KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

dokumen-dokumen yang mirip
KEJADIAN LUAR BIASA. Sri Handayani

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan terhadap beberapa penyakit yang terjadi di Kota Yogyakarta

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KLB Penyakit. Penyelidikan Epidemiologi. Sistem Pelaporan. Program Penanggulangan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

Panduan Pelayanan Pencegahan Penyakit Menular

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

Gambaran Umum Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah. Nurul Wandasari Singgih Program Studi Kesehatan Masyarakat

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROPINSI LAMPUNG Minggu Epidemiologi ke-21

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FORMULIR PENCATATAN LAPORAN KEWASPADAAN KERACUNAN PANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

22/11/2010. Public Health Approach. Implementation: How do you do it? Intervention Evaluation: What. works?

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

MAKALAH INDIV ADMINISTRASI PUSKESMAS

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1479/MENKES/SK/X/2003 TENTANG

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB DIFTERI DI KECAMATAN TANJUNG BUMI KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2013


BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN

Penanggulangan Penyakit Menular

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG WABAH TENTANG WABAH

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM DINAS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI. Putri Ayu Utami S. Kep, Ns.

1. BAB I PENDAHULUAN

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk. Di dunia, diperkirakan sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam tujuan pembangunan

Pedoman Instrumen Penilaian Kinerja Puskesmas Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 311/MENKES/SK/V/2009 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

- 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA KERACUNAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 56

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

I. PENDAHULUAN A. PROGRAM REDUKSI CAMPAK

Penyakit Virus Ebola

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB 1 KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan

SURVEILANS DAN PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR PASKA BENCANA

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif dengan membatasi

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Waktu survival (survival time) merupakan salah satu penelitian yang digunakan

Transkripsi:

TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) Disusun oleh : Puji G1B0 Indah Cahyani G1B0110 Ajeng Prastiwi S. W. G1B011019 Yuditha Nindya K. R. G1B011059 Meta Ulan Sari G1B0110 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT PURWOKERTO 2012 1

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kejadian luar biasa (KLB) masih sering terjadi di Indonesia. KLB ini mempunyai makna sosial dan politik tersendiri oleh karena peristiwa yang demikian mendadak, melibatkan banyak orang dan dapat menimbulkan banyak kematian. Batasan KLB meliputi arti yang luas, yang dapat diuraikan meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun penyakit non infeksi. Penyakit menular pada manusia merupakan masalah penting yang dapat terjadi setiap saat, terutama di negara berkembang khususnya Indonesia. Penyakit menular seperti demam berdarah dengue sudah merebak hampir di setiap daerah. Penyakit poliomielitis dan flu burung yang ditularkan melalui unggas dan dinyatakan sebagai kejadian luar biasa juga sempat merenggut jiwa. Kejadian luar biasa masih tidak ada batasan mengenai penentuan jumlah penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus sangat tergantung dari jenis dan agen penyebabnya, juga karena keadaan penyakit akan bervariasi menurut tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu (yang berhubungan dengan keadaan iklim) dan pengalaman keadaan penyakit tersebut sebelumnya dan tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat dipakai untuk menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan, kabupaten atau meluas satu propinsi dan Negara. Luasnya daerah sangat tergantung dari cara penularan penyakit tersebut. Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB dapat terjadi dalam beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau beberapa bulan maupun tahun. Kejadian luar biasa ini merupakan kesempatan untuk mempelajari epidemiologi penyakit dn faktor risikonya. Dengan demikian, investigasi epidemiologi terhadap KLB suatu penyakit dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesalahan dalam penanganannya. 2

