BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

Jurnal Persona KEMATANGAN EMOSI, KONSEP DIRI DAN KENAKALAN REMAJA

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Interaksi Sosial

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB I PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan serta kesulitan yang harus dihadapi. Masa remaja. hubungan lebih matang dengan teman sebaya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat disamping

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Karena dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN. remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi mengenai hasilhasil

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Masa ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

III. METODE PENELITIAN. hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk menguji

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan dengan

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pada remaja dapat diselesaikan. Apabila tugas tugas pada remaja

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB I PENDAHULUAN. tergambar dalam amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

BAB II LANDASAN TEORI. mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa termasuk didalamnya

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan konformitas teman sebaya dengan konsep diri terhadap kenakalan remaja di Jakarta Selatan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja pada siswa SMA kelas XI di Jakarta Selatan, dengan terbukti r hitung > r tabel, sehingga dapat dinyatakan bahwa konformitas teman sebaya memang mempunyai hubungan yang positif dengan kenakalan remaja. Dengan penjelasan sebagai berikut ketika hubungan konformitas teman sebaya mengalami peningkatan hal tersebut memungkinkan peningkatan pada kenakalan yang dilakukan oleh remaja. 2. Terdapat hubungan konsep diri dengan kenakalan remaja pada siswa SMA kelas XI di Jakarta Selatan, dengan terbukti r hitung > r tabel, sehingga dapat dinyatakan bahwa konsep diri memang mempunyai hubungan yang positif dengan kenakalan remaja. Dengan penjelasan sebagai berikut ketika konsep diri yang dimiliki remaja tersebut mengalami peningkatan yang signifikan hal tersebut memungkinkan peningkatan kenakalan yang dilakukan oleh remaja. 75

76 5.2. Diskusi Dilihat dari hasil penelitian, penulis akan menjelaskan diskusi hasil penelitian khususnya yang menyangkut tentang hubungan konformitas teman sebaya dan konsep diri dengan kenakalan remaja di Jakarta Selatan. Melalui hasil yang telah diteliti bahwa konformitas teman sebaya memang mempunyai hubungan yang positif dengan kenakalan remaja dan variabel konsep diri memang mempunyai hubungan yang positif dengan kenakalan remaja. Hal ini sesuai dengan permasalah yang dikemukakan pada latar belakang penelitian. Berdasarkan pengujian yang sebelumnya telah dilakukan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, dari uji normalitas yang sudah dilakukan sehingga mendapat hasil 0,002 (sig < 0.05) untuk konformitas teman sebaya dan 0,000 (sig < 0.05) untuk konsep diri dan kenakalan remaja. Hasil ini menggambarkan bahwa sebaran data ketiga variabel ini tidak normal karena tidak memenuhi standar dalam mencapai normalitas. Hal ini dapat terjadi karena kekurangan yang terjadi saat pengambilan data. Kedua, dapat dikatakan bahwa alat ukur dalam penelitian ini valid dan reliabel karena dapat memenuhi standar nilai yang telah ditetapkan. Ketiga, dari uji hipotesa yang telah dilakukan, banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kenakalan remaja adalah identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, pengaruh orang tua, pengaruh teman sebaya, status sosial ekonomi dan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal (Santrock, 2003).

77 Dalam penelitian ini, peneliti juga mendapatkan sebaran data yang tidak normal bisa jadi dikarenakan kekeliruan di dalam pemilihan dan pengambilan sampel. Hal tersebut berdampak hasil penelitian ini sangat terbatas pada subjek yang diteliti saja. Selain itu kendala yang dihadapi penulis selama penelitian ini adalah a) ketika penyebaran kuesioner bertepatan pada saat liburan sekolah sehingga kekurangan waktu untuk pemaksimalan pengambilan responden, b) pada saat pengisian kuesioner banyak siswa belum mengikuti petunjuk pengisian kuesioner dengan baik, c) kurangnya jumlah siswa/i yang diharapkan, d) adanya siswa/i yang tidak koperatif dalam pengerjaan angket, e) kesulitan untuk mengatur siswa/i untuk mengerjakan angket yang telah diberikan agar tertib dan teratur saat melakukan pengisian angket. Jika dilihat pada bab IV yang telah peneliti sajikan tentang konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja hipotesis yang diajukan dapat diterima, sehingga dapat dinyatakan ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa siswa SMA di Jakarta Selatan memiliki persepsi konformitas teman sebaya secara umum termasuk kategori yang kuat berdasarkan nilai Uji r sebesar 0.794. Hasil tersebut memiliki arti bahwa dengan perilaku konformitas yang dilakukan oleh siswa tersebut dengan teman sebaya mereka terhadap kenakalan remaja memiliki hubungan yang kuat, yang berarti semakin positif perilaku konformitas yang dimiliki oleh siswa tersebut maka semakin positif juga kemungkinan untuk melakukan

