BAB I PENDAHULUAN. menyalakan lampu sen bagian kanan yang berarti memberikan isyarat atau tanda

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas imajinatif. Secara garis besar dibedakan atas sastra lisan dan tulisan, lama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

dalam arti penelitian merupakan saran untuk pengembangan ilmu ilmu yang mempelajari metode-metode penelitian 49. Metodologi berasal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot.

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki

KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan salah satu media massa yangcukup populer di tengah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB IV ANALISIS DATA. Dalam tahap ini, peneliti mulai menerapkan proses representasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan secara lisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. materi yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahasa di dalam karya sastra terkait dengan sejumlah ragam

BAB I PENDAHULUAN. Wida Kartika Ayu, 2016

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena penelitian ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah sistem yang kompleks sehingga untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. seperti morfem, kata, kelompok kata, kalusa, kalimat. Satuan-satuan tersebut

REPRESENTASI MAKNA LESBIANISME DALAM PESAN NOVEL GERHANA KEMBAR KARYA CLARA Ng Oleh : Damai Ryanti Purba

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komunikasi yang terjadi antarmanusia. Menurut Moloeng paradigma merupakan pola

BAB I PENDAHULUAN. sastra merupakan penjelasan ilham, perasaan, pikiran, dan angan-angan (cita-cita)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi

I. PENDAHULUAN. karya sastra penggunaan bahasa dihadapkan pada usaha sepenuhnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja

Semiotika, Tanda dan Makna

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan sastra. Pada intinya kegiatan bersastra sesungguhnya adalah media

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain yang menjadi sasarannya. Dalam berkomunikasi, orang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah kualitatif (data yang tidak berupa angka-angka) 35

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga. berpola dari manusia dalam masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan kepada orang-orang yang melakukan komunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia (Semi, bahasa sebagai mediumnya (Sugono, 2008:129).

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media bahasa (Pradopo, 2010: 121). Bahasa merupakan media

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii. HALAMAN PENETAPAN UJIAN...iii. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...iv. KATA PENGANTAR...

BAB III METODE PENELITIAN. yang atas dasar konvensi sosial yang terhubung sebelumnya - dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

METODE PENELITIAN. penelitian kualitatif. Seperti pendapat yang dikemukakan Bog dandan Taylor

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika seorang wasit meniup peluit, para pemain sepak bola bergegas memulai pertandingan. Perbuatan meniup peluit di sini diartikan sebagai tanda untuk memulai pertandingan. Begitu pula ketika pengemudi sebuah mobil menyalakan lampu sen bagian kanan yang berarti memberikan isyarat atau tanda bahwa ia akan membelokkan mobilnya ke arah kanan. Kedua contoh tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak bukti bahwa kehidupan manusia sangat lekat dengan berbagai tanda. Tanda menurut Danesi (2004: 4), yakni A sign is anything a color, a gesture, a wink, an object, a mathematical equation, etc. that stands for something other then itself. Tanda adalah sesuatu yang dapat berupa warna, gerakan, kedipan mata, objek, persamaan matematika, dan lain-lain yang mewakili sesuatu selain dirinya sendiri. Seperti halnya kegiatan meniup peluit tadi, bisa jadi menggantikan seruan untuk memulai pertandingan sepak bola atau bahkan menghentikan permainan. Hal ini tentu saja didasari oleh kesepakatan (konvensi) para pengguna tanda, kapan bunyi peluit dianggap sebagai tanda memulai pertandingan dan kapan dianggap sebagai tanda mengakhiri pertandingan. 1

