BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja merupakan dampak kurang taatnya pada asas pedoman normatif, atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Tenaga kerja adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengawasan dilakukan oleh seorang pimpinan adalah untuk mengawasi pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS. para pegawai. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang dapat memberikan

BAB II KAJIAN TEORI. Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan norma-norma atau aturan-aturan yang telah ditetapkan. Menurut Siagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengelola, pengelolaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Disiplin berasal dari kata disple yang artinya patuh, patuh baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Menurut Rivai dalam bukunya yang berjudul manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan (2009;2) menyatakan :

II. TINJAUAN PUSTAKA. dorongan untuk bekerja, kerjasama dan koordinasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, pastinya manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Disiplin Kerja Pengertian Disiplin Kerja Disiplin kerja merupakan fungsi operatif keenam dari Manajemen

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bisma, Vol 1, No. 6, Oktober 2016 INDIKATOR-INDIKATOR KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA HOTEL KINI DI PONTIANAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS. pembentukan kerangka pemikiran untuk perumusan hipotesis.

II. LANDASAN TEORI. seluruh faktor yang terdapat di perusahaan. Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen pada dasarnya dibutuhkan oleh semua perusahaan. atau organisasi, karena tanpa semua usaha ataupun kegiatan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut rivai (2004) bahwa Disiplin adalah suatu alat yang digunakan para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebaiknya meninjau terlebih dahulu pengertian manajemen itu sendiri. Manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu yang dapat menjadi landasan untuk penelitian yang sekarang

BAB I PENDAHULUAN. ada di daerahnya. Pembangunan daerah sebagai pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten sesuai dengan SK 345/KPTS/DIR/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bisma, Vol 1, No. 8, Desember 2016 FAKTOR-FAKTOR DISIPLIN KARYAWAN PADA CREDIT UNION MURA KOPA BALAI KARANGAN

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) kesuksesan suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi. mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata disiplin itu berasal dari bahasa latin discipline yang berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kepada keputusan-keputusan, peraturan-peraturan dan nilai-nilai tinggi dari

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis disiplin berasal dari kata inggris yaitu disciple yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi karena disiplin kerja akan mempengaruhi produktivitas kerja pegawai. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. telah di tentukan bersama. Setiap organisasi pastilah memiliki tujuan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia. 1. Menurut Tulus dalam Suharyanto dan Hadna (2005:16);

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengoptimalkan segenap sumber daya yang mereka miliki guna mempertahankan

BAB II BAHAN RUJUKAN

Bisma, Vol 1, No. 3, Juli 2016 KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA RESTORAN DAN ISTANA KUE CITA RASA DIPONTIANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. karyawan dengan fungsi-fungsi organisasi lainnya. Komunikasi merupakan sarana

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Disiplin Kerja Pegawai. kehidupan kelompok atau organisasi, baik organisasi formal maupun non

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatakan kesadaran dan kesediaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. A. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. Menurut Kaswan (2012) manajemen sumber daya manusia (MSDM)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Camat, Tugas, dan Fungsinya. Menurut Undang-Undang no 23 Tahun 2014 pasal 224 ayat (1) menyebutkan

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Bisma, Vol 1, No. 5, September 2017 KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA CV JAYA RAYA DI NGABANG

Bisma, Vol 1, No. 8, Desember 2016 FAKTOR-FAKTOR KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA CREDIT UNION KELING KUMANG TP KANTOR PUSAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara kerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Keith Davis ( 2007 ) mengemukakan bahwa : Dicipline is management action

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.2 Faktor-faktor Disiplin Kerja Menurut Singodimenjo dalam Sutrisno (2011:86) bahwa hal yang

ABSTRAK. Petrus Program Studi Manajemen STIE Widya Dharma Pontianak

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Disiplin Kerja. penguasaan diri dengan tujuan menahan impuls yang tidak diinginkan, atau untuk

BAB II LANDASAN PUSTAKA. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Disiplin Kerja. Disiplin berasal dari bahasa latin "disciple" yang berarti pengikut, atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan sebelumnya. Apabila secara formal dalam organisasi maka proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Sikap disiplin kerja yang dimiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PENELITIAN DAN HIPOTESIS

LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Prestasi Kerja dan Indikatornya. memberikan dampak yang positif terhadap organisasi, antara lain

BAB II LANDASAN TEORI. karyawan itu sendiri yang menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II URAIAN TEORITIS. judul penelitian Pengaruh Deskripsi Kerja dan Kompensasi Terhadap Prestasi

