BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang Masalah. dipengaruhi banyak faktor seperti ekonomi, pendidikan, sosial budaya,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua, perlunya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak bawah lima tahun (balita) merupakan masa golden period,

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia, oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi semua

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di bidang kesehatan (Temu Karya Kader Posyandu dan Kader PKK se

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN,2014) menyebutkan

1

PENGARUH PENYULUHAN MP ASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU DALAM PEMBERIAN MP ASI DI PUSKESMAS SAMIGALUH I

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan anak dibawah lima tahun (Balita) merupakan bagian yang

GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balita menjadi istilah umum bagi anak dengan usia dibawah 5 tahun (Sutomo

EVALUASI PROGRAM PENANGANAN GIZI KURANG MELALUI ASUHAN COMMUNITY FEEDING CENTER (CFC)

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masa bayi, lalu berkembang menjadi mandiri di akhir masa kanak-kanak, remaja,

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK PEJABAT DINAS KESEHATAN DAN TPG PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang sangat penting karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. sering menderita kekurangan gizi, juga merupakan salah satu masalah gizi

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu ukuran fisik. penduduk (Depkes, 2004). Guna menyukseskan hal tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu prioritas Kementrian Kesehatan saat ini adalah meningkatkan status

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyelenggaraan pembangunan kesehatan dasar terutama ibu, bayi dan anak balita

Daya tahan rendah Mudah sakit Kematian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1tahun) usia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. 1 Keadaan gizi yang baik

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan (1000 HPK) yaitu 270 hari selama kehamilan, dan 730 hari pada kehidupan pertama

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh pita warna hijau muda sampai hijau tua.

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA DI KELURAHAN BRONTOKUSUMAN KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 10 juta kematian terjadi setiap tahunnya pada anak-anak yang berumur di bawah lima

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. MDG dilanjutkan dengan program Sustainable Development Goals (SDGs)

MATERI PENYEGARAN KADER

HUBUNGAN ANTARA SIKAP BIDAN DAN DUKUNGAN KADER TERHADAP PERILAKU BIDAN DALAM PEMBERIAN VITAMIN A IBU NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN FREKUENSI KEHADIRAN ANAK USIA 1-3 TAHUN (BATITA) DALAM PENIMBANGAN DI POSYANDU DENGAN STATUS GIZI ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat, yaitu pertumbuhan fisik, perkembangan mental,

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki balita yang sehat dan cerdas merupakan impian setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Masa golden period, potensi-potensi yang dimiliki seseorang akan

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG SADARI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KADER KESEHATAN DI DESA GUNUNG SARI DAN DESA SINDANG SARI KECAMATAN CIANJUR.

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang baik. Menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, ASI juga dapat melindungi kesehatan Ibu mengurangi

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Masalah Masalah gizi merupakan masalah yang multidimensi dan dipengaruhi banyak faktor seperti ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pertanian dan kesehatan. Menurut bagan yang dikembangkan oleh UNICEF (United Nations International Children s Emergency Fund) tahun 2013 menunjukkan krisis ekonomi, politik dan sosial merupakan akar permasalahan gizi buruk. Menurut Kementerian kesehatan (2013) hingga saat ini ada 2 faktor langsung yang diyakini menyebabkan timbulnya gizi kurang yaitu rendahnya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Konsumsi makanan yang rendah umumnya merupakan sindroma kemiskinan, selain itu sanitasi lingkungan yang buruk menyebabkan meluasnya penyakit yang bersifat menginfeksi. Menurut United Nations International Children s Emergency Fund (2013) dalam Commiting to Child Survival A Promise Renewed Progress Report menjelaskan bahwa dari semua kematian balita di bawah usia lima tahun hampir setengah atau sekitar tiga juta kematian pertahun disebabkan oleh gizi buruk atau beberapa gangguan gizi. Gangguan gizi tersebut diantaranya adalah keterlambatan pertumbuhan, kasus pendek atau pengerdilan, kekurangan gizi baik sedang, akut maupun kronik dan praktik pemberian ASI yang tidak optimal. 1

