TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina : Deutromycetes : Coryneales : Hipomycetes : Corynespora : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei Konidiofor C. cassiicola berwarna coklat, keluar dari permukaan bawah daun, dengan ujung membengkak. Konidium berwarna coklat, seperti gada atau silindris, ujungnya agak runcing, bersepta 2 14, dengan ukuran 40-120µm x 8-18µm. Dalam biakan murni bermacam-macam isolat C. Cassiicola dari tanaman karet mempunyai miselium yang beragam mofologinya (Semangun, 1999). Jamur ini mempunyai benang-benang hifa berwarna hitam pucat, menghasilkan spora pada bagian bercak atau bagian yang hijau. Benang-benang hifa jamur dan sporanya kurang jelas terlihat pada permukaan daun tanpa alat pembesaran. Jamur tersebut mempunyai banyak tumbuhan inang seperti ketela pohon, akasia, angsana, beberapa rumputan pepaya dan lain-lain (Situmorang dkk, 2009).
Gambar 1. Miselium serangan murni C. cassiicola (Berk.& Curt.) Wei. Penyakit gugur daun Corynespora akhir-akhir ini muncul menjadi penyebab gugur daun yang mencolok, terutama pada klon introduksi. Pada klon yang ditanam di Sumatera Utara dan Timur, Corynespora menyebabkan gugur daun sepanjang tahun sehingga tanaman gundul dan pertumbuhannya terhambat. Klon lokal biasanya tahan terhadap penyakit ini, tetapi dikhawatirkan patogenitas akan meningkat sehingga pada akhirnya klon lokal pun akan terserang juga. Pada klon peka, Corynespora dapat menyerang daun muda maupun daun tua (Setyamidjaja, 1993). C. cassiicola lebih menyukai daun yang masih muda sampai umur 4 minggu, meskipun daun tua dapat diinfeksinya. Apabila infeksi patogen berhasil pada saat tanaman membentuk daun muda dengan dukungan kondisi iklim/cuaca akan merupakan pemacu timbulnya epidemi pada bulan berikutnya. Pengguguran daun tanaman biasanya berlangsung 3-4 bulan setelah infeksi patogen.
Pengguguran daun tanaman berlangsung lambat dan terus-menerus hingga tajuk tanaman menjadi tipis sepanjang tahun. Adakalanya tanaman membentuk daundaun yang baru namun dalam waktu 2-3 bulan kemudian akan gugur juga Pada klon yang sangat rentan, serangan terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan tanaman meranggas atau mati. Sedangkan pada klon yang resisten, serangan Corynespora pada daun menimbulkan bercak kehitaman tetapi tidak berkembang, demikian juga warna daun di sekitar bercak tersebut tidak berubah dan daun tidak gugur (Rahayu dan Sujatno, 2007). Gejala Serangan Gejala serangan pada daun coklat masih belum tampak setelah daun menjadi hijau muda, gejala mulai terlihat bercak hitam kemudian berkembang seperti menyirip. Menjadi pucat, lemas, dan bagian ujungnya mati atau kering. Pada daun tua, bercak hitam tersebut dan sirip tampak lebih jelas seperti tulang ikan. Bercak ini meluas mengikuti urat daun dan kadang-kadang sebagian pusat bercak berwarna coklat atu kelabu, dan berlubang. Daun akhirnya menjadi kuning atau kemerahan kemudian gugur (Situmorang dkk, 2009). Infeksi terutama terjadi pada daun muda yang umurnya kurang dari 4 minggu. Mula-mula pada daun terjadi bercak hitam, terutama pada tulang-tulang daun. Bercak berkembang mengikuti tulang-tulang daun dan meluas ke tulangtulang yang lebih halus, sehingga bercak tampak menyirip seperti tulang atau duri ikan. Pada tingkat lanjut, bercak semakin meluas, berbentuk bundar atau tidak