BAB I PENDAHULUAN. yang tersedia. Manajemen sumber daya manusia secara sederhana dapat diartikan. daya manusia secara optimal dalam suatu organisasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bisma, Vol 1, No. 1, Mei 2016 DISIPLIN KERJA KARYAWAN PADA PT MALINDO PERSADA KHATULISTIWA KARANGAN ESTATE DI KARANGAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran, pendidikan, industri, organisasi sosial bahkan kehidupan sehari - hari.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disiplin 2.1.1 Pengertian Disiplin Kerja Terjadinya kemangkiran (absenteeism) yang berlebihan pada diri tenaga kerja merupakan dampak kurang taatnya pada asas pedoman normatif, atau kurangnya pengertian dan kesadaran dari tenaga kerja betapa pentingnya masuk kerja secara tertentu. Untuk memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang sesuai dengan pedoman normatif yang berlaku, manajemen bijaksana perlu memberikan peringatan, penskoran tanpa kompensasi, dan pemberhentian hubungan kerja untuk hal yang amat drastis dan spontanitas. Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menataati semua peraturan perusahaan dan norma-norma social yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang secara sukarela menataati semua pertauran dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, sedangkan kesediaan adalah suatu sikap tingkah laku dan perbuautan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak (Hasibuan, 2009:193). Disiplin merupakan keadaan yang menyebabkan atau memberikan dorongan kepada karyawan untuk berbuat dan melakukan segala kegiatan sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan yang telah ditetapkan. Menurut Siagian (2004:305), disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan perkataan lain, pendisiplinan tenaga kerja adalah suatu bentuk pelatihan yang 16

berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku tenaga kerja sehingga tenaga kerja tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para tenaga kerja yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya. Hasibuan (2009) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku (Rivai. 2009:825). 1. Sikap adalah mental dan perilaku karyawan yang bersal dari kesadaran atau kerelaan dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas dan peraturan perusahaan. 2. Tangggung jawab adalah kemampuan dalam menjalankan tugas dan peraturan perusahaan. 3. Norma adalah kemampuan karyawan untuk memahami sepenuhnya pertauran yang berlaku sebagai suatu acuan dalam bersikap dan mengetahui tujuan dan manfaat dari peraturan tersebut. Agar kelangsungan perusahaan terjaga dan produktivitas mencapai target yang diharapkan, para tenaga kerja perlu memperoleh pembinaan disiplin kerja yang langgeng dan merupakan fungsi yang harus dilaksanakan manajemen tenaga kerja maupun manajemen pada semua perusahaan. 17

Menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2011:129) mengemukakan bahwa Dicipline is management action to enforce organization standars. Berdasarkan pendapat Keith Davis, disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan menajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Seorang karyawan yang dikatakan memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan konsekuen, konsisten, taat, bertanggung jawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya. Banyak problem yang dihadapi dalam memahami motif yang terbentuk dalam diri setiap tenaga kerja. Dengan demikian amat sulit menerapkan disiplin terhadap pekerjaan bagi setiap tenaga kerja. Dengan demikian, disiplin kerja para tenaga kerja diharapkan terus dibina dan ditegakkan. 2.1.2 Tujuan Disiplin Kerja Secara umum dapat disebutkan bahwa tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai dnegan motif perusahaan. Disiplin kerja adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional (Handoko 2004:208). Menurut Sastrohadiwiryo (2002:292) secara khusus tujuan pembinaan disiplin kerja para tenaga kerja, antara lain: 1. Agar para tenaga kerja menepati segala perturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen. 2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang 18

berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya. 3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya. 4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan 5. Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 2.1.3 Bentuk-bentuk Disiplin Kerja Menurut Rivai (2008:825), terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin kerja, yaitu: 1. Disiplin retributive (retributive discipline), yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah 2. Disiplin korektif (corrective discipline), yaitu berusaha membantu karyawan mengkoreksi perilakunya yang tidak tepat 3. Perspektif hak-hak individu (individual rights perspective), yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakantindakan disipliner 4. Perspektif utilitarian (utilitarian perspective), yaitu berfokus kepada penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya. 19

2.1.4 Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Disiplin Kerja Tujuan utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para karyawan yang melanggar norma-norma perusahaan adalah memperbaiki dan mendidik para karyawan yang melakukan pelanggaran disiplin. Menurut Mangkunegara (2011:131), pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar disiplin dengan memberikan peringatan, harus segera, konsisten, dan impersonal. a. Pemberian peringatan Pegawai yang melanggar disiplin kerja perlu diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Tujuan pemberian peringatan adalah agar pegawai yang bersangkutan menyadari pelanggran yang telah dilakukannya. Di samping itu pula surat peringatan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan penilaian kondite pegawai. b. Pemberian Sanksi Harus Segera Pegawai yang melanggar disiplin harus segera diberikan sanksi yang sesuai dengan peraturan organisasi yang berlaku. Tujuannya, agar pegawai yang bersangkutan memahami sanksi pelanggaran yang berlaku di perusahaan. Kelalaian pemberian sanksi akan memperlemah disiplin yang ada. Di samping itu, memberi peluang pelanggar untuk mengabaikan disiplin perusahaan. c. Pemberian Sanksi Harus Konsisten Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus konsisten. Hal ini bertujuan agar pegawai sadar dan menghargai peraturan- 20