78 kenakalan remaja dan sebaliknya. Ini berarti siswa SMA di Jakarta Selatan mempersepsikan bahwa kelompok teman sebaya sebagai tempat bersenangsenang dan kemungkinan untuk melakukan perbuatan penyimpangan bersama. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup memiliki peranan. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja diungkapkan oleh Camarena (dalam Santrock, 2003) dapat menjadi positif atau negatif. Konformitas yang negatif mengakibatkan misalnya: mencuri, mencorat-coret di sembarang tempat tanpa ijin, merokok, dan mempermainkan orangtua serta guru. Sementara itu, konformitas positif mampu mengarahkan remaja kepada kegiatan positif misalnya terlibat dalam kelompok perkumpulan kegiatan sosial. Remaja yang memiliki teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan. Pada umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok, apapun akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat.

79 Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi kenakalan pada remaja adalah konsep diri yang merupakan pandangan atau keyakinan diri terhadap keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri, sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang ditampilkan. Berdasarkan uraian di atas pada umumnya remaja mementingkan konformitas dengan tujuan penerimaan kelompok. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan kemana remaja yang bersangkutan akan dibawa. Perilaku yang dimunculkan oleh kelompoknya memungkinkan berperan dalam pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya. Pudjijogyanti (1985), konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan dan mengarahkan seluruh perilaku. Konsep diri merupakan mediator atau pengarah perilaku individu yang dipengaruhi oleh interpretasi pada pengalaman-pengalaman yang ditemui sehingga mempengaruhi tingkah laku. Hurlock (1991) mengatakan konsep diri merupakan inti dari pola kepribadian, dengan demikian konsep diri merupakan inti kepribadian berdasarkan dari pengalaman individu dalam berhubungan atau berinteraksi dengan individu lain. Pada masa tersebut pula kemampuan kognitif remaja sudah mulai berkembang, sehingga remaja tidak hanya mampu untuk membentuk pengertian mengenai apa yang ada dalam pikirannya, mereka akan berusaha pula untuk mengetahui pikiran orang lain tentang tentang dirinya.

80 Jika dilihat pada bab IV yang telah peneliti sajikan tentang konsep diri dengan kenakalan remaja hipotesis yang diajukan dapat diterima, sehingga dapat dinyatakan ada hubungan positif antara konsep diri dengan kenakalan remaja. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa siswa SMA di Jakarta Selatan memiliki persepsi konsep diri secara umum termasuk kategori tinggi berdasarkan nilai Uji r sebesar 0.831. Hal tersebut memiliki arti bahwa konsep diri merupakan variabel internal yang positif. Temuan penelitian dapat dijelaskan melalui dinamika internal dalam keseluruhan aspek konsep diri. Konsep diri yang tidak realitistis akan menjadi sumber masalah. Seperti konsep diri fisik yang tidak realitis membuat remaja menggambaran dirinya sangat tinggi dalam penampilannya, dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungannya dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain. Selain itu konsep diri identitas yang tidak realistis membuat remaja menggambarkan diri sangat tinggi terhadap kemampuan dan tidak bersedia kemampuannya dinilai rendah, dan harga dirinya membubung tinggi dan menganggu hubungannya dengan orang lain. Konsep diri sosial yang tidak realitis membuat remaja mengambarkan diri terlalu baik dalam hubungannya dengan orang lain, dengan teman sebaya, dan dengan keluarga. Konsep diri personal yang tidak realitis membuat remaja menggambaran diri terlalu dini sebagai individu yang maju dan akan berhasil. Gambaran diri yang tidak realitis dapat menganggu keseimbangan dan mempengaruhi pandangan

81 individu mengenai gambaran diri, hal tersebut dapat mempertinggi kemungkinan terjadinya kenakalan remaja. Analisis kemungkinan hubungan positif konsep diri yang tidak realistis dengan kenakalan remaja sesuai dengan respon konsep diri dalam kontinum respon adaptif sampai respon maladaptif dari Stuart dan Sundeen (1998) sebagai berikut. Respon adaptif Respon maladaptif Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kerancuan identitas Depersonalisasi Gejala yang muncul akibat gangguan konsep diri adalah mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif pada orang lain, gangguan hubungan dengan orang lain, perasaan diri penting yang berlebihan, perasaan tidak mampu, perasaan bersalah, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan negatif mengenai tubuh sendiri, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup pesimis, keluhan fisik, pandangan hidup yang bertentangan, penolakan terhadap kemampuan personal, destruktif terhadap diri sendiri, pengurangan diri atau penarikan diri secara sosial, dan menarik diri dari realitas. Rasa diri penting yang berlebihan dan menarik diri dari realitas merupakan tipikal konsep diri yang tidak realistis. Rasa mampu yang dihasilkan oleh konsep diri bisa saja salah. Hal ini bisa terjadi karena kesalahan atau ketidaksesuaian dalam mempersepsi segala kelebihan dan

