BAB II LANDASAN TEORI Eksistensi dari karya sastra di tengah masyarakat tidak lepas dari pengakuan masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan karya sastra tetap eksis ditengah masyarakat diperlukan adanya kompleksitas didalam karya sastra tersebut. Hal inilah yang dijadikan pijakan awal bahwa masyarakat mengakui adanya karya sastra. Pada kaitan inilah diperlukan adanya unsur yang jelas untuk dapat menentukan jenis karya sastra tersebut, termasuk novel, cerpen, puisi, atau naskah drama. Dalam hal ini, A. Teeuw (1982:7-9) mengatakan bahwa karya sastra perlu pedoman pada konvensi dan inovasi. Maksud pernyataan itu adalah adanya nilai-nilai yang dipertahankan didalam karya sastra agar tetap diakui dan dikenali jenisnya oleh masyarakat. Adapun sesuatu yang menjadi ciri dari karya sastra adalah unsur atau struktur yang membangunnya. Oleh karena itu karya sastra hendaknya dipahami sebagai sesuatu yang kompleks dan otonom, yang menuntut pemahaman melalui keseluruhan dari struktur beserta transformasinya. Hal ini menjadi dasar pemikiran strukturalisme sebagai gerakan otonom (Suwondo dalam Jabrohim (Ed.), 2001:55). Adapun hubungan antara karya sastra dengan analisis lain tetap menjadi bagian terpenting karena pemahaman ini meneliti secara keseluruhan unsur-unsurnya, yang mana bagian ekstrinsiknya akan diteliti nilai edukatifnya. 9
Dengan adanya alasan-alasan diatas, penulis akan melakukan penelitian ini berdasarkan pendekatan didaktis sebagai konsepsi mengenai teori yang kompleks. Melalui pendekatan didaktis ini, diharapkan penelitian akan menjangkau hal hal yang bersifat mendidik dan bermanfaat bagi kehidupan manusia, yaitu mengenai nilai-nilai edukatif yang berkaitan dengan moralitas di dalam karya sastra. A. Pendekatan Didaktis dalam Karya Sastra Pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang dilakukan oleh pembaca yang berusaha menemukan pemahaman gagasan, tanggapan, evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Hal tersebut akan mampu mewujudkan dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis, sehingga akan mengandung nilai - nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca (Aminuddin, 1995:47). Nilai didaktis adalah suatu penghargaan hasil karya sastra yang bersifat mendidik, dapat memberikan keteladanan bagi seluruh pembaca, para pembaca dapat mengambil hikmah yang terkandung dalam nilai-nilai yang ada dalam karya sastra tersebut. Karya sastra yang baik selalu memberi pesan kepada pembaca untuk berbuat baik. Pesan ini dinyatakan moral. Orang biasanya menyebut dengan amanat. Maksudnya karya sastra yang baik selalu mengajak pembaca untuk menjunjung tinggi nilai-niiai moral. Dengan demikian sastra dianggap sebagai sarana pendidikan moral. Moral dalam hal ini diartikan sebagai suatu norma, suatu konsep tentang kehidupan yang dijunjung tinggi oleh sebagian masyarakat. Moral yang dipegang teguh oleh suatu masyarakat tidak berarti statis, tidak berubah. Ukuran moral yang terdapat dalam masyarakat juga mengalami perubahan menurut gerak pertumbuhan masyarakat yang bersangkutan (Semi, 1989:49).