2 Demikian banyaknya dan begitu dekatnya tanda dengan kehidupan seharihari, maka lahirlah ilmu yang disebut semiotika (semiologi). Semiologi merupakan ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna (Hoed, 2011: 3). Selain itu, tanda dapat berupa gambar, lukisan, arsitektur, gejala alam dan lain sebagainya, termasuk tanda-tanda yang ditransformasikan ke dalam bentuk bahasa. Aristoteles dalam Kurniawan (2001: 49) menganggap bahwa pikiran dapat dipertimbangkan sebagai wakil-wakil dari hal-hal, dan bahasa dalam hal ini adalah tanda dari pikiran atau dengan kata lain kata-kata (baca:bahasa) adalah tanda-tanda dari afeksi jiwa. Tanda-tanda bahasa dapat direfleksikan ke dalam bentuk karya sastra. Salah satu genre karya sastra adalah puisi. Puisi dalam hakikatnya sebagai karya sastra tidak dapat dipisahkan dari bahasa sebagai medianya. Pradopo (2010: 121) menjelaskan bahwa bahasa sebagai medium karya sastra merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang memiliki arti. Medium karya sastra bukanlah bahan yang yang bebas (netral) seperti bunyi pada seni musik ataupun warna pada lukisan. Warna sebelum dipergunakan dalam lukisan masih bersifat netral, belum mempunyai arti apa-apa, sedangkan bahasa sebelum digunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat (bahasa). Lambang -lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti oleh konvensi masyarakat.

3 Puisi dinilai sebagai genre sastra yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan kehidupan sehari-hari sesungguhnya begitu kaya dengan berbagai ekspresi puitis, walaupun tidak secara langsung berkaitan dengan kegiatan berpuisi atau bersastra. Lazimnya, ekspresi puitis yang sering ditemukan terdapat pada medium-medium verbal seperti pada lagu-lagu yang ada pada pemainan anak-anak, slogan pada iklan televisi, istilah-istilah percakapan sehari-hari, dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia sehari-hari sangat dekat dengan kesusastraan, terlepas dari apakah kegiatan bersastra ini dilakukan didasari ataupun tanpa didasari kesadaran. Endraswara ( 2003: 63) berpendapat bahwa karya sastra (termasuk puisi) merupakan refleksi pemikiran, perasaan, dan keinginan pengarang lewat bahasa. Selain itu Soedjarwo (2004:132) juga mengatakan bahwa sastra itu seni bahasa, dalam arti seni menggunakan bahasa sebagai medianya. Bagi sastra, bahasa adalah sarana yang sudah selesai, sudah jadi, yang sudah tidak perlu dipermasalahkan. Sedang yang menjadi persoalan bagi sastrawan (penyair) ialah bagaimana mengeksploitasi dan mendayagunakan sarana itu untuk berekspresi. Di Indonesia, bahasa bahkan dikatakan sebagai suatu bentuk kekayaan. Hal ini tidak berlebihan mengingat Indonesia merupakan negara yang termasuk memiliki variasi bahasa terbanyak di dunia. Ada kurang lebih 746 bahasa yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Salah satunya adalah bahasa Banjar yang penggunaannya didominasi oleh masyarakat suku Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan.

4 Jika dihubungkan dengan kegiatan bersastra khususnya berpuisi, ternyata geliat penggunaan bahasa Banjar dapat ditemukan dalam karya-karya puisi yang ditulis oleh penyair ternama Kalimantan Selatan. Puisi berbahasa Banjar dapat dikatakan sebagai sastra daerah yang menjadi salah satu kekayaan dan kebanggaan di Kalimantan Selatan. Bentuknya bebas seperti halnya puisi baru atau puisi modern. Hanya saja, bahasa yang digunakan adalah bahasa daerah Banjar. Selain mengenai bahasa yang digunakan, terkait dengan isi, puisi Banjar juga merepresentarikan budaya masyarakat Banjar melalui tanda-tanda bahasa yang digunakannya. Dalam proses kreatifnya, penyair tentu sudah menata tandatanda yang digunakan sesuai dengan sistem, konvensi, dan aturan-aturan tertentu dimana bahasa Banjar digunakan untuk menyampaikan pesannya. Tanda bahasa yang digunakan pada puisi cenderung bersifat tidak langsung atau jika dimaknai secara harfiah berbeda dengan apa yang ingin disampaikan oleh penyair. Hal ini sejalan dengan pendapat salah satu tokoh semiologi, Roland Barthes, yang salah satunya mengemukakan konsep konotasi. Konotasi adalah makna baru yang diberikan pemakai tanda sesuai dengan keinginan, latar belakang pengetahuannya, atau konvensi yang ada dalam masyarakatnya (Hoed, 2011: 13). Tanda tidak berarti apa-apa jika belum dimaknai. Termasuk juga tandatanda bahasa yang ada dalam puisi Banjar. Dalam memaknai tanda (signifikasi), unsur utama yakni penanda atau signifier ekspresi dan petanda atau signified isi bagaikan dua sisi selembar kertas. Pemaknaan tidak lepas dari keduanya dan

