PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PEMODELAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana

Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mendukung Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas VIII

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memenuhi derajat sarjana S-1 Pendidikan Matematika

MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4. Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI

PENINGKATAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM POSING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN PERSEGI PANJANG

Pengembangan Instrumen Pengukuran Kompleksitas Soal Kontekstual Matematika

Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

Listiani dan Kusuma. Memperkenalkan Penerapan Strategi 1

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. segala perubahan yang terjadi dilingkungannya. Tanpa pendidikan, manusia tidak

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2, September 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

KESALAHAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERBASIS PISA PADA KONTEN CHANGE AND RELATIONSHIP

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

Jenis Tugas dan Lingkungan Belajar Matematika yang Berorientasi pada Kemampuan Berpikir Kreatif

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Literasi Matematika merupakan aspek kemampuan matematika yang

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

Lokakarya School Community Tahun 2014 PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya dari siswa, pengajar,

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA SMP MELALUI PERTANYAAN-PERTANYAAN INOVATIF PADA POKOK BAHASAN LINGKARAN (PTK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, peserta didik perlu memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH DIVERGEN SUB POKOK BAHASAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

Upaya Meningkatkan Minat Belajar Matematika Siswa Melalui Model Problem Based Learning

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

LITERASI MATEMATIS SISWA PADA KONTEN QUANTITY DI SMP NEGERI 02 PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Mustafa Ramadhan 1, Sunardi 2, Dian Kurniati 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika Oleh : Ariyadi Wijaya

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematika dan Kerja Sama Siswa SMAN 4 Semarang Melalui Model Learning Cycle 5E

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Untuk menciptakan manusia yang berkualitas tentunya tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA

PENGARUH STRATEGI PEMECAHAN MASALAH WANKAT-OREOVOCZ DAN PEMBELAJARAN TEKNIK PROBING TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Permendiknas No. 22 (Departemen Pendidikan Nasional RI,

LITERASI MATEMATIKA SEKOLAH DASAR Danuri Dosen Program Studi PGSD FKIP UPY Kata Kunci: Literasi Matematika Sekolah Dasar (SD)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi,

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembelajaran Konsep Limit Fungsi dengan Strategi Elaborasi Bagi Mahasiswa Matematika FKIP UM Mataram

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Pasal 3.

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.c.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

ANALISIS KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERTIPE PISA

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI DIMENSI TIGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN INSTRUMEN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MATHEMATICAL PROBLEM POSING SISWA SMA

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki banyak manfaat. Ilmu matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Khususnya di Indonesia matematika sudah diajarkan sejak dalam. pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas, dan

Transkripsi:

Seminar Nasional Kedua Pendidikan Berkemajuan dan Menggembirakan ISBN: 978-602-361-102-7 PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PEMODELAN Erika Eka Santi Universitas Muhammadiyah Ponorogo erikapmatumpo@gmail.com ABSTRAK Perlunya inovasi inovasi pembelajaran untuk mengejar ketertinggalan kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satu cara adalah merubah kebiasaan pembelajaran langsung yang selama ini dirasa paling mudah dan praktis. Pemodelan matematika hadir sebagai alternatif model pembelajaran dengan berpusat pada siswa. Kajian yang diangkat dalam artikel ini adalah menjawab pertanyaan apakah yang dimaksud dengan pembelajaran pemodelan matematika?, bagaimana kesesuaiannya dengan pembelajaran saintifik?, kompetensi apa saja yang dapat dikembangkan dari pembelajaran pemodelan matematika untuk siswa? Kata Kunci: pembelajaran pemodelan matematika ABSTRACT The need for innovative learning innovation to catch up with the quality of education in Indonesia. One way is to change the direct learning habits that have been felt most easily and practically. Mathematical modeling is present as an alternative learning model with student-centered. The study raised in this article is to answer the question of what is meant by learning mathematical modeling?, how is it compatible with scientific study?, what competencies can be developed from learning mathematical modeling for students? Keywords: learning mathematical modeling PENDAHULUAN Keberadaan jumlah penduduk yang sangat banyak namun masih mengalami ketertinggalan dalam bidang pendidikan tentu dirasakan sebagai suatu keprihatinan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Berdasarkan penilaian terakhir World Education Rangking yang diterbitkan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), Indonesia menduduki peringkat 57 dari 65 negara. Kondisi seperti ini mengharuskan Indonesia terus mengevaluasi sistem pendidikan yang sedang diterapkan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain, salah satunya adalah pembaharuan kurikulum sekolah hingga diberlakukannya Kurikulum 2013. Pemberlakuan kurikulum baru ini, memberikan harapan besar untuk kualitas pendidikan Indonesia yang lebih baik. Salah satu hal baru yang ditawarkan pada kurikulum ini adalah pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Sebagaimana telah diatur dalam standar proses pendidikan dasar dan menengah, pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang mengambil langkah langkah metode ilmiah dalam membangun pengetahuan. Lebih jauh tentang metode ilmiah sebagaimana dijelaskan oleh Guntoro (2014) bahwa metode ilmiah pada dasarnya memandang suatu fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail yang kemudian dirumuskan dalam suatu kesimpulan. Dalam metode ilmiah, upaya memperoleh pengetahuan didasarkan pada 493