Hikmah yang diperoleh pembaca melalui karya sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Apabila dalam sebuah sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh - tokoh yang kurang baik atau tidak terpuji, tidak berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bertingkah laku dan bersikap demikian, melainkan sikap dan tingkah laku tersebut hanyalah sebagai model, model yang sengaja ditampilkan agar tidak diikuti atau dilakukan oleh pembaca. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari perilaku tokoh yang tidak baik tersebut. Menurut Semi (1989 : 44) Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat memberi kesenangan dan faedah kepada pembacanya. Selaras dengan pendapat Darma (1995: 105). karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat selalu memberi pesan kepada pembaca untuk berbuat baik. Pesan ini dinamakan moral, sering juga disebut dengah istilah amanat. Maksudnya karya sastra yang baik selalu mengajak pembaca untuk menjunjung tinggi norma-norma. Dengan demikian sastra dianggap sebagai sarana pendidikan. Pesan yang ditawarkan dalam karya sastra ialah pesan yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan. Pesan tersebut sebenarnya bersifat universal. Pesan sastra lebih menitikberatkan pada sifat kodrati manusia yang hakiki, bukan pada aturan-aturan yang dibuat, ditentukan oleh manusia. Pesan tersebut diantaranya: kejujuran, disiplin, suka menolong, bekerja keras, tanggung jawab, optimis, berbakti pada orang tua, suka memberi nasihat, dan dermawan. Berikut penjelasan dari pesan moral tersebut: 1. Kejujuran Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Bila seseorang berhadapan dengan suatu atau fenomena maka seseorang itu akan
memperoleh gambaran tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Bila seseorang itu menceritakan informasi tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada perubahan atau sesuai dengan realitasnya maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur. Menurut Alwi (2005:479) kejujuran adalah sifat (keadaan) jujur maupun ketulusan (hati), dan kelurusan hati. Seseorang dikatakan jujur apabila memiliki ciriciri : a) lurus hati tidak berbohong (misalnya dengan berkata apa adanya). b) tidak curang (misal dalam permainan mengikuti aturan yang berlaku). c) tulus ikhlas. 2. Disiplin Pengertian disiplin selalu dikaitkan dengan ketaatan atau kepatuhan terhadap tata tertib, norma atau kaidah-kaidah hidup lainnya, karena disiplin ini berhubungan erat dengan kehidupan manusia terutama dalam menjalankan profesinya. Menurut Alwi (2005:268) disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib). Dengan kata lain disiplin dapat diartikan sebagai bidang studi yang memiliki objek, sistem dan metode tertentu demi mencapai tata tertib. Disiplin juga dapat diartikan sebagai latihan batin dan watak dengan maksud supaya perbuatannya selalu mentaati tata tertib (Poerwadarminta, 1976: 254) 3. Suka Menolong
Menolong yaitu membantu untuk meringankan penderitaan, kesukaran, dengan tenaga, uang, pikiran supaya dapat melakukan sesuatu. Atau melepaskan dari bahaya, bencana, untuk diselamatkan (Poerwadarminta, 1976: 1085). Menurut Alwi (2005:- 204) suka menolong adalah membantu orang lain untuk meringankan baik dalam bentuk material maupun dalam bentuk tenaga. Seseorang dikatakan suka menolong apabila memiliki ciri: a) mau menolong siapa saja yang memiliki kesulitan, b) tidak membeda-bedakan orang yang ditolongnya. 4. Bekerja Keras Kerja keras, yaitu bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan atau prestasi kemudian disertai dengan berserah diri (tawakkal) kepada Allah SWT baik untuk kepentingan dunia dan akhirat. Menurut Alwi (2005: 554) bekerja keras adalah melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai sesuatu. Beberapa ciri orang yang bekerja keras yaitu: a) sungguh-sungguh dalam bekerja atau berusaha, b) mencurahkan semua kemampuannya. 5. Tanggung Jawab Tanggung jawab yaitu keadaan wajib menanggung segala sesuatu, atau kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, atau diperkarakan (Poerwadarminta, 1976: 1014).
