PERUBAHAN PERSEPSI MASYARAKAT JAWA TERHADAP MASYARAKAT CINA TAHUN 1812

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

MASA PEMERINTAHAN HERMAN WILLIAN DAENDELS DI INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Pengantar Sewa tanah diperkenalkan di Jawa semasa pemerintahan peralihan Inggris ( ) oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles, sewa tanah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Hindia Belanda. Setelah Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) 31. besar di daerah Sumatera Timur, tepatnya di Tanah Deli.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan

SD kelas 5 - BAHASA INDONESIA BAB 7. Tema 7 Sejarah Peradaban IndonesiaLatihan Soal 7.1

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

Untung Suropati. Untung Bersekutu Dengan VOC

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Eros Rosinah, 2013 Gerakan Donghak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

Kerajaan Ternate dan Tidore. Oleh Kelompok 08 : Faiqoh Izzati Salwa (08) Muhammad Anwar R (21) Shela Zahidah Wandadi (27)

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas untuk memenuhi salah satu kebutuhan sosial manusia,

BAB I PENDAHULUAN. dari beberapa suku bangsa yang berasal dari propinsi, yaitu Fukien dan Kwantung

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

Benteng Fort Rotterdam

BAB 4 METODE PERANCANGAN

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Profil Keraton Kasunanan Surakarta

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

Di samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1-3 Gambar 1. Geger Pecinan Tahun 1742 Gambar 2. Boemi Hangoes Tahun 1948 Gambar 3.

Indikator. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Materi Pokok dan Uraian Materi. Bentuk-bentukInteraksi Indonesia-Jepang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesultanan Asahan adalah salah satu Kesultanan Melayu yang struktur

Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi satu kesatuan yang utuh dan sekaligus unik.

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. internasional, adanya kontrol terhadap labour dan hasil tanah serta sudah memilki

Perjuangan Wong Agung Wilis Melawan VOC Belanda di Banyuwangi

1 Gambar rajah berikut menggambarkan suasana yang dapat dilihat semasa pentadbiran Brooke di Sarawak.

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Hukum Waris di Lingkungan Keraton

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak

BAB V KESIMPULAN. Dari pembahasan mengenai Peran Sultan Iskandar Muda Dalam. Mengembangkan Kerajaan Aceh Pada Tahun , maka dapat diambil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN. kekuasaan dan mempertahankan penjajahan Jepang di Indonesia, khususnya di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra.

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang

BAB II GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Margakaya pada tahun 1738 Masehi, yang dihuni masyarakat asli suku Lampung-

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama

RESUME BUKU. : Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Dari. Kolonialisme sampai Nasionalisme (Jilid 2)

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. Cina merupakan salah satu Negara yang memiliki beragam budaya yang

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

CLS di Zaman Kerajaan Mataram

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

Sejarah Penjajahan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan.

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan Aceh. Ia menjadi anak beru dari Sibayak Kota Buluh di Tanah Karo.

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Pendudukan Jepang di Indonesia. Dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia, Jepang telah

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur di awal abad ke 18 merupakan salah satu kawasan yang

BAB I PENDAHULUAN. Deli. Bandar merupakan sebutan dari masyarakat suku Melayu Deli yang

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Sejarah

1. PENDAHULUAN. lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tionghoaterhadap kebudayaan Indonesia.Etnis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596

Ebook dan Support CPNS Ebook dan Support CPNS. Keuntungan Bagi Member cpnsonline.com:

BAB VI KESIMPULAN. Historiografi komunitas seniman-priyayi Kemlayan adalah. kekuasaan Jawa, baik Keraton Kasunanan maupun pemerintah Republik

Monumen Laskar Tionghoa dan Kisah Geger Cina 1742

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pada masa kejayaan melayu di Sumatra Timur, Kesultanan Kotapinang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

dari periode yang awal sampai pada periode-periode berikutnya?. Perkembangan terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

