TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

TINJAUAN PUSTAKA. wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

Gambar 1. Satelit Landsat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hutan dan hasil hutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

APLIKASI CITRA LANDSAT UNTUK PEMODELAN PREDIKSI SPASIAL PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( STUDI KASUS : KOTA MUNTILAN)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

Analisa Pantauan dan Klasifikasi Citra Digital Remote Sensing dengan Data Satelit Landsat TM Melalui Teknik Supervised Classification

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

TINJAUAN PUSTAKA. Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi lanskap merupakan suatu bagian dari ilmu ekologi yang

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ISTILAH DI NEGARA LAIN

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI

TINJAUAN PUSTAKA. Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. ini didefenisikan oleh Parker pada tahun 1962, pada symposium pertama tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN BOGOR BUNGA MENTARI

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

PENGINDERAAN JAUH DENGAN NILAI INDEKS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI MANGROVE DI BATAM (Studi Kasus Gugusan Pulau Jandaberhias)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana Alam

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Apr, 2013) ISSN:

TINJAUAN PUSTAKA. Agroforestri adalah suatu sistem penggunaan lahan yang. didalamnya terjadi interaksi ekologi, sosial dan ekonomi. Namun masih banyak

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

Analisis Perubahan Penutup Lahan Hutan dan Perkebunan di Provinsi Jambi Periode

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota serta pada tingkat unit pengelolaan. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efesien dan lestari, yang kemudian disebut KPH, antara lain dapat berupa kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), dan kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK) (Kemenhut, 2011). Dalam rangka persiapan untuk mewujudkan kelembagaan KPH Menteri Kehutanan dapat menetapkan wilayah KPH Model yang merupakan salah satu bagian dari wilayah KPH Provinsi. KPH Model merupakan wujud awal KPH yang secara bertahap dikembangkan menuju situasi aktual di tingkat tapak yang pengembangannya difasilitasi oleh Pemerintah Pusat (Kemenhut, 2014). Tutupan Lahan Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra.penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu definisi yang benar-benar tepat (Rahmi, 2009).Tutupan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih 4

merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Satuan satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutup lahan alami (Lillesand dan Kiefer, 1997 ). Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer.karena data penggunaan lahan dan penutup lahan paling penting untuk planner yang harus membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya lahan, maka data ini sangat bersifat ekonomi (Lo, 1995). Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh unutk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus, 2006). Penginderaan Jarak Jauh Penginderaan jauh atau inderaja (remote sensing) adalah seni dan ilmu untuk mendapatkan informasi tentang obyek, area atau fenomena melalui analisa terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah ataupun fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,1997). Penginderaan jauh merupakan suatau teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan 5

fisik.tujuan utama penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan.biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya (Lo, 1996). Landsat 8 Satelit LDCM (Landsat Data Continuity Mission) telah diluncurkan pada tahun 2011 dari VAFB, CA dengan pesawat peluncur Atlas-V-401. Setelah meluncur di orbitnya, satelit tersebut dinamakan sebagai Landsat-8. Satelit LDCM (Landsat- 8) dirancang diorbitkan pada orbit mendekati lingkaran sikron-matahari, pada ketinggian: 705 km, inklinasi: 98.2º, periode: 99 menit, waktu liput ulang: 16 hari. Satelit LDCM (Landsat-8) dirancang membawa Sensor pencitra OLI (Operational Land Imager) yang mempunyai kanal-kanal spektral yang menyerupai sensor ETM+ (Enhanced Thermal Mapper plus) dari Landsat-7. Sensor pencitra OLI ini mempunyai kanal-kanal baru yaitu: kanal-1: 443 nm untuk aerosol garis pantai dan kanal 9: 1375 nm untuk deteksi cirrus; akan tetapi tidak mempunyai kanal inframerah termal. Sensor lainnya yaitu Thermal Infrared Sensor (TIRS) ditetapkan sebagai pilihan (optional), yang dapat menghasilkan kontinuitas data untuk kanal-kanal inframerah termal yang tidak dicitrakan oleh OLI (Sitanggang, 2010). Ketersediaan data citra time series yang cukup panjang meliputi seluruh wilayah Indonesia dan resolusi (spasial, temporal, radiometrik) bagus merupakan keunggulan yang dimiliki oleh citra landsat 8. Keunggulan ini tidak dimiliki oleh citra-citra lainnya, sehingga sangat mendukung upaya pemanfaatan landsat 8 ini 6