2 Menurut World Health Organization (2012), jumlah penderita kurang gizi di dunia mencapai 104 juta anak, dan keadaan kurang gizi menjadi penyebab sepertiga dari seluruh penyebab kematian anak di seluruh dunia. Asia Selatan merupakan daerah yang memiliki prevalensi kurang gizi terbesar di dunia, yaitu sebesar 46%, disusul sub-sahara Afrika 28%, Amerika Latin/Caribbean 7%, dan yang paling rendah terdapat di Eropa Tengah, Timur, dan Commonwealth of Independent States (CIS) sebesar 5% (UNICEF, 2006). Gizi buruk hingga saat ini masih merupakan masalah di Indonesia, meskipun pemerintah telah berupaya menanggulanginya. Menurut data riset kesehatan dasar (2013) jumlah kasus gizi buruk sejak tahun 2010 dan 2013 didapatkan hasil prevalensi berat badan kurang (underweight) secara nasional. Prevalensi gizi kurang tahun 2013 adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, menjadi 4,9% pada tahun 2010, Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% tahun 2007 menjadi 5,7% tahun 2013. Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goal s tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk dan gizi kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4% dalam periode 2013` sampai 2015. Anak balita yang mengalami gizi buruk, kekurangan makanan yang bergizi akan menyebabkan gangguan retardasi mental, salah satunya

3 kondisi kecerdasan anak jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial saat tumbuh menjadi anak-anak (Soetjiningsih, 1994). Menurut Ivanovic et. al. (2000), masalah gizi yang dialami anak dalam jangka panjang akan memberikan efek terhadap perkembangan otak, Intelectual Quotient (IQ), dan Scolastic Achievement (SA) pada anak di masa dewasa. Pemantauan status gizi buruk di Kabupaten Sorong Selatan tahun 2013, penurunan prevalensi gizi buruk tersebut masih di bawah target nasional yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Papua Barat. Upaya perbaikan gizi yang selama ini telah dilakukan di Kabupaten Papua antara lain promosi kesehatan gizi seimbang, termasuk penyuluhan gizi di posyandu, pemberian makan tambahan (PMT), pemberiam suplemen gizi (kapsul vitamin A dan tablet tambah darah). Pemantauan dan penanggulangan gizi buruk serta pemberian MP ASI pada balita keluarga miskin usia 6-24 bulan. Kenyataan menunjukkan bahwa penurunan masalah gizi buruk di Kota Sorong masih sangat memprihatinkan. Faktor yang mempengaruhi masalah gizi adalah tingkat kemampuan keluarga dalam menyediakan penanganan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga (Departemen Kesehatan, 2007). Masalah gizi buruk pada balita merupakan suatu permasalahan yang rumit dan kompleks yang tidak akan bisa diselesaikan dengan sederhana dan hanya melihat satu faktor penyebab saja. Berdasarkan teori,

4 timbulnya masalah gizi buruk dipengaruhi oleh banyak determinan. Asupan makanan yang tidak cukup dan adanya penyakit pada balita merupakan penyebab langsung terjadinya gizi buruk yang saling mempengaruhi. Munculnya kedua penyebab langsung itu disebabkan oleh tiga penyebab tak langsung, yakni akses terhadap makanan dalam rumah tangga yang tidak cukup, pelayanan kesehatan yang tak memadai dan lingkungan yang tak sehat, serta pemeliharaan kesehatan balita. Sampai dengan saat ini pemenuhan gizi merupakan solusi yang selalu diperhatikan, namun keterampilan dan perilaku ibu dalam memelihara kesehatan balitanya juga penting sebagai salah satu penatalaksanaan dalam penanganan gizi buruk (Dinas Kesehatan, 2014). Berdasarkan wawancara saat studi pendahuluan yang dilakukan dengan petugas kesehatan di Puskesmas Seremuk pada Oktober 2014 didapatkan bahwa upaya yang dilakukan dalam penanganan gizi kurang dan buruk meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif dan preventif yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Seremuk, Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan ini dengan memberikan penyuluhan gizi dan penimbangan anak yang dilakukan tiap bulannya di posyandu. Upaya penanggulangan lain terhadap balita gizi buruk dan gizi kurang yaitu dengan memberikan bantuan pemberian makanan tambahan berupa susu dan biskuit sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh petugas puskesmas (Dinas Kesehatan, 2014).

