BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia menjadi sehat dan kuat secara jasmani maupun rohani atau dalam istilah

Bab 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia kegiatan psikologi olahraga belum berkembang secara meluas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sportifitas dan jiwa yang tak pernah mudah menyerah dan mereka adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dilepaskan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang sudah mendunia.

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakaria Nur Firdaus, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. kompetisi kemenangan merupakan suatu kebanggaan dan prestasi. serta keinginan bagi setiap orang yang mengikuti pertandingan

2015 PENGARUH LATIHAN LOMPAT D ENGAN MENGGUANAKAN BOLA YANG D IGANTUNG TERHAD AP KETERAMPILAN SMASH D ALAM PERMAINAN BOLA VOLI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berlian Ferdiansyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membicarakan olahraga, tidak akan terlepas dari persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat menguasai unsur teknik dasar dalam permainannya. Unsur teknik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebelumnya. Data itu disampaikan pengelola liga, PT Deteksi Basket Lintas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani pada hakekatnya merupakan usaha pembentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syahrul Akbar, 2014 Tingkat kepercayaan diri tim dengan kehadiran libero dalam pertandingan bola voli

2016 HUBUNGAN KONSENTRASI DENGAN HASIL KETEPATAN SERVIS ATAS PADA CABANG OLAHRAGA BOLA VOLI

BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS ATLET BELADIRI KARATE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pertandingan serta banyak atlet yang mengikuti sejumlah pertandingan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga menjadi suatu kebutuhan hidup masyarakat di zaman modern

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. ini terbukti dari pertandingan dan perlombaan olahraga bola voli yang telah

2015 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER BULUTANGKIS DAN KARATE DALAM PEMBELAJARAN PENJAS

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (DBL) Indonesia, setelah berakhirnya babak Championship Series di Jogjakarta.

2015 KORELASI ANTARA GOAL SETTING DENGAN MOTIVASI BERLATIH ATLET EKSTRAKULIKULER FUTSAL MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pencak silat merupakan budaya dan seni beladiri warisan bangsa yang

PENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM OLAHRAGA USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. Permainan bola basket di Indonesia telah berkembang sangat pesat. Event kejuaraan olahraga

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran. dalam pembinaan dan peningkatan olahraga khususnya cabang bolavoli.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. negara di kancah International. Nama-nama besar kini telah lahir seperti Ferry

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

sama maka diadakan babak tambahan untuk menentukan pemenang.

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah sebuah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Olahraga di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Keterampilan Teknik Dasar Lapangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pandu Fauzi Fahmi, 2014 Profil Kualitas Interaksi Sosial Atlet Cabang Olahraga Beladiri

2016 HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN SEBELUM BERTANDING DENGAN PERFORMA ATLET PADA CABANG OLAHRAGA BOLA BASKET

ANXIETY. Joko Purwanto. Oleh : FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, mudah memperoleh teman, sukses dalam pekerjaan dan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. dengan keadaan yang terjadi pada bangsanya. Pola pikir mahasiswa saat ini hanya

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga

HUBUNGAN KECEMASAN TERHADAP HASIL TES KETEPATAN JUMP SERVE BOLAVOLI. (Studi Pada Tim Bolavoli Putra SMK PGRI 3 Kediri Tahun Ajaran )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. tingkat anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita. Pada awal

2014 PENGARUH KEGIATAN OUTBOUND TERHADAP PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI MAHASISWA ILMU KEOLAHRAGAAN FPOK UPI

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Latihan mental merupakan unsur yang sangat penting hampir diseluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga adalah sebuah aktivitas olah tubuh yang memiliki banyak sisi

2015 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEMAMPUAN MENGENDALIKAN EMOSI DAN MOTIVASI PADA ATLET FUTSAL PUTERI UKM UPI

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

PSIKOLOGI PELATIHAN FISIK

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Motivasi berprestasi memiliki peranan penting yang harus dimiliki oleh setiap

