faktor yang berperan yang menjadi penentu dari bumbu serbuk itu sendiri seperti suhu, waktu, ukuran ayakan, banyaknya bahan, beragamanya bahan yang digunakan, dan proses penghancuran (Mulyoharjo, 1988).

11 Menurut Karim dan Wai (1999); Misra (2001), metode pengeringan busa memiliki kelebihan daripada metode pengeringan lain karena relatif sederhana dan prosesnya tidak mahal. Selain itu suhu yang digunakan relatif rendah sehingga pengemasan dan pengangkutan.warna, aroma dan komponen gizi produk dapat dipertahankan. Salah satu kesulitan yang telah dilaporkan dalam proses ini adalah kurangnya kestabilan foam (busa) selama proses pemanasan. Jika busa tidak cukup stabil terjadi kerusakan seluler yang menyebabkan kerusakan selama proses pengeringan. Karim dan Wai (1999) melaporkan penggunaan methocel 0,4 % menghasilkan overrun dan kestabilan busa pada pengeringan puree (bubur buah) buah blimbing. Sedangkan Septinawati (2001) menggunakan busa putih telur dengan konsentrasi 5% pada pembuatan sari wortel instan dan Suryanto (2000) menggunakan busa putih telur sebanyak 2% pada pembuatan bubuk sari buah sirsak dengan metode pengeringan busa. Tween 80 merupakan surfaktan yang sering digunakan sebagai bahan pengemulsi pada icing cake. Fitrotin (2003) melaporkan penggunaan Tween 80 sebagai emulsifier pada pembuatan bubuk sari buah tomat. Belum ada penelitian yang mengkaji penggunaan busa putih telur dan Tween 80 sebagai foaming agent (bahan pembentuk busa) pada pembuatan bubuk sari buah tomat dengan metode pengeringan busa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi foaming agent terhadap sifat fisik dan kimia bubuk sari buah tomat yang dibuat dengan metode foam-mat drying.

12 Penambahan gum arab:dekstrin (1:0,5) dalam aplikasi gum arab dan dekstrin sebagai bahan pengikat protein ekstrak udang dapat menghasilkan produk ekstrak protein bubuk dengan kadar nitrogen terlarut 0,55%, kadar nitrogen amino2,33%, kadar nitrogen non protein 2,62%, kadarprotein kasar 33,20%, kadar air 5,67% dan rendemen5,04%. Gum arab mengandung protein yang terdiri dari asam amino dan gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik. Gugus hidrofilik inilah yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan satu atau lebih molekul air, sehingga mampu menyerap air dan menahannya dalam satu molekul. Sehingga terbentuk suatu cairan atau koloid yang kental dengan struktur gel (Winarno, 2002). Pengeringan produk pangan adalah suatu proses menghilangkan kandungan air pada produk tersebut. Proses pengeringan dapat menurunkan kelembaban dan mencegah berkembangnya mikroba (Parker, 2003). Menurut Husniyatur Rohmah (2011) Semakin banyak penambahan gum arab maka nilai rata-rata kekeruhan akan semakain meningkat dan semakin sedikit penambahan gum arab maka nilai kekeruhan akan semakin rendah, hal tersebut dapat disebabkan apabila viskositas pada minuman semakin tinggi maka kekeruhan akan semakin meningkat. Gum arab memiliki sifat viskositas yang rendah dan tidak adanya rasa dan warna, maka gum arab dapat ditambahkan dalam jumlah tertentu tanpa mengganggu sifat organoleptik produk pangan (Widiantoko dan Yunianta, 2014).

13 Febryanto (2008) menyatakan bahwa gum arab adalah salah satu jenis bahan penstabil alami yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa, sehingga tidak berpengaruh pada warna, aroma dan rasa pada makanan. 1.6. Hipotesis Hipotesis yang dapat diajukan pada penelitian ini diduga bahwa : 1. Konsentrasi bahan penstabil maltodekstrin dan gum arab berpengaruh terhadap karakteristik nanas 2. Putih telur berpengaruh terhadap karakteristik serbuk nanas 3. Interaksi antara putih telur (albumin) dan konsentrasi maltodekstrin dan gum arab diduga berpengaruh terhadap karakteristik produk serbuk nanas yang dihasilkan 1.7. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Universitas Pasundan, Jalan Setia Budi No. 193 Bandung.