peraturan yang berlaku pada perusahaan. Ketidakkonsistenan pemberian sanksi dapat mengakibatkan pegawai merasakan adanya diskriminasi pegawai, ringannya sanksi, dan pengabaian disiplin. d. Pemberian Sanksi Harus Impersonal Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan pegawai, tua muda, pria-wanita, tetap diberlakukan sama sesuai dengan pepraturan yang berlaku. Tujuannya agar pegawai menyadari bahwa disiplin kerja berlaku untuk semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di perusahaan. Pada umumnya sebagai pegangan manajer meskipun tidak mutlak, tingkat dan jenis disiplin kerja terdiri atas sanksi disiplin berat, sanksi disiplin sedang dan sanksi disiplin ringan (Rivai 2009 :831). 1. Sanksi disiplin berat Sanksi disiplin berat misalnya: a. Demosi jabatan yang setingkat lebih rendah dari jabatan/pekerjaan yang diberikan sebelumnya b. Pembebasan dari jabatan/pekerjaan yang dijadikan sebagai karyawan biasa bagi yang memegang jabatan c. Pemutusan hubungan kerja dengan hormat atas permintaan sendiri karyawan yang bersangkutan d. Pemutusan hubungan kerja tidak hormat sebagai karyawan di perusahaan. 21

2. Sanksi disiplin sedang a. Penundaan pemberian kompensasi yang sebelumnya telah dirancangkan sebagaimana karyawan lainnya b. Penurunan upah sebesar satu kali upah yang biasanya diberikan, harian, mingguan, atau bulanan c. Penundaan program promosi bagi karyawan yang bersangkutan pada jabatan yang lebih tinggi. 3. Sanksi disiplin ringan a. Teguran lisan kepada karyawan yang bersangkutan b. Teguran tertulis c. Pernyataan tidak puas secara tertulis 2.1.5 Faktor-Faktor Disiplin Kerja Perusahaan sulit mencapai tujuannya, jika karyawan tidak mematuhi peraturan-peraturan yang ada. Disiplin suatu perusahaan dikatakan baik, jika karyawan mentaati perturan-peraturan yang ada. Peraturan itu sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan. Karena dengan taat tertib karyawan yang baik, maka semangat, moral kerja, efisiensi dan efektivitas kerja karyawan meningkat. Untuk mengetahui lebih jelas tentang disiplin kerja, lebih lanjut menurut Hasibuan (2009:195) perlu dipahami faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan pada suatu perusahaan, adalah: 22

1. Tujuan dan kemampuan Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat disiplin karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada seseorang karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan. Tetapi jika pekerjaan itu diluar kemampuannya atau itu jauh dibawah kemampuannya, maka kesungguhan dan disiplin karyawan akan rendah. Disini letak pentingnya asas the right man in the right place and the right man in the right job. 2. Balas jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi disiplin karyawan, karena balas jasa akan memberikan kepuasaan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Perusahaan harus memberikan balas jasa yang sesuai. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin baik apabila balas jasa yang mereka dapatkan kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarganya. 3. Teladan pimpinan Dalam menentukan disiplin kerja karyawan maka pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh para bawahannya. 23

4. Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Pimpinan atau manajer yang cakap dalam kepemimpinannya selalu bersikap adil terhadap semua bawahannya, karena dia menyadari bahwa dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. 5. Waskat Waskat (pengawasan ketat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan, karena dengan waskat ini, berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. 6. Sanksi hukuman Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Berat ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan indisipliner, bersifat mendidik dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisilinan dalam perusahaan. 24

7. Ketegasan Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pimpinan akan dapat memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan. 8. Hubungan kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Pimpinan atau manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal mamupun horizontal diantara semua karyawannya. Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. 2.2 Pengawasan 2.2.1 Pengertian dan Tujuan Pengawasan Pengawasan mempunyai arti penting bagi setiap perusahaan. Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Tery (2006:395) mengartikan Pengawasan sebagai mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Simbolon (2004: 61), Pengawasan adalah proses dimana pimpinan ingin mengetahui hasil pelaksanaan 25

pekerjaan yang dilakukan bawahan sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, kebijakan yang telah ditentukan. Pendapat ahli lain, pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standart pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standart yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan (Handoko, 1995:360-361). Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di bawahnya. Menurut Dessler (2005:2) yang dialihbahasakan oleh Eli Tanya menyatakan bahwa Manajemen sumber daya manusia adalah sebuah konsep dan teknik yang dibutuhkan untuk menangani aspek personalia atau sumber daya manusia dari sebuah posisi manajerial, seperti rekrutmen, seleksi, pelatihan, pemberian imbalan, penilaian dan semua kegiatan lain yang selama ini dikenal. Sedangkan menurut Rivai (2009:13), Pengawasan (Controling) sebagai Fungsi Manejerial dalam Manajemen SDM adalah kegiatan mengendalikan pegawai agar mentaati peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana. Bila terjadi penyimpangan atau kesalahan diadakan tindakan perbaikan. Dari beberapa definisi yang dikemukakan tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa pengawasan adalah proses pengamatan yang dilakukan pimpinan 26

untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan pekerjaan dari pegawai-pegawai yang menjadi bawahannya agar pelaksanaan pekerjaan tersebut bisa sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selanjutnya, tujuan utama dari pengawasan yaitu mengusahakan supaya apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Mencari dan memberitahu kelemahankelemahan yang dihadapi. Menurut Simbolon (2004: 62) Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan menurut Silalahi (2003: 181) tujuan dari pengawasan adalah: 1. Mencegah terjadinya penyimpangan pencapaian tujuan yang telah direncanakan. 2. Agar proses kerja sesuai dengan prosedur yang telah digariskan atau ditetapkan. 3. Mencegah dan menghilangkan hambatan dan kesulitan yang akan, sedang atau mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan. 4. Mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya. 5. Mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan. Agar tujuan tersebut tercapai, maka akan lebih baik jika tindakan kontrol dilakukan sebelum terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga bersifat mencegah (preventif control) dibandingkan dengan tindakan kontrol sesudah terjadi penyimpangan (repressive control). Sehingga dapat kita simpulkan bahwa tujuan pengawasan ialah untuk mengetahui dan memahami kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan. Apakah pekerjaan yang dilakukan tersebut berjalan secara efektif dan efisien. Dengan demikian objek pengawasan 27

dapat diketahui kinerjanya, sehingga jika terjadi kesalahan dapat diperbaiki dengan segera. 2.2.2 Jenis - Jenis Pengawasan Menurut Ernie dan Saefullah (2005: 327), jenis pengawasan terbagi atas 3 yaitu: a. Pengawasan Awal Pengawasan yang dilakukan pada saat dimulainya pelaksanaan pekerjaan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan perkerjaan. b. Pengawasan Proses Pengawasan dilakukan pada saat sebuah proses pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan ang ditetapkan. c. Pengawasan Akhir Pengawasan yang dilakukan pada saat akhir proses pengerjaan pekerjaan. Menurut Hasibuan (2005: 248) pengawasan atau pengendalian dikenal atas beberapa macam, yaitu: 1. Pengendalian Intern (Internal control) Pengendalian intern adalah pengendalian yang dilakukan oleh seseorang atasan kepada bawahannya. Cakupan dari pengendalian ini meliputi hal-hal yang cukup luas, baik pelaksanaan tugas, prosedur kerja, kedisiplinan, karyawan, dan lainlain. 28

2. Pengendalian ekstern (external control) Pengendalian ekstern adalah pengendalian yang dilakukan oleh pihak luar. Pengendalian ekstern ini dapat dilakukan secara formal atau informal, misalnya pemeriksaan pembukuan oleh kantor akuntan dan penilaian yang dilakukan oleh masyarakat. 3. Pengendalian resmi (formal control) Pengendalian resmi adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh instansi atau pejabat resmi dan dapat dilakukan secara intern maupun ekstern. Misalnya pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap suatu instansi. 4. Pengendalian konsumen (informal control) Pengendalian informal adalah penilaian yang dilakukan oleh masyarakat atau konsumen, baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya melalui media massa. Dari konsep mengenai macam-macam pengawasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pengawasan terdiri atas pengawasan dari dalam organisasi, pengawasan dari luar organisasi, pengawasan yang dilakukan oleh instansi atau pejabat resmi dan pengawasan atau penilaian yang dilakukan oleh masyarakat ataupun konsumen. 29

2.2.3 Proses Pengawasan Proses pengawasan adalah serangkaian kegiatan dalam melaksanakan pengawasan terhadap suatu tugas atau pekerjaan dalam suatu organisasi. Menurut Kadarman (2001:161) langkah-langkah proses pengawasan yaitu: 1. Menetapkan Standar Karena perencanaan merupakan tolak ukur untuk merancang pengawasan, maka secara logis hal ini berarti bahwa langkah pertama dalam proses pengawasan adalah menyusun rencana. Perencanaan yang dimaksud disini adalah menentukan standar. 2. Mengukur Kinerja Langkah kedua dalam pengawasan adalah mengukur atau mengevaluasi kinerja yang dicapai terhadap standar yang telah ditentukan. 3. Memperbaiki Penyimpangan Proses pengawasan tidak lengkap jika tidak ada tindakan perbaikan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Selanjutnya, proses pengawasan kerja terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan. 30