Bab 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara

MENGGUGAH MOTIVASI ATLET

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. ini terbukti dengan antara lain banyaknya klub-klub dari kota besar sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga Merauke dan memiliki pulau yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan menjadi cerdas, terampil, dan memiliki sikap ketakwaan untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Bola voli merupakan suatu cabang olahraga yang berasal dari permainan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan aktifitas fisik yang sering kali dilakukan dengan tujuan menunjang kesehatan. Ada pula yang dilakukan dengan tujuan kesenangan atau rekreasi. Namun, adapula olahraga yang tergolong dalam olahraga olimpic atau olahraga olimpiade. Olahraga yang dikompetisikan ini merupakan jenis-jenis olahraga yang memiliki kualifikasi tertentu dalam bidangnya. Ketahanan fisik atau stamina adalah hal yang wajib dimiliki oleh para atlet untuk menunjang performa di lapangan. Namun, atlet yang mempunyai kondisi fisik yang bagus dan prima belum tentu menghasilkan prestasi yang gemilang kalau tidak didukung oleh mental ataupun kondisi psikis yang baik (Gunarsa et. al dalam Komarudin, 2011). Di sini yang dipentingkan dalam performa seorang atlet adalah kesiapan dan mental yang tangguh. Pikiran yang fokus, penuh konsentrasi, kecermatan pengambilan keputusan serta kepercayaan diri sangat dibutuhkan untuk meraih prestasi. Hal itulah yang menjadikan seorang atlet dalam cabang olahraga apapun menjadi atlet yang berkualitas. Selain itu, atlet juga dituntut untuk mampu menanggalkan segala kegelisahannya yang terjadi di luar lapangan, bahkan kalau bisa, bagaimanapun pertandingan yang mereka jalani harus dihadapi dengan berani dan menjadi atlet yang bermental tangguh tanpa gentar menyelesaikan pertandingan dengan fokus dan energic. Pada jenis olahraga Bola Voli, kemampuan otak dituntut untuk tetap prima, terutama tosser. Tosser atau setter atau pengumpan harus dapat mengatur jalannya permainan. Tosser harus memutuskan apa yang harus dia perbuat dengan bola yang dia dapat, dan semuanya itu dilakukan dalam sepersekian detik sebelum bola jatuh ke lapangan sepanjang permainan. Selain tosser, dalam sebuah tim olahraga bola voli terdapat 3 peran penting lainnya yaitu spiker (smash), libero, dan defender (pemain bertahan). Spiker

bertugas untuk memukul bola agar jatuh di daerah pertahanan lawan. Libero adalah pemain bertahan yang bisa bebas keluar dan masuk tetapi tidak boleh melakukan smash bola ke seberang net. Defender adalah pemain yang bertahan untuk menerima serangan dari lawan. Permainan ini dimainkan oleh 2 tim yang masing-masing terdiri dari 6 orang pemain dan mengusahakan untuk mencapai angka 25 terlebih dahulu untuk memenangkan suatu babak (wikipedia.org). Para atlet harus mampu bekerjasama dengan baik dalam satu tim dengan mengandalkan kemamampuan dan peran masing-masing, mampu menjaga pertahanan tim dari serangan bola dari lawan, tidak gugup dan mampu memfokuskan pikiran dalam menjalani pertandingan. Dalam artikel berjudul Coping Stress Dalam Olahraga Kompetitif (Komarudin, 2011) dikatakan bahwa semua atlet akan selalu dihadapkan pada sejumlah stimulus yang memberikan pengalaman stress terhadap dirinya. Dalam dunia olahraga khususnya olahraga kompetitif, atlet harus mempunyai kemampuan dalam mengatasi berbagai stimulus yang berpotensi memberikan pengalaman stress terhadap dirinya seperti sorakan dan cemoohan penonton, perasaan sakit akibat terjadi cedera, kekalahan dalam berbagai pertandingan, kelemahan yang dimiliki atlet baik kelemahan fisik maupun kelemahan mental, atau sumber-sumber lain yang mengakibatkan terjadinya stress. Stimulus yang mampu memberikan pengalaman stress atau yang biasa disebut stressor seperti yang disebutkan di atas, khususnya dialami pada saat atlet berada dalam setting kompetisi. Seorang atlet wajib menanggalkan kegelisahan mereka saat berada dalam pertandingan, termasuk juga kegentaran dan ketakutan untuk kalah. Seorang atlet, dalam bimbingan pelatihnya didorong dan dituntut untuk menghadirkan kondisi emosi tertentu yang tentunya diharapkan dapat menunjang performanya dalam pertandingan tersebut. Seperti yang dipaparkan dalam Alwisol (2008), bagaimana seseorang bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang

berhubungan dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang memuaskan. Menurut Bandura (Alwisol 2008), sumber pengotrol perilaku adalah resiprokal antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Self-efficacy merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting. Hal serupa pun dikatakan oleh Richardson (1998), mengenai pernyataan Bandura bahwa teori self-efficacy mengemukakan bahwa penilaian seorang individu terhadap kemampuan dirinya secara sukses dapat membuat seseorang berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil / outcome yang diinginkan. Dalam menentukan keberhasilan seseorang saat menjalani perintah atau tugas tertentu, dibutuhkan juga self-efficacy. Albert Bandura, psikolog dari Universitas Stanford yang mempelopori studi tentang self-efficacy, menujukkan adanya perbedaan mencolok antara mereka yang meragukan diri sendiri dan mereka yang yakin akan kemampuan sendiri ketika harus menghadapi tugas sulit. Mereka yang memiliki self-efficacy dengan senang hati menyongsong tantangan; sedangkan mereka yang peragu mencoba pun tidak berani, tidak peduli betapa baiknya kemampuan mereka yang sesungguhnya. Rasa percaya diri meningkatkan hasrat untuk berprestasi, sedangkan keraguan menurunkannya Serta dipaparkan juga oleh website bertemakan AEDD atau Adults and Elders with Developmental Disabilities bahwa self-efficacy dapat membantu seseorang mengubah perilakunya (washington.edu diakses pada 11 maret 2012). Self-efficacy merupakan bagian dari teori kepribadian yang dicetuskan oleh Bandura. Self-efficacy dikatkakan sebagai salah satu dari struktur kepribadian dalam teori belajar sosial atau social learning theory. Dimana menurutnya, teori self-efficacy ini memiliki implikasi yang penting terhadap terbentuknya motivasi (education.calumet.perdue.edu diakses pada 11 Maret 2012). Selain itu, dalam sebuah website yang dikhususkan bagi