PERUBAHAN PERSEPSI MASYARAKAT JAWA TERHADAP MASYARAKAT CINA TAHUN 1812 Arif Permana Putra Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Abstrak: Sikap anti Cina pada masyarakat Jawa berkembang akibat eksploitasi dan manipulasi sumber-sumber ekonomi. Orang-orang Cina mampu menjadi middlemen, yaitu perantara perdagangan antara VOC dan orang-orang pribumi. Dalam keadaan gawat atau krisis tertentu, masyarakat Cina dan masyarakat Jawa bekerja sama untuk melawan Belanda. Akan tetapi, orang-orang Cina bersekutu dengan Belanda untuk melawan orang Jawa. Kegelisahan masyarakat Jawa terhadap masyarakat Cina telah menandai garis pemisah. Konflik etnis muncul akibat setting kolonial Belanda. Kata-kata kunci : persepsi, masyarakat Jawa, Cina Abstract: the attitude of anti-chinese in Javanese society developed because the exploitation and the manipulation of economic sources. The Chinese became the middle class that was the bridge between VOC and the indigenous people. In the state of a crisis, Chinese and Javanese cooperated to against the Dutch. However, the Chinese allied with the Dutch to against the Javanese. The anxiety of Javanese for the Chinese had signed the separated line. The clash of ethnic appeared because of the setting of the colonial Dutch. Keywords: perception, Javanese society, Chinese Interaksi masyarakat Cina dan Jawa sudah berlangsung berabad-abad yang lalu lewat perdagangan. Pada masa kejayaan Majapahit (abad ke-14), para bangsawan kerajaan terbiasa dengan barang mewah yang diimpor dari Cina, seperti kain sutera dan porselin (Carey, 1985:15). Masyarakat Cina melakukan aktivitas perdagangan di sekitar pesisir pantai utara Jawa. Masyarakat Cina mulai menetap dan terjadi interaksi mutual dengan penduduk pribumi. Dalam waktu bersamaan berlangsung perkawinan antar masyarakat Cina dengan masyarakat Jawa. Dalam perjalanan waktu, kebanyakan dari orang-orang Cina peranakan yang lahir dari perkawinan antar etnis banyak yang memeluk islam (Rustopo, 2007:54). Integrasi landasan teori dan konseptual kultural antara Cina, Muslim, dan pribumi adalah yang memungkinkan beberapa kota pelabuhan di Jawa menjadi pusat aktivitas perdagangan. Masyarakat Cina memainkan peranan penting dalam kehidupan sosial ekonomi di daerah pedalaman pada masa pemerintahan rajaraja Islam di Jawa. Perdagangan di kotakota pelabuhan Pantai Utara Jawa merupakan sumber pendapatan tahunan yang sangat penting bagi Kerajaan Mataram abad ke-17 (Carey, 1985:16-17). Kelihatannya masyarakat Cina berhasil menguasai perdagangan ekspor beras dan kayu jati. Hal ini dikarenakan satu sebab bahwa orang-orang Cina ini mampu menjadi middlemen, yaitu perantara perdagangan antara VOC (sebagai pengumpul barang-barang pribumi) dan orang-orang pribumi (sebagai produser barang-barang tersebut) (Kwartanada, 2008:xii). 1

