BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tawas(Al 2 (SO 4 ) 3 14H 2O ) Rahayu ( 2004 ) tawas adalah senyawa kimia berupa kristal bening. Tawas dapat digunakan sebagai pengering / pengawet, juga membersihkan sumur, sebagai bahan kosmetik, zat warna tertentu, dan zat penyamak kulit. Penggunaan tawas yang berlebihan akan menimbulkan gangguan kesehatan karena kebanyakan aluminium (AL) dalam tubuh. Di alam tawas didapatkan dalam dua bentuk yaitu bentuk padat dan cair. Tawas terjadi dari proses pelapukan dari batuan yang mengandung mineral sulfida di daerah vulkanis (solfatara) atau terjadi di daerah batu lempung, serpih atau batu sabak yang mengandung pirit (=Fe) dan markasit (=FeS 2 ). Kebanyakan tawas dijumpai dalam bentuk padat pada batu lempung, serpih atau batu sabak ( Sukandarrumidi,1999 ). Tawas bersifat asam, mengandung AL, dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan melisiskan sel bakteri. Dalam teknologi Pengolahan ikan laut fungsi larutan tawas adalah sebagai bahan pengawet yaitu menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae yang tidak tahan terhadap asam sehingga dapat memperpanjang umur simpan ikan (Nurrahman dan Isworo,2002) 4
5 B. Vibrio cholerae 1. Morfologi Vibrio cholerae merupakan kuman batang gram negatif, bentuk batang bengkok, memiliki flagel tunggal, bersifat aerob, tumbuh baik pada PH(8,5-9,5),suhu 37 o c dan pembenihan khusus yang mengandung garam (Jawetz,Melnick dan Adelberg,1996) 2. Sifat-sifat biakan Vibrio cholerae Vibrio cholerae membentuk koloni yang konveks, halus, bulat, opak dan bergranula pada sinar cahaya. Vibrio cholerae tumbuh dengan baik pada suhu 37 0 C. Pada berbagai pembenihan, termasuk pembenihan khusus yang mengandung garam-garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan nitrogen. Vibrio cholerae tumbuh dengan baik pada media Thiosulfat Citrat Bile Sukrosa Agar (TCBSA), yang akan menghasilkan koloni berwarna kuning. Bersifat oksidase positif. Ciri khasnya, organisme ini tumbuh pada ph (8,5-9,5) dan dengan cepat dibunuh oleh asam. Oleh karena itu, biakan yang mengandung karbohidrat yang dapat diragikan akan cepat menjadi steril. 3. Patogenitas dan patologi Manusia merupakan hospes tunggal alami. Gejala yang timbul berpangkal pada usus halus. Bila kuman tertelan, lolos dari barier asam lambung langsung bermultiplikasi dalam suasana alkalis di usus halus.
6 Sambil berkembangbiak kuman membentuk eksotoksin yang sangat paten yaitu enterotoksin yang dianggap bertanggung jawab terhadap patolgis penyakit tersebut. Toksin secara terus menerus merangsang sel mukosa dinding usus untuk mengeluarkan cairan isotonis, dengan mekanisme kerja yaitu enterotoksin diserap oleh epitel isis, mengakibatkan adenil cyclase dalam mukosa meningkatkan ATP menjadi ADP. Pengaruh ADP ini meningkatkan pengeluaran air dan elektrolit secara hebat oleh dinding usus, sehingga terjadi sekresi cairan isotonis dari dinding usus tersebut. Epitel dinding usus maupun dinding kapiler pada lamina proparia tidak mengalami peradangan. Kuman sendiri tetap tinggal pada rongga usus. Tidak pernah menyebabkan bakteriemia atau menyebar ke organ lain. Dengan demikian bakeri ini bersifat invasi. Oleh karena itu, patofisiologinya berhubungan langsung dengan aktifitas usus dalam pengeluaran Na bikarbonat dan K bikarbonat. Akibatnya, terjadi hemokonsentrasi, peningkatan kadar protein dalam plasma, sehingga terjadi hipovolemi shook dan asidosis (Prof. Imam Supardi, Drs. Sukamto, 1999) C. Media Untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroba diperlukan makanan sebagai substrat yang disebut media. Sedang media itu sendiri
7 sebelum dipergunakan harus dalam keadaan steril, artinya tidak ditumbuhi oleh mikroba lain yang tidak diharapkan. Media yang digunakan untuk mengkultur Vibrio cholerae adalah media APW (Alkali Pepton Water ), yaitu media yang digunakan untuk pertumbuhan kuman Vibrio cholerae yang mempunyai ph alkali (8,5-9,5) dan mengandung natrium carbonat sebagai sumber nutrisi.untuk mengetahui daya hambat bakteri Vibrio cholerae digunakan modifikasi media yaitu media APW yang telah ditambahkan tawas dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 4%, 6%, 8%, 10%. Dan media TCBSA ( Thiosulfat Sitrat Bile Sukrosa Agar ) untuk pertumbuhan kuman Vibrio cholerae akan menghasilkan koloni berwarna kuning karena memfermentasi karbohidrat menjadi asam (Suriawiria, 1985). A. Pertumbuhan 1. Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen didalam sel hidup. Pada organisme sel tunggal pertumbuhan adalah pertambahan jumlah sel yang berarti juga pertambahan organisme, misalnya pertumbuhan yang terjadi pada suatu kultur bakteri. Sedangkan untuk kematian bakteri didefinisikan bahwa kematian berarti kehilangan kemampuan yang permanen untuk bereproduksi (tumbuh dan membelah).
8 Tes empiris dari suatu kematian bakteri adalah suatu sel yang dianggap mati bila gagal menghasilkan suatu koloni pada perbenihan padat. Dan pada media cair tidak terjadi kekeruhan. 2. Fase Pertumbuhan a. Fase lag / fase adaptasi Selama fase ini perubahan bentuk dan pertumbuhan jumlah individu tidak secara nyata terlihat. Karena fase ini dapat juga dinamakan sebagai fase adaptasi (penyesuaian) ataupun fase pengaturan jasad untuk suatu aktifitas didalam lingkungan yang baru. b. Fase eksponensial atau logaritmik Setelah setiap individu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru selama fase lag, maka mulailah mengadakan perubahan bentuk dan meningkatkan jumlah individu (sel). c. Fase stasioner Pengurangan sumber nutrient serta faktor-faktor yang terkandung di dalam jasadnya sendiri, maka sampailah puncak aktifitas pertumbuhan kepada titik yang tidak bisa dilampui lagi. d. Fase pengurangan pertumbuhan Berupa keadaan puncak dari fase logaritmik sebelum mencapai fase stasioner, dimana penambahan jumlah individu mulai berkurang atau menurun yang disebabkan oleh banyak faktor, antara lain
9 berkurangnya sumber nutirent didalam media, tercapainya jumlah kejenuhan pertumbuhan jasad dan sebagainya. e. Fase kematian Ini merupakan akhir dimana jumlah individu secara tajam akan menurun (Suriawiria, 1985).