ISBN: 978-602-361-102-7 Seminar Nasional Kedua Pendidikan Berkemajuan dan Menggembirakan struktur logis dengan langkah langkah pokok yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi serta mengkomunikasikan. Masih menurut Guntoro (2014), implementasi pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik memerlukan penyesuaian untuk masing masing karakter kelimuan materi pelajaran. Dalam materi matematika, langkah pokok pendekatan saintifik adalah sebagai berikut yaitu mengamati fakta matematika, berfikir divergen melalui kegiatan menanya, mencoba dan atau mengaitkan dengan teorema sebagai kegiatan mengumpulkan informasi, mengasosiasi dengan memperluas konsep dan membuktikan, serta menyimpulkan dan atau mengaitkan dengan konsep lain sebagai kegiatan mengkomunikasikan. Rangkaian langkah langkah pokok tersebut memberikan pengetahuan ilmiah dari pertimbangan pertimbangan logis dalam matematika. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik memberikan banyak harapan akan peningkatan prestasi siswa siswi sebagai generasi berikutnya yang akan menghadapi zaman penuh tantangan. Pendekatan saintifik membekali siswa siswi menjadi sumberdaya manusia yang mempunyai kemampuan problem solving, penalaran, dan berfikir kritis. Tentu kemampuan tersebut tidak dapat dicapai siswa apabila selama pembelajaran hanya mendengarkan dan minim aktifitas dan pengalaman. Pembelajaran saintifik menjadi hal baru baik bagi guru maupun siswa. Wajar apabila kebanyakan masih mengalami kesulitan untuk mengimplementasikan pembelajaran ini, sehingga masih banyak pembelajaran yang menggunakan teacher centered learning yang dianggap masih praktis baik bagi guru dan siswa. Banyak penelitian yang sudah dilakukan berkaitan dengan identifikasi kesulitan guru dan siswa dalam pembelajaran saintifik, diantaranya guru tidak melakukan persiapan lebih, kurang mempunyai wawasan luas, hingga siswa menjadi kurang memahami materi apa yang dipelajari. Seharusnya untuk segera dapat dipahami oleh guru bahwa pengaruh teacher centered learning tidak dapat mengembangkan kemampuan siswa sesuai tuntutan era sekarang. Berdasarkan gambaran diatas, maka tulisan ini akan mengkaji secara teoritis strategi pembelajaran alternatif untuk implementasi pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran pemodelan matematika, dengan menjawab pertanyaan apakah yang dimaksud dengan pembelajaran pemodelan matematika?, bagaimana kesesuaiannya dengan pembelajaran saintifik?, kompetensi apa saja yang dapat dikembangkan dari pembelajaran pemodelan matematika untuk siswa?, PEMBAHASAN A. Pembelajaran Pemodelan Matematika Pembelajaran pemodelan matematika pada dasarnya adalah pembelajaran berbasis kegiatan pemodelan matematika. Menurut Blum dan Leib (2007), terdapat tujuh langkah dalam kegiatan atau proses pemodelan matematika sebagaimana tergambar berikut : 494

