BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
STATUS KESEHATAN DAN KETERATURAN PEMANFAATAN LAYANAN INFERTILITAS HEALTH STATUS AND REGULARITY UTILIZATION OF THE INFERTILITY SERVICE

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memperoleh keturunan merupakan salah satu dari tujuan pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Tekanan psikologis dan kekhawatiran tentang infertilitas memiliki efek

BAB 1 PENDAHULUAN % jumlah penduduk mengalami infertilitas. Insidensi infertilitas meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah kondisi yang dialami oleh pasangan suami istri. yang telah menikah minimal 1 tahun, melakukan hubungan sanggama

BAB 1 PENDAHULUAN. Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

Aborsi dan Kegagalan Kontrasepsi IUD 1

BAB I PENDAHULUAN. Stres karena infertilitas berbeda dari stres yang lain. Pasangan infertil menderita stres

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesuburan atau infertilitas (Agarwa et al, 2015). Infertil merupakan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN IBU HAMIL DENGAN KETERATURAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

BAB I PENDAHULUAN. penyakit pada wanita lebih banyak dihubungkan dengan fungsi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan. suami-istri yang telah menikah selama satu tahun atau

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami istri pada hakikatnya ingin. memiliki anak sebagai tujuan dan aspek penting dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Folikel antral adalah folikel kecil - kecil berukuran 2-8 mm yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker merupakan istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal,

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. bersiap-siap mengakses dan menangani klien-klien lansia. Terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

PELAYANAN KEPERAWATAN KESEHATAN PEREMPUAN SEBAGAI BAGIAN DARI PELAYANAN KESEHATAN KEPADA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

PENDAHULUAN. Kondisi fisik manusia sangat mempengaruhi penilaian orang lain dan penilaian diri sendiri. Salah

BAB I PENDAHULUAN. ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

Peran Petugas Kesehatan dalam Skrining dan Identifikasi Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 21

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia khususnya di Afrika dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

BAB I PENDAHULUAN. hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kesehatan fisik

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang. Berdasarkan laporan regional World Health Organzation (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. oleh para pelayanan yang sensitif terhadap kebutuhan remaja. Seringnya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman

BAB I PENDAHULUAN dan 2000, kelompok umur tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta

BAB I PENDAHULUAN. tuba falopi kemudian berimplantasi di endometrium. (Prawiroharjho, ketidakpuasan bagi ibu dan bayinya (Saifuddin. 2000).

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin cepat, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Komnas perempuan tahun 2014 yang dirilis pada 6 Maret Jumlah kasus

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah

KESEHATAN REPRODUKSI. Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang cukup banyak mengganggu masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan medis. Keberadaan sebuah rumah sakit harus mampu memberikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. World Health

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit pada sistem reproduksi yang menyebabkan kematian yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perempuan ingin menghadapi kelahiran dengan aman dan nyaman. Continuity

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. satu tahun mencoba kehamilan dengan melakukan hubungan seksual secara

BAB 1 PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Aisah, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. istimewa dalam kehidupan seorang calon ibu. Setiap pasangan menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi sangat penting artinya, kesehatan reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional mencakup upaya peningkatan semua segi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor jasa yang begitu cepat diantaranya dipicu oleh berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan. kesejahteraan diri serta keluarganya (KKI, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health. KTP di Indonesia berjumlah kasus dan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. terakhir ini diketahui bahwa terdapatnya kecendrungan masyarakat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, terdiri dari pulau-pulau yang tersebar di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Budaya Indonesia menunjukkan pentingnya nilai anak di dalam keluarga. Anak sebagai penerus, dan penyumbang sosial dan ekonomi keluarga. Permasalahan infertilitas tidak saja merupakan masalah ginekologi, akan tetapi menjadi masalah kesehatan yang serius karena seringkali permasalahan tersebut berdampak pada kualitas hidup pasangan tidak hanya pada fisik, akan tetapi berdampak terhadap psikologis, sosial maupun ekonomi dari individu dan pasangan (Louis et al, 2013; Gokler et al, 2014). Budaya patriarkhi yang masih kental di Indonesia khususnya di masyarakat Jawa mengganggap tabu permasalahan infertilitas, bias gender menjadi salah satu faktor yang menghambat pasangan mendapatkan layanan kesehatan infertilitas. Perempuan menjadi pihak yang banyak dirugikan dalam hal infertilitas, stigma masyarakat memandang jika pasangan belum memiliki keturunan maka perempuanlah yang dianggap bersalah. Pengambilan keputusan untuk memanfaatkan layanan infertilitas bergantung kepada suami (Dermatoto, 2008). Permasalahan infertilitas di negara berkembang menjadi kompleks karena pengendalian laju pertambahan penduduk masih menjadi fokus program Keluarga Berencana. Layanan infertilitas relatif mahal sementara prioritas pemenuhan kebutuhan hidup yang lain lebih utama (Petitpierre, 2014). Kejadian perempuan yang mengalami infertil di Indonesia sekitar 15% pada usia 30-34 tahun, meningkat 30% pada usia 35 39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun. Prevalensi terjadinya infertilitas pada Pria di Amerika Serikat sekitar 12% (Louis, 2013). 40% penyebab infertilitas adalah dari pria, 40% dari perempuan, 10% dari keduanya dan 10% lagi tidak diketahui (Maryanta, 2012). National Health Statistik Report (2014) di Amerika menujukkan hanya 12% dari perempuan berusia 15-44 tahun atau pasangannya menggunakan layanan infertilitas dan memanfaatkan layanan konseling, pemeriksaan, pengobatan, 1