Griffin, (2004: 167) Menggambarkan langkah-langkah dalam proses pengawasan sebagai berikut: Menetapkan Standar Mengukur Membandingkan Kinerja dengan Standar Menentukan kebutuhan akan tindakan koreksi Mempertahankan Mengoreksi penyimpangan Mengubah standar Gambar 2.1. Langkah-Langkah Dalam Proses Pengawasan Sumber : Griffin, 2004 : 167 Masing-masing langkah ini akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Menetapkan Standar. Control Standard adalah target yang menjadi acuan perbandingan untuk kinerja dikemudian hari. Standar yang ditetapkan untuk tujuan pengawasan harus diekspresikan dalam acuan yang dapat diukur. Strategi pengawasan harus konsisten dengan tujuan organisasi. Dalam penentuan standar, diperlukan pengidentifikasian indikator-indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran kinerja yang menyediakan informasi yang berhubungan langsung dengan objek yang diawasi. Standar bagi hasil kerja karyawan pada umumnya terdapat pada rencana keseluruhan maupun rencana-rencana bagian. Agar standar itu diketahui secara benar oleh karyawan, maka standar tersebut harus dikemukakan dan dijelaskan kepada karyawan sehingga karyawan akan memahami kemana kegiatannya diarahkan dan tujuan apa yang sebenarnya ingin dicapai. 31

2. Mengukur Kinerja Pengukuran kinerja adalah aktivitas konstan dan kontinu bagi sebagian besar organisasi. Agar pengawasan berlangsung efektif, ukuran-ukuran kinerja harus valid. Kinerja karyawan biasanya diukur berbasis kuantitas dan kualitas output, tetapi bagi banyak pekerjaan, pengukuran kinerja harus lebih mendetail. 3. Membandingkan Kinerja dengan Standar Tahap ini dimaksudkan dengan membandingkan hasil pekerjaan karyawan (actual result) dengan standar yang telah ditentukan. Hasil pekerjaan karyawan dapat diketahui melalui laporan tertulis yang disusun karyawan, baik laporan rutin maupun laporan khusus. Selain itu atasan dapat juga langsung mengunjungi karyawan untuk menanyakan langsung hasil pekerjaan atau karyawan dipanggil untuk menyampaikan laporannya secara lisan. Kinerja dapat berada pada posisi lebih tinggi dari, lebih rendah dari, atau sama dengan standar. Pada beberapa perusahaan, perbandingan dapat dilakukan dengan mudah, misalnya dengan menetapkan standar penjualan produk mereka berada pada urutan pertama di pasar. Standar ini jelas dan relatif mudah dihitung untuk menentukan apakah standar telah dicapai atau belum. Namun dalam beberapa kasus perbandingan ini dapat dilakukan dengan lebih detail. Jika kinerja lebih rendah dibandingkan standar, maka seberapa besar penyimpangan ini dapat ditoleransi sebelum tindakan korektif dilakukan. 4. Menentukan Kebutuhan Tindakan Korektif Berbagai keputusan menyangkut tindakan korektif sangat bergantung pada keahlian-keahlian analitis dan diagnotis manajer. Setelah membandingkan kinerja 32

dengan standar, manajer dapat memilih salah satu tindakan : mempertahankan status quo (tidak melakukan apa-apa), mengoreksi penyimpangan, atau mengubah standar. Tindakan perbaikan diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk menyesuaikan hasil pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai dengan standar atau rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk melaksanakan tindakan perbaikan, maka harus diketahui apa yang menyebabkan penyimpangan. Ada beberapa sebab yang mungkin menimbulkan penyimpangan, yaitu : 1. Kekurangan faktor produksi 2. Tidak cakapnya pimpinan dalam mengorganisasi human resources dan resources lainnya dalam lingkungan organisasi 3. Sikap-sikap pegawai yang apatis dan sebagainya Oleh karena itu, dalam proses pengawasan diperlukannya laporan yang dapat menyesuaikan bentuk-bentuk penyimpangan kearah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Maman (2004:338) menyebutkan tiga unsur pokok atau tahapan-tahapan yang selalu terdapat dalam proses pengawasan, yaitu: 1. Ukuran-ukuran yang menyajikan bentuk-bentuk yang diminta. Standar ukuran ini bisa nyata, mungkin juga tidak nyata, umum ataupun khusus, tetapi selama seorang masih menganggap bahwa hasilnya adalah seperti yang diharapkan. 2. Perbandingan antara hasil yang nyata dengan ukuran tadi. Evaluasi ini harus dilaporkan kepada khalayak ramai yang dapat berbuat sesuatu akan hal ini. 33

3. Kegiatan mengadakan koreksi. Pengukuran-pengukuran laporan dalam suatu pengawasan tidak akan berarti tanpa adanya koreksi, jikalau dalam hal ini diketahui bahwa aktivitas umum tidak mengarah ke hasil-hasil yang diinginkan. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa proses pengawasan dilakukan berdasarkan beberapa tahapan yang harus dilaksanakan: 1) Menetapkan standar pelaksanaan (perencanaan) Sehingga dalam melakukan pengawasan manajer mempunyai standard yang jelas. 2) Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan Mengukur kinerja pegawai, sejauh mana pegawai dapat menerapkan perencanaan yang telah dibuat atau ditetapkan perusahaan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya secara optimal. 3) Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standard dan penganalisa penyimpangan-penyimpangan 4) Pengambilan tindakan koreksi Melakukan perbaikan jika ditemukan penyimpangan yang terjadi. 2.2.4 Tehnik Pengawasan Pengawasan dapat dilakukan dengan mempergunakan cara-cara sebagai berikut : 1. Pengawasan langsung, dilakukan oleh manajer pada waktu kegiatan-kegiatan sedang berjalan. Pengawasan langsung dapat berbentuk : a. Inspeksi langsung b. Observasi ditempat (on the spot observation) 34