2 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 1, Juni 2015 Baik penguasa Hindia Belanda maupun raja-raja jawa, membutuhkan orang-orang Cina dalam bidang perdagangan. Kebutuhan akan peranan mereka dicerminkan di dalam kedudukan administrasi dan hukum yang istimewa. Pada setiap kota pelabuhan yang utama atau kota-kota dagang di pinggir sungai, ditunjuk syahbandar (mandor tol dan bea cukai) yang berasal dari pedagang Cina (Carey, 1985:17). Pada akhir abad-17 terjadi peningkatan jumlah penduduk masyarakat Cina di pedalaman. Peningkatan ini sebagai akibat masuknya imigran baru dari daratan Cina ke Jawa. Selain merapat ke Batavia, banyak para imigran baru itu menemukan jalannya sendiri ke kota-kota pelabuhan lainnya di pantai utara dan pedalaman. Oleh karena jumlahnya semakin banyak, maka VOC menyerahkan mereka kepada seorang Kapitan (kapitan peranakan) untuk mengawasi kelompok masyarakat ini. Akan tetapi, meskipun VOC telah berupaya memisahkan mereka dengan masyarakat pribumi, perkawinan campuran tetap berlangsung dan makin meluas. Demikian juga percampuran kultur Jawa-Islam telah menjadi norma di kalangan masyarakat Cina peranakan yang tinggal di Pulau Jawa. Pengangkatan seorang Kapiten Cina untuk mengurus dan melayani masyarakat ini sama artinya dengan pengakuan resmi atas proses percampuran tersebut (Carey, 1985:19-21). Dalam keadaan gawat atau krisis tertentu, masyarakat Cina dan masyarakat Jawa bekerja sama untuk melawan Belanda. Akan tetapi juga sebaliknya, yaitu orang-orang Cina bersekutu dengan Belanda untuk melawan orang Jawa. Dalam keadaan damai, kendati sesekali timbul perselisihan mengenai pajak gerbang tol, hubungan orang Cina dan Jawa, terutama daerah-daerah pantai utara, berlangsung dalam suasana persahabatan dan keramahtamahan. Interaksi di antara orang-orang Cina dengan kalangan keraton berjalan baik. Bagi kalangan keraton, orang-orang Cina dibutuhkan sebagai penyedia uang pinjaman, ahli perdagangan, dan pengelola keuangan yang terampil. Terdapat petunjuk, bahwa sejumlah perkawinan campur telah berlangsung di antara golongan priyayi Jawa dengan orang-orang Cina. Kadang-kadang bangsawan keraton mengambil perempuan Cina peranakan sebagai istri kedua. Waktu itu orang Cina merasakan bahwa ikatan ini merupakan syarat bagi suksesnya usaha dagang mereka. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha untuk lebih memperkuat lagi ikatan keluarga melalui perkawinan serta hubungan pribadi yang lebih baik. Sedangkan, larangan untuk berhubungan dengan orang Cina dikeluarkan oleh Pangeran Diponegoro, setelah pasukannya mengalami kekalahan dalam pertempuran di Gowok pada 15 Oktober 1826. Larangan itu, yaitu larangan berhubungan (seks) dengan perempuan-perempuan Cina, berlaku bagi para komandan dan pengikut Diponegoro hingga perang berakhir (Carey, 1985:26). Bagaimana pun Diponegoro telah menanamkan benih anti Cina dalam perasaan orang Jawa. Sikap anti Cina yang berkembang karena eksploitasi sumber-sumber ekonomi serta akumulasi perasaan marah, takut, dan tidak adil terhadap orang-orang Cina yang memanipulasi pajak gerbang tol juga terhadap orang-orang Cina penyewa tanah yang semakin angkuh terhadap para demang (pamong desa), para bekel (pengumpul pajak), dan para petani. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa

Arif Permana Putra, Perubahan Persepsi Masyarakat Jawa terhadap 3 permasalahan yang menjadi objek penulisan ini. Adapun permasalahan sebagai berikut : (1) Bagaimanakah masyarakat di Kerajaan Jawa sebelum tahun 1812? (2) Bagaimanakah perubahan persepsi masyarakat Jawa terhadap masyarakat Cina di Kerajaan Jawa tahun 1812? KONDISI MASYARAKAT DI KERAJAAN JAWA SEBELUM TAHUN 1812 Sejak tahun 1808 masyarakat Cina yang menetap di sekitar keraton Kasunanan dan Kasultanan akrab dengan cara-cara kehidupan masyarakat Jawa dan mempergunakan bahasa Melayu (lingua franca bahasa pengantar di daerah yang dikuasai Belanda) serta sedikit bahasa Jawa. Data statistik memperlihatkan jumlah lelaki dewasa Cina terdapat sekitar 1.282 orang berada di Kasunanan dan 758 orang di Kasultanan (Carey, 1985: 36). Di Kerajaan Mataram Islam, masyarakat Cina mendapat perlakuan hukum khusus, dengan terbitnya undangundang yang menetapkan denda (diyat) yang dijatuhkan atas pembunuhan seorang Cina adalah dua kali lipat lebih besar daripada denda yang dibayar atas pembunuhan terhadap orang Jawa (Carey, 1985:17). Ketergantungan terhadap orang Cina oleh penguasa Belanda maupun rajaraja Jawa dalam bidang perdagangan karena orang Cina mampu bekerja keras dan memiliki akal yang cerdik menunjukkan pula tidak semua masyarakat Cina yang menetap di Jawapunya minat dan bekerja di sector perdagangan. Mereka ada yang menjadi petani, mengurus usaha pertanian bangsawan Jawa, menjadi pachter (pengusaha tanah) pemerintah Belanda (Rustopo, 2007:59). Di Kasultanan terdapat dua Kapitan Cina (Tan Jin Sing : Yogyakarta, dan Tan Tin Sing: pusat pasar di Paduresa Temanggung ). Sebelum tahun 1812 banyak orang Cina yang bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaan kerajaan dengan menyewa tanah dari keraton untuk menanam sayur dan buah yang akan dijual di pasar, dengan luas yang terbatas ini tidak memberikan pengaruh terhadap struktur pemilikan pada desa-desa orang Jawa yang berdekatan (Carey, 1985: 39). Dalam lingkungan keraton hubungan baik antara orang Jawa dari kalangan atas dan kelompok masyarakat Cina dipertahankan. Banyak dari pangeran Jawa harus mengakui keberadaan orang Cina sebagai orang yang dapat meminjamkan uang, sebagai pembayar pajak tetap, dalal-dalal beras serta sebagai pengusaha. Sunan maupun Kepala Rumah Mangkunegaran di Surakarta, mempunyai kontrak-kontrak baik dengan orang Cina maupun dengan Residen Belanda untuk menjual beras dari pembayaran upeti (in natura) dari daerah kekuasaannya. Kerabat keraton juga tergantung dengan meminjam uang untuk mengeluarkan mereka dari kesulitan ekonomi yang mereka alami. Akibat borosnya pemerintahan Pakubuwono IV (1788-1820) ketergantungan ini menjadi masalah sehingga secara periodik pemerintah kolonial harus ikut campur dalam membayar hutang keraton. Pada masa Pemerintahan Hamengkubuwono I (1749-1792) dan Hamengkubuwono II (1792-1810 / 1811-1812 / 1826-1828) keadaan ekonomi lebih baik dengan dibarengi pertumbuhan penduduk yang berarti (Lombard, 2008:47). Namun di sisi lain para pengusaha yang memerintah di Yogyakarta tetap bergantung kepada