82 kelemahan dari keadaan yang sesungguhnya dimiliki. Individu menilai potensi diri yang dimiliki terlalu tinggi atau terlalu rendah dari keadaan yang sesungguhnya. Akibatnya konsep diri yang terbentuk dapat negatif atau terlalu positif. Konsekuensi selanjutnya adalah muncul rasa mampu yang tidak realistis, sehingga standar atau patokan keberhasilan menjadi tidak realistis pula (White dalam Purwanti, 1996). Konsep diri yang tinggi dan tidak terkontrol akan menjadi tidak rasional. Penilaian yang tepat dan sesuai dengan kenyataan membutuhkan keyakinan diri yang kuat. Keyakinan yang kuat bahwa penilaian sudah dilengkapi dengan keterbukaan akan kelemahan diri, agar gambaran diri (konsep diri) yang terbentuk menjadi tepat (realisitis). Ini berarti siswa SMA di Jakarta Selatan mempersepsikan bahwa konsep diri sebagai pengalaman-pengalaman yang ditemui sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku. Konsep diri yang positif akan berkembang jika seseorang mengembangkan sifat - sifat yang berkaitan dengan penghargaan diri yang baik, kepercayaan diri yang baik, dan kemampuan melihat diri secara realistik. Namun individu yang tidak mengetahui betul siapa dirinya, akan membuat individu tersebut tidak mampu untuk menerima segala kelebihan serta kekurangan yang dimilikinya. Sehingga menjadikan evaluasi terhadap dirinya mengarah pada pandangan diri yang negatif. Ketika seseorang mendasari sifat-sifat yang berkaitan dengan penghargaan diri yang buruk, kepercayaan diri yang kurang baik, serta kurang mampu melihat diri secara

83 realistik. Maka sifat-sifat tersebut mendukung perkembangan konsep diri yang negatif. Pandangan diri yang negatif (konsep diri) akan membuat remaja sebagai individu cenderung melanggar peraturan dan norma-norma masyarakat, dan akhirnya terlibat kenakalan remaja (Coopersmith dalam Partosuwido, 1992). 5.3. Saran Berbagai kegiatan yang dilakukan baik dari menganalisis sampai dengan menguraikan kesimpulan, maka penulis mencoba memberikan saransaran. Dimana saran-saran yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut: 1. Bagi Pihak Sekolah Untuk dapat menghindari kenakalan remaja maka pada saat ini, maka diharapkan agar kegiatan ekstrakurikuler sebaiknya dibina lebih baik lagi oleh tiap sekolah, dengan harapan dapat memberikan manfaat yang nyata bagi peningkatan kecerdasan emosional siswa sehingga bisa mencegah terjadinya kenakalan remaja. Pihak sekolah disarankan dapat membantu siswa untuk mengenali potensi-potensi yang dimiliki agar dapat meningkatkan konsep diri siswa, serta dapat meminimalisir penggunaan kata-kata atau sikap yang dapat menurunkan konsep diri siswa. 2. Bagi Siswa Konformitas seharusnya dimanfaatkan siswa kelas XI di Jakarta Selatan sebagai wadah untuk mengeksplorasi diri dalam hal-hal yang

84 bersifat positif. Dalam pergaulan, siswa harus lebih selektif memilih teman. Sebaiknya siswa memilih teman yang akan mengarahkan perilakunya pada hal yang baik. Siswa pun harus dapat memilah perilaku ataupun pandangan yang akan dianutnya agar tidak kehilangan identitas dirinya karena terlalu ingin diterima oleh lingkungan sosialnya. Siswa kelas XI di Jakarta Selatan yang memiliki konsep diri tinggi diharapkan dapat mempertahankan konsep diri yang dimiliki, sehingga siswa dapat mempertahankan dirinya dari kenakalan remaja yang terjadi pada saat ini. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penulis juga memberikan masukan untuk penelitian selanjutnya untuk memberikan perhatian pada faktor-faktor minor di dalam melakukan penelitian seperti: penentuan waktu, tempat atau lokasi yang akan dijadikan pengambilan responden, serta memperhatikan keseriusan dan antusiasme dari calon-calon responden. Sehingga hal itu semua dapat membantu terlaksanakannya penelitian yang optimal sesuai dengan harapan peneliti. Bagi peneliti mendatang disarankan untuk meneliti dengan memperhatikan variabel-variabel lain yang berhubungan dengan kenakalan remaja, misalnya: konsep diri (dilihat dari tinggi/rendah penerimaan diri yang dimiliki oleh subjek penelitian) kematangan emosi, regulasi emosi, pola asuh orangtua dan lingkungan sosial.