maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya.

dokumen-dokumen yang mirip
AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

BAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M.

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG BERKUALITAS. Nuryani, M. IAIN Palopo

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pendahuluan. Ainol Yaqin. Pertemuan ke-1 M E T O D O L O G I S T U D I I S L A M

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

BAB IV PENUTUP. tesis ini untuk menjawab rumusan masalah dapat penulis uraikan sebagai

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA PENGAJIAN TAFSIR AL-QUR AN DAN UPAYA PEMECAHANNYA DI DESA JATIMULYA KEC. SURADADI KAB. TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN

BAB I PENDAHULUAN. selalu tumbuh dan berkembang. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

MENERAPKAN EKONOMI ISLAM DENGAN PENDEKATAN EKONOMI PANCASILA: CARI JITU MENUJU INDONESIA PUSAT EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH DUNIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu sendiri, yakni untuk membudayakan manusia. Menurut Dhiu (2012:25-27)

BAB I PENDAHULUAN. Abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi.

TAFSIR AL-QUR AN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

BAB V PENUTUP. penulis angkat dalam mengkaji pendidikan ekologi dalam perspektif Islam,

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

ILMU TAUHID. Disusun Guna Memenuhi Tugas. Mata Kuliah : Ilmu Tauhid. Dosen Pengampu : Dr. Syafi i M.Ag

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama yang paling sempurna dengan Al-Quran sebagai. pedoman pokok ajarannya, menegaskan kepada umatnya agar

BAB I PENDAHULUAN. didik untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan degradasi moral. Mulai dari tidak menghargai diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN. ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

A. Dari segi metodologi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Untuk menciptakan manusia yang berkualitas tentunya tidak lepas

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN MENURUT MASDAR FARID MAS UDI DAN KIAI HUSEN MUHAMMAD

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang harus merata mencapai pedesaan dan perkotaan. Karena

Starlet Gerdi Julian / /

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana ilmu pengetahuan bidang lain, sastra sebagai ilmu memiliki

PENGUASAAN KETERAMPILAN MENJELASKAN DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN PADA MAHASISWA D-II PGSD

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI PENUTUP. Bab ini merupakan penutup dari berbagai data dan pembahasan yang. telah dilakukan pada bagian sebelumnya yang pernyataannya berupa

Pembaharuan.

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses untuk memanusiakan manusia. Artinya pendidikan pada dasarnya adalah sebagai upaya mengembangkan

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN AJAR 2. Pendekatan Dalam Memahami Agama

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi sekarang ini menjadi salah satu tolok

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

PRINSIP PARTISIPASI

TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7

PENGERTIAN SEJARAH SECARA ETIMOLOGIS, KATA SEJARAH BERASAL DARI KATA ARAB SYAJARAH YANG BERARTI POHON YANG BERCABANG- CABANG.

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB V PENUTUP. dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Realitas Patriarkhi dalam Pesantren di Kabupaten Kediri

PRANATA KEISLAMAN Oleh Nurcholish Madjid

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

Transkripsi:

ILMU TAUHID / ILMU KALAM Ilmu Tauhid sering disebut juga dengan istilah Ilmu Kalam, Ilmu 'Aqaid, Ilmu Ushuluddin, dan Teologi Islam. Menurut bahasa (etimologis) kata "tauhid" merupakan bentuk masdar yang berarti mempercayai keesaan Tuhan yaitu Allah SWT. Disebut Ilmu Tauhid karena tujuannya yang pokok adalah mempercayai keesaan Tuhan, baik dari segi Dzat, sifat-sifat maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya. 1

Adapun menurut istilah (terminologis), ilmu tauhid ialah ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan sifat-sifat yang wajib, mustahil serta jaiz bagi-nya, juga membahas tentang utusan-utusan utusan-nya dan sifat-sifat yang wajib, mustahil serta jaiz bagi mereka. 2

Disebut dengan Ilmu Ushuluddin atau Ilmu 'Aqaid karena pokok pembahasannya adalah tentang masalah-masalah kepercayaan atau keyakinan yang menjadi dasar agama Islam. 3

Disebut dengan Ilmu Kalam atau Teologi Islam karena permasalahan terpenting yang muncul pada masa pertama dan pernah menimbulkan pertentangan keras di kalangan umat Islam pada abad ke-9 dan ke -10 M. adalah tentang kalam Allah (al- Qur'an) apakah ia azali atau tidak, apakah ia qadim atau makhluk. Pertentangan keras ini bahkan sampai menimbulkan penganiayaan dan pembunuhan terhadap sesama muslim waktu itu. 4

Teologi yang diajarkan di kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya adalah teologi dalam bentuk Ilmu Tauhid yang antara lain memiliki karakteristik sbb : 1. Pembahasannya kurang mendalam dan kurang filosofis. 2. Pada umumnya yang dikaji adalah ilmu tauhid menurut aliran Asy'ariyah sehingga timbul kesan di kalangan sebagian umat Islam Indonesia bahwa inilah satu-satunya satunya teologi yang ada dalam Islam. 3. Pembahasannya bersifat sepihak dan tidak mengemukakan pendapat atau paham dari aliran-aliran lain yang ada dalam teologi Islam. 5

