BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batik merupakan kerajinan tangan yang bernilai seni tinggi yang pada tanggal 2 Oktober 2009 ditetapkan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) bahwa batik sebagai budaya asli warisan Indonesia. Surakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Solo, salah satu kota di Indonesia yang terkenal akan batiknya. Solo terkenal dengan corak batik tulis tradisionalnya. Banyak sekali tedapat perusahan batik dan pedagang yang berkembang di kota ini sehingga dapat menyerap tenaga kerja pembuatan kain batik yang cukup banyak. Dari pengamatan yang dilakukan di stasiun kerja pembuatan batik masih terdapat beberapa kondisi kerja yang masih kurang perhatian pada manusia, interaksinya dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur, lingkungan dan pekerja yang ada didalamnya serta kehidupan sehari-hari dimana penekanannya adalah faktor manusia. Sering kali tanpa disadari para pekerja batik bekerja dengan posisi atau postur yang memiliki risiko pada kesehatan seperti musculoskeletal disorders (MSDs) (Puspito, 2011). Keluhan MSDs pekerja batik salah satu contohnya seperti pegal di bagian tulang ekor saat duduk sedang membatik dan nyeri di pinggang dan punggung pada pekerja pengecapan. Keluhan otot seperti ini secara garis besar dikelompokkan menjadi dua. Pertama keluhan yang sifatnya sementara (reversible), terjadinya kuluhan pada otot ketika sedang menerima beban statis, keluhan ini seketika akan hilang apabila pembebanan dihentikan. Kedua keluhan yang sifatnya menetap (persistent), terjadinya keluhan rasa sakit pada otot terusmenerus walaupun pembebanan kerja dihentikan (Tarwaka et al. dalam Wardaningsih, 2010). Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang sistematis utuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia merancang suatu sistem kerja, sehingga manusia dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman (Wignjosoebroto et al., 2003). Pembebanan pada otot dengan pemberian beban kerja yang terlalu berat dan statis dalam durasi yang cukup lama adalah salah satu faktor penyebab gangguan MSDs. Keluhan
otot ini kecil kemungkinan terjadi apabila dalam batasannya, yaitu antara 15%-20% dari kekuatan otot maksimum, apabila kontraksi otot lebih dari 20%, peredaran darah ke otot akan berkurang seiring dengan tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan, suplai oksigen menurun, proses metabolisme terhambat dan akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan rasa nyeri (Tarwaka dalam Wardaningsih, 2010). Risiko yang demikian dapat dikurangi dengan diantaranya melakukan evaluasi melalui analisis postur kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Tujuan dilakukan evaluasi adalah untuk diperoleh rekomendasi perbaikan yang kemudian dapat bermanfaat. Manfaat yang diperoleh dengan adanya pencegahan terhadap MSDs melalui analisis postur kerja adalah berupa penghematan biaya, peningkatan produktivitas peningkatan kualitas kerja, peningkatan kesehatan, kesejahteraan karyawan, dan memberikan rasa nyaman dan aman terhadap karyawan. Analisis postur memiliki peranan penting dalam melakukan identifikasi risiko penyakit yang muncul akibat aktivitas kerja karena analisis ini dilakukan secara langsung terhadap pekerja. Pada proses analisis postur akan diketahui kemungkinan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan pekerja dalam melakukan pekerjaannya dikarenakan posisi tubuh yang tidak pas dan berisiko yang mana akan menjadi acuan evaluator dalam melakukan perbaikan postur kerja dan fasilitas kerja agar tidak merasa cepat lelah dan sakit. Terdapat berbagai macam metode analisis postur kerja seperti Rapid Upper Limb Assesment (RULA), Rapid Entire Body Assessment (REBA), Ovako Working Posture Analysing System (OWAS), Gradients of Occupational Health in Hospital (GROW), Strain Index, Occupational Repetitive Action (OCRA), dan Quick Exposure Checklist (QEC). Penggunaan metode ini harus disesuaikan dengan tujuan analisis postur yang akan dilakukan. Pemilihan metode disesuaikan dengan kebutuhan analisis postur yang akan dilakukan. Sebagai contoh, apabila ingin mengetahui potensi terjadinya MSDs secara keseluruhan dapat menggunakan metode REBA karena metode ini yang menjadi fokus analisanya adalah keseluruhan postur tubuh. Kondisi lingkungan fisik kerja seperti layout ruangan, tata letak dan sirkulasi barang produksi maupun lingkungan fisiknya (tingkat kelembaban, temperatur, pencahayaaan, dan kebisingan) yang semuanya apabila diperhatikan tingkat kebutuhan dan kebergunaannya akan mendukung untuk terciptanya aktifitas dalam setiap stasiun kerja seperti pada stasiun