5 bahkan membentuk sesuatu yang disebut tanda atau sign, yakni relasi antara penanda dan petanda. Misalnya meja hijau merupakan petanda (isi atau konsep) yang memiliki penanda sebuah meja yang berwarna hijau. Namun, dalam bahasa puisi, bisa jadi pemaknaannya berbeda. Meja hijau dapat berarti pengadilan. Dalam hal ini istilah meja hijau menjadi tanda untuk menggantikan konsep pengadilan. Oleh karena itu, untuk membedah tanda agar dapat diterjemahkan atau dicari maknanya diperlukan kemampuan untuk melakukan signifikasi atau pemaknaan tanda. Semiologi Barthes yang membahas lebih mendalam mengenai relasi antara penanda dan petanda dalam sigifikasi dua tahap, dipandang sebagai kajian yang sangat sesuai untuk membedah dan memaknai berbagai tanda. Model semiotik Roland Barthes yang mengusung konsep semiologi denotasi, konotasi dan mitos juga dinilai sangat cocok untuk menganalisis tanda pada karya sastra daerah dalam bentuk teks puisi sebagai objek kajiannya, khususnya puisi Banjar. Pilliang (2004: 189) mengatakan bahwa analisis teks, menurut Roland Barthes, akan menghasilkan makna denotasi, yakni makna tanda yang bersifat eksplisit, dan makna konotasi, yakni makna tanda lapis kedua yang bersifat implisit. Semiologi Barthes juga lebih jauh melihat makna yang lebih dalam tingkatnya dan lebih bersifat konvensional, yakni mitos. Dalam semiologi Barthes menurut Waluyo (1987: 105) dikenal pula adanya lima kode bahasa yakni kode hermeneutik, kode proairetik, kode semantik, kode simbolik, dan kode budaya. Namun, hal yang paling mendasar dari semiologi Barthes adalah bagaimana tanda

6 bekerja dalam signifikasi dua tahap sehingga mampu membentuk makna denotasi, makna konotasi, dan makna mitos. Semiologi Barthes belum begitu banyak digunakan sebagai pisau analisis tanda pada puisi jika dibandingkan dengan teori semiotika Peirce dan Riffaterre. Berdasarkan berbagai referensi yang pernah peneliti baca, semiologi Barthes lebih banyak digunakan dalam penelitian iklan, film, bangunan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti juga berusaha membuktikan bahwa teori semiologi Barthes juga mampu menganalisis tanda pada karya sastra berupa puisi, khususnya puisi Banjar. Soedjarwo (2004: 63-64) mengatakan bahwa penyair dan karya-karya sastranya di daerah belum begitu dikenal dan diakui secara nasional. Padahal dari segi mutu, tidak ada jaminan kalau sastra nasional lebih baik dibandingkan sastra daerah. Adanya karya sastra daerah yang cenderung memuat tanda-tanda bernapaskan kerifan lokal justru memperkaya ragam karya sastra Indonesia. Di sinilah letak tantangan bagi peneliti untuk mengkaji tanda-tanda dalam puisi Banjar sebagai bentuk partisipasi terhadap eksistensi sastra daerah. Puisi-puisi Banjar dapat ditemukan pada antologi-antologi puisi yang terbit di Kalimantan Selatan. Salah satunya adalah antologi puisi Banjar berjudul Garunum. Sesuai dengan judulnya garunum yang berarti gerutu atau perkataan yang diucapkan dengan cara bergumam terus-menerus karena rasa tidak puas dengan keadaan atau peristiwa yang dialami, sebagian besar puisi di dalamnya memuat tema mengenai kritik sosial. Namun gerutu di sini dalam konteks curahan hati para penyair akan kegundahan hatinya yang dituangkan