2. Tujuan 1. Mengetahui definisi dan cara menentukan Kejadian Luar Biasa (KLB). 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian Luar Biasa(KLB). 3. Mengetahui cara menanggulangi wabah dari Kejadian Luar Biasa(KLB). 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Kejadian Luar Biasa Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/ MENKES/SK/VII/2004, Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi dalam kurun waktu dan daerah tertentu. Kejadian luar biasa adalah peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada eksternal normal di suatu area atau kelompok tertentu, selama suatu periode tertentu. Informasi tentang potensi KLB biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi KLB bisa juga berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis atau surveilans, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal. Suatu kejadian luar biasa ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, kuartal, tahun). Besar deviasi yang berada dalam ekspektasi normal bersifat arbitrer, tergantung dari tingkat keseriusan dampak yang diakibatkan bagi kesehatan masyarakat di masa yang lalu. Sebagai persiapan kuantitatif, pembuat kebijakan dapat menggunakan mean +3SD sebagai batas untuk menentukan keadaan KLB. Batas mean +/- 3SD lazim digunakan dalam biostatistik untuk menentukan observasi KLB (Duffy dan Jacobsen, 2001), jadi suatu kondisi yang sesuai dengan definisi epidemi. 2. Kriteria kerja KLB Dalam buku Umar, Surveilens Epidemiologi Penyakit Menular yang ditulis oleh Prof. Dr. Umar, suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Timbulnya suatu penyakit/kesakitan yang sebelumnya tidak ada/tidak diketahui. 4

b. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, dst) c. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali atau lebih dibandingkan periode sebelumnya (jam,hari,minggu,bulan,tahun). d. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dgn angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya. e. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata2 per bulan dalam tahun sebelumnya. f. Case fatality rate dari suatu penyakit dalam kurun waktu tertentu menunjukkan 50% atau lebih dibandingkan CFR dari periode sebelumnya. g. Proporsional rate (PR) penderita baru dari periode tertentu menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan periode yang sama dalam kurun waktu/tahun sebelumnya. h. Beberapa penyakit khusus :kholera,dhf/dss, SARS, avian flu, tetanus neonatorum. i. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis) j. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan. k. Beberapa penyakit yang dialami 1 (satu) atau lebih penderita : keracunan makanan dan keracunan pestisida. l. Dalam menentukan apakah ada wabah, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan jumlah beberapa minggu atau bulan sebelumnya. 5

m. Menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah melampaui jumlah yang diharapkan. n. Sumber informasi bervariasi : Catatan hasil surveilans Catatan keluar rumah sakit statistik kematian,register,dll. Bila data local tidak ada dapat digunakan rate dari wilayah di dekatnya atau data nasional Boleh juga dilaksanakan survey di masyarakat menentukan kondisi penyakit yang biasanya ada. o. Pseudo-epidemik : Perubahan cara pencatatan dan pelaporan penderita Adanya cara diagnosis baru Bertambahnya kesadaran penduduk untuk berobat Adanya penyakit lain dengan gejala yang serupa Bertambahnya jumlah penduduk yang rentan 3. Penyakit Tertentu Yang Menimbulkan KLB Berdasarkan Permenkes RI No.560/Menkes/Per/VIII/1989 Bab II pasal 2 penyakit tertentu yg menimbulkan KLB : a. Kholera g. Influenza m. Meningitis b. Pertusis h. Tifus n. Polio c. Pes i. Hepatitis p. Ensefalitis d. Rabies j. DBD q. Difteri e. Demam k. Tifus r. Antraks f. Malaria l. Campak 4. Prosedur Penanggulangan KLB 1. Masa pra KLB 6

Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya : Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat Memperbaiki kerja laboratorium Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain Tim Gerak Cepat (TGC) : Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan : Pengamatan : Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat. Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga. Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan. Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya. Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan. Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga. Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap. Pembentukan Pusat Rehidrasi Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan. Tugas pusat rehidrasi : 7

Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung. Melakukan pencatatan nama, umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb. Memberikan data penderita ke Petugas TGC Mengatur logistik Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi). Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat. (yang diinfus, tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb. 5. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya KLB 1. Herd Immunity yang rendah Yang mempengaruhi rendahnya faktor itu, sebagian masyarakat sudah tidak kebal lagi, atau antara yang kebal dan tidak mengelompok tersendiri. 2. Patogenesitas Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit. 3. Lingkungan Yang Buruk Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun perkembangan organisme tersebut. 6. Yang Seharusnya Dilakukan Agar KLB Dapat Dicegah Upaya penanggulangan wabah meliputi: a.penyelidikan epidemiologis; Mengetahui sebab-sebab penyakit wabah Menentukan faktor penyebab timbulnya wabah Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam terkena wabah Menentukan cara penanggulangan wabah 8