Menurut Bertens (2001: 125) tangungiawab berarti bahwa seseorang tidak boleh menghindar atau mengelak bila dimintai penjelasan tentang perbuatannya. Orang yang bertanggrmg jawab memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) mau mengakui kesalahan, b) menjaga dan memelihara amanatnya 6. Optimis Optimis merupakan pandangan sikap hidup. Sesuai dengan arti akar katanya bahasa latin, optimum, yang berarti 'paling baik'. Optimis merupakan cara pandang dan cara hidup yang berporos pada cara, segi unsur yang paling baik. Optimis adalah pandangan yang melihat dunia dan hidup sebagai paling baik (Mangunhardjana, 1997 :166) Menurut Alwi (2007: 801) optimis adalah orang yang selalu berpengharapan atau berpandangan baik dalam menghadapi segala hal. Ciri-ciri orang yang optimis yaitu: a) merasa yakin bahwa usahanya akan berhasil, b) selalu berpengharapan baik, c) selalu brusaha mencapai keberhasilan. 7. Berbakti pada 0rangTua
berbakti pada orang tua dalam bahasa Arab adalah Birul walidain. Birul artinya kebijakan, Al walidain artinya kedua orang tua atau Ibu Bapak. Jadi Birul walidain artinya berbuat kebajikan pada orang tua (Ilyas, 2001 : 147-148). Menurut Alwi (2005: 94) berbakti adalah perbuatan yang menunjukkan rasa tunduk dan hormat atau setia, sedangkan orang tua adalah Ayah lbu kandung. Ciriciri orang yang berbakti pada orang tua yaitu: a) patuh terhadap perintah orang tua, b) senantiasa ingin membahagiakan kedua orang tua. 8. Suka Memberi Nasihat Memberi nasihat yaitu memberi ajaran atau pelajaran baik, anjuran atau petunjuk, peringatan, teguran yang baik (Poerwadarminta, 1976: 672). Menurut Alwi (2005:775) memberi nasehat adalah menyampaikan sesuatu ajaran atau pelajaran yang baik. Ciri-cirinya yaitu: a) mau memberi nasehat kepada siapa saja dan di mana saja, b) melakukannya dengan penuh kesadaran dan atas kemauan sendiri, c) selalu berharap dapat mengubah keadaan orang lain ke arah yang lebih baik. 9. Dermawan Dermawan yaitu berasal dari kata Derma, yaitu pemberian kepada fakir miskin, dan sebagainya yang timbul dari kemurahan atau kebaikan hati (Poerwadarminta, 1976: 245).
Menurut Alwi (2007: 256) dermawan adalah pemurah hati, suka memberi, kedermawanan yaitu kebaikan hati terhadap sesama manusia. Ciri-ciri dermawan adalah: a) Suka memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, b) Tidak mengharapkan imbalan kepada orang yang diberi, c) Bertujuan baik, misalnya hanya mengharapkan keridloan semata. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan didaktis adalah suatu sikap pengarang yang menciptakan hasil karya sastra dengan memberikan pesan etika kepada hasil karya tersebut, sehingga dapat mencerminkan akhlak di dalam hidup dan kehidupan seorang penikmat atau pembaca. Atau dengan kata lain, pengarang suatu karya sastra menghasilkan karya tersebut dengan menanamkan serta memberikan nilai-nilai moral maupun akhlak kepada setiap karyanya, sehingga pembaca dapat menikmati dan mendapatkan manfaat terhadap pesan-pesan moral di dalam karya itu. Pendekatan didaktis ini pada dasarnya juga merupakan suatu pendekatan yang telah beranjak jauh dari pesan tersurat yang terdapat dalam suatu cipta sastra. Sebab itulah penerapan pendekatan didaktis dalam karya sastra akan menuntut daya kemampuan intelektual, kepekaan rasa, maupun sikap yang mapan dari pembaca atau penikmat. B. Nilai Edukatif Dalam Karya Sastra Karya sastra pada dasarnya merupakan hasil imajinasi dan kreativitas pengarang. Kepekaan rasa dan kreativitas pengarang bukan saja mampu menyajikan keindahan rangkaian cerita, melainkan juga mampu memberikan pandangan yang berhubungan
dengan renungan tentang agama, filsafat serta beraneka ragam pengalaman tentang kehidupan. Hasil kreativitas pengarang yang semacam itulah yang mampu mendidik pembaca untuk mengarah kepada kesempurnaan hidup. Nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik. menurut perkataan bagus filsuf Jerman-Amerika, Hans Jonas, nilai adalah the addressee of a yes, sesuatu yang ditunjukan dengan ya kita. nilai selalu mempunyai konotasi positif. Sebaliknya, sesuatu yang kita jauhi, sesuatu yang membuat kita melarikan diri_seperti penderitaan, penyakit, atau kematian_adalah lawan dari nilai, yaitu non nilai atau disvalue, sebagaimana dikatakan orang inggris. Ada juga beberapa filsuf yang menggunakan disini istilah nilai negatif, sedangkan nilai dalam arti tadi mereka sebut nilai positif (Bertens, 2001: 139). Kata nilai mempunyai arti harga, banyak sedikitnya isi, kadar, mutu, sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Suharso dan Ana, 2005: 690). Edukatif adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, perbuatan dan cara mendidik. (Alwi, 2005:262). Makna nilai yang diacu dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseoarang. Hal ini berarti bahwa dengan adanya berbagai wawasan yang dikandung dalam karya sastra, khususnya novel, akan mengandung berbagai macam nilai kehidupan yang akan sangat bermanfaat bagi pembaca. Nilai-nilai tersebut diantaranya; kejujuran, disiplin, suka menolong, bekerja keras, tanggung jawab, optimis, berbakti pada orang tua, suka memberi nasihat, dan dermawan.