tindakan medis untuk memperoleh kehamilan (Chandra, 2014). Faktor yang menghambat dalam usaha memperoleh akses layanan infertilitas diantaranya 40% perempuan mengalami kekhawatiran dan ketakutan saat datang ke pelayanan kesehatan infertilitas, 61% mengatakan ketakutannya tentang diagnosis infertil, 14 % takut akan pemeriksaan alat reproduksi, 13% merasa malu, 5% khawatir terkait pembiayaan, 4% pernah mengalami atau mendengar tentang pelayanan yang tidak menyenangkan, dan 3% menjawab karena faktor lain yaitu kepercayaan pasangan terhadap layanan masih renda, anggapan bahwa anak merupakan rejeki dari Tuhan sehingga tidak perlu pengobatan, tingginya tingkat beralih ke layanan lain karena kegagalan terapi, jumlah dan lokasi klinik terbatas, kurang baiknya sistem rujukan (Bennett et al, 2012). Tingginya tingkat keberalihan layanan ditunjukkan sekitar 76 % perempuan yang berkonsultasi dengan dokter Obsgyn mengaku telah berpindah 1-3 kali untuk mendapatkan terapi infertilitas. Alasan terbanyak (32%) adalah karena pengobatan oleh dokter yang pertama dianggap tidak berhasil, sebanyak 18% pasien mancari second opinion, memperoleh informasi lain tentang dokter yang lebih baik (13%), merasa tidak cocok dengan dokter pemberi layanan, berpindah tempat tinggal (6%), menginginkan dokter yang lebih modern (5%), merasa dokter yang pertama tidak mendengarkan keluhannya (5%) dan faktor lain (6%) (Bennett et al, 2012). Hal tersebut secara langsung akan mempengaruhi keberlanjutan terapi yang sudah diberikan oleh dokter pada kunjungan sebelumny. Usia rata-rata pernikahan perempuan di Indonesia adalah 26 tahun dan usia rata-rata perempuan pada kunjungan pertama ke pelayanan infertilitas adalah 28 tahun. Sedangkan rata-rata lama pasangan berkunjung ke pelayanan infertilitas adalah 25 bulan, dan yang terbanyak adalah 12 bulan setelah menikah (Bennett et al, 2012). Fertilitas pada perempuan akan menurun secara bertahap hingga usia 37 tahun, setelah kondisi sebelumnya mengalami naik turun (Evers, 2012). Umumnya perempuan yang telah menikah paling lama 2 tahun lebih dari 90 % akan hamil dan jika tidak maka patut dicurigai adanya gangguan dalam fungsi reproduksi. Seiring bertambahnya usia tatalaksana secara medis akan lebih kompleks dibandingkan dengan pasangan infertil yang 2