c. Laporan ditempat (on the spot report), berarti penyampaian keputusan ditempat bila diperlukan. 2. Pengawasan tidak langsung Pengawasan dari jarak jauh melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan ini dapat berbentuk : a. Laporan tertulis b. Laporan lisan. (Lubis, 1985: 163) 2.3 Produktivitas 2.3.1 Pengertian Produktivitas Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu ukuran perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategik dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Tenaga kerja adalah manusia yang merupakan faktor produksi yang dinamis memiliki kemampuan berpikir dan motivasi kerja, apabila pihak manajemen perusahaan mampu meningkatkan motivasi mereka, maka produktivitas kerja akan meningkat. Menurut Mangkunegara (2011:156) produkstivitas kerja dapat diartikan sebagai hasil kongkrit (produk) yang dihasilkan oleh individu maupun kelompok, selama satuan waktu tertentu dalam suatu proses kerja. Produktivitas kerja menunjukkan tingkat kemampuan pegawai dalam mencapai hasil (output), terutama dilihat dari sisi kualitasnya. Dalam hal ini, semakin tinggi produk yang dihasilkan dalam waktu yang semakin singkat dapat dikatakan bahwa tingkat produktivitasnya mempunyai nilai yang tinggi. 35

Produktivitas dapat diartikan sebagai ratio antara hasil karya nyata (output) dalam bentuk barang dan jasa, dengan masukan (input) yang sebenarnya. Produktivitas dapat diukur dengan dua standar utama, yaitu: produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Produktivitas fisik diukur dari aspek kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan produktivitas nilai diukur atas dasar nilai-nilai kemampuan, sikap, disiplin, motivasi, dan komitmen terhadap pekerjaan. Anaroga (1992:17) dalam Yuniarsih (2009) menjelaskan bahwa produktivitas kerja menunjukkan tingkat efisiensi proses menghasilkan dari sumber daya yang digunakan, yang berkualitas lebih baik dengan usaha yang sama. Masalah produktivitas kerja tidak dapat terlepas dari hak setiap tenaga kerja untuk kesempatan kerja demi kehidupan yang layak sebagai manusia. Hak untuk menikmati kehidupan yang layak bagi tenaga kerja tidak mungkin dapat diperoleh tanpa jaminan atau upah yang cukup dengan didukung oleh adanya produktivitas tenaga kerja yang tinggi. 2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Menurut Ravianto (1986:20), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan adalah sebagai berikut : a. Motivasi Pimpinan perusahaan perlu mengetahui produktivitas kerja dari anggota perusahaan (karyawan). Dengan mengetahui motivasi itu maka pimpinan dapat mendorong karyawan bekerja lebih baik. 36

b. Pendidikan Pada umumnya seseorang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai produktivitas kerja yang lebih baik, dengan demikian ternyata merupakan syarat yang penting dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Tanpa bekal pendidikan mustahil orang akan mudah dalam mempelajari hal-hal yang bersifat baru didalam cara atau suatu system kerja. c. Disiplin kerja Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Disiplin kerja mempunyai hubungan yang sangat erat dengan motivasi. Kedisiplinan dengan suatu latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap produktivitas kerja karyawan. d. Keterampilan Keterampilan banyak pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan dalam perusahaan dapat ditingkatkan melalui training, kursus-kursus dan lain-lain. e. Sikap etika kerja Sikap seseorang atau kelompok orang dalam membina hubungan yang serasi, selaras dan seimbang didalam kelompok itu sendiri maupun dengan kelompok lain. Etika dalam hubungan itu sendiri sangat penting karena dengan tercapainya hubungan yang selaras dan serasi serta seimbang antara perilaku dalam proses produksi akan meningkatkan produktivitas kerja. 37

f. Gizi dan kesehatan Daya tahan tubuh seseorang biasanya dipengaruhi oleh gizi dan makanan yang didapat, dengan itu akan mempengaruhi kesehatan karyawan, dengan semua ini akan berengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan. g. Tingkat penghasilan. Penghasilan yang cukup berdasarkan prestasi kerja karyawan karena semakin tinggi prestasi karyawan akan makin besar upah yang diterima. Dengan itu maka akan memberikan semangat kerja tiap karyawan untuk memacu prestasi sehingga produktivitas kerja karyawan akan tercapai. h. Lingkungan kerja dan iklim kerja Lingkungan kerja dari karyawan disini termasuk hubungan kerja antara karyawan. Hubungan dengan pimpinan, suhu, serta lingkungan kerja, penerangan dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari perusahaan karena sering karyawan enggan bekerja karena tidak ada kenampakan dalam kelompok kerja atau ruang kerja yang menyenangka. Hal ini akan mengganggu kerja karyawan. i. Teknologi Dengan adanya kemajuan teknologi meliputi peralatan yang semakin otomatis dan canggih, akan dapat mendukung tingkat produksi dan mempengaruhi manusia dalam melakukan pekerjaan. j. Sarana produksi Faktor-faktor produksi harus memadai dan saling mendukung dalam proses produksi 38