teratur. Bagian tepi bercak berwarna coklat, dengan sirip berwarna coklat dan hitam. Bagian pusatnya mengering atau dapat berlubang. Di sekitar bercak biasanya terdapat daerah yang berwarna kuning (halo) yang agak lebar. Daun yang sakit menguning, menjadi coklat dan gugur (Rahayu, 2005). Jamur juga dapat menginfeksi tunas muda dan tangkai daun yang menyebabkan matinya tunas dan terjadinya bercak coklat memanjang pada tangkai daun dengan kulit yang pecah. Tanaman-tanaman yang rentan dapat menjadi gundul, dengan banyak ranting dan cabang mati, pertumbuhannya terhambat, sehingga memasuki masa sadap (Rahayu,2005). Gambar 2. Gejala serangan murni C. cassiicola (Berk.& Curt.) Wei. Penyakit gugur daun C. cassiicola selain menyerang daun muda juga menyerang daun tua. Daun muda (flush) yang helaian daunnya baru membuka, berwarna merah tembaga atau hijau muda, apabila terserang Corynespora akan berubah menjadi kuning, menggulung, layu, dan gugur. Daun-daun akan terlepas
dari tangkainya dan akibatnya tangkai itu sendiri gugur. Pada daun muda, serangan Corynespora tidak menimbulkan bercak yang nyata, tetapi tampak kuning merata di seluruh permukaan daun. Sedangkan daun tua atau hitam, tidak menyirip seperti tulang ikan (Rahayu dan Sujatno, 2007). Toksin yang dibentuk oleh Corynespora menyebabkan perubahan warna yang meluas pada daun. Bahkan meskipun pada patogen hanya membentuk bercak yang kecil pada tulang daun, karena adanya toksin ini daun dapat menguning, menjadi coklat dan gugur. Tanaman-tanaman yang rentan dapat menjadi gundul, dengan banyak ranting dan cabang mati, pertumbuhannya terhambat, sehingga terlambat memasuki masa sadap (Semangun, 1999). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Iklim/Cuaca Kondisi iklim/cuaca yang sesuai pada saat terjadinya infeksi sangat menentukan terjadinya epidemi. Kondisi lingkungan dengan kelembapan 96%- 100% atau adanya titik air, suhu 28-30 0 C dan cahaya terang biasa ataupun gelap adalah kondisi sangat sesuai bagi perkecambahan konidia C. cassiicola. Bila kondisi yang demikian dicapai pada saat tanaman membentuk daun muda akan memudahkan terjadinya infeksi jamur dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Hal ini merupakan salah satu faktor penting mendorong kemungkinan terjadinya pengguguran daun yang lebih berat atau epidemi pada bulan berikutnya
Pengguguran daun yang berat atau epidemi C. cassiicola akan terjadi bila kondisi iklim/cuaca yang lembab mendukung dengan curah hujan yang relatif tidak terlalu tinggi dan merata sepanjang hari Keadaan hujan merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi timbulnya serangan jamur yang berat atau epidemi. Di daerah dengan curah hujan yang rendah terjadi serangan yang lebih berat dibandingkan dengan daerah dengan curah hujan yang tinggi. Kemudian di daerah-daerah yang mempunyai curah hujan yang merata sepanjang tahun atau di daerah dengan batas musim hujan dan musim kering tidak begitu jelas, C. cassiicola menimbulkan kerusakan yang berat dan tanaman akan meranggas sepanjang tahun. Namun di daerah dengan batas musim hujan dan musim kemarau yang lebih jelas, serangan jamur juga terjadi namun tanaman tidak mengalami perangsangan sepanjang tahun Ketinggian Tempat Kebun-kebun yang terletak pada tempat yang lebih rendah dari 300 m di atas permukaan laut mendapat serangan jamur yang lebih berat, dibandingkan dengan kebun-kebun yang terletak di tempat yang lebih tinggi. Keadaan suhu yang lebih rendah pada tempat yang lebih tinggi tersebut diduga merupakan faktor penghambat bagi perkembangan jamur. Hal ini terlihat bercak-bercak hitam pada daun yang terserang terhambat perkembangannya dan bentuknya kurang lebih bundar dengan sirip-sirip hitam yang tidak begitu jelas pada tepi bercak