3 sedini mungkin mendapatkan terapi infertilitas, sehingga biaya terapi cenderung meningkat. Faktor pembiayaan tersebut dapat mempengaruhi keberlanjutan terapi pada pasangan infertil karena tindakan dan terapi infertilitas tidak masuk dalam jaminan kesehatan. Status kesehatan menjadi faktor penting dalam peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Bukti menunjukkan bahwa status kesehatan yang lebih rendah dari populasi secara langsung menyebabkan peningkatan pemanfaatan semua jenis layanan kesehatan baik kunjungan ke klinik, dokter, dan rumah sakit (Saragih dkk, 2013). Layanan kesehatan tidak lepas dari kontrol pemerintah dalam upaya peningkatan derajat kesehatan msayarakat. Undang-undang No 61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi menyebutkan bahwa dari lingkup pelayanan kesehatan reproduksi yang menjadi isu yang penting beberapa diantaranya yaitu masalah kesehatan ibu, infertilitas dan aborsi. Infertilitas dan aborsi menjadi isu penting karena sangat terkait dengan aspek etiko legal. Pemerintah telah mengatur tentang reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah. Dengan demikian perhatian pemerintah merupakan salah satu upaya untuk mendukung dan melindungi hak setiap orang berhak untuk mendapatkan keturunan, termasuk juga hak untuk tidak mendapatkan keturunan, hak untuk hamil atau tidak hamil, menentukan jumlah anak yang diinginkan serta memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif dan terjangkau. Kesehatan merupakan interaksi dari berbagai faktor internal seperti faktor fisik, psikis dan karakteristik individu maupun faktor eksternal mencakup faktor sosial, budaya, lingkungan fisik, politik dan ekonomi. Kesinambungan pemanfaatan layanan kesehatan merupakan perilaku kesehatan yang diharapkan muncul sebagai bentuk minat individu terhadap kepentingan kesehatannya untuk peningkatan kualitas hidupnya dan didukung adanya dukungan sosial dari masyarakat serta kemudahan akses tentang kesehatan (Maulana, 2014). Banyaknya fenomena pasangan infertilitas menunda kunjungan ke layanan infertilitas dan tingginya angka keberalihan yang menyebabkan tidak

4 teraturnya kunjungan ke layanan kesehatan menarik peneliti untuk lebih dalam menggali tentang hubungan faktor sosial budaya, status kesehatan dan kualitas layanan dengan pemanfaatan layanan infertilitas di klinik Sekar Moewardi sebagai klinik fertilitas yang memberikan layanan terkait masalah infertilitas. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah faktor sosial budaya berhubungan dengan keteraturan pemanfaatan layanan infertilitas? a. Apakah dukungan keluarga berhubungan dengan keteraturan pemanfaatan layanan infertilitas? b. Apakah pengetahuan berhubungan dengan keteraturan pemanfaatan layanan infertilitas? c. Apakah sikap terhadap stigma berhubungan dengan keteraturan pemanfaatan layanan infertilitas? d. Apakah inisiatif pengobatan berhubungan dengan keteraturan pemanfaatan layanan infertilitas? e. Apakah pengambilan keputusan berhubungan dengan dengan? 2. Apakah status kesehatan perempuan infertil berhubungan dengan? 3. Apakah kualitas layanan berhubungan dengan keteraturan pemanfaatan layanan infertilitas? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Menganalisis hubungan faktor sosial budaya, status kesehatan dan kualitas layanan dengan 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis hubungan faktor sosial budaya dengan pemanfaatan layanan infertilitas

5 1) Menganalisis hubungan antara dukungan keluarga dengan 2) Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan keteraturan pemanfaatan layanan infertilitas 3) Menganalisis hubungan antara sikap terhadap stigma dengan 4) Menganalisis hubungan antara inisiatif pengobatan dengan 5) Menganalisis hubungan antara pengambilan keputusan dengan b. Menganalisis hubungan antara status kesehatan perempuan infertil terhadap pemanfaatan layanan infertilitas c. Menganalisis hubungan antara kualitas layanan dengan pemanfaatan layanan infertilitas D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan data dasar yang berguna untuk melakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan pemanfaatan layanan infertilitas 2. Manfaat Praktis a. Perempuan infertil Memberikan informasi kepada pada pasangan infertil khususnya perempuan terkait berbagai faktor yang dapat memengaruhi terhadap keteraturan pemanfaatan layanan kesehatan, sehingga dapat menimbulkan kesadaran untuk meningkatkan keteraturannya dalam memanfaatkan layanan b.klinik Sekar Moewardi Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada pimpinan dan tenaga kesehatan di klinik fertilitas untuk lebih memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keketeraturan perempuan infertil dalam memanfaatkan layanan, diantaranya faktor

6 sosial budaya, status kesehatan dan kualitas layanan, sehingga dapat memberikan asuhan secara komprehensif dan meningkatkan keteraturan pemanfaatan layanan.