kerja pembuatan pola, membatik dan mengecap tentunya akan memerlukan tingkat pencahayaan yang harus mencukupi guna menunjang produktivitas kerja mereka sehingga dapat meminimalisasi adanya kesalahan. Disamping masalah postur pekerja, terdapat juga masalah akibat gangguan kesehatan lingkungan kerja yang menjadikan beban tambahan dari seorang pekerja. Lingkungan kerja yang tidak nyaman akan menyebabkan produktivitas kerja menurun karena kemungkinan pekerja melakukan kesalahan akan lebih tinggi daripada kondisi normal. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan sebagai lingkungan kerja yang baik apabila manusia bisa melaksanakan aktivitasnya dengan optimal dengan sehat, aman dan nyaman. Pentingnya dilakukan evaluasi lingkungan kerja dengan melakukan pengukuran kondisi lingkungan kerja dan mengetahui respon pekerja terhadap paparan lingkungan kerja. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja yang dikemukakan Sedarmayanti (1996) yaitu penerangan, temperatur udara, suara bising, penggunaan warna, ruang gerak yang diperlukan, dan keamanan bekerja. Di dalam lingkungan kerja terdapat faktor-faktor yang menyebabkan beban tambahan dan dapat menimbulkan gangguan bagi tenaga kerja. Salah satunya adalah tekanan panas, temperatur tubuh manusia diperoleh dari keberadaan metabolisme dalam tubuh dan panas di lingkungan sekitar. Temperatur lingkungan yang terlalu panas atau dingin akan menimbulkan gangguan penyakit seperti heat cramps, heat exhaustion, heat stroke, dan heat rash pada temperatur panas. Dan terjadi gangguan seperti chilblain, threch foot dan fross bite pada temperatur yang dingin. Dalam proses pembuatan batik tulis dan cap untuk dapat menempelkan malam atau lilin ke lembaran kain terlebih dahulu malam tersebut harus dalam kondisi cair. Untuk dapat mencairkan malam tersebut tentunya harus menggunakan alat pemanas. Pada umumnya industri batik tradisional masih menggunakan kompor berbahan bakar minyak tanah untuk memanaskan malam tersebut. Kompor berbahan bakar minyak tanah ini selain memanaskan malam secara tidak langsung memiliki efek samping meningkatkan temperatur ruangan di sekitar kompor sedangkan posisi kompor harus berada pada jangkauan normal pembatik agar mudah untuk mengambil malam cair yang akan di batik di permukaan kain. Temperatur ruangan yang tingginya diatas temperatur normal ruangan akan menyebabkan cepat timbulnya kelelahan tubuh dan cenderung melakukan kesalahan dalam bekerja.
Pencahayaan juga penting karena menyangkut mengenai penglihatan pekerja. Aktivitas di stasiun kerja membatik sangat perlu memperhatikan penerangan yang cukup karena kurangnya penerangan dalam jangka waktu yang lama akan berdampak pada kelelahan mata jika tidak diimbangi dengan intensitas penerangan yang memadai. Pencahayaan yang kurang memadai dapat megakibatkan beban tambahan bagi pekerja, gangguan performance kerja serta pada akhirnya dapat memberikan pengaruh buruk terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Depkes, 1990). Ergonomics participatory adalah salah satu hal penting dalam merencanakan dan melaksanakan sebuah atmosfir kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien dengan melakukan pendekatan melibatkan para karyawan, sehingga diharapkan nantinya ada responsibility dari implementasi atau intervensi ergonomi yang kita lakukan (Manuaba dalam Setyawan, 2011). Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis postur dan ergonomi lingkungan kerja pada pekerja batik untuk dapat mengidentifikasi permasalahn yang ada pada setiap stasiun kerja. Setelah itu permasalahanpermasalahan yang ada tersebut akan dilakukan evaluasi ergonomi dengan menggunakan metode ergonomics participatory. 1. 2. Rumusan Masalah Pada penelitian ini dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut. Menganalisa tingkat keergonomisan posisi postur tubuh dengan metode REBA, melakukan analisis terhadap lingkungan kerja pekerja batik, melakukan analisis beban kerja dan kemudian membuat rekomendasi dengan pendekatan dengan karyawan menggunakan metode ergonomics participatory. 1. 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan: 1. Analisis postur kerja menggunakan REBA (Rapid Entire Body Assessment). 2. Menganalisis beban kerja menggunakan pengukuran denyut nadi pekerja. 3. Analisis faktor ergonomi lingkungan fisik mengenai temperatur dan pencahayaan tempat kerja.
4. Menggunakan metode ergonomics participatory untuk menghasilkan rekomendasi perbaikan yang akan digunakan sebagai bahan FGD (Focus Group Discussion) yang pada akhirnya menghasilkan rekomendasi yang diharapkan dapat diterima dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan. 1. 4. Asumsi dan Batasan Masalah Penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah antara lain: 1. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumahan, Batik Gunawan Setiawan, Surakarta. 2. Postur kerja dianalisis dengan menggunakan metode Rapid Entire Body Assesment (REBA). 3. Ergonomika lingkungan yang dianalisis meliputi kondisi temperatur dan penncahayaan ruangan. 4. Beban kerja dianalisis dengan menggunakan beban kardiovaskuler dan gizi kerja. 5. Rekomendasi perbaikan yang dihasilkan yaitu dengan melakukan pendekatan dengan karyawan dan manajer/pemilik usaha. 6. Jenis kelamin dan umur pekerja diabaikan. 1. 5. Manfaat Penelitan Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kecelakaan kerja sehingga perusahaan dapat melakukan pencegahan dan pengurangan risiko kecelakaan kerja. Memberikan rekomendasi perbaikan pada setiap stasiun kerja pembuatan batik sehingga dapat meningkatkan kesehatan, keselamatan dan kenyamanan kerja bagi karyawan.