Seminar Nasional Kedua Pendidikan Berkemajuan dan Menggembirakan ISBN: 978-602-361-102-7 Gambar 1. Proses Pemodelan Dalam Sari (2015) dijelaskan tahapan dalam proses pemodelan sebagai berikut: Tahap Constructing yakni tahap memahami situasi nyata yang dilanjutkan dengan mengkonstruksi situasi model. Pada tahap ini diperlukan pemahaman karakteristik permasalahan yang akan pecahkan. Tahap Simplifying, proses identifikasi variabel variabel yang terlibat dalam masalah tersebut kemudian dilakukan penyederhanaan situasi untuk mempermudah penyusunan model disesuaikan dengan situasi model yang telah dikonstruksi. Tidak meunutup kemungkinan mengambil beberapa asumsi pada tahap ini. Tahap Mathematising, yakni proses mengtransfer permasalahan nyata menjadi bentuk matematis. Tahap working mathematically, yaitu menyelesaikan permasalahan yang telah berbentuk matematis secara matematis. Tahap Intrepreting adalah menafsirkan penyelesaian matematis ke permasalahan situasi nyata sebagai solusinya. Tahap validating adalah tahap memastikan bahwa model telah sesuai dengan situasi model (berdasar data, teori, dsb). Pada tahap ini tidak menutup kemungkinan dilakukan pemodelan ulang apabila tidak sesuai. Tahap exposing yaitu tahap menyajikan situasi model ke situasi nyata. Persamaan dan perbedaan antara kegiatan penyelesaian masalah (Problem Solving) dan kegiatan pemodelan dijelaskan oleh Bahmaei (2011) adalah sebagai berikut kedua kegiatan ini dimulai dari suatu masalah yang nyata dan kompleks, sedangkan perbedaannya terletak pada fokus target kegiatan. Pemecahan masalah didefinisikan berkaitan dengan pemecah masalah dan proses pemecahan masalah yang melibatkan pencarian alat untuk memecahkan masalah, dengan fokus pada prosedur dan penyelesaian yang benar. Sedangkan dalam pemodelan, fokus pada interpretasi informasi yang tepat dan interpretasi hasil yang diinginkan. Bagaimana dengan istilah matematisasi, apakah sama dengan pemodelan. Menurut Erik (2012) istilah matematisasi memang sangat terkait dengan pemodelan matematika. Tetapi matematisasi bukanlah pemodelan melainkan bagian dari proses pemodelan, dimana siswa bekerja untuk mendapatkan model yang sesuai dengan konteks dunia nyata. Matematisasi lebih didefinisikan sebagai kegiatan siswa menerjemahkan masalah dunia nyata menjadi bentuk matematis. Disisi lain terkait dengan literasi matematika, menurut Sari (2015), kegiatan pemodelan matematika merupakan proses utama dalam literasi matematika, yang mana 495

ISBN: 978-602-361-102-7 Seminar Nasional Kedua Pendidikan Berkemajuan dan Menggembirakan literasi matematika berkaitan dengan kemampuan menerapkan matematika dalam masalah sehari-hari. Apakah pembelajaran pemodelan matematika ini sesuai dengan pendekatan saintifik? Mempertimbangkan tahap tahap pendekatan saintifik dan kegiatan pemodelan matematika maka dapat simpulkan seperti yang tersaji dalam tabel berikut: Tabel 1. Langkah pemodelan matematika berdasarkan tahap penedekatan saintifik Tahap pendekatan saintifik Mengamati fakta matematika.. Berfikir divergen melalui kegiatan menanya. Mencoba dan atau mengaitkan dengan teorema sebagai kegiatan mengumpulkan informasi. Mengasosiasi dengan memperluas konsep dan membuktikan. Langkah langkah kegiatan pemodelan matematika Constructing Constructing Simplifying Simplifying Mathematising Work mathematically Interpreting Validating Menyimpulkan dan atau mengaitkan dengan konsep lain sebagai kegiatan mengkomunikasikan. exposing Langkah pada pemodelan matematika dapat digolongkan dalam tahapan pendekatan saintifik. Meskipun pada tahap pemodelan memungkinkan dilakukan beberapa siklus, namun tetap dapat dikatakan sebagai alternatif pelaksanaan pendekatan saintifik untuk pembelajaran matematika. B. Kompetensi Pemodelan Matematika Pemodelan matematika banyak diperlukan di permasalahan sehari hari disekitar kita, bahkan diperlukan juga untuk perkembangan teknologi sekarang ini. Pemodelan matematika membekali siswa mencapai kemampuan menyelesaikan masalah menggunakan matematika. Dengan begitu pembelajaran matematika disekolah menjadi lebih bermakna. Menurut Maab (2006) kompetensi pemodelan matematika meliputi ketrampilan dan kemampuan untuk melakukan proses pemodelan yang tepat dan berorientasi pada tujuan serta mempunyai kemauan menggunakannya dalam upaya penyelesaian masalah. Secara spesifik kompetensi pemodelan matematika (Maab, 2006) meliputi : 1. Kompetensi melakukan langkah langkah dalam proses pemodelan, yang meliputi : kompetensi memahami masalah dunia nyata, membentuk model matematikanya, menyelesaikan model matematika yang sudah terbentuk, intrepetasi penyelesaian model matematika untuk permasalahan dunia nyata, serta mampu memvalidasi hasil yang diperoleh. 2. Kompetensi metakognisi pemodelan 3. Kompetensi menggunakan pemodelan berorientasi pada tujuan. 4. Kompetensi dalam memahami argumen pemilihan hubungan pada proses pemodelan. 496