k. Jaminan sosial Perhatian dan pelayanan perusahaan kepada setiap karyawan, menunjang kesehatan dan keselamatan. Dengan harapan agar karyawan semakin bergairah dan mempunyai semangat untuk bekerja. l. Manajemem Dengan adanya manajemen yang baik, maka karyawan akan berorganisasi dengan baik, dengan demikian produktivitas kerja karyawan akan tercapai. m. Kesempatan berprestasi Setiap orang dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Dengan diberikannya kesempatan berprestasi maka karyawan akan meningkatkan produksinya. Disamping itu menurut Sinungan (1997:78), faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas antara lain : a. Pekerjaan yang membutuhkan minat Segala suatu pekerjaan yang dilakukan dengan keinginan atau minat yang baik akan mempengaruhi produktivitas kerja mereka. b. Partisipasi pada keputusan yang mempengaruhi pekerjaan Apabila karyawan berpartisipasi baik dalam perusahaan maka segala pekerjaan yang diinginkan dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. 39

c. Kompensasi tidak langsung Biasanya orang akan semangat dalam bekerja karena merasa diberi kesenangan dan kesejahteraan melalui tunjangan-tunjangan dari perusahaan. d. Pengawasan yang berkompeten Suatu pekerjaan akan berhasil dengan baik dan sesuai dengan standard setelah pengawasan dilakukan oleh pimpinan. Dimana karyawan akan melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya tanpa malas-malas. e. Kesempatan pengakuan diri Karyawan akan merasa puas dan merasa terhormat apabila dalam perusahaan memperoleh pengakuan adanya diri karyawan. Dimana dengan adanya pengakuan diri, karyawan akan merasa nyaman dalam bekerja. 2.3.3 Metode Pengukuran Produktivitas Pengukuran produktivitas digunakan sebagai sasaran untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi. Manfaat lain adalah untuk menentukan target atau tujuan yang hendak dicapai dalam memberikan informasi mengenai tenaga kerja sebagai pelaksana produksi dan efektivitas sarana serta peralatan produksi. Menurut Ravianto (1986:21), mengemukakan produktivitas kerja sebagai suatu konsep yang menunjukan adanya keterkaitan antara hasil kerja dengan satuan waktu, dimana terdapat 2 macam alat pengukuran yaitu: a. Physical Productivity Yaitu mengukur produktivitas secara kualitatif seperti ukuran panjang, berat, banyaknya unit, waktu dan banyaknya tenaga kerja 40

b. Value Productivity Yaitu pengukuran produktivitas dengan menggunakan nilai uang seperti rupiah, dolar, dan lain-lain. Sinungan (2003:23), berpendapat bahwa secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda : 1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang tingkatannya. 2. Perbandingan pelaksanaan antara suatu unit (perorangan, seksi dan proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian relatif. 3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya. Inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan. Dengan adanya pengukuran produktivitas dapat diketahui karyawan yang produktivitasnya menurun atau meningkat, sehingga perusahaan dapat menentukan kebijaksanaan yang tepat bagi karyawannya. Pengukuran produktivitas tenaga kerja digunakan dalam penelitian ini yaitu jumlah produk yang dihasilkan karyawan selama satu tahun. Pengukuran produktivitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Produktivitas = Jumlah Hasil Produksi Jumlah Tenaga Kerja (Ravianto, 1986:21) 41

2.4 Penelitian Terdahulu Menurut hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ike (2006) dengan judul Pengaruh disiplin kerja terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT Galatta Lestarindo di Desa Pertampilan Kecamatan Pancur Batu. Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa variable disiplin kerja (x) berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktifitas kerja karyawan (y) pada PT Galatta Lestarindo Kecamatan Pancur Batu. Hal ini dapat diketahui melalui pengujian hipotesis dengan t hitung (X) = 5,099 dengan nilai signifikan 0,000. Penelitian yang dilakukakn oleh Jamil (2005) dengan judul Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Peningkatan Efektivitas Kerja di Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912 Cabang Binjai. Dimana hasil perhitungan menunjukkan bahwa hasil observasi sebesar 0,657 yang bernilai positif, jika disiplin meningkat maka efektivitas yang akan meningkat. Kedisiplinan karyawan di Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912 cabang Binjai dinilai yang meningkat maka efektivitas yang meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Ani (2005) dengan judul Pengaruh Pengawasan Kerja dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi Perlintingan di Perusahaan Rokok Kretek Sukun Mc. Wartono Kudus. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa variabel pengawasan kerja dan disiplin kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan. Hal ini dapat dilihat melalui pengujian koefisien korelasi (R) diperoleh bahwa tingkat korelasi atau hubungan antara pengawasan kerja dan disiplin kerja terhadap produktivitas kerja karyawan merupakan hubungan erat. Koefisien 42