5 Pengalaman kader posyandu ketika melakukan penanganan balita dengan masalah gizi buruk memunculkan beragam perasaan yang merupakan suatu proses untuk penerimaan keadaan yang dihadapinya (Brooks, 2001). Terdapat beberapa tahap dalam proses perasaan yang yakni pada tahap awal berupa anticipatory grief ataupun kesedihan. Tahap kedua adalah facing up yaitu berani menghadapi kenyataan terjadi setelah orang tua menerima kenyataan bahwa mereka mempunyai anak dengan masalah gizi. Tahap ketiga adalah bonding attachment yaitu ikatan dan kelekatan. Tahap keempat adalah learning stage adalah tahap orang tua mencari pengetahuan dan membutuhkan keterampilan untuk pengasuhan dan mengenali bahwa balita dengan gizi buruk memerlukan perawatan khusus baik di Rumah Sakit maupun di rumah. Dalam penelitian Saasa et al., (2000) Morbidity Associated with Infant Malnutrition didapatkan hasil bahwa anak malnutrisi lebih memungkinkan untuk mengalami stres yang lebih dan resiko penyakit daripada balita memiliki gizi baik. Penelitian Minarto (2010) menyimpulkan pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi balita yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dan peningkatan keadaan gizi balita. Pemantauan pertumbuhan merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri penilaian pertumbuhan balita secara teratur melalui penimbangan setiap bulan, pengisian dan penilaian hasil penimbangan berdasarkan kartu menuju sehat (KMS). Selain melakukan konseling dan

6 rujukan maka dilakukan tindak lanjut seperti pembuatan kebijakan dan program, disamping itu perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan ketereampilan para kader (Departemen kesehatan, 2010 ). Frekuensi kontinuitas berat badan yang tidak naik secara konsisten mempengaruhi pertumbuhan balita. Faktor penyakit anak juga dapat mengakibatkan penurunan berat badan dalam 2 bulan. Efektifitas pemantauan pertumbuhan di tingkat konseling dan rujukan, tidak lanjut berupa kebijakan dan program untuk memberdayakan kader-kader posyandu. Data Papua Barat yang terdaftar saat ini terdapat 30,9% anak yang mengalami gizi kurang dan 21,8% mengalami gizi buruk. Dari data di atas diperkirakan masih ada balita yang belum dilakukan pengukuran berat badan secara teratur. Penimbangan rutin balita di posyandu di harapkan dilaksanakan oleh masyarakat melalui kader kesehatan dengan pembinaan dari puskesmas (Rikesda, 2015 ). Data dari Dinas Kesehatan Papua Barat, khususnya dari Puskesmas Seremuk didapatkan bahwa terdapat 10 balita gizi kurang dan 5 balita gizi buruk. Dari hasil studi pendahuluan diketahui ada 8 posyandu namun masih ada kendala dalam pelayanan. Permasalahan yang dihadapi kader posyandu di Papua antara lain di ketahui kurangnya pengetahuan ibu akan makanan yang bergizi sejak dini bagi balita, kurangnya pengetahuan manfaat vitamin A untuk balita, dan juga manfaat imunisasi. Saat melakukan imunisasi banyak masyarakat yang tidak hadir sehingga posyandu yang dilaksanakan sepi, tidak ada pengunjung, ada penyuluhan

7 dari puskesmas yang belum dilaksanakan penyuluhan imunisasi dari KIA, kelompok penyuluhan yang belum berjalan dengan baik, tidak tersedianya vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Sorong Selatan menyebabkan kegagalan dalam pemberian pelayanan. Masalah teknis lain berupa sering padamnya lampu dari perusahaan listrik negara (PLN) yang berpengaruh pada penyimpangan vaksin. Kurangnya pelatihan dan penyelenggaraan kader posyandu. Dalam pelaksanaan kegiatan posyandu hambatan yang paling sering dijumpai kurang aktifnya kader-kader posyandu. Berdasarkan permasalahan tersebut diperlukan pelatihan kader terhadap pengetahuan dan ketrampilan dalam upaya deteksi dini gizi buruk. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut: bagaimana pengaruh pelatihan peran kader posyandu terhadap pengetahuan dan keterampilan dalam upaya deteksi gizi buruk pada balita di Puskesmas Seremuk C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pangaruh pelatihan Deteksi dini gizi buruk pada balita terhadap pengentahuan kader posyandu di Puskesmas Seremuk. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengaruh pelatihan deteksi dini gizi buruk pada balita terhadap pengetahuan kader posyandu

8 b. Mengetahui pengaruh pelatihan deteksi dini gizi buruk pada balita terhadap keterampilan kader posyandu sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan kader posyandu dalam upaya peningkatan status gizi pada balita di Kabupaten Sorong Selatan Distrik Teminabuan. 2. Bagi kader Dapat memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang baru kepada kader mengenai deteksi dini gizi buruk pada balita 3. Bagi Puskesmas Dapat meningkatkan kemitraan dan meningkatkan akses pelayanan kesehatan 4. Bagi Masyarakat Dapat memberikan imformasi pengetahuan dan ketrampilan yang baru kepada kader mengenai deteksi dini gizi buruk pada balita.