4 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 1, Juni 2015 orang-orang Cina dalam pelaksanaan pajak tetap atas gerbang-gerbang tol serta pasar. Kontak yang berlangsung antara orang Cina di lingkungan keraton tidak hanya terbatas masalah kegiatan perdagangan serta keuangan. Di Surakarta, adik lelaki Pakubuwono IV Pangeran Mangkubumi bekerja sama dengan Kapitan Cina Si Ting Ho. Pangeran Mangkubumi memperlihatkan minat dan perhatian khusus pada pesta perayaan masyarakat Cina serta bangsawan keraton ikut bergaul secara sosial dalam permainan judi (Carey, 1985:41). Keadaan serta kejadian yang sama berlangsung di Yogyakarta, misalnya Sultan Hamengkubuwono II mengangkat ahli pengobatan sebagai dokter pribadinya dan salah satu seorang selirnya yaitu Mas Ayu Sumarsonawati adalah seorang keturunan Cina. Pada masa Perang Cina (1741-1742) peran masyarakat Cina terhadap keraton dianggap potensial untuk menghadapi bangsa Belanda. Kebencian keraton karena peran bangsa Belanda menekan masalah perdagangan terutama kayu (Kartodirdjo, 1999:301). Pemberontakan Raden Rangga Prawiradirdja III pada bulan November 1810, merupakan kerjasama dengan kelompok masyarakat Cina. Ia menyatakan dirinya sebagai pelindung orang Jawa dan Orang Cina yang telah diperlakukan semena-mena oleh pemerintah Eropa (Carey, 1985: 43). Dalam perkembangan puncaknya pada perang Jawa kerjasama berubah menjadi sebuah pertikaian. PERUBAHAN PERSEPSI MASYARAKAT JAWA TERHADAP MASYARAKAT CINA DI KERAJAAN JAWA TAHUN 1812 Mulai periode pemerintahan bangsa Inggris di pulau Jawa terjadi pertikaian antara masyarakat Cina dengan Masyarakat Jawa. Bulan Juni 1812 di Yogyakarta terjadi penghancuran gerbang tol dan rumah masyarakat Cina oleh masyarakat Jawa (Carey, 1985:49). Penghancuran gerbang tol dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk merintangi penarikan pajak serta menghadapi tekanan dari tentara Inggris. Peran seorang Kapitan Cina sebagai perantara antara pegawai bangsa Eropa dan keraton semakin penting. Bulan September 1803, diangkatlah Tan Ji Sing sebagai Kapitan di Yogyakarta diberikan tanggung jawab untuk menyewakan kembali gerbang-gerbang tol serta pasar. Kedudukan dan kekuasaan yang dimilikinya telah memberikan keuntungan keuangan serta kedudukan istimewa di keraton (Carey, 1985:55). Kehadiran kepentingan perdagangan Kapitan Cina yang terdapat dimana-mana telah menimbulkan keresahan pada kelompok golongan atas masyarakat Jawa. Tan Ji Sing memiliki peran dalam penyerbuan keraton pada tanggal 19-20 Juni 1812, dengan menjamin keperluan pasukan Inggris-India. Begitu keraton jatuh ketangan pasukan Inggris serta putra mahkota (kelak menjadi Sultan Hamengkubuwana III) dibawah pengawasan pihak Inggris. Tan Ji Sing juga memberikan perlindungan kepada para pengawal pribadi putra mahkota. Tan Ji Sing diangkat menjadi Bupati dengan gelar Raden Tumenggung Secadiningrat oleh Sultan Hamengkubuwana III merupakan bentuk balas budi atas