Dalam hal ini, nilai edukatif berupaya untuk melakukan pembelajaran terhadap ilmu pengetahuan. Proses yang ditempuh untuk mengajarkan ilmu pengetahuan sangatlah beraneka ragam, bisa melalui ucapan (saran atau nasihat), maupun perbuatan (tingkah laku). Pada kaitan ini peserta didik diberikan kebebasan untuk mengekspresikan dan mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan (Mulyasa, 2007: 283). Nilai adalah segala sesuatu mengenai hal yang baik dan buruk. Nilai menjadi standarisasi atau tolak ukur mengenai adanya sesuatu di dunia ini. Dengan adanya nilai, maka orang menjadi lebih mudah memahami kebaikan dan keburukan dari sudut pandangnya, baik agama, masyarakat, dan diri sendiri. Dengan demikian, nilai edukatif adalah tindakan yang dilakukan untuk mendidik (melakukan pendidikan) agar terjadi pengembangan potensi diri seseorang, maupun kehidupan sosial mengenai baik dan buruk. Nilai edukatif dalam diri seseorang adalah nilai nilai yang dijalankan untuk melangsungkan hidup pribadi, mempertahankan kebenaran, dan selalu menjalankan citra diri. Adapun nilai edukatif dalam kehidupan sosial adalah nilai nilai yang dijalankan seseorang dalam berperilaku terhadap kehidupan bermasyarakat. Nilai edukatif dalam diri maupun dalam kehidupan sosial, yang terkandung di dalam novel, semuanya merepresentasikan adanya pendidikan yang harus ditempuh. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan juga nilai edukatif berkaitan dengan segala aspek yang melingkupi proses penyelenggaraan dari bentuk pendidikan. Bentuk bentuk pendidikan yang dimaksud adalah suatu tindakan yang berefek menjadi pendidikan itu ada.
Dari pendapat para ahli di atas mengandung pengertian bahwa nilai adalah keyakinan yang mampu mempengaruhi cara berpikir, cara bersikap maupun cara bertindak dalam mencapai tujuan hidup jika dihayati dengan baik. Nilai adalah sifat yang positif dan bermanfaat dalam kehidupan manusia dan harus dimiliki setiap manusia untuk dipandang dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan di dunia, akan banyak sekali perubahan - perubahan yang akan menguncangkan kenyamanan hidup manusia. Proses pendidikan membantu manusia menjadi sadar akan kenyataan - kenyataan hidup tersebut dan akan berusaha menemukan jati dirinya sehingga dapat menjauhkan diri dari kekacauan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia dalam upaya mengembangkan potensi-potensi dalam diri seseorang menuju ke arah kedewasaan sehingga dapat berinteraksi sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai edukatif adalah batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi kehidupannya yang diperoleh melalui proses pendidikan. Proses pendidikan bukan berarti hanya dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Pendidikan juga dapat dilakukan dengan pemahaman, pemikiran, dan penikmatan karya sastra. Karya sastra sebagai pengemban nilai-nilai pendidikan diharapkan keberfungsiannya untuk memberikan pengaruh positif terhadap cara berpikir pembaca mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Hal ini disebabkan karena karya sastra merupakan salah satu sarana mendidik diri serta orang lain sebagai unsur anggota masyarakat. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, nilai edukatif akan ditimbulkan dari
diri tokoh fiksional novel Opera Van Gontor. Dalam artian nilai edukatif yang dapat dipelajari atau diteladani oleh pembaca atau pun penikmat sastra. Suatu karya sastra diharapkan memiliki kajian nilai yang dapat mendewasakan pembaca, tidak hanya sebagai sarana menuangkan ide-ide yang lama terpendam.