Seminar Nasional Kedua Pendidikan Berkemajuan dan Menggembirakan 5. Kompetensi untuk melihat kemungkinan matematika dapat menawarkan Pendapat lebih sederhana mengenai kompetensi pemodelan disampaikan Sekerak (2010) yaitu kemampuan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: fokus pada situasi awal suatu permasalahan, menentukan wilayah dan situasi yang harus dimodelkan, matematisasi (mentransfer "realitas" ke struktur matematika), menentukan model matematis, membuktikan model dari perspektif situasi nyata, berpikir, menganalisa, menyajikan model (termasuk batas atau keterbatasannya), "demathematization" (interpretasi model matematika sehubungan dengan "kenyataan"), serta melacak dan mengendalikan proses pemodelan. SIMPULAN ISBN: 978-602-361-102-7 Pemodelan matematika dapat menjadi alternatif pembelajaran modern dengan berpusat pada siswa. Namun tentu diperlukan guru yang mempunyai wawasan luas dan bersedia melakukan persiapan yang ekstra. Siswa perlu pembiasaan berpikir kritis dan kreatif, tidak lagi hanya menerima dan melakukan penyelesaian matematika seperti contoh. DAFTAR PUSTAKA Bahmeai, F, (2011), Mathematical modelling in primary school, advantages and challenges. Journal of Mathematical Modelling and Application 2011, Vol. 1, No. 9, 3-13. Blum, W. & Borromeo Ferri, R. (2009). Mathematical Modelling: Can It Be Taught AndLearnt?. Journal of Mathematical Modelling and Application. Vol. 1, No. 1, 45-58. Blum, W./ Leiß, D. (2007). How do students and teachers deal with modelling problems?in: Haines, C. et al. (Eds), Mathematical Modelling: Education, Engineering andeconomics. Chichester: Horwood, 222-231 Eric, C.C.M, dkk. (2012). Assessment of Primary 5 Students Mathematical Modelling Competencies. Journal of Science and Mathematic Education in Southeast Asia Vol. 35 No. 2, 146-178. Guntoro, S.T. (2014). Pendekatan Saintifik dalam Matematika. Diakses dari http:// http://202.152.135.5/btkpdiy/img/download/ Pendekatan%20Saintifik%20matematika%20-%20Materi%20Bapak% 20Sigit%20P4TK%20Matematika.pdf Maaß, K. (2006). What Are Modelling Competencies?.Zentralblatt für Didaktik der Mathematik, 38(2), 113-142. 497

ISBN: 978-602-361-102-7 Seminar Nasional Kedua Pendidikan Berkemajuan dan Menggembirakan Sari, R.H.N, (2015), Literasi Matematika: Apa, Mengapa dan Bagaimana?. Prosiding Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogjakarta. Sekerak, J, (2010), Phases Of Mathematical Modelling And Competence Of High School Students. The Teaching Of Mathematics 2010, Vol. Xiii, 2, Pp. 105 112 498