Arif Permana Putra, Perubahan Persepsi Masyarakat Jawa terhadap 5 jasanya sebagai utusan dalam perundingan dengan orang Inggris yang memberikan jaminan untuk dapat naik tahta kerajaan serta adanya tekanan dari orang-orang Inggris. Tidak lama setelah pengangkatannya, Tan Ji Sing menjadi seorang Muslim (Carey, 1985:56). Kenaikan seorang Cina ke dalam kedudukan tinggi di birokrasi Jawa membangkitkan kekesalan dan kemarahan pada beberapa kelompok karena dianggap sebagai orang luar. Kedudukan bermakna ganda Tan Ji Sing sebagai Tumenggung Cina, serta hubungan yang erat dengan para Residen di Yogyakarta. Kemudian kedekatan dengan Patih Danurejo IV (keturunan Jawa Timur dan Bali) yang dianggap orang luar di kalangan atas, menjadikan Tan Ji Sing sebagai tokoh yang semakin diisolasikan serta tidak disenangi dan dijauhi. Kedudukan politik Tan Ji Sing yang unik telah membuatnya terkatung-katung diantara tiga dunia yaitu Cina wurung, Londo durung, Jawa tanggung (bukan lagi Cina, belum lagi menjadi Belanda dan menjadi Jawa masih tanggung). Tan Ji Sing berada di kehidupan kultural aneh yang tidak menyenangkan serta terasing (Carey, 1985: 59-60). Dengan penuh kehinaan ditolak oleh orang senegerinya akibat penolakannya atas adat, kemudian di curigai oleh kebanyakan orang Jawa dari kalangan atas sebagai seorang kaya baru yang penuh ambisi, serta untuk kepentingannya sendiri dipergunakan orang Eropa yang membutuhkan jasa sebagai informan politik tetapi tidak dapat menawarkan keamanan dan jaminan hukum. Keterlibatan Tan Ji Sing ke dalam politik keraton telah menandai sebuah pemisah hubungan masyarakat Cina dan masyarakat Jawa. Hubungan yang saling menguntungkan berubah mulai hancur dan rusak karena perasaan saling tidak mempercayai kemudian menjadi benih perselisihan. Perjanjian antara keraton dengan militer Inggris mengenai pengambil alihan semua gerbang tol dan pasar, kemudian disewakan kepada orang-orang Cina telah membuka jalan kepada pengeksploitasian sistem pajak tetap yang berkembang pada pemerintahan kolonial Belanda. Kemudian perluasan perdagangan candu oleh Inggris dari Bengal dengan orang-orang Cina sebagai pengecer. Candu merupakan hiburan bagi orang-orang kaya dan bagi rakyat sebagai petaka. Candu telah memberikan kesempatan untuk melepaskan diri dari penderitaan yang membelenggu rakyat secara semu. Ketergantungan akan candu memberikan keuntungan bagi orang Cina (Carey, 1985:65). Sistem gerbang-gerbang tol terdapat di negara Mataram pada awalnya didirikan sebagai tempat pemberhentian dalam perjalanan perekonomian ke pusat kerajaan. Gerbang tol berkembang menjadi desa. Dalam pemberhentian di gerbang tol dikenakan bea cukai. Dalam teorinya pedagang Cina dikenakan 3 kali lebih banyak bea cukai atas pedagang Jawa tetapi dalam pelaksanaannya gerbang tol yang dikuasai orang-orang Cina lebih menguntungkan pedagang Cina (Carey, 1985: 72). Penguasaan gerbang tol oleh Cina mengakibatkan kerugian bagi petani Jawa karena tidak ada ketentuan yang tetap mengenai pajak yang harus dibayar kemudian tindakan penjaga gerbang tol yang kaku dan keras. Penarikan beban pajak yang tinggi terhadap petani yang melakukan perdagangan melalui gerbang tol mengalami diskriminasi dengan lebih mendahulukan pedagang Cina dan petani Jawa disuruh menunggu selama berjam-jam. Ji-