Kesuburan Tanah Kebun-kebun yang terletak pada lahan yang kurang subur atau tanpa diberi pupuk sehingga kondisi tanaman menjadi lemah, atau kebun yang dipupuk dengan nitrogen dalam dosis yang terlalu tinggi akan mengalami serangan C.cassiicola Pengendalian Penyakit Menanam klon karet yang tahan serangan penyakit ini pada daerah yang rawan serangan penyakit ini. Selain itu juga perlu diperhatikan pembatasan penanaman klon karet yang sama dalam skala luas untuk mencegah terjadinya serangan penyakit ini dalam skala luas. Pemilihan klon yang sesuai untuk suatu daerah juga merupakan salah satu cara pengelolaan penyakit ini (Rahayu, 2005). Pengendalian dengan fungisida, fungisida yang dianjurkan adalah Carbendazim dan Chlorothalonil dosis 1 kg/ha/aplikasi sedangkan Prochloraz dosis 650 ml/ha/aplikasi. Penyemprotan dilakukan pada saat tanaman membentuk daun muda. Pengendalian dengan fungisida pada kebun yang tanaman telah menghasilkan memerlukan pengulangan aplikasi. Selain itu tingkat kesulitan menyemprot tanaman yang sudah tinggi dan biaya yang dikeluarkan tinggi maka penyemprotan pada kebun yang menghasilkan yang mengalami serangan dapat dianjurkan apabila dianggap masih memberikan hasil yang menguntungkan (Rahayu dan Sujatno, 2007). Penyakit ini bisa ditekan penyebarannya dengan bahan kimia Mankozeb dan Tridemorf untuk tanaman yang belum menghasilkan, sedangkan untuk tanaman menghasilkan yang tingginya lebih dari 8 m dilakukan pengabutan
dengan Tridemorf atau Calixin 750 dengan dosis 500 ml aplikasi, 3-4 kali dengan selang waktu seminggu (Anonimus, 2008). 1. Pembibitan jangan dibuat di tanah yang sangat berpasir, miskin, dan kurang dapat menahan air. 2. Harus diusahakan agar bibit tumbuh sebaik-baiknya dengan pemupukan yang seimbang. 3. Bibit dilindungi dengan fungisida. Untuk keperluan ini dapat dipakai fungisida tembaga seperti bubur Bordeaux atau Oksiclorida tembaga (Semangun, 1999). Sifat virulensi C. Cassicola dipengaruhi oleh agresifitasnya (efiisensi penyakit dan pertumbuhan penyakit dan sporulasi) dan kemampuannya memproduksi toksin. Dengan agresifitas yang kuat patogen akan memproduksi jumlah toksin yang lebih banyak, sehingga cukup untuk membuat daun tanaman menjadi rusak atau mati, misalnya pada klon RRIC 103, PPN 2058, PPN 2444, dan PPN 2447. Sebaliknya, meskipun agrefitasnya kuat, tetap jika ditoktisitas toksinnya rendah tidak membuat daun tanamann rusak atau mati. Misalnya klon BPM 1 dan PR 260. Pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa C. Cassicola mempunyai kemampuan yang tinggi berevolusi. Hal ini terlihat bahwa patogen mempunyai banyak ras yang virulensi yang sangat beragam. Ras patogen tersebut berbeda dari waktu ke waktu (Sujatno dkk,1998). Sepuluh hari setelah inokulasi, suatu media cair czapek kultur Corynespora diultrafiltrasi diikuti dengan pembekuan kering atau tidak. Apabila tangkai dari suatu daun muda dicelupkan kedalam medium ini, suatu kelayuan daun akan terjadi dalam waktu 24-48 jam kemudian. Intensitas kelayuan diukur dengan menurunnya kadar air. Perlu dicatat bahwa biotest toksin pada daun Havea
memerlukan sedikit pelukaan jaringan epidermisnya karena toksin tersebut tidak mampu menembus epidermis tanpa pelukaan sebelumnya yang disebabkan oleh enzym yang dihasilkan oleh jamur (Breton dan Auzac, 2001). Klon Pembanding Klon RRIC 100 ketahanannya terhadap beberapa penyakit daun (Colletotrichum, Corynespora, dan Oidium) cukup baik. Potensi produksi awal rendah dengan rata-rata produksi aktual 1567 kg/ha/th selama 8 tahun penyadapan, lateks bewarna putih. Pengembangannya dapat dilakukan pada daerah beriklim sedang (Woelan dkk,1999). Klon BPM 1 mempunyai ketahanan yang cukup baik terhadap penyakit Corynespora, sedangkan terhadap Colletotrichum dan Oidium moderat. Potensi produksi awal mencapai rata-rata produksi aktual 1685 kg/ha/th selama 8 tahun penyadapan. Pengembangan yang sesuai untuk klon BPM 1 yaitu untuk daerah beriklim sedang sampai dengan kering (Woelan dkk,1999). Klon PB 260 sensitif terhadap pra koagulasi, hal ini ditunjukkan oleh lateks yang cepat menggumpal setelah disadap sehingga aliran lateks terhenti. Saat ini Dinas Perkebunan dan Kehutanan membutuhkan konfirmasi apakah tanaman karet bisa dibudidayakan pada elevasi 850 m dpl (Wijaya dkk, 2009).