determinasi (R 2 ) = 0,624, artinya bahwa sebesar 62,4% kinerja karyawan bagian produksi pada Perusahaan Rokok Kretek Sukun Mc. Wartono Kudus dapat dijelaskan oleh variabel pengawasan kerja dan disiplin kerja serta sisanya 37,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. 2.5 Kerangka Konseptual Salah satu tantangan terberat yang sering harus dihadapi oleh seorang pimpinan adalah Bagaimana ia dapat mengerakan para karyawan agar senantiasa mau dan bersedia mengerakan kemampuan yang terbaiknya untuk kepentingan organisasi dan pribadi. Salah satu usaha guna mengarahkan kepada karyawan tersebut ialah dengan melalui kedisiplinan kerja di perusahaan. Dalam setiap tindakan manusia tanpa disiplin akan saling mengalami kejanggalan karena disiplin merupakan unsur yang sangat penting, begitu pun dalam perusahaan yang saling ingin mencapai tujuan yang diinginkan dalam setiap fungsi dan kegiatan, harus memperhatikan fungsi disiplin. Kedisiplinan (disiplin kerja) sering menjadi suatu syarat untuk tercapainya sesuatu, sehingga dalam setiap perusahaan peraturan yang ditetapkan oleh suatu intansi atau perusahaan apapun mengenai kedisiplinan pasti selalu ada karena hal ini penting peranannya dalam mencapai standar-standar organisasi, hal ini ditegaskan oleh beberapa para ahli diantaranya yaitu : Menurut Rivai (2009:825) disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan 43

kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya perlu didukung manajemen yang baik. Dari berbagai fungsi-fungsi manajemen yang diantaranya adalah fungsi pengawasan. Pengawasan adalah salah satu yang cukup penting, karena pada pokoknya pengawasan merupakan kegiatan membandingkan atau mengukur pekerjaan yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, standart dan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kegiatan pengawasan ini dilaksanakan oleh pihak manajer perusahaan terhadap para karyawan yang bertugas memproduksi barang dan jasa. Semua ini dilakukan dengan harapan tidak ada kesalahan yang terjadi dalam proses produksi, kalaupun ada hendaknya dapat ditekan seminimal mungkin. Adanya pengawasan juga dimaksudkan agar para karyawan tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan. Tingkat kesalahan dan pelanggaran yang terjadi dapat ditekan sekecil mungkin dengan adanya. Terry (dalam Moekijat, (2000:68) menyatakan pengawasan berhubungan dengan aktivitas keorganisasian dalam hal mengatur, menggerakkan bawahan untuk melaksakan pekerjaan yang telah di tetapkan. Aspek yang dijadikan pegangan dalam melakukan pengawasan adalah: 1) aktivitas menilai hasil kerja pegawai; 2) melakukan tindakan perbaikan; dan 3) mengevaluasi laporan sesuai rencana. Sejalan dengan itu Kadarman (2001: 159) mengartikan pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu 44

penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan. Itu artinya, jika pengawasan terhadap karyawan kurang maka tidak dapat di pungkiri produktifitas kerja para buruh juga akan menurun dan apabila produktifitas kerja buruh menurun, maka sasaran yang hendak dicapai organisasi juga akan menurun. Menurut Mangkunegara (2011:156) produktivitas kerja dapat diartikan sebagai hasil kongkrit (produk) yang dihasilkan oleh individu maupun kelompok, selama satuan waktu tertentu dalam suatu proses kerja. Produktivitas dapat diartikan sebagai ratio antara hasil karya nyata (output) dalam bentuk barang dan jasa, dengan masukan (input) yang sebenarnya. Pengawasan kerja dan disiplin kerja berkaitan sekali, karena tanpa ada pengawasan dari atasan atau manajer dan disiplin kerja yang timbul dari dirinya sendiri maka tingkat produktivitas kerjanya pun rendah. Sebaliknya apabila pengawasan tinggi, disiplin kerja tinggi maka tinggi pula hasil yang akan diperolehnya. Berdasarkan teori-teori dan penjelasan yang telah dituliskan sebelumnya, maka model kerangka konseptual yang digunakan yaitu sebagai berikut: Disiplin Kerja Produktivitas Kerja Pengawasan Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber: Rivai (2009), Griffin (2004) dan Mangkunegara (2011). 45

2.6 Hipotesis Sesuai dengan perumusan masalah yang ditetapkan, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Disiplin kerja dan pengawasan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan dalam peningkatan produktivitas kerja karyawan PT Midas Multi Industry. 46