6 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 1, Juni 2015 ka penarikan bea cukai di tolak oleh petani Jawa akibat tidak mampu membayar bea cukai maka barang bawaannya di sita. Selama waktu menunggu bongkar barang di gerbang tol petani mendapat godaan untuk mempergunakan candu, kemudian kalau harus menginap harus menghadapi godaan ronggeng serta perjudian (Carey, 1985:73). Permohonan serta pengaduan yang disampaikan kepada para pegawai Jawa tentang penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh penjaga gerbang tol tidak memperoleh hasil, karena pegawai itu sendiri telah menerima uang pelicin agar mereka menutup mata atas praktekpraktek pemerasan oleh orang Cina penjaga gerbang tol serta pengaduan ke hadapan para penguasa biasanya diluar kemampuan serta jangkauan petani. Petani membalas tindakan para penjaga gerbanggerbang tol dengan menyewa bandit untuk menghacurkan gerbang tol. Tindakan petani mengakibatkan bencana bagi penduduk desa yang berdekatan dengan gerbang tol, yang berdasarkan Undang- Undang Pidana Jawa berkewajiban untuk membayar ganti rugi (Carey,1985: 72). Karena senantiasa menghadapi akan mendapat serangan, para penjaga gerbanggerbang tol mengorganisasi pasukan tentara pribadi dengan menjadikan orang-orang PENUTUP Dengan adanya migrasi oleh orangorang Cina ke Pulau Jawa, hubungan Cina-Jawa semakin intensif. Masyarakat Cina banyak yang menetap di pusat kerajaan. Di daerah Kesultanan Yogyakarta perpaduan antara pajak-pajak tetap persewaan tanah yang dilaksanakan oleh para penguasa serta peranan unik Tan Ji Sing dalam permasalahan dan pertistiwa yang Jawa sebagai pengawal sehingga menambah alur spiral kekerasan. Pemerintah Eropa menyadari pengaruh buruk oleh gerbang-gerbang tol yang dikuasai orang Cina, pemerintah Eropa kemudian membatasi pengaruh mereka dengan menghapus bandar-bandar di sepanjang Sungai Sala pada tahun 1814 oleh pemerintah Inggris, dan pada masa pemerintahan Belanda tahun 1824 di Kedu. Cara kerja gerbang tol yang melakukan pemerasan dan penindasan terhadap orang Jawa menjadi benih pertikaian besar (Carey, 1985:77). Keadaan perekonomian di Jawa Tengah bagian Selatan menurun sebagai akibat musim kemarau dan kering serta kegagalan panen yang terjadi tahun 1821-1825 mempengaruhi kegiatan perdagangan di pasar menjadi hancur. Peranan orang Cina sebagai penyewa tanah di wilayah kekuasaan kerajaan telah menimbulkan kegelisahan rakyat dan para pegawai keraton. Tingkah laku orang Cina yang angkuh serta keinginan orang Cina untuk mendapat penghormatan. Pajak-pajak yang di bebankan pada rakyat yang begitu besar kemudian gesekan dengan orang Jawa yang berkedudukan tinggi menjadikan alasan rakyat untuk orang Cina sebagai sasaran kebencian rakyat. terjadi di keraton tahun 1811-1812 telah menimbulkan ketegangan istimewa. Persewaan pajak tetap yang menyiksa yang dilaksanakan pemerintah Eropa menciptakan suasana terpecah dan eksplosif di wilayah kerajaan. Kegelisahan masyarakat Jawa terhadap masyarakat Cina telah menandai garis pemisah. Konflik etnis muncul akibat setting kolonial Belanda, golongan Cina dimanfaatkan sebagai perantara oleh penguasa kolonial. Pada dasarnya,

Arif Permana Putra, Perubahan Persepsi Masyarakat Jawa terhadap 7 Belanda tidak mampu bergerak dalam wilayah ekonomi dagang, Belanda berperan dalam kontrol keamanan dan pemerintahan. Karena itu, dengan keterbatasan sumber daya manusia, Belanda mengangkat Cina sebagai perantara antara mereka dengan golongan masyarakat Jawa. Cina ditempatkan sebagai perisai atau kambing hitam di saat terjadinya kerusuhan menentang penguasa atau ketika terjadinya kevakuman pemerintah. Belanda menjual berbagai macam pacth (hak pengelolaan) bagi jalan tol, candu, rumah gadai, kepada pengusaha Cina. Para pengusaha ini berani membeli pacht dengan harga tinggi karena mereka tahu bahwa keuntungan yang didapatkan akan berlipat ganda. Dengan dukungan penguasa, para pachter tersebut memeras rakyat dan menjadi kaya karena posisinya. Itulah awal muncul tuduhan, Cina sebagai kambing hitam atas kemiskinan rakyat. DAFTAR RUJUKAN Lombard, D. 2008. Nusa Jawa: Silang Budaya, Kajian Sejarah Terpadu Bagian III: Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris. Jakarta: Gramedia Pustaka Kwartanada, D. 2008. Perang Jawa (1825-1830) Dan Implikasinya Pada Hubungan Cina-Jawa. Depok: Komunitas Bambu. Carey, P. 1986. Orang Jawa Dan Masyarakat Cina (1755-1825). Jakarta: Pustaka Azet. Rustopo. 2007. Menjadi Jawa : Orang- Orang Tionghoa Dan Kebudayaan Jawa Di Surakarta 1895-1998. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Kartodirdjo, S. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium Jilid I. Jakarta : Gramedia Pustaka.