kumpulan yang berkecimpung di bidang keperawatan dikatakan pula bahwa dalam kacamata ilmu keperawatan, self-efficacy milik Bandura ini merupakan kepercayan (dari suatu individu) bahwa dirinya memiliki kekuatan untuk menghasilkan pengaruh dengan menyelesaikan tugas yang telah diberikan atau aktifitas terkait dengan kompetensi tersebut, dimana kepercayaan bahwa seseorang memiliki kecakapan dalam memunculkan suatu perilaku untuk mencapai tujuan tertentu. (nursingplanet.com, diakses pada 11 Maret 2012). Adapun penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2009) mengenai hubungan antara Self-Efficacy dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut negatif dan signifikan dengan nilai r = -0,67 dengan ρ = (0,01). Artinya, semakin tinggi self-efficacy seorang mahasiswa maka semakin rendah tingkat kecemasan mereka dalam berbicara di depan umum. Hal yang paling mendasar yang dibutuhkan dalam performa unggul dari seorang atlet ialah self-efficacy, dimana menurut Spears dan Jordon selfefficacy adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya akan mampu melaksanakan tingkah laku yang dibutuhkan dalam suatu tugas. Pikiran individu terhadap self-efficacy menentukan seberapa besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan (shvoong.com diakses pada 28 januari 2012). Dalam kaitannya dengan sudut pandang di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self-efficacy ini dapat membantu seseorang (termasuk juga para atlet) untuk melakukan tugas dalam memenuhi tujuan dan kompetensinya. Seperti yang telah dipaparkan di awal mengenai posisi seorang atlet Bola Voli dalam sebuah tim, dimana selayaknya sebuah tim, setiap individu memiliki pengaruh dan keterkaitan dengan individu lain dalam tim tersebut. Dalam suatu pertandingan pasti selalu ada yang menang dan ada yang kalah. Namun, bagaimanapun semua peserta kompetisi menginginkan posisi kemenangan untuk ada di pihaknya. Akan tetapi, hal tersebut tergantung pula

pada performa dirinya. Pada setting kompetisi tersebut, para atlet akan bergelut pula dengan emosi dirinya. Ia bertanding dengan membawa harapan dan ambisi untuk menang. Kondisi emosi atlet juga berpengaruh dengan performanya selama pertandingan. Emosi yang kurang dikendalikan dapat membuat seseorang bertindak emosional dan gegabah dalam mengambil keputusan. hal tersebut juga akan berpengaruh bagi dirinya dan lingkungannya baik secara sikap maupun tindakan. Namun, jika emosi itu dikendalikan dengan baik akan mampu mendorong seseorang untuk bertindak taktis dan lebih cermat untuk menempuh tujuan yang sebenarnya. Oleh karena hal tersebut, diperlukan Kecerdasan Emosi untuk membentuk karakter individu yang baik secara intrapersonal maupun interpersonal yang terjalin antara satu individu dengan individu lain dalam tim. Pada penelitian yang dilakukan oleh Amalia Sawitri Wahyuningsih (2004) mengenai Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II SMU LAB SCHOOL Jakarta Timur menunjukkan hasil yang positif antara kedua variabel tersebut bahwa terdapat korelasi yang positif antara kecerdasan emosi dengan prestasi belajar. Sementara itu, Wahyuningsih (2004) menyatakan bahwa rendahnya peranan kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar itu sendiri. Dimana prestasi belajar menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar dalam waktu tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan. Dalam bab kesimpulan, ia pun juga mengutip pendapat Goleman dari hasil penelitiannya bahwa setinggi-tingginya IQ menyumbang sekitar 20% bagi kesuksesan seseorang dan yang 80% sisanya diisi oleh kekuatan lain yaitu kecerdasan emosional atau yang lazim disebut Emotional Intelligence. Selain itu, penelitian dengan tema yang sama oleh Iskandar dengan judul Kecerdasan Emosi dan Komitmen Pekerjaan Dosen di Jambi, menyatakan hasil penelitiannya bahwa kecerdasan emosi mempunyai hubungan dan sumbangan yang signifikan kepada komitmen pekerjaan dosen. Sebagaimana pendapat Goleman, dalam menjalankan kerja organisasi kemahiran sosial