Kegiatan : Mengumpulkan data morbiditas dan mortalitas penduduk Pemeriksaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan diagnosis Pengamatan terhadap penduduk, pemeriksaan, terhadap makhluk hidup dan benda-benda yang ada di suatu wilayah yang diduga mengandung penyebab penyakit wabah b. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina, tujuannya adalah : Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi mengandung penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat menularkan penyakit (carrier) c.pencegahan dan pengebalan; tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit. d. Pemusnahan penyebab penyakit, terutama pemusnahan terhadap bibit penyakit/kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan atau benda yang mengandung bibit penyakit. e.penanganan jenazah akibat wabah; penanganan jenazah yang kematiannya disebabkan oleh penyakit yang menimbulkan wabah atau jenazah yang merupakan sumber penyakit yang dapat menimbulkan wabah harus dilakukan secara khusus menurut jenis penyakitnya tanpa meninggalkan norma agama serta harkatnya sebagai manusia. Penanganan secara khusus itu meliputi pemeriksaan jenazah oleh petugas kesehatan dan perlakuan terhadap jenazah serta sterelisisasi bahan-bahan dan alat yang digunakan dalam penanganan jenazah diawasi oleh pejabat kesehatan. 9

f. Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar mereka mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain. Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan serta aktif dalam menanggulangi wabah. g. Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus masing-masing penyakit yang dilakukan dalam rangka penanggulangan wabah. 10

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan 1) Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/ MENKES/SK/VII/2004, Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi dalam kurun waktu dan daerah tertentu. Suatu kejadian luar biasa ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, kuartal, tahun). 2) Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu Herd Immunity yang rendah, patogenesitas, dan lingkungan yang buruk. 3) Upaya penanggulangan wabah Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu melalukuan penyelidikan epidemiologis; melakukan pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina, melakukan pencegahan dan pengebalan; melakukan pemusnahan penyebab penyakit, melakukan penanganan jenazah akibat wabah; serta mengadakan penyuluhan kepada masyarakat. 2. Saran 1..Untuk pencegahan akan adanya KLB, hendaknya melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat serta membentuk dan mengadakan pelatihan TIM Gerak Cepat puskesmas. Melakukan pengebalan dan pemusnahan penyebab penyakit juga perlu dilakukan demi mendukung upaya pencegahan KLB. 2. Pelaksanaan Screening di Indonesia hendaknya lebih di utamakan untuk mendapatkan mereka yang menderita sedini mungkin sehingga dapat 11

dengan segera memperoleh pengobatan dan mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat. 12

DAFTAR PUSTAKA Agung,trisno.2011.Invesitigasi Wabah.[Online Tersedia][09/05/2012][15:19] http://www.kmpk.ugm.ac.id/images/semester_1/epidemiologi/investigasi_ Wabah.pdf Bustan,M.N.2006.Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Rineka Cipta. Budiarto,Eko dan Dewi Anggaraeni.2003.Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Chandra,Budiman.2007.Pengantar Kesehatan Lingkungan.Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Chandra,Budiman.2009.Ilmu Kedokteran Pencegahan Dan Komunitas.Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Duffy ME, and Jacobsen BS.2001. Univariate descriptive statistics. In: Barbara Hazard Munro (ed.): Statistical methods for health care research. Philadelphia, PA: Lippincott. Manusia.2011.Konsep Dasar Screening.[Online Tersedia][09/05/2012][15:17] http://ik-hwan554.blogspot.com/2010/03/konsep-dasar- Screening.html Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989 tentang Penyakit Potensial Wabah. Prof Dr. Umar.2000. Surveilens Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta Pers. Rafless.2011.Makalah Penemuan Penyakit Secara Screening. [Online Tersedia] [09/05/2012][15:16]http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2-011/04/makalah-penemuan-penyakit-secara.html Rajab,Wahyudin.2009.Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan.Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Timmreck,Thomas C.2005.Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2.Jakarta: : Buku Kedokteran EGC. 13