Ilmu Kalam (Teologi Islam) tidak lain adalah perumusan sistematis pergumulan pemikiran manusia tentang persoalan- persoalan ketuhanan yang terjadi pada penggalan sejarah tertentu. Meskipun sumber primer teologi Islam adalah wahyu (revelation revelation), namun formulasi gagasan, pemikiran dan rancang bangun epistimologi keilmuannya tiada lain merupakan hasil kreasi manusia semata. 6

Namun ironis sekali, relativitas hasil pemikiran tersebut dalam kurun waktu tertentu telah dipakai sebagai hasil final yang diterima secara taken for granted dan tidak dikaji lebih lanjut secara kritis, analitis dan inovatif. Terlebih lagi kondisi objektif tersebut di atas telah berimplikasi pada timbulnya institusionalisasi pemikiran yang termanifestasikan ke dalam wadah formal teologi, sehingga menimbulkan budaya truth claim yang sudah barang tentu berimplikasi pada pembentukan mode of thought yang bersifat partikularistik, eksklusif dan intoleran. Realitas inilah yang oleh para pengamat sosial keagamaan dinilai bahwa pemikiran teologi seringkali membawa ke arah ketersesatan umat. 7

Perlu ditegaskan di sini, bahwa teologi bukanlah agama. Namun teologi hanyalah merupakan hasil formulasi akal pikiran manusia sesuai dengan situasi dan kondisi sosial yang ada. Oleh karena itu, rumusan teologi sangat terkait dengan ruang dan waktu, tingkat pengatahuan manusia, kadar intelektualitas seseorang, kondisi sosial budaya, terlebih lagi politik yang dihadapi pada saat teologi itu muncul. Meskipun sumbernya kitab suci, namun teologi adalah karya manusia yang memiliki realitas yang falliable. 8

Karena itu, rumusan teologi pada masa tertentu dapat berubah, disebabkan tantangan zaman yang dihadapi pun berubah. Dalam konteks inilah harus ada keberanian ilmiah untuk melakukan dekonstruksi, rekonstruksi, maupun transformasi, agar teologi sebagai salah satu bagian inheren dalam kajian keagamaan tetap responsif dengan perkembangan zaman yang dihadapi manusia. 9

Di abad pertengahan, teologi pernah di sebut sebagai the queen of the science (ilmu pengetahuan paling tinggi dan otoritatif). Ketika itu semua hasil penelitian rasional harus sesuai dengan teologi. Maka pandangan dan wacana (discource discource) keagamaan mendominasi pemikiran manusia, dan oleh karena itu jika terjadi perselisihan visi dan orientasi, maka visi keagamaan harus dimenangkan. 10

Oleh karena itu, struktur fundamental rancang bangun pemikiran teologi, sangat terkait erat dengan karakteristik sebagai berikut : 1. Kecenderungan yang sangat kuat untuk mengutamakan loyalitas pada kelompok. 2. Adanya keterlibatan pribadi (involvement involvement) dan penghayatan yang sangat mendalam terhadap ajaran teologi yang diyakini kebenarannya. 3. Artikulasi perasaan dan pemikiran diungkapkan dengan bahasa pelaku (aktor) bukan dengan bahasa seorang pengamat (spectator). 11

Kristalisasi ketiga karakteristik di atas dalam diri seseorang atau dalam kelompok tertentu telah menimbulkan terciptanya enclave enclave- enclave komunitas teologi yang cenderung bersifat eksklusif dan emosional. Sifat dasar inilah yang berakibat berkembangnya budaya pada penganut teologi tertentu untuk selalu mendahulukan truth claim yang paling dominan dalam proses pembentukan sikap dogmatisme dan fanatisme. 12

Truth claim yang mentah dan emosional telah merasuk ke dalam wilayah sosial, politik yang praktis-empiris, sehingga harapan-harapan besar tentang peranan agama dalam mengatasi problema manusia modern semakin utopis. Orang lebih melihat dan mementingkan agama (teologi) sebagai kelembagaan eksoteris, daripada menggali nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya untuk dijadikan sebagai big power guna menjawab tantangan riil kemanusiaan dalam kehidupan kontemporer. 13

Berbagai kenyataan di atas menuntut segera dilakukan upaya transformasi teologi yang melibatkan kesadaran sosiologis, antropologis, psikologis, yang dibangun di atas sikap universalitas emansipatorik dan egalitarian. Berdasar pemikiran ini, maka dapat ditawarkan beberapa pondasi untuk menciptakan rancang bangun teologi yang inklusif. 14

Pertama, melakukan dekonstruksi pemikiran teologis yang bersifat partikularis-eksklusif dan dogmatis menuju teologi yang inklusif dan bertautan dengan missi sosial yang emansipatoris. 15

Kedua, mengeliminir budaya truth claim dan menumbuhkan sikap toleransi terhadap berbagai perbedaan teologis, dengan memperluas wawasan intelektual yang bernuansa dialogis, sehingga mampu mengakomodir keberanekaragaman teologi yang bersifat institusional dan pengalaman spiritual yang bersifat individual. 16

Ketiga, rancang bangun teologi tersebut harus bersifat fleksibel dan adaptif, yakni mampu merespon konteks sosial yang selalu berubah. 17

Keempat, rumusan-rumusan teologi harus dapat memberikan arah dan siraman spiritual yang berorientasi pada fraksis (otofraksis dan bukan ortodoksi) yang lebih fungsional, sehingga mampu menegakkan basis-basis nilai keagamaan yang lebih esensial dalam setiap aspek kehidupan manusia. 18

19