BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan faktor penting kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Perubahan lingkungan udara ini pada umumnya disebabkan karena adanya kebakaran hutan, akibat gunung berapi, industri, pembuangan sampah, aktifitas transportasi, serta kegiatan rumah tangga. Pencemaran udara biasanya berakibat pada gangguan pernafasan kronis. Salah satu unsur pencemar udara yang berdampak pada kesehatan adalah CO (Karbonmonoksida). CO merupakan polutan yang dapat mencemari lingkungan sekitar dengan mudah karena tidak perlu bereaksi dengan zat lain. CO dapat merusak, serta pada manusia dapat mengganggu fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru, pembuluh darah, serta iritasi pada mata dan kulit. (1-2) Karbonmonoksida dihasilkan melalui proses pembakaran tidak sempurna oleh bensin mobil, pembakaran di perindustrian, pembangkit listrik, pemanas rumah, pembakaran pertanian, dari asap rokok, dan sebagainya. Gas ini tidak berwarna dan tidak berbau, tetapi sangat berbahaya. (3-4) Berdasarkan data di Indonesia pada tahun 2009 jumlah kendaraan bermotor mencapai 70 juta lebih, dimana sepeda motor mencapai 74%. Pada tahun 2008 jumlah kendaraan 65,27 juta, hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor sekitar 8,3%. (5) Kenaikan jumlah kendaraan bermotor dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 di Kota Semarang sebesar 2% per tahun, sedangkan kenaikan jumlah jaringan jalan relatif kecil atau hampir tidak ada. (6) Semakin bertambahnya kendaraan bermotor, maka jumlah CO akan meningkat dan semakin berdampak terhadap lingkungan. Pengaruh konsentrasi CO di udara sampai dengan 100 ppm terhadap 1
CO. (11) Berdasarkan penelitian terhadap pekerja hiburan malam oleh hampir tidak ada, khususnya pada tingkat tinggi. Bila konsentrasi CO di udara mencapai 2000 ppm dan waktu kontak lebih dari 24 jam maka akan mempengaruhi kemampuan fiksasi nitrogen oleh bakteri bebas yang ada pada lingkungan terutama yang terdapat pada akar. (7-8) Dampak CO terhadap manusia secara umum dapat mengakibatkan reaksi antara CO dengan Haemoglobin darah (Hb), sehingga dapat menghambat fungsi dari Hb itu sendiri untuk mengikat oksigen. (8) CO juga dihasilkan dari asap rokok yang bisa mengakibatkan indoor air pollution (pencemaran di ruangan). Pencemaran udara ruangan sangat berbahaya karena sumbernya berdekatan dengan manusia secara langsung (9-10) Hingga saat ini lebih dari 4.000 zat kimia telah diketahui terkandung asap rokok, termasuk di nya adalah Chandra Fery Meiningrum (2004) dari Universitas Diponegoro, asap rokok ruangan dapat meningkatkan kadar CO dan dapat mengakibatkan menurunnya fungsi paru orang yang ada di ruangan tersebut. Penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara kadar CO di ruangan tertutup yang terpapar asap rokok dengan kapasitas vital paksa paru pekerja hiburan malam di Semarang. (12) Orang yang merokok akan mengeluarkan asap rokok yang mengandung gas diantaranya CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm dan kemudian menjadi encer sekitar 400-5000 ppm selama dihisap (4) Asap rokok ini terhisap oleh manusia melalui proses pernafasan dan ikut aliran darah termasuk aliran darah jantung. Asap rokok ini berbahaya karena mampu mengikat hemoglobin darah 200-250 kali lebih kuat dibanding oksigen. Apabila kekurangan oksigen akan menyebabkan penyakit Hipoksia. (13) Berdasarkan data WHO (2008), pada tahun 2008 Indonesia menempati urutan ketiga dari 10 negara konsumsi rokok terbanyak di dunia setelah China dan India, yaitu sebanyak 4,8% atau sebesar 240 2
milyar batang. Dimana berdasarkan Riskesdas 2007 menyatakan bahwa 85,4 % dari perokok berusia 10 tahun ke atas merokok di rumah bersama dengan anggota lainnya. (14) Beberapa upaya untuk mengurangi pencemaran udara adalah dengan menghilangkan sumber pencemaran, mengurangi sumber pencemaran, menghilangkan polutan di udara, dan mengurangi polutan di udara. Namun seiring dengan kemajuan IPTEK, pencemaran udara semakin tidak terkendali, bahkan masih di atas ambang batas, sehingga upaya yang bisa dilakukan adalah mengurangi polutan dengan menggunakan berbagai hijau. Salah satu tersebut adalah sansevieria yang biasa disebut lidah mertua. Selain sebagai hias, sansevieria mampu mengurangi pencemaran udara baik di luar maupun di ruangan terutama pencemaran yang disebabkan oleh CO dari asap rokok. (15-16) sansevieria mudah didapat, mudah dipelihara, dan harganya murah. Jenisnya pun banyak dan memiliki variasi umur, tinggi, ketebalan, serta kerapatan yang berbeda. Pada tahap perkembangan, semakin tua umur sansevieria maka ukuran daunnya pun semakin lebat dan lebar, sehingga luas penampang semakin besar dan kemampuan menyerap polutan semakin besar. Sansevieria mengandung bahan aktif pregnane glikosid yang berfungsi untuk mereduksi polutan menjadi asam organik, gula dan asam amino yang tidak berbahaya lagi bagi manusia. Pada proses respirasi sansevieria menghasilkan gas yang bermanfaat bagi manusia, yaitu oksigen. Proses respirasi ini berlangsung terus menerus selama sansevieria masih hidup. (17) Penelitian Putri Widhowati (2008) dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, mengacu pada variasi jenis dan tinggi. Berdasarkan penelitian sansevieria lebih efektif mereduksi CO dibanding kembang sepatu. Reduksi tertinggi terdapat pada sansevieria dengan tinggi 100 cm dan dapat mereduksi CO sebesar 84,18%. (18) Penelitian Arnold (2004) menunjukkan bahwa 5 helai daun sansevieria 3