melibatkan kemahiran mendapatkan respons yang positif dari orang lain, individu yang mudah bergaul dan saling membantu dalam mencapai tujuan organisasi (Jurnal Psikologi, 2008). Di tahun 2010 telah dilakukan penelitian mengenai Self-Compassion and Emotional Intelligence in Nurses (Heffernan et.al., 2010) dengan hasil penelitian bahwa terdapat hubungan yang positif antara self-compassion dan kecerdasan emosi pada perawat yang bekerja merawat pasien mengalami penyakit akut. Penelitian tersebut menunjukkan temuan lain juga, yaitu adanya korelasi positif dengan kesehatan mental, coping, kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Banyak sekali penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk membuktikan keterkaitan kecerdasan emosi dengan aspek-aspek psikologis yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan intrapersonal dan interpersonal seorang individu. Kali ini, peneliti ingin mencari kaitan antara kecerdasan emosi dengan self-efficacy yang dikaitkan dengan lingkup keolahragaan, khususnya pada individu yang berkecimpung dalam bidang olahraga (terutama olahraga Bola Voli) yang masih berusia remaja. Dalam kaitannya dengan teori Kecerdasan Emosi, Goleman (2001) menyatakan pendapatnya bahwa ada kaitan yang erat antara pengetahuan tentang diri sendiri dan rasa percaya diri. Dalam buku tersebut dikatakan pula bahwa yang erat kaitannya dengan rasa percaya diri, penilaian positif tentang kemampuan kerja diri sendiri. Sebagaimana yang dikatakan Goleman diatas, bahwa pengetahuan diri erat kaitannya dengan rasa percaya diri. Goleman (2001) menegaskan bahwa Kecerdasan Emosi menentukan potensi kita untuk mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya : mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, mengenali emosi orang lain/ empati, motivasi diri dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain. Dalam kaitannya, terdapat aspek-aspek dari Kecerdasan Emosi yang berkesinambungan dengan aspek-aspek self-efficacy yang memiliki aspek-aspek yaitu : pengalaman vikarius, pengalaman orang lain, persuasi verbal, dan tingkat afektif dan fisiologis.

Dengan pengetahuan tersebut di atas dapat dipaparkan bahwa aspek mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain dari Kecerdasan Emosi dapat membantu seseorang untuk belajar dari pengalaman orang lain yang merupakan aspek self-efficacy. Kemudian aspek mengenali emosi diri dan memotivasi diri akan membantu seseorang mengingat kembali pengalaman vikariusnya. Aspek motivasi diri dan mengelola emosi akan dapat membantu self-efficacy dalam hal persuasi verbal. Kemudian untuk terbentuknya tingkat afektif yang kondusif bagi atlet yang akan bertanding, aspek mengenali emosi dan mengelola emosi akan membantunya. Selain juga dari persiapan fisik yang akan menunjang kondisi fisiologisnya. Dalam beberapa pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada anggota atlet MVC ini, peneliti melihat bahwa anggota MVC tampak menunjukkan sikap yang berbeda saat bertanding di lapangan dan saat sebelum melakukan perandingan. Para atlet terutama atlet perempuan sering sekali berkomentar kurang puas mengenai kondisi fisik mereka setelah jadwal rutin latihan. Saat akan bertanding atau di sela pertandingan mereka sering mengungkapkan rasa pesimis mereka terhadap pertandingan tersebut dan persuasi verbal dari pelatih pun sering mereka abaikan. Namun, yang diherankan mereka sering sekali lolos dalam kualifikasi dan memenangkan pertandingan walaupun sering bersikap pesimis. Dalam pengamatan tersebut peneliti ingin meneliti Kecerdasan Emosi dan Self-Efficacy dari para atlet MVC ini. B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan self-efficacy pada Atlet (khususnya Atlet Bola Voli MVC)? C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan keyakinan akan kemampuan diri atlet, khususnya atlet Bola Voli Malang Volleyball Club (MVC).

D. Manfaat Penelitian 1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi perkembangan sekaligus bidang psikologi olahraga dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada serta dapat memberi gambaran mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan keyakinan akan kemampuan diri (self-efficacy) pada atlet Bola Voli khususnya yang berusia remaja. 2. Dalam segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi mengenai bagaimana kecerdasan emosi dan keyakinan akan kemampuan diri (self-efficacy) atlet dapat mempengaruhi keberhasilan dan prestasi suatu tim olahraga kepada masyarakat dan khususnya kepada para atlet yang masih berusia remaja, para pelatih, pemerhati olahraga yang ada di Malang Raya.