PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan 3,5 ton/ha untuk perkebunan besar (Fauzi dkk, 2002). Data dilapangan menunjukkan kecenderungan pengembangan luas areal perkebunan kelapa sawit beralih ke lahan-lahan marginal seperti gambut. Dari segi potensi luas gambut, Indonesia merupakan negara keempat terbesar didunia dengan luas sekitar 17 juta ha. Namun dari sekian luas gambut tersebut baru sekitar 0,531 juta hektar yang telah dimanfaatkan, terutama untuk perkembangan pertanian. Rendahnya pemanfaatan sumber daya alam ini terutama disebabkan oleh besarnya dana investasi yang harus ditanamkan. Faktor lokasi yang jauh di pedalaman dengan sarana dan prasarana transportasi yang sulit karena hanya mengandalkan transportasi air dan faktor lingkungan hidup yang tidak sehat seperti air yang asam dan jangkitan penyakit yang tinggi seperti malaria, cacing dan penyakit kulit menjadi kendala untuk pembukaan dan pemukiman penduduk dikawasan gambut (Fauzi dkk, 2002). Dalam pemanfaatan lahan gambut untuk perkebunan dijumpai berbagai masalah fisik, kimia dan biologi tanah antara lain kesuburan tanah yang sangat rendah, cepat mengalami degradasi kesuburan, memiliki potensi jangkitan penyakit (virulensi) yang tinggi, ratio C/N tinggi, unsur hara P yang rendah, serta rendahnya jumlah dan aktivitas mikroorganisme heterotrop pada tanah tersebut
sehingga menyebabkan laju pematangan gambut menjadi lambat. Semua masalah itu merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Tanah gambut memiliki kadar P yang rendah dan N-total yang tinggi tetapi N tersebut tidak tersedia untuk tanaman, ditunjukkan oleh tingginya rasio C/N. Dari segi biologi, jumlah dan aktivitas mikroorganisme heterotrop pada tanah gambut sangat rendah, sehingga menyebabkan laju pematangan gambut menjadi lambat, padahal tingkat kematangan gambut merupakan salah satu penentu kesuburan tanah gambut tersebut. Dari segi fisik, yakni jumlah pori-pori yang berkaitan dengan pertukaran oksigen untuk pertumbuhan akar tanaman, kapasitas memegang air tanah gambut merupakan tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Akan tetapi dengan keberadaan sifat inheren yang lain seperti kemasaman yang tinggi, kejenuhan basa yang rendah dan miskin unsur hara baik mikro maupun makro menyebabkan tanah gambut digolongkan sebagai tanah marginal. Pemberian kapur sebagai amandemen, mikoriza dan MOS sebagai pupuk hayati tampaknya akan memberikan pengaruh positif, akan tetapi pemberian lumpur laut sebagai amandemen tampaknya akan memberikan pengaruh negatif terhadap pemanfaatan tanah gambut sebagai lahan pertanian. Oleh karena itu perlu dikaji sejauh mana pengaruh rhizobia dan amandemen tersebut terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit pada tanah gambut. Pemberian amandemen seperti abu, pengapuran, pemberian pupuk kandang, pencampuran dengan bahan mineral seperti lumpur laut dapat meningkatkan produktifitas gambut dan aktifitas mikrorganisme yang bermanfaat. Kation polivalen dari amandemen akan berfungsi mengontrol pelapukan bahan
organik dengan cara bereaksi dengan senyawa- senyawa organik membentuk komplek khelat yang tahan terhadap biodegradasi. Pemberian mikoriza dapat meningkatkan ketersediaan P dari tanah gambut dan efisiensi pemupukan batuan fosfat yang diberikan. Rajagukguk (1991) dalam Triana Anggraini (2002) mengatakan bahwa di Indonesia tanah gambut merupakan jenis tanah terluas kedua setelah podsolik dan merupakan negara ke-4 dalam luasan gambut setelah negara Kanada, Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Penyebaran tanah gambut di Indonesia meliputi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Perumusan Masalah Pemanfaatan tanah gambut sebagai lahan pertanian alternatif memiliki banyak kendala seperti ph rendah, ketersedian unsur hara yang rendah, dan KTK tinggi sedangkan kejenuhan basanya rendah. Pemberian kapur dan Lumpur laut sebagai amandemen serta mikoriza dan berbagi sumber isolat sebagai pupuk hayati tampaknya akan memberikan pengaruh positif terhadap pemanfaatan tanah gambut sebagai lahan pertanian. Pemberian lumpur laut sebagai alternatif pengganti dolomit sebagai amandemen akan berpengaruh positif jika tepat dan seksama dalam penggunaan dan pengelolaan lumpur tersebut. Oleh karena itu dikaji sejauh mana pengaruh mikoriza dan amandemen tersebut terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit.
Tujuan Penelitian 1. Mengkaji pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap serapan hara N, P dan pertumbuhan bibit sawit pada tanah gambut Desa Ajamu Labuhan Batu. 2. Mengkaji pengaruh pemberian amandemen terhadap serapan hara N, P dan pertumbuhan bibit sawit pada tanah gambut Desa Ajamu Labuhan Batu. 3. Mengkaji pengaruh interaksi pemberian antara pupuk hayati dan amandemen terhadap serapan hara N, P dan pertumbuhan bibit sawit pada Tanah gambut Desa Ajamu Labuhan Batu. Hipotesis Penelitian 1. Pemberian pupuk hayati dapat meningkatkan serapan N, P dan pertumbuhan bibit sawit pada tanah gambut Desa Ajamu Labuhan Batu. 2. Pemberian amandemen dapat meningkatkan serapan N, P dan pertumbuhan bibit sawit pada tanah gambut Desa Ajamu Labuhan Batu. 3. Pemberian interaksi antara amandemen dan pupuk hayati dapat meningkatkan serapan N, P dan pertumbuhan bibit sawit pada tanah gambut Desa Ajamu Labuhan Batu.
Kegunaan Penelitian - Sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan sebagai alternatif pengganti lahan kering dengan memanfaatkan lahan gambut untuk tanaman kelapa sawit. - Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.