7 bukan melalui ucapan, melainkan dalam bentuk karya sastra (puisi). Antologi yang ditulis oleh Hamami Adaby, Arsyad Indradi, Ersis Warmansyah Abbas, Rudy Resnawan, dan Dewa Pahuluan ini menarik untuk dikaji karena tidak seperti puisi baru pada umumnya yang menggunkan bahasa Indonesia, antologi ini berisikan puisi-puisi baru yang menggunakan bahasa daerah Banjar. Penelitian semiologi dianggap menarik untuk menelusuri tanda-tanda yang ada dalam antologi puisi ini. Terutama bagaimana tanda-tanda yang ada ini memiliki kekuatan yang dapat merepresentasikan nilai-nilai budaya masyarakat Banjar. Dalam mengkajinya, tentu peneliti harus bekerja lebih keras karena terlebih dahulu harus menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu peneliti juga harus mampu menghubungkannya dengan sistem, konvensi, aturanaturan dan budaya masyarakat Banjar. Adapun yang menjadi fokus penelitian semiologi Barthes pada antologi puisi Banjar Garunum ini antara lain membahas mengenai makna denotasi, makna konotasi, dan makna mitos. Peneliti menelaah makna denotasi lebih pada pemaknaan dari segi bahasa (makna lugas) dan makna konotasi dari penggunaan bahasa figuratif yang menimbulkan lapisan makna baru. Sedangkan pada pemaknaan mitos, peneliti mengikuti mekanisme pembentukan mitos dari hasil signifikasi dua tahap dengan makna denotasi dan makna konotasi sebagai dasar. Peneliti membatasi pada makna mitos karena dalam signifikasi dua tahap yang menjadi dasar teori semiologi Barthes, mitos merupakan makna puncak. Selain ketiga hal tersebut, peneliti juga berfokus pada temuan konseptual mengenai semiologi Barthes sebagai alat analisis tanda pada puisi berbahasa

8 daerah. Temuan konsep ini menjadi fokus untuk menunjukkan bagaimana sebenarnya signifikasi dua tahap sebagai dasar semiologi Barthes bekerja mengungkap berbagai makna dari tanda-tanda yang ada pada puisi daerah. Keempat fokus ini dipilih karena merupakan hal yang paling mendasar dalam semiologi Barthes untuk mengungkap makna dari tanda-tanda bahasa yang digunakan sebagai media puisi. Dalam penelitian ini, peneliti hanya memilih tiga puisi sebagai objek teliti, di antaranya puisi berjudul Musim ka Musim karya Hamami Adaby, Tampulu karya Arsyad Indradi, dan Aku Handak Madam karya Dewa Pahuluan. Ketiga puisi ini dipilih karena dianggap mewakili keseluruhan puisi yang sebagian besar bertemakan kritik sosial. Puisi Musim ka Musim berisi kritikan tentang perilaku manusia yang suka menyalahkan musim, puisi Tampulu berisi kritikan pada perilaku anak negeri zaman sekarang terhadap negerinya sendiri, dan puisi Aku Handak Madam berisi kritikan pada orang-orang yang penyair anggap nakal, bengal, dan tersisih untuk bekerja dan mencari penghidupan dengan merantau agar ketika kembali mereka dapat membangun kampung halaman. Selain itu, ketiga puisi ini dinilai cukup untuk dijadikan objek karena salah satu tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperkuat bahwa teori semiologi Barthes mampu mengungkap makna dari tanda-tanda yang ada dalam teks puisi. Sebelumnya, penelitian semiologi sudah dilakukan oleh mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang, Kholifah (2012) dalam skripsinya berjudul Telaah Semiologi Budaya Jawa dalam Novel Pengakuan Pariyem Karya Linus Suryadi AG dan Implementasinya pada Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan

9 Sastra Indonesia Berkarakter Jenjang SMA Jurusan Bahasa. Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan semiologi sebagai pisau analisis dan sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif. Namun, ada hal-hal yang membedakan penelitian sekarang dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya antara lain terletak pada objek penelitian. Jika objek penelitian yang digunakan Kholifah adalah novel, maka pada penelitian ini objek yang digunakan adalah antologi puisi. Selain itu, jika penelitian Kholifah dititikberatkan untuk mengetahui wujud, makna, fungsi, dan implementasi semiologi budaya Jawa, maka pada penelitian kali ini lebih dititikberatkan untuk mendeskripsikan makna denotasi, konotasi, dan mitos. Hal mendasar lain yang membedakan adalah penggunaan teori semiologi. Jika dalam penelitian Kholifah menggunakan teori semiologi Peirce, dalam penelitian sekarang menggunakan teori semiologi Barthes. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian semiologi terhadap puisi-puisi yang ada dalam antologi puisi Banjar Garunum berdasarkan telaah semiologi Barthes. Peneliti berharap penelitian ini dapat menjadi bentuk apresiasi dan partisipasi dalam pelestarian sastra daerah, khususnya puisi Banjar. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengenalkan budaya dan sastra daerah masyarakat Banjar di luar wilayah pemakai bahasa Banjar melalui kajian semiologi. Akhir kata, peneliti menuangkan penelitian ini dalam bentuk skripsi dengan judul Telaah Semiologi Barthes pada Antologi Puisi Banjar Garunum.

10 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. a. Bagaimana makna denotasi menurut semiologi Barthes dalam antologi puisi Banjar Garunum? b. Bagaimana makna konotasi menurut semiologi Barthes dalam antologi puisi Banjar Garunum? c. Bagaimana makna mitos menurut semiologi Barthes dalam antologi puisi Banjar Garunum? d. Bagaimana temuan konseptual semiologi Barthes sebagai alat analisis tanda pada puisi berbahasa daerah? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperkuat teori semiologi Barthes sebagai alat analisis tanda pada teks puisi, khususnya puisi berbahasa daerah. Selain itu juga memberi gambaran kepada masyarakat luas mengenai salah satu sastra daerah kebanggaan Kalimantan Selatan yakni puisi Banjar yang isinya merepresentasikan budaya masyarakat Banjar.

11 1.4.2 Tujuan Khusus Berdasarkan rumusan masalah yang telah peneliti paparkan, maka tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mendeskripsikan makna denotasi menurut semiologi Barthes dalam antologi puisi Banjar Garunum. b. Mendeskripsikan makna konotasi menurut semiologi Barthes dalam antologi puisi Banjar Garunum. c. Mendeskripsikan makna mitos menurut semiologi Barthes dalam antologi puisi Banjar Garunum. d. Mendeskripsikan temuan konseptual semiologi Barthes sebagai alat analisis tanda pada puisi berbahasa daerah. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis Manfaat teoretis dari penelitian ini antara lain sebagai berikut: a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat teori semiologi Barthes sebagai salah satu pisau analisis dalam mengkaji karya sastra khususnya puisi berbahasa daerah. b. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian tentang sastra Indonesia, khususnya yang membahas mengenai sastra daerah.

12 c. Referensi yang ada dalam penelitian ini akan memberikan pengertian dan pemahaman mengenai semiologi Barthes yang secara tidak langsung juga mempelajari mengenai budaya masyarakat Banjar melalui bahasanya secara lebih komprehensif. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini antara lain sebagai berikut: a. Menerapkan teori semiologi Barthes sebagai salah salah satu pisau analisis dalam mengkaji karya sastra khususnya puisi. b. Memberikan suntikan semangat bagi perkembangan sastra daerah, khususnya puisi Banjar. c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi atau bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya mengenai semiologi yang direpresentasikan dalam karya sastra khususnya puisi Banjar. 1.5 Definisi Operasional Berikut definisi operasional atau penegasan istilah-istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini. a. Semiologi adalah istilah bagi ilmu yang mempelajari mengenai tanda yang biasa dipakai di Eropa. b. Roland Barthes adalah seorang filsuf berkebangsaan Perancis yang mengembangkan teori Ferdinand de Saussure mengenai tanda.

13 c. Semiologi Barthes merupakan pengembangan dari semiologi strukturalisme Saussure yang mengusung konsep signifikasi dua tahap ( two orders signification). d. Puisi adalah ekspresi yang berasal dari pemikiran, imajinasi, perasaan ataupun pengalaman dalam wujud bahasa yang estetis, padat dan sarat makna sehingga menimbulkan kesan tertentu bagi pembaca. e. Bahasa Banjar adalah bahasa sehari-hari yang digunakan oleh suku (etnis) Banjar untuk berkomunikasi dalam pergaulan sehari-hari.