mampu menetralisir ruangan tercemar dengan volume 100 yang diakibatkan oleh nikotin, CO2 dan AC. (19-20) Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian bagaimana pengaruh umur dan kerapatan lidah mertua (sansevieria) terhadap kadar karbonmonoksida di udara, melihat kemampuan sansevieria yang dapat mereduksi karbonmonoksida. Adakah kemampuan mereduksi berdasarkan umur dan kerapatan tersebut. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan masalah penelitian: Adakah Pengaruh Umur dan Kerapatan Lidah Mertua (Sansevieria) Terhadap Kadar Karbonmonoksida (CO) di Udara? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh umur dan kerapatan Lidah Mertua (Sansevieria) terhadap kadar karbonmonoksida (CO) di udara. 2. Tujuan Khusus a. Menghitung kadar CO di udara berdasarkan umur dan kerapatan sansevieria. b. Menganalisis pengaruh umur dan kerapatan sansevieria terhadap kadar CO di udara. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kesehatan terutama mengenai kemampuan sansevieria mereduksi karbonmonoksida (CO) di udara, sehingga dapat mengurangi pencemaran udara. 4
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat diterapkan langsung oleh masyarakat untuk mengurangi pencemaran udara dengan menanam sansevieria di lingkungan rumah maupun lingkungan kerja. E. Bidang Ilmu Penelitian ini merupakan penelitian bidang ilmu kesehatan masyarakat dengan menitikberatkan pada bidang kesehatan lingkungan khususnya masalah pencemaran udara. F. Keaslian Penelitian Tabel. 1.1. Keaslian penelitian No Nama Judul Desain 1. Putri Wodhowati (2008) Analisa Kemampuan Lidah Mertua (Sansevieria Sp) dan Kembang Sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis) Penurunan konsentrasi Gas CO Eksperimental Bebas dan Tertikat Variable bebas: Lidah Mertua dan Kembang Sepatu. terikat: Konsentrasi Gas CO Hasil lidah mertua dengan tinggi 100 cm memiliki kemampuan terbesar penurunan konsentrasi gas CO dibandingkan kembang sepatu yaitu sebesar 84.18%. 2. Nanny Kusminingrum (2008) Potensi Menyerap CO2 dan CO untuk Mengurangi Dampak Eksperimental bebas:. Menyerap CO2 dan CO. terikat: Reduksi CO terbesar untuk Ganitri sebesar 81.53 % (0.587 ppm) ; jenis perdu yaitu 5
Pemanasan Global pemanasan Global Iriansis sebesar 88.61 % (0.638 ppm) ; c) jenis semak yaitu: Philodendron sebesar 92.22 % ( 0.664 ppm); serta gabungan, yaitu Galinggem + Kriminil Merah dengan perbandingan 2 : 1 sebesar 79.22 % (0.244 ppm). 3. Atik Susanti (2003) Perbedaan Kadar CO di Udara Badan Jalan Berdasarkan Kerapatan Penghijauan di Kot Explanatory research dengan pendekatan cross sectional Bebas : penghijauan pada badan jalan. terikat : Kadar CO di udara Ada yang signifikan kandungan CO berdasarkan tingkat kerapatan. 4. Luh Komang Sulasmini, Mahendra, Komang Arthawa Lila (2006) Peranan Penghijaun Angsana, Bungur, dan Daun Kupu- Kupu sebagai Penyerap Emisi Pb dan Debu Kendaraan Bermotor di Jalan Cokroaminoto, Melati, dan Cut Nyak Dien di Kota Eksperiment bebas : Angsana, Bungur, dan Daun Kupu- Kupu terikat: Emisi Pb dan debu kendaraan Berdasarkan jenis tidak ada kandungan Pb daun, berarti setiap mempunyai kemampuan yang sama menyerap Pb 6
Denpasar. 5. Taufiq Nashrulloh (2008) Pengamatan beberapa karakteristik daun ki sabun (Filicium decipiens Thw.) di dua tempat di kota Bandung Observasional -variabel bebas : Daun ki sabun -variabel terikat : Konsentrasi Pb Ada yang nyata antara luas daun, konsentrasi Pb di daun, jumlah kendaraan, kelembaban udara dan intensitas cahaya matahari di kedua tempat. 6. Naim Fachrulli (2011) Perbedaan Kadar Timbal (Pb) di Udara Badan Jalan Berdasarkan Kerapatan Penghijauan dan Densitas Kendaraan Bermotor yang Lewat di Kota Semarang Explanatory research dengan pendekatan cross sectional bebas : Tingkat kerapatan. terikat : Kandungan Pb di udara Ada yang bermakna antara kerapatan dan kepadatan kendaraan terhadap kadar Pb udara di badan jalan. Berdasarkan tabel 1.1, penelitian ini dengan penelitian dahulu adalah terdapat pada jenis, jenis gas pencemar, dan variabel penelitian. bebas penelitian ini adalah umur dan kerapatan Lidah mertua (sansevieria), sedangkan variabel terikat adalah kadar Karbonmonoksida (CO) di udara. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah ada beberapa peneliti terdahulu sama sama mengukur kadar CO dan menggunakan sansevieria menggunakan metode eksperimen. 7