9 E.keaslian penelitian Telah Banyak penelitian yang yang melakukan penelitian dengan penelitian ini Pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan dan keterampilan peran kader dalam upaya deteksi dini gizi buruk pada balita. Judul & Nama Tujuan Lokasi Hasil Persamaan Perbedaan Pengaruh pelatihan berdasarkan kompetensi terhadap pengetahuan dan keterampilan kader gizi dalam pengelolaan posyandu (Khadir 2009) Pengaruh Pelatihan Dengan Metode Belajar Bedasarkan Masalah Kader Gizi Dalam kegiatan posyandu (Edy Sukiarto 2007). Untuk mengetahui pengaruh pelatihan berdasarkan kompetensi terhadap pengetahuan dan ketrampilan kader gizi dalam pengelolaan kegiatan posyandu Untuk mengetahui pengaruh pelatihan dengan metode belajar berdasarkan masalah terhadap pengetahuan kader gizi dalam kegiatan posyandu. Kabupaten Bengkulu Utara Kecamatan Tempurun Kabupaten Magelang. Hasil penelitian di peroleh Ada pengaruh pelatihan berdasarkan kompetensi terhadap pengetahuan kader gizi tentang pengelolaan kegiatan posyandu dengan kader gizi yang tidak mendapat pelatihan berdasarkan kopetensi. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada perbedaan skor pengetahuan antara kelompok BBM dan kelompok konvesional pada saat pretes. Jenis penelitian yang di gunakan Quasi eksperimen Dengan rancangan penelitian Nonrandomdomized control group pretest postest design penelitian kuantitatif Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian quasy exprimental Dengan rancangan penelitian nonrandomized control group pretest design Lokasi Penelitian jenis penelitan yang digunaan Quasi eksperimen Lokasi Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian quasy exprimental

10 Pengaruh penyegaran Kader Terhadap Pengetahuan dan Ketrampilan KaderPosyandu Menggunakan Dacin Di Wilayah KerjaPuskesmas ( Edy Sukiarto 2007). Mengetahui Pengaruh Penyegaran kader Terhadap pengetahuan an KetrampilanKader Posyandu Menggunakan DacinDi wilayah kerja puskesmas Kecamatan Sambudaya Kota Mataram penimbangan balita dengan cankupan D/S di posyandu di wilayah kerja puskesmas Sampel penelitian kader Posyandu Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian Pra experimental dengan ranncangan penelitian one pretest design Lokasi Penelitian Tingkat pengetahuan kader tentang peran dan fungsi kader. (Cahya hardyta 2013). Untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader tentang peran dan fungsi kader Kelurahan kadiputro Surakarta Tingkat pengetahuan kader tentang peran dan fungsi kader di kelurahan Kadipiro Surakarta sebanyak 30 responden (33%)berpengetahuan baik 36 responden (47%) berpengetahuan cukup,15 responden (19%) pengetahuan kurang. Penelitian ini menggunakan penenlitian deskriptif kuantitatif desaian penelitian non experimental dengan metode survey analitik. Lokasi Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian quasy exprimental

11 Pengaruh kopetensi Bidan di Desa dalam manajemen penatalaksanaan kasus gizi buruk pada Anak Balita Terhadap Pemulihan Kasus Gizi Buruk (Pujiati Setyaningsih 2009) Untuk mengetahui kopetensi bidan yang meliputi pengetahuan dab keterampilan bidan di desa dalam manajemen penatalaksanaan kasus gizi buruk pada anak balita berpengaruh terhadap pemulihan Kabupaten Pekalongan Bidan Desa mempunyai pengetahuan baik tentang manajemen kasus gizi buruk study kuantitatif dengan desaian penelitian non experimental dengan metode survey analitik pendekatan waktu menggunakan kuesioner kepada bidan dan orang tua anak balita. Lokasi penelitian penelitian non experimental dengan metode survey analitik