untuk berbagai keperluan, seperti monitoring perubahan penutupan lahan, deforestasi dan degradasi pada kawasan hutan. Laju degradasi/deforestasi dapat diketahui dengan membandingkan penutupan lahan hutan pada tahun tertentu dengan tahun-tahun sebelumnya.untuk keperluan tersebut, citra landsat masih menjadi andalan bagi para analis bidang kehutanan.permasalahan yang muncul sebelum hadirnya landsat 8 khususnya pasca kerusakan kanal pada landsat 7 adalah adanya striping pada data setelah tahun 2003.Ini tentu sangat mengganggu khususnya dalam melakukan koreksi radiometrik pada tahap pra pengolahan.hadirnya landsat 8 tanpa striping mengakibatkan perubahan penutupan lahan lebih mudah dianalisis. Ketersediaan informasi spasial mengenai kawasan-kawasan yang rawan degradasi akan memberi peluang lebih dini bagi upaya pencegahan kerusakan lebih lanjut. Interpretasi citra Interpretasi foto dapat didefinisikan sebagai "tindakan memeriksa gambar foto untuk tujuan mengidentifikasi objek dan menilai signifikansi mereka" (Colwell, 1997). Prinsip-prinsip interpretasi citra telah dikembangkan secara empiris lebih dari 150 tahun. Yang paling dasar dari prinsip-prinsip ini adalah unsur-unsur interpretasi citra diantaranya: lokasi, ukuran, bentuk, bayangan, nada/ warna, tekstur, pola, tinggi/kedalaman dan situs/situasi/asosiasi. Unsur-unsur ini secara rutin digunakan ketika menafsirkan sebuah foto udara atau menganalisis gambar foto. Seorang juru gambar yang terlatih menggunakan banyak unsur-unsur selama analisis nya tanpa berpikir tentang mereka. Namun, pemula mungkin tidak hanya harus memaksa dirinya untuk secara sadar mengevaluasi objek yang tidak 7

diketahui sehubungan dengan unsur-unsur, tetapi juga menganalisis makna dalam kaitannya dengan objek lain atau fenomena dalam foto atau gambar. Menurut Wahyunto, et all. dalam Daruati (2008) dalam identifikasi penggunaan lahan dengan citra landsat, selain unsur interpretasi sebagai dasar analisis, perlu diperhatikan juga beberapa faktor penutup lahan, misalnya jenis vegetasi, keadaan air genangan, dan tanah terbuka. Setiap faktor akan memberikan reflektansi yang berbeda dan dapat berpengaruh terhadap kenampakan objek tersebut. Dalam pengolahan data spasial digunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG adalah suatu sistem untuk pengolahan, penyimpanan, pemrosesan, atau manipulasi, analisis, dan penayangan data, yang mana data tersebut secara spasial terkait dengan muka bumi (Linden dalam Suharyadi dalam Daruati, 2008). Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara visual dan interpretasi secara digital (Purwadhi dalam Daruati, 2008). Interpretasi secara visual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara keruangan.karakteristik objek dapat dikenali.berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti (Daruati, 2008). Menurut Wahyunto, et al.,1993, dalam identifikasi penggunaan lahan dengan citra landsat, selain unsur interpretasi sebagai dasar analisis, perlu diperhatikan juga beberapa faktor penutup lahan, misalnya jenis vegetasi, keadaan air genangan, dan tanah terbuka. Setiap faktor akan memberikan reflektansi yang berbeda dan dapat berpengaruh terhadap kenampakan objek tersebut. 8

Setiap warna dalam citra satelit memberikan makna tertentu.warna hijau mengidentifikasi adanya vegetasi dan makin hijau warnanya berarti vegetasinya semakin lebat (hutan).warna biru menunjukkan adanya kenampakan air dan semakin biru atau biru kehitaman berarti wilayah tersebut tergenang (body water).bila warna biru ada kesan petak-petak yang ukurannya lebih besar dan lokasinya dekat dengan garis pantai berarti areal tersebut adalah areal tambak.unsur pola dan site/lokasi dapat digunakan untuk membantu mengenali jenis penggunaan lahan dan tanaman/vegetasi yang tumbuh di daerah tersebut.sebagai contoh, bila ada kenampakan hijau (warna) pada wilayah berpetak-petak (pola) yang lokasinya di wilayah dataran (lokasi), hal itu mengidentifikasikan adanya lahan sawah yang ditanami padi.warna hijau (vegetasi) pada wilayah berpola aliran radial sentrifugal menunjukkan adanya vegetasi/tanaman tahunan atau hutan yang tumbuh di daerah berlereng (berbukitbergunung) (Saripin, 2003). Klasifikasi terbimbing Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analis (supervisor).kriteria pengelompokan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas (kelas signature) yang diperoleh analis melalui pembuatan training area (Jaya, 2005). Klasifikasi terbimbing biasanya dilakukan untuk memperbaiki proses klasifikasi tak terbimbing yang sudah dilakukan sebelumnya. Klasifikasi terbimbing membutuhkan suatu luasan areal yang merupakan perwakilan kelaskelas yang ditentukan. Secara umum, penggambaran areal tersebut dikenal dengan training area (Agus dan Siregar, 2003). Umumnya penentuan training area 9

dilakukan berdasarkan hasil pengamatan lapangan atau berdasarkan penyesuaian dengan peta rupa bumi. Training area yang telah didapatkan tersebut kemudian bisa dijadikan sebagai masukan dalam proses klasifikasi untuk keseluruhan citra. Salah satu algoritma yang sering digunakan dalam klasifikasi terbimbing adalah Maximum Likelihood Algorithm. Dalam algorithm ini, diasumsikan bahwa objek yang homogen atau sama akan selalu menampilkan histogram nilai kecerahan yang terdistribusi normal. Pada citra yang dihasilkan, masing-masing kelas penutupan akan menghasilkan penampakan yang khas dan berbeda dari penampakan kelas lainnya. 10